PENDAHULUAN
Sebagai negara kepulauan (juga dikenal sebagai negara maritim), Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75% dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45% saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6%.
Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan Nusantara, yang berorientasi ekor untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya.
Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya. Keterbatasan sarana dan prasarana penangkapan, khususnya kemampuan armada penangkapan ikan (yang sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor atau dengan motor-motor kecil) sehingga wilayah operasional penangkapan ikan terbatas sekitar pantai. Oleh sebab itu, di beberapa daerah banyak mengalami padat tangkap namun areal penangkapan terbatas, sedangkan di areal lepas pantai (belum termasuk ZEE) kapasitas penangkapan masih terlalu longgar, sehingga produksi perikanan menjadi rendah. Sebagai contoh adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki perairan sangat luas namun hanya memberikan kontribusi sekitar 27,5% terhadap produksi perikanan nasional, sebaliknya di Jawa dan Sumatra yang perairannya relatif kecil namun mampu memberikan kontribusi sebesar 28,5%.
Pengembangan budidaya ikan kerapu (Groupe/Trout) dengan karamba jaring apung (Kajapung) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Berbeda dengan produksi ikan laut dengan sistem tangkapan lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Disamping itu produksinya sangat rendah karena untuk ikan jenis tertentu khususnya ikan-ikan dasar seperti ikan kerapu, ikan kakap, dan ikan dasar lainnya yang memiliki pasar potensial, penangkapan-nya harus menggunakan kail (baik hand line, long line atau rawai) sehingga produksinya menjadi terbatas, karena harus dikail satu per satu. Tidak seperti ikan permukaan misalnya kembung, cakalang, komu, sejenis sardin, dan sebagainya yang hidupnya bergerombol, sehingga mudah ditangkap dengan jaring dalam jumlah besar. Namun untuk ikan-ikan kerapu, meskipun jumlah yang ditangkap di alam hasilnya sangat terbatas, tetapi karena harga jual ikan rapu (ukuran tertentu) sangat tinggi, maka hasil produksi yang sedikit itu tetap menguintungkan. Sedangkan ikan-ikan kerapu yang ukurannya kecil (belum memenuhi syarat) dapat dibudidayakan di karamba, yang beberapa bulan kemudian dapat dijual dalam keadaan hidup dengan harga mahal.
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990). Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Ikan kerapu di Indonesia terdiri atas 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu napoleon (Cheilinus undulatus); kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout (termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapi lumpur/Estuary Grouper dan ikan kerapu macan/Carpet cod (termasuk genus Epninephelus). Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunuk atau kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh karena jenis ikan ini ternyata pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya, dan benihnya selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat diadakan dengan cara pemijahan dalam bak, sedangkan ikan kerapu lainnya sulit dipijahkan dengan berhasil, sehingga pengadaan benihnya harus diambil dari alam.
Budidaya Ikan Kerapu dalam jarring apung atau Karamba Jaring Apung (KJA) merupakan teknik akuakultur yang paling produktif dan dapat dikatakan metode intensif dengan konstruksi yang tersusun dari karamba-karamba jaring yang dipasang yang dipasang pada rakit terapung diperairan pantai. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode Karamba Jaring Apung (KJA) ialah tingginya penebaran jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak memerlukan pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah dipanen.
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan kerapu memiliki prospek yang cukup cerah, mengingat kebutuhan ikan ini setiap tahun cenderung meningkat baik untuk di konsumsi dan untuk diexport.
METODOLOGI
PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi yang sesuai dan cocok menjamin kelangsungan usaha budidaya. Faktor-faktor yang perlu dihindari :
Gangguan alam seperti ombak/badai pada saat musim angin, arus yang kuat menyebabkan ikan stress/ tertekan, merusak atau merubah posisi wadah, menghalangi kegiatan pantai seperti pemberian pakan dan pembersihan jaring.
Pencemaran/polusi ; dapat disebabkan limbah rumah tangga, limbah kegiatan pertanian dan limbah industri. Bahan-bahan buangan tersebut dapat berupa plastik, deterjen, sampah organik, pestisida, bahan-bahan kimia bersifat racun dn logam berat.
Pelayaran kapal
Daerah pelayaran kapal memiliki potensi besar untuk terpolusi. Selain itu kapal-kapal dan perahu dapat menggangu sistem budidaya.
Daerah muara sungai yang memiliki potemsi fliktuasi salinitas yang besar serta bahan bawaan partikel tersuspensi yang tinggi.
Lokasi untuk budidaya kerapu sebaiknya dipilih pada daerah perairan yang terlindungi seperti selat yang diapit oleh dua atau beberapa pulau yang berdekatan atau daerah teluk. Biasanya daerah seperti ini terlindung dari angin, ombak dan arus yang kuat. Selain itu perrairan yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat kualitas fisika kimia air sebagai berikut :
Temperatur : 28 - 30o C
Salinitas : 25 - 34 ppt (%)
pH : 7 – 9
Oksigen terlarut : > 4 ppm
Kecerahan : > 5 m
Beda pasang surut : 1 - 3 m
Kedalaman perairan : 7 - 15 m
Kecepatan arus : 20 - 40 cm/detik
CARA PEMBUATAN RAKIT TERAPUNG
Untuk membuat rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di tep pantai agar mudah dalam pembuatan dan pemindahan ke lokasi budidaya. Rakit ini dibuat dari bamboo atau kayu. Penggunaan kayu ini akan lebih tahan lama dan biasanya digunakan untuk skala relatif besar. Rakit ini terdiri dari beberapa bagian utamanya yaitu kerangka rakit, jaring, pelampung, tali jangkar dan ada juga yang dilengkapi dengan lantai dan murah juga. Untuk membuat 1 (satu) unit rakit dari bambu dengan 4 (empat) karamba berukuran 3 x 3 x 4 m, dibutuhkan 10 (sepuluh)batang bambu yang berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Sebagai pelampung dapat digunakan Styrofoam atau drum bekas oli sebanyak minimal 9 buah. Bambu dan pelampung dipasang sedemikian rupa dengan pengikat tali nylon atau kawat. Teknik mengikat bambu di setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh. Caranya dengan melubangi kedua ujung bamboo, kemudian dimasukkan kayu pada lubang tali. Setelah rakit siap lalu ditarik dengan bantuan perahu untuk dipindahkan ke lokasi budidaya. Empat buah jangkar dan tali jangkar digunakan untuk memasang rakit. Tali jangkar yang digunakan berdiameter 8-12 mm dengan panjang masing-masing 3-5 kali kedalaman perairan. Setiap jangkar berbobot 40-50 kg dengan catatan disesuaikan dengan kondisi perairan yang ada.
PENEBARAN BENIH
Setelah tahap persiapan selesai, dilakukan penebaran benih yang berukuran antara 10-15 cm per ekor dengan kepadatan 40-60 ekor/m3. Kondisi benih yang betul-betul sehat dapat yang dapat dipelihara. Karena benih yang sakit akan terhambat pertumbuhannya, dan lebih berbahaya lagi penularannya. Benih yang digunakan adalah ikan kerapu yang sehat yaitu yang tidak terkena penyakit, baik bacterial maupun parasit. Sebagai tindakan pengamanan, sebelum dipelihara benih ikan kerapu perlu diberi perlakuan yaitu direndam dengan larutan KMNO4 (Kalium Permanganat) dengan dosis 3-5 gram/m3 selama 1 jam. Benih Kerapu untuk dipelihara di kurungan apung dapat berasal dari alam atau dari panti pembenihan;
Syarat-syarat benih yang baik yaitu :
- Warna cerah
- Aktif dan gerakannya lincah
- Nafsu makan tinggi
- Tidak cacat/luka pada sirip, sisik dan bagian tubuh lainnya
- Seragam ukurannya
PEMBERIAN PAKAN
Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan bisa ikan ricah segar mauput pellet. Bentuk pellet yang mangandung 20-25% protein. Pakan tersebut diberikan dalam jumlah 3-5 % dari berat total per hari yaitu pagi dan sore. Waktu pemberian pakan untuk ikan sebaiknya sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam. Khusus pakan dari ikan ricah ada beberapa jenis yang tergolong ikan ricah yang baik untuk pakan ialah ikan tembang, selar dan rebon. Pakan ikan ricah yang digunakan tersebut harus selalu segar. Namun, sering ketersediaan pakan tidak menentu sehingga perlu disimpan dalam lemari es (freezer), asal penyimpanannya tidak lebih dari satu minggu. Pakan yang tidak segar atau terlalu lama disimpan menyebabkan penurunan kualitas nutrisi.
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Selama pemeliharaan, kesehatan ikan harus selalu diamati agar dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin. Bila ditemui tanda-tanda serangan penyakit, harus segera dilakukan tindakan pengamanan serta penanggulangan seperlunya. Ikan yang dipelihara sedapat mungkin harus terhindar dari gangguan hama dan penyakit. Apabila ada ikan yang terinfeksi penyakit, harus segera dilakukan pengobatan.
a. Hama pada Budidaya Ikan Kerapu
Hama yang biasa hidup di tempat budidaya ikan kerapu baik sebagai pemangsa, penyaing dan pengganggu diantaranya adalah : ikan baronang, ular laut, penyu, kepiting dan kerang bulu.
Untuk menanggulangi serangan hama ini perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Melakukan control di lokasi budidaya setiap saat, termasuk kontrol terhadap keadaan jaring atau wadah yang digunakan.
Melakukan pemburuan hama di sekeliling lokasi budidaya.
Melakukan pemisahan ukuran ikan.
Melakukan pembersihan wadah/jaring secara periodik.
b. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan kerapu dapat disebabkan oleh beberapa jenis jasad renik atau mikroorganisme yang hidup di lingkungan ikan dan beberapa faktor lainnya seperti menurunnya kualitas air yang menyebabkan ikan menderita stress sehingga daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit menurun.
Ikan yang telah terserang penyakit memperlihatkan tanda-tanda khusus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang. Pada umumnya ikan yang terserang penyakit memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Nafsu makan ikan berkurang, yang berakibat pertumbuhan menurun.
Warna ikan menjadi gelap atau pucat, kadang-kadang pada bagian perut sampai pangkal sirip berwarna merah. Terdapat bintik putih di bagian luar tubuh.
Ikan berenang tidak stabil, dan lebih sering di bagian permukaan air.
Mata ikan membengkak atau menonjol.
Pencegahan dan pengobatan untuk mencegah infeksi parasit ini dapat dilakukan dengan cara membersihkan bagian jaring atau wadah menempel telur-telur dari parasit ini. Ikan yang terserang direndam dalam larutan garam amoniak (NH4Cl) sebanyak 12,5 gram/liter selama 5-10 menit.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri sangat cepat menular, oleh sebab itu apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat mengakibatkan kematian masal. Ikan yang terserang bakteri memperlihatkan warna kemerahan pada bagian perut dan kadang-kadang terjadi pendarahan. Pengobatan penyakit ini dengan menggunakan antibiotik yang dapat dilakukan melalui beberapa cara antibiotik oxytetracycline dicampur didalam makanan dengan dosis 0,5 gram per kg pakan selama 7 hari berturut-turut. Antibiotik chloramphenical 0,2 gram per kg pakan selama 4 hari berturut-turut. Ikan yang sementara pengobatan tidak boleh dipanen/makan selama dua minggu lamanya.
PEMANENEN
Pemanenan dapat dilaksanakan setelah masa pemeliharaan 5-6 bulan. Waktu pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat udara sejuk. Panen dilakukan dengan cara menarik sebagian jaring, sehingga ikan-ikan terkumpul pada tempat yang sempit, yang selanjutnya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dengan hati-hati, agar ikan tidak mengalami luka, cacat dan tetap dalam kondisi baik.
Langkah persiapan pemanenan meliputi penyediaan sarana dan alat panen, seperti serokan, bak air laut, aerasi, timbangan, dan kapal yang dilengkapi dengan palka penampung ikan. Alat dan sarana ini harus dalam keadaan bersih. Pada saat pelaksanaan pemanenan, pemberian pakan dihentikan. Langkah pertama pelaksananaan pemanenan dimulai dengan melepas tali pemebrat pada kajapung, kemudian jaring karamba diangkat secara perlahan agar ikan tidak berontak. Setelah terangkat, sedikit demi sedikit ikan diserok dengan serokan, dan dimasukkan ke dalam palka pada kapal pengangkut yang sebelumnya telah diisi air laut.
Setelah tiba di lokasi Pabrik/Coldstorage perusahaan inti, ikan dalam palka dipindah ke pabrik dengan drum-drum atau ember yang berisi air laut. Untuk selanjutnya ditimbang dan diproses lebih lanjut. Pemeliharaan ikan-ikan kerapu hasil tangkapan yang besarnya antara 0,8 - 1,2 Kg, dimasukkan pada kolam tersendiri sesuai ukurannya. Sedangkan cara pemeliharaannya, mulai dari pemberian pakan dan pengendalian penyakit/hama, perlakuannya sama saja dengan pemeliharaan ikan kerapu ukuran kecil. Hanya yang perlu diperhatikan adalah, masa adaptasi di karamba jaring apung mengingat ikan ini sudah besar di alam habitatnya. Untuk itu pengawasan secara ketat harus dilakukan untuk meminimalisir penyebab kematian pada ikan.
PENGANGKUTAN IKAN
Pemeliharaan ikan-ikan yang telah memenuhi nilai komersial ini, biasanya tidak berlangsung lama, yaitu antara 1 minggu sampai 1 bulan lamanya. Apabila ikan-ikan tersebut telah siap dipasarkan oleh Inti, maka perlakuan pemindahan ikan-ikan tersebut ke kapal pengangkut, sama dengan perlakuan pada budidaya ikan kerapu.
ASUMSI DAN PARAMETER KEUANGAN
Analisis keuangan usaha budidaya ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (kajapung) perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pendapatan dan pengeluaran/biaya, kemampuan melunasi pembiayaan, serta kelayakan usahanya. Untuk melakukan analisis keuangan tersebut menggunakan beberapa asumsi dan parameter keuangan yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan dan masukan dari instansi terkait yang mendukung sehingga akan diperoleh gambaran secara utuh tentang aspek keuangan usaha budidaya ikan kerapu kajapung. Asumsi dan parameter ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap nelayan yang akan mengembangkan (ekstensifikasi) penangkapan dan budidaya ikan kerapu seluas 1 unit kajapung berikut armada kapal penangkapan ikan. Dengan demikian perusahaan inti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai dari kegiatan survey lokasi penempatan kajapung, survei lokasi perencanaan proyek termasuk desain teknis kajapung, pembuatan kajapung, sampai benih ikan yang dibudidayakan siap menghasilkan.
Struktur biaya yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya awal yang diperlukan sebelum kegiatan operasional dilakukan. Sedangkan biaya operasional diperlukan pada saat proses produksi mulai dilakukan.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi diperlukan untuk memulai usaha budidaya ikan kerapu di KJA yang meliputi biaya pembuatan petak, pembuatan jaring dan pengadaan armada perahu pancing. Biaya investasi ini bersifat tetap (fixed) dan harus dikeluarkan di tahun ke-0 sebelum melakukan usaha.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam membudidayakan ikan kerapu dengan Kajapung. Besarnya biaya operasional ini tergantung pada jumlah yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah ikan kerapu yang diproduksi maka biaya operasional akan semakin tinggi. Oleh karena itu, biaya operasional umumnya merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya pakan, tenaga kerja, bahan baku dan pemeliharaan dan perlengkapan penunjang budidaya.
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
a. Aspek Sosial Ekonomi
1. Umum
Diantara faktor yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi adalah suplai bibit, status lokasi, perijinan, sarana transportasi, tenaga kerja, alat dan bahan, pasar dan harga serta dukungan pemerintah.
2. Sumber Bibit
Bibit ikan kerapu adalah faktor yang menentukan kelangsungan usaha ini, sehingga sumber dan suplai bibit ikan kerapu harus jelas untuk kebutuhan dan keberlangsungan budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung ini.
3. Status Lokal dan Izin
Lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan kerapu statusnya harus jelas, sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat pada umunya, instansi lain atau lembaga lain di kemudian hari. Peruntukan lokasi harus jelas dan pasti, sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah setempat. Peruntukan areal yang jelas ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kerugian yang tidak terduga sewaktu- waktu.
4. Transportasi
Lokasi yang dipilih harus dapat dijangkau, agar pengadaan bibit ikan kerapu, peralatan dan pemasaran hasil produksi dapat berjalan lancar. Sarana transportasi harus memadai, hal ini penting untuk menekan pengeluaran biaya yang sangat besar serta waktu pengangkutan bibit ikan kerapu dan hasil produksi dari ikan dan ke lokasi harus seefisien mungkin.
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam budidaya ikan kerapu ini merupakan faktor yang sangat penting sejajar dengan faktor-faktor penting lainnya. Bahkan tenaga kerjalah yang paling menentukan, terutama dalam skala usaha yang besar. Sedangkan untuk usaha dalam skala kecil, biasanya semua pekerjaan dikerjakan secara kelompok. Dalam usaha skala besar, diperlukan dua bentuk tenaga kerja, yaitu tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa yang tidak membutuhkan keahlian. Sedangkan tenaga kerja khusus atau (ahli) untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keahlian, seperti survey lokasi, tata cara dan lain-lain yang menyangkut dalam hal teknik budidaya. Tenaga kerja biasanya hendaknya direkrut atau didahulukan tenaga kerja lokasi, karena selain mereka tidak membutuhkan biaya transportasi menuju ke lokasi usaha, juga dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal, berarti usaha yang kita lakukan membawa lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi usaha. Sedangkan tenaga kerja ahli akan disediakan perusahaan inti atau koperasi.Bagi tenaga kerja biasa yang belum profesional masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
6. Alat dan Bahan
Tersedianya alat dan bahan di sekitar lokasi menunjang kelancaran dan usaha menekan biaya, sedangkan bila bahan dan alat didatangkan dari tempat lain dengan menggunakan sarana transportasi tersebut.
7. Keamanan
Dalam usaha ini harus diperhatikan dari gangguan pencurian atau penjarahan, termasuk keselamatan dan kesehatan kerja
8. Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah dalam usaha ini sangat diperlukan terutama dalam hal perijinan yang berkaitan dengan usaha budidaya ikan kerapu.
9. Dampak
a. Aspek Sosial
Dengan terjalinnya kerjasama antara nelayan setempat dan Perusahaan Inti ini, akan memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Usaha di atas akan membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja baru bagi pencari kerja yang selama ini belum memperoleh tempat (terutama pada armada kapal penangkap ikan sebagai anak buah kapal/ABK, dan penjaga unit-unit karamba), sekaligus untuk mendukung Program Pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat perikanan.
b. Aspek Ekonomi
Melalui pemanfaatan areal laut untuk lokasi kajapung, peningkatan kemakmuran nelayan dan anggota koperasi primer di pedesaan akan menjadi kenyataan.
c. Aspek Profesionalisme
Dengan kerjasama antara nelayan setempat dengan perusahaan inti ini, maka pembentukan saluran distribusi penjualan ikan kerapu akan menjadi lancar dengan menggabungkan fasilitas yang telah ada dan memperbaiki pola berpikir dan manajemen, terpadu maka posisi Gerakan Koperasi sebagai Lembaga Ekonomi Masyarakat dapat ditingkatkan dan menjadi nyata.
d. Aspek Pendidikan
Adanya budidaya ikan kerapu dan penangkapan ikan kerapu, diharapkan akan memberi motivasi masyarakat desa untuk mendorong tumbuhnya suasana yang kondusif dan menyenangkan bagi warga desa dengan cara meningkatkan ketersedian jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan fasilitas infrastruktur lain yang diperlukan masyarakat desa.
b. Dampak Lingkungan
Pembukaan kawasan untuk proyek budidaya kajapung dengan luas lahan yang sangat besar, termasuk pembangunan pabrik perusahaan Inti, langsung maupun tak langsung akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap komponen ekosistem maupun sosial ekonomi. Secara teknis dampak dari budidaya kajapang yang sangat besar, akan berpengaruh terhadap lalu lintas kapal/pelayaran umum, dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ipteknet.com, Data Direktorat Kredit, BPR dan UMKM.
Sebagai negara kepulauan (juga dikenal sebagai negara maritim), Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75% dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45% saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6%.
Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan Nusantara, yang berorientasi ekor untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya.
Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya. Keterbatasan sarana dan prasarana penangkapan, khususnya kemampuan armada penangkapan ikan (yang sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor atau dengan motor-motor kecil) sehingga wilayah operasional penangkapan ikan terbatas sekitar pantai. Oleh sebab itu, di beberapa daerah banyak mengalami padat tangkap namun areal penangkapan terbatas, sedangkan di areal lepas pantai (belum termasuk ZEE) kapasitas penangkapan masih terlalu longgar, sehingga produksi perikanan menjadi rendah. Sebagai contoh adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki perairan sangat luas namun hanya memberikan kontribusi sekitar 27,5% terhadap produksi perikanan nasional, sebaliknya di Jawa dan Sumatra yang perairannya relatif kecil namun mampu memberikan kontribusi sebesar 28,5%.
Pengembangan budidaya ikan kerapu (Groupe/Trout) dengan karamba jaring apung (Kajapung) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Berbeda dengan produksi ikan laut dengan sistem tangkapan lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Disamping itu produksinya sangat rendah karena untuk ikan jenis tertentu khususnya ikan-ikan dasar seperti ikan kerapu, ikan kakap, dan ikan dasar lainnya yang memiliki pasar potensial, penangkapan-nya harus menggunakan kail (baik hand line, long line atau rawai) sehingga produksinya menjadi terbatas, karena harus dikail satu per satu. Tidak seperti ikan permukaan misalnya kembung, cakalang, komu, sejenis sardin, dan sebagainya yang hidupnya bergerombol, sehingga mudah ditangkap dengan jaring dalam jumlah besar. Namun untuk ikan-ikan kerapu, meskipun jumlah yang ditangkap di alam hasilnya sangat terbatas, tetapi karena harga jual ikan rapu (ukuran tertentu) sangat tinggi, maka hasil produksi yang sedikit itu tetap menguintungkan. Sedangkan ikan-ikan kerapu yang ukurannya kecil (belum memenuhi syarat) dapat dibudidayakan di karamba, yang beberapa bulan kemudian dapat dijual dalam keadaan hidup dengan harga mahal.
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990). Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Ikan kerapu di Indonesia terdiri atas 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu napoleon (Cheilinus undulatus); kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout (termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapi lumpur/Estuary Grouper dan ikan kerapu macan/Carpet cod (termasuk genus Epninephelus). Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunuk atau kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh karena jenis ikan ini ternyata pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya, dan benihnya selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat diadakan dengan cara pemijahan dalam bak, sedangkan ikan kerapu lainnya sulit dipijahkan dengan berhasil, sehingga pengadaan benihnya harus diambil dari alam.
Budidaya Ikan Kerapu dalam jarring apung atau Karamba Jaring Apung (KJA) merupakan teknik akuakultur yang paling produktif dan dapat dikatakan metode intensif dengan konstruksi yang tersusun dari karamba-karamba jaring yang dipasang yang dipasang pada rakit terapung diperairan pantai. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode Karamba Jaring Apung (KJA) ialah tingginya penebaran jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak memerlukan pengolahan tanah, pemangsa mudah dikendalikan dan mudah dipanen.
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan kerapu memiliki prospek yang cukup cerah, mengingat kebutuhan ikan ini setiap tahun cenderung meningkat baik untuk di konsumsi dan untuk diexport.
METODOLOGI
PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi yang sesuai dan cocok menjamin kelangsungan usaha budidaya. Faktor-faktor yang perlu dihindari :
Gangguan alam seperti ombak/badai pada saat musim angin, arus yang kuat menyebabkan ikan stress/ tertekan, merusak atau merubah posisi wadah, menghalangi kegiatan pantai seperti pemberian pakan dan pembersihan jaring.
Pencemaran/polusi ; dapat disebabkan limbah rumah tangga, limbah kegiatan pertanian dan limbah industri. Bahan-bahan buangan tersebut dapat berupa plastik, deterjen, sampah organik, pestisida, bahan-bahan kimia bersifat racun dn logam berat.
Pelayaran kapal
Daerah pelayaran kapal memiliki potensi besar untuk terpolusi. Selain itu kapal-kapal dan perahu dapat menggangu sistem budidaya.
Daerah muara sungai yang memiliki potemsi fliktuasi salinitas yang besar serta bahan bawaan partikel tersuspensi yang tinggi.
Lokasi untuk budidaya kerapu sebaiknya dipilih pada daerah perairan yang terlindungi seperti selat yang diapit oleh dua atau beberapa pulau yang berdekatan atau daerah teluk. Biasanya daerah seperti ini terlindung dari angin, ombak dan arus yang kuat. Selain itu perrairan yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat kualitas fisika kimia air sebagai berikut :
Temperatur : 28 - 30o C
Salinitas : 25 - 34 ppt (%)
pH : 7 – 9
Oksigen terlarut : > 4 ppm
Kecerahan : > 5 m
Beda pasang surut : 1 - 3 m
Kedalaman perairan : 7 - 15 m
Kecepatan arus : 20 - 40 cm/detik
CARA PEMBUATAN RAKIT TERAPUNG
Untuk membuat rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di tep pantai agar mudah dalam pembuatan dan pemindahan ke lokasi budidaya. Rakit ini dibuat dari bamboo atau kayu. Penggunaan kayu ini akan lebih tahan lama dan biasanya digunakan untuk skala relatif besar. Rakit ini terdiri dari beberapa bagian utamanya yaitu kerangka rakit, jaring, pelampung, tali jangkar dan ada juga yang dilengkapi dengan lantai dan murah juga. Untuk membuat 1 (satu) unit rakit dari bambu dengan 4 (empat) karamba berukuran 3 x 3 x 4 m, dibutuhkan 10 (sepuluh)batang bambu yang berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Sebagai pelampung dapat digunakan Styrofoam atau drum bekas oli sebanyak minimal 9 buah. Bambu dan pelampung dipasang sedemikian rupa dengan pengikat tali nylon atau kawat. Teknik mengikat bambu di setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh. Caranya dengan melubangi kedua ujung bamboo, kemudian dimasukkan kayu pada lubang tali. Setelah rakit siap lalu ditarik dengan bantuan perahu untuk dipindahkan ke lokasi budidaya. Empat buah jangkar dan tali jangkar digunakan untuk memasang rakit. Tali jangkar yang digunakan berdiameter 8-12 mm dengan panjang masing-masing 3-5 kali kedalaman perairan. Setiap jangkar berbobot 40-50 kg dengan catatan disesuaikan dengan kondisi perairan yang ada.
PENEBARAN BENIH
Setelah tahap persiapan selesai, dilakukan penebaran benih yang berukuran antara 10-15 cm per ekor dengan kepadatan 40-60 ekor/m3. Kondisi benih yang betul-betul sehat dapat yang dapat dipelihara. Karena benih yang sakit akan terhambat pertumbuhannya, dan lebih berbahaya lagi penularannya. Benih yang digunakan adalah ikan kerapu yang sehat yaitu yang tidak terkena penyakit, baik bacterial maupun parasit. Sebagai tindakan pengamanan, sebelum dipelihara benih ikan kerapu perlu diberi perlakuan yaitu direndam dengan larutan KMNO4 (Kalium Permanganat) dengan dosis 3-5 gram/m3 selama 1 jam. Benih Kerapu untuk dipelihara di kurungan apung dapat berasal dari alam atau dari panti pembenihan;
Syarat-syarat benih yang baik yaitu :
- Warna cerah
- Aktif dan gerakannya lincah
- Nafsu makan tinggi
- Tidak cacat/luka pada sirip, sisik dan bagian tubuh lainnya
- Seragam ukurannya
PEMBERIAN PAKAN
Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan bisa ikan ricah segar mauput pellet. Bentuk pellet yang mangandung 20-25% protein. Pakan tersebut diberikan dalam jumlah 3-5 % dari berat total per hari yaitu pagi dan sore. Waktu pemberian pakan untuk ikan sebaiknya sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam. Khusus pakan dari ikan ricah ada beberapa jenis yang tergolong ikan ricah yang baik untuk pakan ialah ikan tembang, selar dan rebon. Pakan ikan ricah yang digunakan tersebut harus selalu segar. Namun, sering ketersediaan pakan tidak menentu sehingga perlu disimpan dalam lemari es (freezer), asal penyimpanannya tidak lebih dari satu minggu. Pakan yang tidak segar atau terlalu lama disimpan menyebabkan penurunan kualitas nutrisi.
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Selama pemeliharaan, kesehatan ikan harus selalu diamati agar dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin. Bila ditemui tanda-tanda serangan penyakit, harus segera dilakukan tindakan pengamanan serta penanggulangan seperlunya. Ikan yang dipelihara sedapat mungkin harus terhindar dari gangguan hama dan penyakit. Apabila ada ikan yang terinfeksi penyakit, harus segera dilakukan pengobatan.
a. Hama pada Budidaya Ikan Kerapu
Hama yang biasa hidup di tempat budidaya ikan kerapu baik sebagai pemangsa, penyaing dan pengganggu diantaranya adalah : ikan baronang, ular laut, penyu, kepiting dan kerang bulu.
Untuk menanggulangi serangan hama ini perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Melakukan control di lokasi budidaya setiap saat, termasuk kontrol terhadap keadaan jaring atau wadah yang digunakan.
Melakukan pemburuan hama di sekeliling lokasi budidaya.
Melakukan pemisahan ukuran ikan.
Melakukan pembersihan wadah/jaring secara periodik.
b. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan kerapu dapat disebabkan oleh beberapa jenis jasad renik atau mikroorganisme yang hidup di lingkungan ikan dan beberapa faktor lainnya seperti menurunnya kualitas air yang menyebabkan ikan menderita stress sehingga daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit menurun.
Ikan yang telah terserang penyakit memperlihatkan tanda-tanda khusus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang. Pada umumnya ikan yang terserang penyakit memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Nafsu makan ikan berkurang, yang berakibat pertumbuhan menurun.
Warna ikan menjadi gelap atau pucat, kadang-kadang pada bagian perut sampai pangkal sirip berwarna merah. Terdapat bintik putih di bagian luar tubuh.
Ikan berenang tidak stabil, dan lebih sering di bagian permukaan air.
Mata ikan membengkak atau menonjol.
Pencegahan dan pengobatan untuk mencegah infeksi parasit ini dapat dilakukan dengan cara membersihkan bagian jaring atau wadah menempel telur-telur dari parasit ini. Ikan yang terserang direndam dalam larutan garam amoniak (NH4Cl) sebanyak 12,5 gram/liter selama 5-10 menit.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri sangat cepat menular, oleh sebab itu apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat mengakibatkan kematian masal. Ikan yang terserang bakteri memperlihatkan warna kemerahan pada bagian perut dan kadang-kadang terjadi pendarahan. Pengobatan penyakit ini dengan menggunakan antibiotik yang dapat dilakukan melalui beberapa cara antibiotik oxytetracycline dicampur didalam makanan dengan dosis 0,5 gram per kg pakan selama 7 hari berturut-turut. Antibiotik chloramphenical 0,2 gram per kg pakan selama 4 hari berturut-turut. Ikan yang sementara pengobatan tidak boleh dipanen/makan selama dua minggu lamanya.
PEMANENEN
Pemanenan dapat dilaksanakan setelah masa pemeliharaan 5-6 bulan. Waktu pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat udara sejuk. Panen dilakukan dengan cara menarik sebagian jaring, sehingga ikan-ikan terkumpul pada tempat yang sempit, yang selanjutnya ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dengan hati-hati, agar ikan tidak mengalami luka, cacat dan tetap dalam kondisi baik.
Langkah persiapan pemanenan meliputi penyediaan sarana dan alat panen, seperti serokan, bak air laut, aerasi, timbangan, dan kapal yang dilengkapi dengan palka penampung ikan. Alat dan sarana ini harus dalam keadaan bersih. Pada saat pelaksanaan pemanenan, pemberian pakan dihentikan. Langkah pertama pelaksananaan pemanenan dimulai dengan melepas tali pemebrat pada kajapung, kemudian jaring karamba diangkat secara perlahan agar ikan tidak berontak. Setelah terangkat, sedikit demi sedikit ikan diserok dengan serokan, dan dimasukkan ke dalam palka pada kapal pengangkut yang sebelumnya telah diisi air laut.
Setelah tiba di lokasi Pabrik/Coldstorage perusahaan inti, ikan dalam palka dipindah ke pabrik dengan drum-drum atau ember yang berisi air laut. Untuk selanjutnya ditimbang dan diproses lebih lanjut. Pemeliharaan ikan-ikan kerapu hasil tangkapan yang besarnya antara 0,8 - 1,2 Kg, dimasukkan pada kolam tersendiri sesuai ukurannya. Sedangkan cara pemeliharaannya, mulai dari pemberian pakan dan pengendalian penyakit/hama, perlakuannya sama saja dengan pemeliharaan ikan kerapu ukuran kecil. Hanya yang perlu diperhatikan adalah, masa adaptasi di karamba jaring apung mengingat ikan ini sudah besar di alam habitatnya. Untuk itu pengawasan secara ketat harus dilakukan untuk meminimalisir penyebab kematian pada ikan.
PENGANGKUTAN IKAN
Pemeliharaan ikan-ikan yang telah memenuhi nilai komersial ini, biasanya tidak berlangsung lama, yaitu antara 1 minggu sampai 1 bulan lamanya. Apabila ikan-ikan tersebut telah siap dipasarkan oleh Inti, maka perlakuan pemindahan ikan-ikan tersebut ke kapal pengangkut, sama dengan perlakuan pada budidaya ikan kerapu.
ASUMSI DAN PARAMETER KEUANGAN
Analisis keuangan usaha budidaya ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (kajapung) perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pendapatan dan pengeluaran/biaya, kemampuan melunasi pembiayaan, serta kelayakan usahanya. Untuk melakukan analisis keuangan tersebut menggunakan beberapa asumsi dan parameter keuangan yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan dan masukan dari instansi terkait yang mendukung sehingga akan diperoleh gambaran secara utuh tentang aspek keuangan usaha budidaya ikan kerapu kajapung. Asumsi dan parameter ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap nelayan yang akan mengembangkan (ekstensifikasi) penangkapan dan budidaya ikan kerapu seluas 1 unit kajapung berikut armada kapal penangkapan ikan. Dengan demikian perusahaan inti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai dari kegiatan survey lokasi penempatan kajapung, survei lokasi perencanaan proyek termasuk desain teknis kajapung, pembuatan kajapung, sampai benih ikan yang dibudidayakan siap menghasilkan.
Struktur biaya yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya awal yang diperlukan sebelum kegiatan operasional dilakukan. Sedangkan biaya operasional diperlukan pada saat proses produksi mulai dilakukan.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi diperlukan untuk memulai usaha budidaya ikan kerapu di KJA yang meliputi biaya pembuatan petak, pembuatan jaring dan pengadaan armada perahu pancing. Biaya investasi ini bersifat tetap (fixed) dan harus dikeluarkan di tahun ke-0 sebelum melakukan usaha.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam membudidayakan ikan kerapu dengan Kajapung. Besarnya biaya operasional ini tergantung pada jumlah yang akan diproduksi. Semakin banyak jumlah ikan kerapu yang diproduksi maka biaya operasional akan semakin tinggi. Oleh karena itu, biaya operasional umumnya merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya pakan, tenaga kerja, bahan baku dan pemeliharaan dan perlengkapan penunjang budidaya.
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
a. Aspek Sosial Ekonomi
1. Umum
Diantara faktor yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi adalah suplai bibit, status lokasi, perijinan, sarana transportasi, tenaga kerja, alat dan bahan, pasar dan harga serta dukungan pemerintah.
2. Sumber Bibit
Bibit ikan kerapu adalah faktor yang menentukan kelangsungan usaha ini, sehingga sumber dan suplai bibit ikan kerapu harus jelas untuk kebutuhan dan keberlangsungan budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung ini.
3. Status Lokal dan Izin
Lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan kerapu statusnya harus jelas, sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat pada umunya, instansi lain atau lembaga lain di kemudian hari. Peruntukan lokasi harus jelas dan pasti, sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah setempat. Peruntukan areal yang jelas ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kerugian yang tidak terduga sewaktu- waktu.
4. Transportasi
Lokasi yang dipilih harus dapat dijangkau, agar pengadaan bibit ikan kerapu, peralatan dan pemasaran hasil produksi dapat berjalan lancar. Sarana transportasi harus memadai, hal ini penting untuk menekan pengeluaran biaya yang sangat besar serta waktu pengangkutan bibit ikan kerapu dan hasil produksi dari ikan dan ke lokasi harus seefisien mungkin.
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam budidaya ikan kerapu ini merupakan faktor yang sangat penting sejajar dengan faktor-faktor penting lainnya. Bahkan tenaga kerjalah yang paling menentukan, terutama dalam skala usaha yang besar. Sedangkan untuk usaha dalam skala kecil, biasanya semua pekerjaan dikerjakan secara kelompok. Dalam usaha skala besar, diperlukan dua bentuk tenaga kerja, yaitu tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa yang tidak membutuhkan keahlian. Sedangkan tenaga kerja khusus atau (ahli) untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keahlian, seperti survey lokasi, tata cara dan lain-lain yang menyangkut dalam hal teknik budidaya. Tenaga kerja biasanya hendaknya direkrut atau didahulukan tenaga kerja lokasi, karena selain mereka tidak membutuhkan biaya transportasi menuju ke lokasi usaha, juga dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal, berarti usaha yang kita lakukan membawa lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi usaha. Sedangkan tenaga kerja ahli akan disediakan perusahaan inti atau koperasi.Bagi tenaga kerja biasa yang belum profesional masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
6. Alat dan Bahan
Tersedianya alat dan bahan di sekitar lokasi menunjang kelancaran dan usaha menekan biaya, sedangkan bila bahan dan alat didatangkan dari tempat lain dengan menggunakan sarana transportasi tersebut.
7. Keamanan
Dalam usaha ini harus diperhatikan dari gangguan pencurian atau penjarahan, termasuk keselamatan dan kesehatan kerja
8. Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah dalam usaha ini sangat diperlukan terutama dalam hal perijinan yang berkaitan dengan usaha budidaya ikan kerapu.
9. Dampak
a. Aspek Sosial
Dengan terjalinnya kerjasama antara nelayan setempat dan Perusahaan Inti ini, akan memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Usaha di atas akan membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja baru bagi pencari kerja yang selama ini belum memperoleh tempat (terutama pada armada kapal penangkap ikan sebagai anak buah kapal/ABK, dan penjaga unit-unit karamba), sekaligus untuk mendukung Program Pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat perikanan.
b. Aspek Ekonomi
Melalui pemanfaatan areal laut untuk lokasi kajapung, peningkatan kemakmuran nelayan dan anggota koperasi primer di pedesaan akan menjadi kenyataan.
c. Aspek Profesionalisme
Dengan kerjasama antara nelayan setempat dengan perusahaan inti ini, maka pembentukan saluran distribusi penjualan ikan kerapu akan menjadi lancar dengan menggabungkan fasilitas yang telah ada dan memperbaiki pola berpikir dan manajemen, terpadu maka posisi Gerakan Koperasi sebagai Lembaga Ekonomi Masyarakat dapat ditingkatkan dan menjadi nyata.
d. Aspek Pendidikan
Adanya budidaya ikan kerapu dan penangkapan ikan kerapu, diharapkan akan memberi motivasi masyarakat desa untuk mendorong tumbuhnya suasana yang kondusif dan menyenangkan bagi warga desa dengan cara meningkatkan ketersedian jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan fasilitas infrastruktur lain yang diperlukan masyarakat desa.
b. Dampak Lingkungan
Pembukaan kawasan untuk proyek budidaya kajapung dengan luas lahan yang sangat besar, termasuk pembangunan pabrik perusahaan Inti, langsung maupun tak langsung akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap komponen ekosistem maupun sosial ekonomi. Secara teknis dampak dari budidaya kajapang yang sangat besar, akan berpengaruh terhadap lalu lintas kapal/pelayaran umum, dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ipteknet.com, Data Direktorat Kredit, BPR dan UMKM.
terimakasih kak informasinya bermanfaat, jangan lupa juga kunjungi website resmi kami http://bit.ly/2wFUPf3
ReplyDelete