Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih efektif dan efisien.
Berhasil tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah tergantung pada bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan bagaimana operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dapat dilakukan dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan diantaranya dengan menggunakan alat bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon (FAD) dan cahaya lampu (Light Fishing).
Secara alami tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan (Fishing ground) berdasarkan pengalaman nelayan, yang catchable area diantaranya ditandai oleh :Warna perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ; Ada banyak burung beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ; Banyak buih di permukaan air ; dan Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang hanyut di perairan atau bersama dengan ikan yang berukuran besar seperti paus. Dengan adanya rumpon dan penggunaan cahaya lampu disuatu perairan maka daerah penangkapan ikan dapat dibentuk, sehingga nelayan dan unit kapal penangkap ikan tidak tergantung lagi dengan tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan yang bergantung pada kondisi lingkungan alami perairan. Oleh karena itu dengan penggunaan rumpon (FAD) dan light fishing dapat dikatakan sebagai pembentuk daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
PEMBENTUKAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN LIGHT FISHING
Sejarah Perikanan Light Fishing di Indonesia
Beberapa alat tangkap dalam pengoperasiannya menggunakan bahan dan alat tertentu untuk memberikan rangsangan guna menarik perhatian ikan. Salah satu alat yang digunakan untuk memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan untuk menarik perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan direspons dengan berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area tertentu untuk kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring maupun alat pancing lainnya. Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya disebut dengan light fishing.
Menurut Brant (1984) light fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu bentuk dari umpan yang berhubungan dengan mata (optical bait) yang digunakan untuk menarik dan untuk mengumpulkan ikan. Light fishing oleh Brant (1984) diklasifikasikan ke dalam kelompok attracting concentrating and fringhting fish, karena dalam hal ini cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating) ikan pada suatu daerah tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi penangkapan.
Pada awalnya penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia belum diketahui secara pasti siapa yang memperkenalkannya. Namun yang jelas sekitar tahun 1950an di pusat-pusat perikanan Indonesia Timur, dimana usaha penangkapan cakalang dengan pole and line marak dilakukan, penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan telah dikenal secara luas. Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975)
Agar cahaya dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
1. Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak yang jauh (horizontal maupun vertikal)
2. Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).
3. Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat)
4. Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse). Sumber: Sudirman (2003)
Sumber Cahaya sebagaia Alat Bantu Penangkapan
Dalam perkembangannya beberapa sumber cahaya yang digunakan sebagal alat bantu penangkapan di Indonesia antara lain:
A. Obor
Obor dibuat dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu sedemikian rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air. Penggunaan alat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah berubah oleh tiupan angin dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan. Dahulu alat ini banyak digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun sekarang penggunaannya sulit ditemukan lagi.
B. Lampu Petromaks
Lampu petromaks umumnya memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt. Terdapat dua jenis lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks dengan bola gelas yang berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di atas, sedangkan yang satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada bagian bawah dan lampu berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia bagian timur penggunaan petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan penangkapan ikan di pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu, biasanya lampu petromaks tidak efisien jika digunakan pada saat terang bulan (purnama). Keadaan ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan cenderung menyebar di dalam kolom air dan tidak naik ke atas permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).
C. LampuListrik
Meskipun pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).
Persyaratan Daerah Penangkapan Ikan Buatan dengan Alat bantu Cahaya
Operasi penangkapan dengan menggunakan alat bantu cahaya tidak dapat dilakukan pada setiap kondisi, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal. Beberapa persyaratan dalam penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dengan memperhatikan antara lain.
a) Syarat Lingkungan
Persyaratan utama dalam penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah kondisi lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi lebih efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan pada malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap dan terangnya bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan gelap, dengan demikian cahaya lampu tidak dapat dioperasikan pada siang hari. Pada saat bulan terang penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi sangat tidak efektif. Akibat adanya cahaya lain yang turut mempengaruhi behavior dari ikan-ikan di perairan. Kondisi ini biasanya diantisipasi oleh nelayan dengan menggunakan cahaya yang lebih terang, namun hal ini hanya akan sedikit membantu dalam operasi penangkapan.
Selain dari fase bulan keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga akan mengurangi daya tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan arus laut yang tidak terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan lampu akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang terlampau kencang akan mempengaruhi posisi alat tangkap di dalam air
b). Syarat Penangkapan
Selain faktor-faktor lingkungan diatas, ada beberapa syarat lain yang menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan antara lain.
1.) Cahaya yang akan digunakan harus tepat untuk jenis ikan yang akan ditangkap dengan mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak ditangkap terhadap jenis cahaya.
2.) Cahaya yang digunakan juga harus mampu menarik ikan pada jarak yang jauh baik vertikal maupun horisontal, untuk syarat ini biasa digunakan cahaya berwarna biru atau hijau.
3.) Ikan-ikan diusahakan untuk berkumpul pada area penangkapan tertentu.
4.) Waktu yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan terhadap ikan-ikan yang telah berkumpul.
PENGEMBANGAN RUMPON DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Definisi Rumpon
Rumpon atau Fish Aggregating Device (FAD) adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (berdasarkan ruayanya) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut.
Definisi rumpon menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Selanjutnya dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis rumpon,yaitu:
1.) Rumpon Perairan Dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut.
2.) Rumpon Perairan Dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan padaperairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter.
3.) Rumpon Perairan Dalam,. adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.
Sumber : BPPL (1991)
Menurut Naamin dan Kee-Cahi Chong (1987), pada awal penggunaan rumpon laut dalam di Sorong antara tahun 1985 sampai 1986, ternyata dapat meningkatkan hasil tangkapan total sebesar 105% dan hasil tangkapan per satuan upaya sebesar 142%. meningkatkan pendapatan pemilik rumpon sebesar 367%, mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk kapal sebesar 64,3% serta mengurangi pemakalan umpan hidup sebesar 50%. Namun dengan bertambahnya penggunaan rumpon maka terlihat kecenderungan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE).
Sejarah Rumpon (FAD) di Indonesia
Rumpon telah lama dikenal di Indonesia, terutama di daerah Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai ‘rompong mandar”. Didaerah Indonesia Bagian Timur lain seperti di Sorong, Fakfak. Maluku Utara, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Sulawesi Tenggara berkembang dengan alat tangkap pancing huhate (pole and line) dan pancing ulur (handline) rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan laut dalam untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar. Sedangkan rumpon laut dangkal berkembang penggunaannya di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa dengan alat tangkap purse seine mini.
Teknologi rumpon laut dalam baru dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1985 untuk penangkapan ikan pelagis besar. Metode pemasangan dan dua jenis rumpon tersebut hampir sama dan perbedaannya hanya pada daerah pemasangan serta bahan yang digunakan. Pada rumpon laut dangkal digunakan dari alam seperti bambu, rotan. daun kelapa dan batu kali.Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besar dari bahan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali nylon dan semen.
Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan belum menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia terutama untuk rumpon laut dalam. Penggunaan rumpon laut dalam di wilayah Indonesia Bagian Barat atau Samudera Indonesia dapat dikatakan belum ada.
Menurut Atapattu (1991). penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan laju tangkap dengan pengurangan biaya produksi, mengurangi waktu untuk mencari gerombolan ikan sehingga mengurangi biaya operasi kapal, meningkatkan efisiensi penangkapan serta memudahkan operasi penangkapan ikan yang berkumpul di sekitar rumpon.
Rumpon sebagai alat bantu penangkapan dipasang di tengah laut. Oleh sebab itu agar rumpon dapat berfungsi dengan dengan baik sesuai dengan tujuannya. maka dalam pemasangannya diperlukan adanya informasi tentang kedalaman, kecerahan air. arus. suhu, salinitas dan keadaan topografi dan dasar perairan dimana rumpon akan dipasang. Informasi dasar tersebut sangat diperlukan untuk diketahui agar dalam pemasangan rumpon benar-benar tepat pada perairan yang diharapkan dan menghindari rumpon putus. Pemasangan rumpon harus pula memperhatikan aspek biologis dan ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Hal ini bertujuan agar rumpon yang dipasang benar-benar pada perairan yang subur dan banyak ikannya.
Tingkah Laku Ikan Di Sekitar Rumpon
Asikin (1985) mengemukakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon karena berbagai sebab, antara lain:
1. Rumpon sebagai tempat bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2. Rumpon sebagai tempat berpijah bagi beberapajenis ikan tertentu.
3. Rumpon itu sebagai tempat berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan Sproul (1985) mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan karena:
1. Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2. Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3. Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
4. Rumpon sebagai tempat berlindung (shelter) dan predator bagi ikan-ikan tertentu.
5. Rumpon sebagai tempat sebagai titik acuan navigasi (meeting point) bagi i kan-ikan tertentu yang beruaya.
Rumpon yang dipasang. pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan tertentu sebagai tempat berlindung dan serangan predator. Kelompok jenis ini akan berenang-renang dengan mengusahakan agar posisi tubuh selalu membelakangi bangunan rumpon. Selain sebagai tempat berlindung, rumpon diibaratkan sebagai pohon yang tumbuh di padang pasir yang merupakan wadah pemikat kelompok ikan (Subani, 1972)
Berhasil tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah tergantung pada bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan bagaimana operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dapat dilakukan dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan diantaranya dengan menggunakan alat bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon (FAD) dan cahaya lampu (Light Fishing).
Secara alami tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan (Fishing ground) berdasarkan pengalaman nelayan, yang catchable area diantaranya ditandai oleh :Warna perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ; Ada banyak burung beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ; Banyak buih di permukaan air ; dan Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang hanyut di perairan atau bersama dengan ikan yang berukuran besar seperti paus. Dengan adanya rumpon dan penggunaan cahaya lampu disuatu perairan maka daerah penangkapan ikan dapat dibentuk, sehingga nelayan dan unit kapal penangkap ikan tidak tergantung lagi dengan tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan yang bergantung pada kondisi lingkungan alami perairan. Oleh karena itu dengan penggunaan rumpon (FAD) dan light fishing dapat dikatakan sebagai pembentuk daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
PEMBENTUKAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN LIGHT FISHING
Sejarah Perikanan Light Fishing di Indonesia
Beberapa alat tangkap dalam pengoperasiannya menggunakan bahan dan alat tertentu untuk memberikan rangsangan guna menarik perhatian ikan. Salah satu alat yang digunakan untuk memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan untuk menarik perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan direspons dengan berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area tertentu untuk kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring maupun alat pancing lainnya. Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya disebut dengan light fishing.
Menurut Brant (1984) light fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu bentuk dari umpan yang berhubungan dengan mata (optical bait) yang digunakan untuk menarik dan untuk mengumpulkan ikan. Light fishing oleh Brant (1984) diklasifikasikan ke dalam kelompok attracting concentrating and fringhting fish, karena dalam hal ini cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating) ikan pada suatu daerah tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi penangkapan.
Pada awalnya penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia belum diketahui secara pasti siapa yang memperkenalkannya. Namun yang jelas sekitar tahun 1950an di pusat-pusat perikanan Indonesia Timur, dimana usaha penangkapan cakalang dengan pole and line marak dilakukan, penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan telah dikenal secara luas. Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975)
Agar cahaya dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
1. Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak yang jauh (horizontal maupun vertikal)
2. Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).
3. Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat)
4. Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse). Sumber: Sudirman (2003)
Sumber Cahaya sebagaia Alat Bantu Penangkapan
Dalam perkembangannya beberapa sumber cahaya yang digunakan sebagal alat bantu penangkapan di Indonesia antara lain:
A. Obor
Obor dibuat dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu sedemikian rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air. Penggunaan alat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah berubah oleh tiupan angin dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan. Dahulu alat ini banyak digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun sekarang penggunaannya sulit ditemukan lagi.
B. Lampu Petromaks
Lampu petromaks umumnya memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt. Terdapat dua jenis lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks dengan bola gelas yang berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di atas, sedangkan yang satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada bagian bawah dan lampu berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia bagian timur penggunaan petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan penangkapan ikan di pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu, biasanya lampu petromaks tidak efisien jika digunakan pada saat terang bulan (purnama). Keadaan ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan cenderung menyebar di dalam kolom air dan tidak naik ke atas permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).
C. LampuListrik
Meskipun pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).
Persyaratan Daerah Penangkapan Ikan Buatan dengan Alat bantu Cahaya
Operasi penangkapan dengan menggunakan alat bantu cahaya tidak dapat dilakukan pada setiap kondisi, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal. Beberapa persyaratan dalam penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dengan memperhatikan antara lain.
a) Syarat Lingkungan
Persyaratan utama dalam penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah kondisi lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi lebih efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan pada malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap dan terangnya bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan gelap, dengan demikian cahaya lampu tidak dapat dioperasikan pada siang hari. Pada saat bulan terang penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi sangat tidak efektif. Akibat adanya cahaya lain yang turut mempengaruhi behavior dari ikan-ikan di perairan. Kondisi ini biasanya diantisipasi oleh nelayan dengan menggunakan cahaya yang lebih terang, namun hal ini hanya akan sedikit membantu dalam operasi penangkapan.
Selain dari fase bulan keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga akan mengurangi daya tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan arus laut yang tidak terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan lampu akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang terlampau kencang akan mempengaruhi posisi alat tangkap di dalam air
b). Syarat Penangkapan
Selain faktor-faktor lingkungan diatas, ada beberapa syarat lain yang menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan antara lain.
1.) Cahaya yang akan digunakan harus tepat untuk jenis ikan yang akan ditangkap dengan mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak ditangkap terhadap jenis cahaya.
2.) Cahaya yang digunakan juga harus mampu menarik ikan pada jarak yang jauh baik vertikal maupun horisontal, untuk syarat ini biasa digunakan cahaya berwarna biru atau hijau.
3.) Ikan-ikan diusahakan untuk berkumpul pada area penangkapan tertentu.
4.) Waktu yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan terhadap ikan-ikan yang telah berkumpul.
PENGEMBANGAN RUMPON DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Definisi Rumpon
Rumpon atau Fish Aggregating Device (FAD) adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (berdasarkan ruayanya) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut.
Definisi rumpon menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Selanjutnya dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis rumpon,yaitu:
1.) Rumpon Perairan Dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut.
2.) Rumpon Perairan Dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan padaperairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter.
3.) Rumpon Perairan Dalam,. adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.
Sumber : BPPL (1991)
Menurut Naamin dan Kee-Cahi Chong (1987), pada awal penggunaan rumpon laut dalam di Sorong antara tahun 1985 sampai 1986, ternyata dapat meningkatkan hasil tangkapan total sebesar 105% dan hasil tangkapan per satuan upaya sebesar 142%. meningkatkan pendapatan pemilik rumpon sebesar 367%, mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk kapal sebesar 64,3% serta mengurangi pemakalan umpan hidup sebesar 50%. Namun dengan bertambahnya penggunaan rumpon maka terlihat kecenderungan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE).
Sejarah Rumpon (FAD) di Indonesia
Rumpon telah lama dikenal di Indonesia, terutama di daerah Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai ‘rompong mandar”. Didaerah Indonesia Bagian Timur lain seperti di Sorong, Fakfak. Maluku Utara, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Sulawesi Tenggara berkembang dengan alat tangkap pancing huhate (pole and line) dan pancing ulur (handline) rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan laut dalam untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar. Sedangkan rumpon laut dangkal berkembang penggunaannya di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa dengan alat tangkap purse seine mini.
Teknologi rumpon laut dalam baru dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1985 untuk penangkapan ikan pelagis besar. Metode pemasangan dan dua jenis rumpon tersebut hampir sama dan perbedaannya hanya pada daerah pemasangan serta bahan yang digunakan. Pada rumpon laut dangkal digunakan dari alam seperti bambu, rotan. daun kelapa dan batu kali.Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besar dari bahan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali nylon dan semen.
Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan belum menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia terutama untuk rumpon laut dalam. Penggunaan rumpon laut dalam di wilayah Indonesia Bagian Barat atau Samudera Indonesia dapat dikatakan belum ada.
Menurut Atapattu (1991). penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan laju tangkap dengan pengurangan biaya produksi, mengurangi waktu untuk mencari gerombolan ikan sehingga mengurangi biaya operasi kapal, meningkatkan efisiensi penangkapan serta memudahkan operasi penangkapan ikan yang berkumpul di sekitar rumpon.
Rumpon sebagai alat bantu penangkapan dipasang di tengah laut. Oleh sebab itu agar rumpon dapat berfungsi dengan dengan baik sesuai dengan tujuannya. maka dalam pemasangannya diperlukan adanya informasi tentang kedalaman, kecerahan air. arus. suhu, salinitas dan keadaan topografi dan dasar perairan dimana rumpon akan dipasang. Informasi dasar tersebut sangat diperlukan untuk diketahui agar dalam pemasangan rumpon benar-benar tepat pada perairan yang diharapkan dan menghindari rumpon putus. Pemasangan rumpon harus pula memperhatikan aspek biologis dan ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Hal ini bertujuan agar rumpon yang dipasang benar-benar pada perairan yang subur dan banyak ikannya.
Tingkah Laku Ikan Di Sekitar Rumpon
Asikin (1985) mengemukakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon karena berbagai sebab, antara lain:
1. Rumpon sebagai tempat bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2. Rumpon sebagai tempat berpijah bagi beberapajenis ikan tertentu.
3. Rumpon itu sebagai tempat berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan Sproul (1985) mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon disebabkan karena:
1. Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2. Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3. Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
4. Rumpon sebagai tempat berlindung (shelter) dan predator bagi ikan-ikan tertentu.
5. Rumpon sebagai tempat sebagai titik acuan navigasi (meeting point) bagi i kan-ikan tertentu yang beruaya.
Rumpon yang dipasang. pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan tertentu sebagai tempat berlindung dan serangan predator. Kelompok jenis ini akan berenang-renang dengan mengusahakan agar posisi tubuh selalu membelakangi bangunan rumpon. Selain sebagai tempat berlindung, rumpon diibaratkan sebagai pohon yang tumbuh di padang pasir yang merupakan wadah pemikat kelompok ikan (Subani, 1972)
0 comments:
Post a Comment