Untuk
meningkatkan nilai jual hasil perikanan dan meningkatkan daya penyimpanan hasil
perikanan maka di adakan serangkaian tata cara pengolahan dengan sistem, Pengolahan
Hasil Perikanan dengan cara pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan
asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan.
Dalam
skala nasional, ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai
kedudukan penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan
dengan cara penggaraman. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila ikan
asin termasuk dalam sembilan bahan pokok penting bagi kebutuhan masyarakat.
Meskipun
memiliki nilai gizi yang tinggi, ikan asin sering dianggap sebagai makanan
masyarakat golongan lemah. Tetapi saat ini ikan asin telah diterima oleh
masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Bahkan produk-produk ikan asin
tertentu dapat dikategorikan sebagai makanan mewah.
1.
Prinsip Penggaraman Ikan
Penggaraman
merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk
Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang
berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi
garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan
konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau
mengencerkan larutan garam.
Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki
tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin
lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya
konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan
tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu
mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan
protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat
dagingnya berubah).
Selama
proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan
keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan
tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan
garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam
pun masuk ke dalam tubuh ikan.
Ikan
yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku,
akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau
menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh
ikan.
Cara
kerja garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut. Garam menyerap
cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga
proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri
mengalami kekeringan dan mati.
Garam
pada dasarnya tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisida). Konsentrasi
garam rendah (1 – 3%), justru garam membantu pertumbuhan bakteri halofilik.
Garam yang berasal dari tempat-
tempat
pembuatan garam di pantai mengandung cukup banyak bakteri halofilik yang dapat
merusak ikan kering. Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh pada larutan garam
berkonsentrasi tinggi, misalnya red halofilic bacteria yang menyebabkan warna
merah pada ikan. Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme
sehingga terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri terekstraksi,
sehingga menyebabkan kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan
pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian,
pertumbuhan bakteri semakin terhambat.
2.
Metode Penggaraman
Penggaraman
merupakan cara pengawetan yang sudah lama dilakukan orang. Pada proses
penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam badan
ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang
lagi.
Pengawetan
ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman
dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan
pengawetan dan pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan
daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena
garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan pada ikan.
Garam
merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet,
kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam juga
merupakan bahan pembantu yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan tujuan
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, serta dapat memantapkan bentuk dan rupa.
Secara
umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk kristal seperti kubus
dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan asin, biasanya garam diperuntukkan sebagai pengawet dan
pemberi rasa. Sebagai bahan pengawet, garam mempunyai tekanan osmosis yang
tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa osmosis dengan daging
ikan.
Kecepatan
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian garam.
Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl cukup tinggi (95%) dan
sedikit mengandung elemen magnesium (Mg) maupun kalsium (Ca). Elemen tersebut
mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan karena :
1. Dapat memperlambat penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan sehingga terjadi proses pembusukan sebelum proses penggaraman
berakhir.
2. Dapat menyebabkan ikan menjadi
higroskopis sehingga sering menimbulkan masalah dalam penyimpanan.
3. Garam yang mengandung CaSO4 sebanyak
0,5-1,0% menyebabkan ikan asin yang dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku,
dan agak pahit.
4. Garam yang mengandung MgCl atau MgSO4
akan menghasilkan ikan asin yang agak pahit.
5. Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat
mengakibatkan ikan asin berwarna kuning atau coklat kotor.
Produk
yang dihasilkan dari proses penggaraman terdiri atas bermacam-macam tergantung
proses selanjutnya. Misalnya, setelah dilakukan penggaraman dilanjutkan dengan
pengeringan, maka hasilnya adalah ikan kering. Apabila dilanjutkan dengan
perebusan maka menghasilkan ikan pindang atau cue, dan bila diteruskan dengan
proses fermentasi diperoleh beberapa produk fermentasi seperti peda, terasi,
kecap, bekasem, dan wadi.
Menurut
asalnya garam terbagi atas tiga, yaitu :
1. Solar salt, garam yang berasal dari air
laut yang dikeringkan atau dijemur.
2. Mine salt, garam yang diperoleh dari
tambang.
3. Garam yang diperoleh dari air yang
keluar dari tanah kemudian dikeringkan.
Garam
jenis itu banyak terdapat di pegunungan.
Tabel.
17. Komposisi Kimia Garam Kelas 1, 2,
dan 3
No Unsur Kandungan
1 (%)
Kelas 1 Kelas 2 Kelas
1. NaCl 96 95 91
2. CaCl 1 0,9 0
, 4
3. MgSO4 0,2 0,5 1
4. MgCl2 0,2 0,5 1
, 2
5. Bahan tidak
larut - Sangat
sedikit 0 , 2
6. Air 2,6 3,1 0
, 2
Pada
dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu penggaraman
kering, penggaraman basah, dan penggaraman campuran.
1. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode
penggaraman kering menggunakan kristal garam
yang dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang besar dibuang
isi perutnya terlebih dahulu dan bila perlu dibelah agar dagingnya menjadi
tipis sehingga lebih mudah untuk ditembus oleh garam. Pada proses penggaraman,
ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau
dari bata yang disemen. Ikan disusun selapis demi selapis di dalam wadah,
diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai umumnya 10-35% dari
berat ikan.
2. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman
basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi
30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan diberi pemberat agar
semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu
tertentu tergantung pada :
a. Ukuran dan tebal ikan
b. Derajat keasinan yang diinginkan
Di
dalam proses osmosis, kepekatan makin lama makin berkurang karena air dari
dalam daging ikan secara berangsur-angsur masuk ke dalam larutan garam,
sementara sebagian molekul garam masuk ke dalam daging ikan. Karena
kecenderungan penurunan kepekatan larutan garam itu, maka proses osmosis akan
semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Larutan garam yang lewat jenuh yaitu
jumlah garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan sehingga dapat
dipergunakan untuk memperlambat kecendrungan itu.
3. Penggaraman Campuran (Kench Salting)
Penggaraman
kench pada dasarnya adalah penggaraman
kering, tetapi tidak menggunakan bak. Ikan dicampur dengan kristal garam
seperti pada penggaraman kering di atas lantai atau di atas geladak kapal.
Larutan garam yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut
tidak memerlukan bak, tetapi memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi
larutan garam yang mengalir dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih
lambat. Oleh karena itu, pada udara yang panas seperti di Indonesia,
penggaraman kench kurang cocok karena pembusukan dapat terjadi selama
penggaraman.
Penggaraman
kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena daging ikan asin yang
dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan yang
terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut kurang
menarik. Selain itu dagingnya kurang padat.
Menurut
Poulter (1988), dikelompokkan penggaraman ikan atas tiga cara, yaitu :
1. Kenc Curing, kristal garam dilumuri
pada tubuh ikan, kemudian ikan ditumpuk di lantai sehingga molekul garam
menembus ke dalam daging ikan dan air yang terekstraksi dari sel-sel daging
ikan akan mengalir.
2. Pickling, sama dengan kench curing
tetapi penggaraman dilakukan dalam suatu wadah, sehingga air yang terekstraksi
akan merendam daging ikan.
3. Brining, garam dilarutkan dalam air
dengan konsentrasi yang tinggi (25%) kemudian ikan dimasukkan ke dalam larutan
garam tersebut.
Proses
penggaraman berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, tetapi
proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di negara
dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil
keseluruhannya lebih baik daripada yang dilakukan pada suhu tinggi. Indonesia
merupakan negara tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman dilakukan
di tempat yang teduh.
Daya
awet ikan yang digarami beragam tergantung pada jumlah garam yang dipakai.
Semakin banyak garam yang dipakai semakin panjang daya awet ikan. Tetapi
umumnya orang kurang suka ikan yang sangat asin. Menurut Moeljanto (1992),
beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh
ikan, selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Kadar lemak ikan
Semakin
tinggi kadar lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan semakin lambat proses
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
2. Ketebalan daging ikan
Semakin
tebal daging ikan semakin lambat proses penetrasi garam dan semakin banyak pula
jumlah garam yang diperlukan.
3. Kesegaran ikan
Pada
ikan yang memiliki kesegaran rendah, proses penetrasi garam berlangsung lebih
cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah mempunyai tubuh yang relatif
lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan mudah terisap oleh larutan
garam yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Apabila ikan kurang segar,
produk ikan asin yang dihasilkan akan terlalu asin dan kaku
4. Temperatur ikan
Semakin
tinggi temperatur tubuh ikan semakin cepat pula proses penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan. Tetapi sangat disayangkan, bahwa hal tersebut diikuti oleh
perkembangan bakteri yang juga semakin cepat. Oleh karena itu, sebelum
dilakukan proses penggaraman sebaiknya ikan ditangani lebih dahulu dengan baik
agar sebagian besar bakteri yang dikandung dapat dihilangkan.
5. Konsentrasi larutan garam
Semakin
tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang terdapat dalam
tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Selain
itu, proses penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi apabila digunakan
garam kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi daya awet ikan
tetapi ikan menjadi semakin asin dan kurang disukai.
4.3 Penyimpanan Ikan Asin
Kemasan
yang diinginkan adalah kemasan yang dapat mempertahankan kerenyahan produk
lebih lama dan dapat memperlambat kerusakan karena proses ketengikan. Beberapa
kemasan yang dapat digunakan adalah film (plastik) high density polietilen
(HDPE) atau polipropilen (PP) yang dilapisi dengan aluminium foil. Kemasan
primer ini ditempatkan dalam kemasan sekunder yang terbuat dari kotak karton,
kaleng atau wadah plastik rigid.
Pemilihan
kemasan sekunder sangat tergantung pada produk akhir dan target pemasaran.
Untuk meningkatkan ketahanan produk kemasan terhadap tekanan mekanis, maka ke
dalam kemasan primer dapat diisi dengan gas inert, misalnya nitrogen, agar
kemasan lebih padat (menggembung) dan tahan terhadap tekanan mekanis. Setelah
kering, ikan-ikan kemudian disusun secara teratur di dalam peti atau keranjang
yang telah dilapisi kertas. Selanjutnya peti atau keranjang tersebut diletakkan
di dalam ruangan yang sejuk dan kering dengan ventilasi yang baik.
Peti
atau keranjang yang berisi ikan asin hendaknya tidak disimpan bersama-sama
dengan bahan lain yang membahayakan kesehatan, seperti pupuk tanaman, racun
tikus, minyak tanah atau zat kimia lain yang dapat membahayakan kesehatan. Jika
suhu ruang penyimpanan dapat diatur hingga berkisar antara 0–50C, daya awet
ikan asin dapat mencapai enam bulan.
Apabila
lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami
kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan
yang akan digunakan perlu mendapat perhatian. Tingkat kesegaran ikan sangat
berpengaruh terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi,
faktor biologis, temperatur lingkungan, alat pengangkutan ikan dan ruang
penyimpanan harus mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan
asin yang dihasilkan.
Kerusakan
pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halofilik yang mampu mengubah
tekstur maupun rupa daging ikan.
Bakteri
itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Fakultatif halofilik, yaitu bakteri
yang dapat hidup secara baik pada media dengan kandungan garam sebesar 2%.
2. Obligat halofilik, yaitu bakteri yang
dapat hidup secara baik pada lingkungan yang mengandung garam dengan
konsentrasi lebih besar dari 2%.
Selain
disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga
dapat disebabkan oleh jamur, ragi dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau
dewasa.
Beberapa
kerusakan mikrobiologis yang biasa terjadi pada ikan asin yaitu :
1. Pink Spoilage
Kerusakan
ini disebabkan oleh bakteri halofilik yang secara perlahan-lahan berkembang
biak dan membentuk pigmen berwarna kuning kemerah-merahan. Bakteri tersebut
dengan cepat akan menguraikan daging ikan dan menimbulkan bau busuk dan tengik.
Akibatnya daging akan menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan serta mudah lepas
dari tulangnya. Jenis bakteri penyebab pink spoilage yang paling dominan adalah
Sarcina sp, Serratia,
Salinaria
dan Micrococci.
2. Dun Spoilage
Kerusakan
tersebut dikarenakan semacam jamur yang hidup hanya pada permukaan daging ikan
dan membentuk pigmen berwarna keabu-abuan. Gejala yang terjadi biasanya pada
ikan asin yang mempunyai kadar air di bawah 17%.
3. Rust Spoilage
Untuk
mencegah terjadinya ketengikan pada ikan asin, garam akan melepaskan senyawa
karbonil. Jika bereaksi dengan asam amino, senyawa tersebut akan menghasilkan
senyawa coklat keabu-abuan dengan bau tengik yang menyolok.
4. Saponifikasi
Kerusakan
itu dikarenakan aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan lendir berbau
sangat busuk. Kerusakan tersebut sangat membahayakan kesehatan manusia, karena
tidak hanya terjadi pada permukaan tetapi juga menyerang bagian dalam. Bakteri
yang umum menimbulkan saponifikasi adalah Mycobacteria.
5. Taning
Kerusakan
itu dikarenakan sejenis bakteri pembusuk tertentu yang muncul karena proses penetrasi garam ke
dalam daging ikan berlangsung sangat lambat atau penyebarannya di dalam tubuh
ikan kurang merata. Ciri-ciri ikan yang
terserang taning, timbulnya noda atau bercak merah sepanjang tulang
punggung ikan dan timbulnya bau yang sangat busuk. Serangan lalat ditimbulkan
oleh sejenis larva lalat rumah, terutama jenis Drosophila casei, telur tersebut
dapat menetas pada temperatur 200C dan larvanya menyerang daging ikan.
Parasit
yang sering menyerang ikan asin adalah Dermestidae. Gejalanya berupa
lubang-lubang pada ikan asin, karenanya parasit itu sering disebut juga ”si
pembuat lubang”. Setelah telur menetas menjadi larva, akan menyerang daging
ikan dengan cara membuat lubang. Akibat serangan itu akan timbul bau yang
sangat busuk dan daging ikan akan terurai menjadi serbuk. Jika serangannya
sangat hebat, ikan asin dapat habis dalam waktu satu minggu sehingga yang
tersisa hanya bagian tulang saja.
6. Salt Burn
Kerusakan
itu terjadi karena penggunaan garam halus secara berlebihan pada saat proses
penggaraman. Apabila ikan asin dijemur, bagian luar akan kering sedangkan
bagian dalam masih tetap basah.
Penyebabnya
adalah terjadinya penarikan air yang sangat cepat pada tubuh bagian luar,
sehingga sel tubuh ikan akan terkoagulasi dan mengakibatkan proses difusi air
dari sel-sel tubuh bagian dalam menjadi terlambat.
7. Jamur
Kerusakan
pada ikan asin dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis jamur seperti jamur Sporendonemia
epizoum yang mengakibatkan bercak-bercak pada daging ikan. Meskipun tidak
berbahaya bagi kesehatan, kerusakan yang ditimbulkan oleh jamur ini dapat
menurunkan harga jual ikan asin
0 comments:
Post a Comment