I. Pengawetan Ikan
Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Seperti halnya dengan metode-metode pengawetan tradisional,asal mula penemuan pengawetan ikan dengan cara pengasapan mungkin secara kebetulan aja di mana sewaktu ikan dikeringkan di atas nyala api yang berasap ternyata selain menjadi lebih awet ikan juga mempunyai rasa dan aroma yang sedap
Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Di beberapa negara Eropa, ikan asap merupakan makanan yang biasa disantap pada waktu sarapan pagi. Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
II. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
III. Macam-Macam Cara Pangasapan Dan Peralatan
Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah Pengasapan Dingin (cold smoking) dan Pengasapan Panas (hot smoking), pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 400C, kelembaban nisbi (R.H) yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses pengeringan berlangsung sangat lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering terlalu cepat, kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah, sehingga pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas).
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 1200C atau lebih dan suhu pada daging ikan bagian dalam dapat mencapai 600C. Kadar air ikan asap yang dihasilkan relatif masih tinggi, sehingga daya awetnya lebih rendah daripada yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin. Pengasapan panas biasanya menghasilkan ikan asap yang mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh rasa ikan asap yang diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan perlakuan-perlakuan pendahuluannya
Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan pengasapan dingin ialah kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional sangat sederhana dan ikan hanya di gantungkan di atas api yang berasal dari serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan asap yang dihasilkan sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses pengasapan telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap mekanik ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik dan mudah.
IV. Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kecil ( dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.
B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan uang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hamper tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan
D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada ikan. sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.
V. Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap.Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara
D. Rasa Ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu
VI. Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya,pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik
B. Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%.Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol.Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.
C. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu criteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram
VII. Kesimpulan
1. Ikan yang diawetkan dengan pengasapn hanya mempunyai daya awet yang relative singkat,tergantung kepada kesegaran ikan yang dipakai,lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan kadar air pada produk akhir. Untuk memperpanjang daya awet dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikannya dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya menggunakan zat-zat pengawet ( preservative), penggalengan atau penyimpanan pada suhu renda. Menurut hasil percobaan yang dilakukan di Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan, ikan bandeng yang diasap dengan cara kombinasi pengasapan panas dan dinginbila disimpan pada suhu kamar hanya tahan sampai 7 hari, sedangkan bila disimpan pada suhu rendah (+30C) dapat tahan lebih dari 150 hari. Kadar garam dan kadar air bandeng asap tersebut masing-masing 4% – 57%.
2. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, maka hal-hal yang harus diperhatikan ialah :
a. Kesegaran dan kondisi ikan yang akan diasap
b. Konsentrasi dan kebersihan larutan garam
c. Jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap dan
d. Kontrol terhadap suhu dan jumlah asap dalam kamar pengasap.
3.Untuk membuat (praktik) ikan asap, dapat dipelajari pada : “Paket Ketrampilan Teknologi Pengolahan Hasil Laut”, materi pokok Membuat ikan Pindang dan Ikan Asap,Seri: B-2 (2)
sumber gambar: //cdn.bisnisukm.com/2007/09/teknologi-pengasapan-ikan2.jpg
Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Seperti halnya dengan metode-metode pengawetan tradisional,asal mula penemuan pengawetan ikan dengan cara pengasapan mungkin secara kebetulan aja di mana sewaktu ikan dikeringkan di atas nyala api yang berasap ternyata selain menjadi lebih awet ikan juga mempunyai rasa dan aroma yang sedap
Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap. Di beberapa negara Eropa, ikan asap merupakan makanan yang biasa disantap pada waktu sarapan pagi. Dibandingkan dengan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
II. Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
III. Macam-Macam Cara Pangasapan Dan Peralatan
Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah Pengasapan Dingin (cold smoking) dan Pengasapan Panas (hot smoking), pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 400C, kelembaban nisbi (R.H) yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses pengeringan berlangsung sangat lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering terlalu cepat, kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah, sehingga pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas).
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 1200C atau lebih dan suhu pada daging ikan bagian dalam dapat mencapai 600C. Kadar air ikan asap yang dihasilkan relatif masih tinggi, sehingga daya awetnya lebih rendah daripada yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin. Pengasapan panas biasanya menghasilkan ikan asap yang mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh rasa ikan asap yang diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan perlakuan-perlakuan pendahuluannya
Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan pengasapan dingin ialah kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional sangat sederhana dan ikan hanya di gantungkan di atas api yang berasal dari serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan asap yang dihasilkan sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses pengasapan telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap mekanik ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik dan mudah.
IV. Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kecil ( dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.
B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan uang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hamper tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan
D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada ikan. sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.
V. Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap.Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara
D. Rasa Ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu
VI. Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya,pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah mundur mutunya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik
B. Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%.Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol.Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.
C. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu criteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram
VII. Kesimpulan
1. Ikan yang diawetkan dengan pengasapn hanya mempunyai daya awet yang relative singkat,tergantung kepada kesegaran ikan yang dipakai,lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan kadar air pada produk akhir. Untuk memperpanjang daya awet dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikannya dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya menggunakan zat-zat pengawet ( preservative), penggalengan atau penyimpanan pada suhu renda. Menurut hasil percobaan yang dilakukan di Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan, ikan bandeng yang diasap dengan cara kombinasi pengasapan panas dan dinginbila disimpan pada suhu kamar hanya tahan sampai 7 hari, sedangkan bila disimpan pada suhu rendah (+30C) dapat tahan lebih dari 150 hari. Kadar garam dan kadar air bandeng asap tersebut masing-masing 4% – 57%.
2. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, maka hal-hal yang harus diperhatikan ialah :
a. Kesegaran dan kondisi ikan yang akan diasap
b. Konsentrasi dan kebersihan larutan garam
c. Jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap dan
d. Kontrol terhadap suhu dan jumlah asap dalam kamar pengasap.
3.Untuk membuat (praktik) ikan asap, dapat dipelajari pada : “Paket Ketrampilan Teknologi Pengolahan Hasil Laut”, materi pokok Membuat ikan Pindang dan Ikan Asap,Seri: B-2 (2)
sumber gambar: //cdn.bisnisukm.com/2007/09/teknologi-pengasapan-ikan2.jpg
0 comments:
Post a Comment