Indikator Habitat
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Perairan Indonesia memiliki 27.2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia, meliputi 12% mammalia, 23.8 % amphibia, 31.8% reptilia, 44.7% ikan, 40% moluska, dan 8.6% rumput laut. Adapun potensi sumberdaya ikan meliputi, sumberdaya ikan pelagis besar, sumberdaya ikan pelagis kecil, sumberdaya udang penaeid dan krustasea lainnya, sumberdaya ikan demersal, sumberdaya moluska dan teripang, cumi-cumi, sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, penyu, mammalia, dan rumput laut.
Produksi perikanan tangkap di laut diklasifikasikan menurut kelompok jenis ikan, yaitu: ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi-cumi, kekerangan dan teripang, binatang air lainnya, dan rumput laut. Data produksi ikan pelagis dihitung dari data perikanan tangkap di laut kabupaten/kota tersebut. Selain itu, data produksi ikan pelagis juga diperoleh dari data produksi ikan pelagis di kabupaten sekitarnya. Hal ini dikarenakan beberapa kapal penangkap ikan di kabupaten/kota tersebut yang beroperasi di perairan kabupaten/kota disekitarnya. Sedangkan untuk data ikan demersal diperoleh dari data produksi perikanan tangkap di laut kabupaten/kota yang bersangkutan.
Ikan pelagis besar tersebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan perikanan, namun tingkat pemanfaatan dari masing-masing wilayah berbeda-beda. Jenis-jenis ikan pelagis yang terdapat di perairan Indonesia antara lain, madidihang, tuna mata besar, tuna sirip biru selatan, albakora, setuhuk, layaran, cakalang, tongkol, dan cucut. Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya neritik yang penyebarannya berada di perairan dekat pantai, di daerah dimana terjadi proses penaikan massa air. Makanan utama bagi ikan pelagis kecil adalah plankton, sehingga kelimpahannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar sehingga menjadi salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Jenis-jenis ikan pelagis kecil antara lain ikan layang, teri, lemuru, tembang, kembung, dan ikan terbang. Sumberdaya ikan demersal di Indonesia terdiri dari banyak jenis dan menyebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan, namun produktivitasnya berbeda di tiap wilayah. Jenis-jenis ikan demersal antara lain kakap merah/bambangan, gerot-gerot, manyung, kurisi, beloso, kuniran, layur, dan pepetek.
Terumbu karang di perairan Indonesia terdiri dari 12 famili, 52 marga dengan jumlah jenis lebih dari 600 spesies. Sebaran karang di Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar Pulau Sulawesi, Laut Flores, Laut Banda, dan perairan Papua. Selain itu, terdapat pula di Kepulauan Seribu, bagian barat Sumatera sampai Pulau weh, Kepulauan Riau, Pulau Bangka dan Belitung, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Lampung, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Biak, Teluk Cendrawasih, serta Kepulauan Maluku. Sumberdaya karang memiliki nilai dan arti penting dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, sumberdaya karang banyak memberi manfaat bagi organisme laut, yaitu sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat berlindung, tempat berlangsungnya proses biologi, kimiawi, dan fisik secara cepat sehingga produktivitasnya tinggi.
Indikator habitat yang tercakup dan dianalisis dalam kajian Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) ini meliputi pencemaran dan potensi pencemaran, kondisi tutupan lamun, tutupan terumbu karang, luasan dan kerapatan mangrove, produktifitas estuari, keberadaan habitat penting, laju sedimentasi, dan pengaruh global warming.
Secara umum, kondisi habitat di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) seluruh Indonesia menunjukkan kategori sedang dengan total skor 213. Wilayah pengelolaan perikanan bagian barat dan tengah Indonesia menunjukkan kondisi buruk sampai sedang, sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur menunjukkan kondisi sedang sampai baik. Hanya WPP 712, yaitu wilayah perairan sekitar Laut Jawa yang memperlihatkan kondisi buruk, sedangkan WPP lainnya di bagian barat Indonesia masuk dalam kategori sedang. Sebagian besar wilayah perairan Indonesia bagian timur masuk dalam kategori baik (Gambar 4-1). Secara detail, kondisi masing-masing WPP dapat dijelaskan sebagai berikut.
WPP 571 mencakup area Selat Malaka dan Laut Andaman dalam tiga wilayah administratif provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Riau, dan Sumatera Utara. Kondisi habitat di dalam WPP 571 ini tergolong sedang (skor 212,5) dengan areal tutupan terumbu karang yang rendah, rentan terhadap pencemaran perairan, namun baik dalam produktifitas estuari dan mempunyai level sedimentasi yang rendah.
WPP 572 mencakup area Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda. Wilayah ini meliputi area 6 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Banten. Kondisi domain habitat dalam WPP 572 ini tergolong sedang (skor 187,5) dengan tutupan terumbu karang dan padang lamun yang relatif rendah, banyak bukti coral bleaching, namun rendah pencemaran, produktifitas estuari yang tinggi, serta level sedimentasi yang rendah.
WPP 573 mencakup area Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan nusa tenggara, Laut sawu, dan Laut Timor bagian Barat. WPP ini mencakup Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi habitat di sekitar WPP 573 termasuk kategori buruk (skor 150) dimana pencemaran rendah, tutupan habitat lamun, coral, dan mangrove rendah, namun mempunyai laju sedimentasi yang rendah.
WPP 711 mencakup area yang cukup luas dari Selat Karimata, Laut Natuna, sampai dengan Laut China Selatan. WPP ini meliputi area 10 provinsi yaitu Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Kondisi habitat di WPP 711 tergolong dalam kategori baik (skor 250).
WPP 712 mencakup area di sekitar Laut Jawa dan meliputi 8 provinsi. Kedelapan provinsi tersebut adalah Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kondisi habitat di WPP 712 tergolong dalam kategori buruk (skor 112,5) dengan tutupan habitat mangrove, lamun, dan terumbu karang yang rendah, produktifitas estuari yang rendah, serta laju sedimentasi yang tinggi akibat kerusakan lahan atas.
WPP 713 mencakup area Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. WPP ini meliputi provinsi Jawa Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Kondisi habitat di WPP 713 tergolong dalam kategori sedang (skor 187,5) dengan tutupan habitat lamun yang rendah, tutupan mangrove dan terumbu karang sedang, namun ada indikasi habitat resistant dan resilience terhadap pengaruh global warming.
WPP 714 mencakup area sekitar Teluk Tolo dan Laut Banda pada 6 provinsi. Keenam provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara. Kondisi habitat di WPP 714 tergolong dalam kategori sedang (skor 175). Walaupun mempunyai tutupan mangrove yang rendah, tutupan coral dan lamun yang sedang, kondisi perairan wilayah ini masih relatif baik.
WPP 715 ini meliputi Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau yang tercakup dalam wilayah administrasi 7 provinsi. Ketujuh provinsi tersebut adalah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 715 tergolong dalam kategori baik (skor 250). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik.
WPP 716 ini meliputi Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera yang tercakup dalam wilayah administrasi 5 provinsi. Kelima provinsi tersebut adalah Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Kondisi habitat di WPP 716 tergolong dalam kategori baik (skor 262,5). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik.
Cakupan WPP 717 meliputi Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik yang berada dalam provinsi Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 717 tergolong dalam kategori baik (skor 275). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik, kecuali terdapat potensi pencemaran di beberapa wilayah dimana terdapat industri besar. Selain itu, luasan tutupan lamun di WPP ini relatif sedang.
WPP 718 mencakup area Teluk Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur yang meliputi Provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 718 masuk dalam kategori baik (skor 262,5) dimana hampir setiap indikator habitat masih berada dalam kondisi baik, kecuali bahwa di WPP ini mempunyai potensi pencemaran karena keberadaan industri besar. Selain itu, dalam WPP ini juga mempunyai kerapatan mangrove yang relatif sedang saja.
Hasil analisis komposit untuk indikator habitat yang diterapkan untuk masing-masing WPP dapat dilihat pada Tabel 4-1 – Tabel 4-11.
Tabel 4-1. Analisis Komposit Habitat WPP 571
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan
berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau
survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Selat Malaka rentan thd pencemaran 12.5 2 25
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%; 2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, ≥50% Luasan dan tutupan lamun sedang di bagian utara Sumatera 12.5 2 25
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 3="kerapatan" 50-75="" ha="" pohon="" sedang="" tinggi="" tutupan="">1500 pohon/ha, tutupan >75% Luasan mangrove
sedang di bagian utara
Sumatera 12.5 2 25
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 =
INP tinggi INP sedang
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 2="tutupan" br="">sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi,
>50 % Tutupan coral rendah
<25 12.5="" 1="" br="" nbsp="">1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi keanekaragaman karang rendah
Tabel 4-1. (Lanjutan) Tabel 4-2. Analisis Komposit Habitat WPP 572
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/ PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan
berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Pencemaran dan potensinya relatif rendah 12.5 3 37.5
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 30-49,9%;
3=tutupan tinggi, ≥50% Perairan Samudera dengan tutupan lamun rendah 12.5 1 12.5
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 3="kerapatan" 5075="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tinggi="" tutupan="">>1500 pohon/ha, tutupan >75% Kerapatan sedang di beebrapa pulau-pulau
kecil 12.5 2 25
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove tergolong sedang
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 25-49,9%;
3=tutupan tinggi, >50% Sebaran terumbu di beberapa pulau kecil dengan tutupan yang rendah 12.5 1 12.5
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi keanekaragaman karang relatif rendah
Tabel 4-2. (Lanjutan) Tabel 4-3. Analisis Komposit Habitat WPP 573
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Beberapa daerah rentan thd pencemaran dari industri 12.5 2 25
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 3049,9%; 3=tutupan tinggi,
≥50 % Tutupan lamun rendah <29 12.5="" 1="" br="" nbsp="">3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 50-="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tutupan="">75%; 3=kerapatan tinggi,
>1500 pohon/ha, tutupan
>75 % Kerapatan mangrove rendah 12.5 1 12.5
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove rendah
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 2549,9%; 3=tutupan tinggi,
>50 % Tutupan karang rendah 12.5 1 12.5
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi Keanekaragaman karang rendah
Tabel 4-3. (Lanjutan) Tabel 4-4. Analisis Komposit Habitat WPP 711
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Tingkat pencemaran relatif masih rendah 12.5 3 37.5
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 3049,9%; 3=tutupan tinggi,
≥50 % Banyak pulau kecil dengan tutupan lamun sedang 12.5 2 25
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 50-="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tutupan="">75%; 3=kerapatan tinggi,
>1500 pohon/ha, tutupan
>75 % Banyak daerah dengan kerapatan mangrove tinggi 12.5 3 37.5
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove tinggi
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 2549,9%; 3=tutupan tinggi,
>50% Terumbu karang tepi (Fringing reefs) banyak di pulau-pulau
kecil dengan tutupan sedang 12.5 2 25
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi Keanekaragaman karang sedang
5. Status dan produktivitas Estuari Tingkat produktivitas perairan estuari - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui daerah
asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1-produktivitas rendah;
2=produktivitas sedang;
3= produktivitas tinggi Produktifitas estuari tinggi 12.5 3 37.5
Laju sedimentasi perairan Mengetahui kualitas perairan Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=laju sedimentasi rendah; 2=laju sedimentasi sedang; dan 3=laju sedimentasi tinggi banyak estuari dengan
laju sedimentasi relatif sedang 12.5 2 25
6. Habitat penting (spawning ground, nursery ground, feeding ground). Luasan, waktu, siklus, distribusi, larva drift, dan spill over. Memberikan solid basis bagi open close area season Fish Eggs and Larva survey, GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs
(Kerapu dan kakap) 1=tidak diketahui adanya habitat penting; 2=diketahui adanya habitat penting tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat penting dan dikelola dengan baik Beberapa habitat penting seperti penyu dan mamalia laut 12.5 2 2525>1000>25>1000>29>25>1000>25>25>1000>
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Perairan Indonesia memiliki 27.2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia, meliputi 12% mammalia, 23.8 % amphibia, 31.8% reptilia, 44.7% ikan, 40% moluska, dan 8.6% rumput laut. Adapun potensi sumberdaya ikan meliputi, sumberdaya ikan pelagis besar, sumberdaya ikan pelagis kecil, sumberdaya udang penaeid dan krustasea lainnya, sumberdaya ikan demersal, sumberdaya moluska dan teripang, cumi-cumi, sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumberdaya ikan konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, penyu, mammalia, dan rumput laut.
Produksi perikanan tangkap di laut diklasifikasikan menurut kelompok jenis ikan, yaitu: ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi-cumi, kekerangan dan teripang, binatang air lainnya, dan rumput laut. Data produksi ikan pelagis dihitung dari data perikanan tangkap di laut kabupaten/kota tersebut. Selain itu, data produksi ikan pelagis juga diperoleh dari data produksi ikan pelagis di kabupaten sekitarnya. Hal ini dikarenakan beberapa kapal penangkap ikan di kabupaten/kota tersebut yang beroperasi di perairan kabupaten/kota disekitarnya. Sedangkan untuk data ikan demersal diperoleh dari data produksi perikanan tangkap di laut kabupaten/kota yang bersangkutan.
Ikan pelagis besar tersebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan perikanan, namun tingkat pemanfaatan dari masing-masing wilayah berbeda-beda. Jenis-jenis ikan pelagis yang terdapat di perairan Indonesia antara lain, madidihang, tuna mata besar, tuna sirip biru selatan, albakora, setuhuk, layaran, cakalang, tongkol, dan cucut. Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya neritik yang penyebarannya berada di perairan dekat pantai, di daerah dimana terjadi proses penaikan massa air. Makanan utama bagi ikan pelagis kecil adalah plankton, sehingga kelimpahannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar sehingga menjadi salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Jenis-jenis ikan pelagis kecil antara lain ikan layang, teri, lemuru, tembang, kembung, dan ikan terbang. Sumberdaya ikan demersal di Indonesia terdiri dari banyak jenis dan menyebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan, namun produktivitasnya berbeda di tiap wilayah. Jenis-jenis ikan demersal antara lain kakap merah/bambangan, gerot-gerot, manyung, kurisi, beloso, kuniran, layur, dan pepetek.
Terumbu karang di perairan Indonesia terdiri dari 12 famili, 52 marga dengan jumlah jenis lebih dari 600 spesies. Sebaran karang di Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar Pulau Sulawesi, Laut Flores, Laut Banda, dan perairan Papua. Selain itu, terdapat pula di Kepulauan Seribu, bagian barat Sumatera sampai Pulau weh, Kepulauan Riau, Pulau Bangka dan Belitung, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Lampung, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Biak, Teluk Cendrawasih, serta Kepulauan Maluku. Sumberdaya karang memiliki nilai dan arti penting dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, sumberdaya karang banyak memberi manfaat bagi organisme laut, yaitu sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat berlindung, tempat berlangsungnya proses biologi, kimiawi, dan fisik secara cepat sehingga produktivitasnya tinggi.
Indikator habitat yang tercakup dan dianalisis dalam kajian Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) ini meliputi pencemaran dan potensi pencemaran, kondisi tutupan lamun, tutupan terumbu karang, luasan dan kerapatan mangrove, produktifitas estuari, keberadaan habitat penting, laju sedimentasi, dan pengaruh global warming.
Secara umum, kondisi habitat di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) seluruh Indonesia menunjukkan kategori sedang dengan total skor 213. Wilayah pengelolaan perikanan bagian barat dan tengah Indonesia menunjukkan kondisi buruk sampai sedang, sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur menunjukkan kondisi sedang sampai baik. Hanya WPP 712, yaitu wilayah perairan sekitar Laut Jawa yang memperlihatkan kondisi buruk, sedangkan WPP lainnya di bagian barat Indonesia masuk dalam kategori sedang. Sebagian besar wilayah perairan Indonesia bagian timur masuk dalam kategori baik (Gambar 4-1). Secara detail, kondisi masing-masing WPP dapat dijelaskan sebagai berikut.
WPP 571 mencakup area Selat Malaka dan Laut Andaman dalam tiga wilayah administratif provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Riau, dan Sumatera Utara. Kondisi habitat di dalam WPP 571 ini tergolong sedang (skor 212,5) dengan areal tutupan terumbu karang yang rendah, rentan terhadap pencemaran perairan, namun baik dalam produktifitas estuari dan mempunyai level sedimentasi yang rendah.
WPP 572 mencakup area Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda. Wilayah ini meliputi area 6 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Banten. Kondisi domain habitat dalam WPP 572 ini tergolong sedang (skor 187,5) dengan tutupan terumbu karang dan padang lamun yang relatif rendah, banyak bukti coral bleaching, namun rendah pencemaran, produktifitas estuari yang tinggi, serta level sedimentasi yang rendah.
WPP 573 mencakup area Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan nusa tenggara, Laut sawu, dan Laut Timor bagian Barat. WPP ini mencakup Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kondisi habitat di sekitar WPP 573 termasuk kategori buruk (skor 150) dimana pencemaran rendah, tutupan habitat lamun, coral, dan mangrove rendah, namun mempunyai laju sedimentasi yang rendah.
WPP 711 mencakup area yang cukup luas dari Selat Karimata, Laut Natuna, sampai dengan Laut China Selatan. WPP ini meliputi area 10 provinsi yaitu Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Kondisi habitat di WPP 711 tergolong dalam kategori baik (skor 250).
WPP 712 mencakup area di sekitar Laut Jawa dan meliputi 8 provinsi. Kedelapan provinsi tersebut adalah Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kondisi habitat di WPP 712 tergolong dalam kategori buruk (skor 112,5) dengan tutupan habitat mangrove, lamun, dan terumbu karang yang rendah, produktifitas estuari yang rendah, serta laju sedimentasi yang tinggi akibat kerusakan lahan atas.
WPP 713 mencakup area Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. WPP ini meliputi provinsi Jawa Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Kondisi habitat di WPP 713 tergolong dalam kategori sedang (skor 187,5) dengan tutupan habitat lamun yang rendah, tutupan mangrove dan terumbu karang sedang, namun ada indikasi habitat resistant dan resilience terhadap pengaruh global warming.
WPP 714 mencakup area sekitar Teluk Tolo dan Laut Banda pada 6 provinsi. Keenam provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara. Kondisi habitat di WPP 714 tergolong dalam kategori sedang (skor 175). Walaupun mempunyai tutupan mangrove yang rendah, tutupan coral dan lamun yang sedang, kondisi perairan wilayah ini masih relatif baik.
WPP 715 ini meliputi Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau yang tercakup dalam wilayah administrasi 7 provinsi. Ketujuh provinsi tersebut adalah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 715 tergolong dalam kategori baik (skor 250). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik.
WPP 716 ini meliputi Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera yang tercakup dalam wilayah administrasi 5 provinsi. Kelima provinsi tersebut adalah Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Kondisi habitat di WPP 716 tergolong dalam kategori baik (skor 262,5). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik.
Cakupan WPP 717 meliputi Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik yang berada dalam provinsi Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 717 tergolong dalam kategori baik (skor 275). Hampir semua indikator habitat menujukkan kondisi yang sedang sampai baik, kecuali terdapat potensi pencemaran di beberapa wilayah dimana terdapat industri besar. Selain itu, luasan tutupan lamun di WPP ini relatif sedang.
WPP 718 mencakup area Teluk Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur yang meliputi Provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Kondisi habitat di WPP 718 masuk dalam kategori baik (skor 262,5) dimana hampir setiap indikator habitat masih berada dalam kondisi baik, kecuali bahwa di WPP ini mempunyai potensi pencemaran karena keberadaan industri besar. Selain itu, dalam WPP ini juga mempunyai kerapatan mangrove yang relatif sedang saja.
Hasil analisis komposit untuk indikator habitat yang diterapkan untuk masing-masing WPP dapat dilihat pada Tabel 4-1 – Tabel 4-11.
Tabel 4-1. Analisis Komposit Habitat WPP 571
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan
berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau
survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Selat Malaka rentan thd pencemaran 12.5 2 25
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%; 2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, ≥50% Luasan dan tutupan lamun sedang di bagian utara Sumatera 12.5 2 25
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 3="kerapatan" 50-75="" ha="" pohon="" sedang="" tinggi="" tutupan="">1500 pohon/ha, tutupan >75% Luasan mangrove
sedang di bagian utara
Sumatera 12.5 2 25
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 =
INP tinggi INP sedang
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 2="tutupan" br="">sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi,
>50 % Tutupan coral rendah
<25 12.5="" 1="" br="" nbsp="">1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi keanekaragaman karang rendah
Tabel 4-1. (Lanjutan) Tabel 4-2. Analisis Komposit Habitat WPP 572
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/ PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan
berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Pencemaran dan potensinya relatif rendah 12.5 3 37.5
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 30-49,9%;
3=tutupan tinggi, ≥50% Perairan Samudera dengan tutupan lamun rendah 12.5 1 12.5
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 3="kerapatan" 5075="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tinggi="" tutupan="">>1500 pohon/ha, tutupan >75% Kerapatan sedang di beebrapa pulau-pulau
kecil 12.5 2 25
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove tergolong sedang
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 25-49,9%;
3=tutupan tinggi, >50% Sebaran terumbu di beberapa pulau kecil dengan tutupan yang rendah 12.5 1 12.5
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi keanekaragaman karang relatif rendah
Tabel 4-2. (Lanjutan) Tabel 4-3. Analisis Komposit Habitat WPP 573
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat
pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Beberapa daerah rentan thd pencemaran dari industri 12.5 2 25
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 3049,9%; 3=tutupan tinggi,
≥50 % Tutupan lamun rendah <29 12.5="" 1="" br="" nbsp="">3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 50-="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tutupan="">75%; 3=kerapatan tinggi,
>1500 pohon/ha, tutupan
>75 % Kerapatan mangrove rendah 12.5 1 12.5
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove rendah
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 2549,9%; 3=tutupan tinggi,
>50 % Tutupan karang rendah 12.5 1 12.5
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi Keanekaragaman karang rendah
Tabel 4-3. (Lanjutan) Tabel 4-4. Analisis Komposit Habitat WPP 711
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
1. Pencemaran perairan*) Limbah B3 (bahan berbahaya & beracun), teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual. - Melihat kualitas dan kesehatan lingkungan perairan
- Melihat tingkat pencemaran Data sekunder, sampling, monitoring dan atau survey 1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar Tingkat pencemaran relatif masih rendah 12.5 3 37.5
2. Status lamun Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun. - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT. 1=tutupan rendah, ≤29,9%;
2=tutupan sedang, 3049,9%; 3=tutupan tinggi,
≥50 % Banyak pulau kecil dengan tutupan lamun sedang 12.5 2 25
3. Status mangrove Kerapatan, keragaman, dan jenis mangrove - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=kerapatan rendah, <1000 10001500="" 2="kerapatan" 50-="" br="" ha="" pohon="" sedang="" tutupan="">75%; 3=kerapatan tinggi,
>1500 pohon/ha, tutupan
>75 % Banyak daerah dengan kerapatan mangrove tinggi 12.5 3 37.5
1 = INP rendah; 2 = INP sedang; dan 3 = INP tinggi INP mangrove tinggi
INDIKATOR HABITAT DEFINISI/
PENJELASAN MANFAAT MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA UNIT DATA BOBOT SKOR NILAI FLAG
4. Status terumbu karang - Luasan tutupan karang keras hidup (hard coral cover). - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui keberhasilan rekruitmen
- Mengetahui daerah pemijahan dan asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=tutupan rendah, <25 br="">2=tutupan sedang, 2549,9%; 3=tutupan tinggi,
>50% Terumbu karang tepi (Fringing reefs) banyak di pulau-pulau
kecil dengan tutupan sedang 12.5 2 25
1=indeks keanekaragaman rendah; 2 = indeks keanekaragaman sedang; dan 3 = indeks keanekaragaman tinggi Keanekaragaman karang sedang
5. Status dan produktivitas Estuari Tingkat produktivitas perairan estuari - Mengetahui kualitas dan produktivitas perairan.
- Mengetahui daerah
asuhan Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1-produktivitas rendah;
2=produktivitas sedang;
3= produktivitas tinggi Produktifitas estuari tinggi 12.5 3 37.5
Laju sedimentasi perairan Mengetahui kualitas perairan Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara 1=laju sedimentasi rendah; 2=laju sedimentasi sedang; dan 3=laju sedimentasi tinggi banyak estuari dengan
laju sedimentasi relatif sedang 12.5 2 25
6. Habitat penting (spawning ground, nursery ground, feeding ground). Luasan, waktu, siklus, distribusi, larva drift, dan spill over. Memberikan solid basis bagi open close area season Fish Eggs and Larva survey, GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs
(Kerapu dan kakap) 1=tidak diketahui adanya habitat penting; 2=diketahui adanya habitat penting tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat penting dan dikelola dengan baik Beberapa habitat penting seperti penyu dan mamalia laut 12.5 2 2525>1000>25>1000>29>25>1000>25>25>1000>
Penyusun
Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Apun
Budhiman, Hary Christijanto, Siti Kamarijah, Ganef Hari Budoyo
0 comments:
Post a Comment