Artemia merupakan pakan alami penting untuk ikan dan udang,
termasuk ikan hias. Artemia merupakan kelompok udang-udangan (Crustaceae) dari
phylum Arthopoda, terdapat sekitar 50 strain (jenis). Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton
lain seperti Copepode dan Daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau
garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia (Asia, China, Irak, Iran, Israel,
Jepang, turki, Amerika: Great Salt Lake, Kanada, Australia).
Sista tertua Artemia pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran
yang bekerja disekitar Danau "Salt Great". Sista tersebut diduga
berusia sekitar lebih dari 10.000 tahun (berdasarkan metoda "carbon
dating"). Setelah diuji, ternyata sista-sista tersebut masih bisa menetas
walaupun usianya telah lebih dari 10.000 tahun.
Artemia dapat hidup dari
kisaran 60 – 300 ppt (6°Be - 30°Be). Ukuran dewasa Artemia berkisar dari 10 –
20 mm, merupakan pemakan segalanya yang berukuran partikel dengan cara
menyaringnya (filter feeder). Cara berkembang biak (reproduksi) dengan ovipar
(bertelur) atau ovovivipar, yaitu pada ovipar telur menjadi sista ( telur
Artemia terbungkus korion yang bersifat dorman, berdiameter 200 – 270 µm yang
dapat hidup lama, sista menetas jika ada hidrasi dengan salinitas 30 - 35 ppt
atau 3 -3,5°Be) dan ovovivipar telur
segera menetas menjadi naupli.
Morfologi dan Siklus Hidup
Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya telur.
Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C telur akan menetas manjadi embrio. Dalam
waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit telur. Pada
fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi
naupli yang sudah bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna oranye
kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas
tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna.
Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua.
Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga,
bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli
(tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia
di air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali
sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran
sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai
ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500
kali dibandingkan biomas pada fase naupli.
Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal,
betina Artemia bisa menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa
hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10
-11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan
dan memproduksi naupli atau sista sebanyak 300 ekor (butir) per 4 hari. Sista
akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan
pakan sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan
malam hari. Sista yang terbentuk ini dalam proses pengeringan (dehydration)
yang tadinya berbentuk bulat akan berubah menjadi bentuk bola pingpong penyok.
Artemia dewasa toleran terhadap kisaran suhu -18°C hingga 40 °C.
Sedangkan temperatur optimal untuk penetasan sista dan pertumbuhan adalah 25 °C
- 30 °C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing.
Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka dapat hidup
di dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.
Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. Kisaran
pH 8-9 merupakan kisaran yang paling baik untuk pertumbuhan Artemia, sedangkan
pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal
diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan mereka. Lampu standar oksigen harus dijaga dengan baik untuk
pertumbuhan Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna
kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila
mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini,
Artemia akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat.
Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak mengandung
bahan organik, atau apabila salintas meningkat, Artemia akan memakan bakteria,
detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan
memproduksi hemoglobin sehingga tampakÊ berwarna merah atau oranye. Apabila
keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi sista.
Kegunaan Dan Kebutuhan Artemia
Artemia memiliki kegunaan/manfaat yang sangat besar dalam budidaya
perikanan baik perikanan darat maupun laut. Naupli Artemia sebagai pakan dari
berbagai jenis ikan dan krustase (udang), dalam bentuk sista setiap saat siap
pakai sebagai pakan larva ikan/krustase serta memiliki nilai protein yang
sangat tinggi > 40 %.
Kegunaan Dalam Industri Perikanan
Artemia sangat dibutuhkan dalam usaha budidaya perikanan baik
budidaya laut maupun budidaya tawar terutama dalam pembenihan ikan dan udang
karena size Artemia cocok dengan size bukaan mulut larva ikan atau udang.
Artemia memiliki nutrisi alami yang baik dan dapat disediakan dalam jumlah yang
cukup, tepat waktu dan berkesinambungan melalui telur dorman/sista yang dapat
diawetkan. Alasan lain penggunaan Naupli
bagi pembenihan Ikan dan Udang antara lain: Nilai gizi yang cukup
tinggi, terutama golongan marine spesies;
ukuran relatif kecil; pergerakan Nauplii cukup lambat sehingga mudah
ditangkap; dapat diperhitungkan jumlah kebutuhan naupli; mudah dikultur;
menetas dalam waktu yang hampir bersamaan; dan dapat dipergunakan sebagai media
boosting nutrien maupun antibiotik atau bioencapsulations (Bruggeman, E.,
Sorgeloos, P., and Vanhaecke, P. 1980).
Pembenihan ikan dan udang selama ini tidak pernah terlepas dari
kebutuhan makanan alami, baik phytoplankton maupun zooplankton. Perkembangan
larva saat endogenous relatif tidak membutuhkan makanan dikarenakan cadangan
makanan masih tersedia dengan cukup dalam tubuh larva, namun pada saat stadium
exogenous, makanan dari luar sangat
dibutuhkan dimana pada stadium ini merupakan titik kritis bagi kehidupan
larva (Bruggeman, E., Sorgeloos, P., and Vanhaecke, P. 1980. Nauplii Artemia
mulai dibutuhkan umumnya pada stadium lanjutan, seperti saat mencapai Post
Larva (PL) untuk udang, dan begitu juga untuk ikan-ikan lain, teknologi
pemeliharaan
Menurut Prihadi, dkk (2005) pemerintah mengembangkan tambak udang seluas 380.355 ha, baik melalui teknologi intensifikasi maupun
ekstensifikasi. Kebutuhan benur untuk
memenuhi luasan tambak tersebut diperkirakan sebesar 55.240 milyar ekor,
sehingga untuk menunjang pakan alami benur yang ditebar dibutuhkan sista
Artemia sebanyak 398 ton. Sampai saat
ini kebutuhan Artemia dipenuhi dengan impor padahal kita memiliki teknologi
dalam budidaya Artemia di lahan garam yang sudah dikembangkan sejak tahun 1980
an.
Pemecahan masalah tersebut
dapat diatasi dengan 1) mengembangkan usaha budidaya Artemia baik secara
ekstensif maupun intensif di tambak-tambak garam maupun intensif di dalam bak,
2) memperbaiki teknik penanganan telur dan penetasannya dan 3) menyebarkan
bibit Artemia di perairan yang memenuhi syarat tetapi belum ada Artemia-nya.
Pengembangan budidaya Artemia di Indonesia agaknya cukup strategis
karena kebutuhan sista setiap tahunnya cukup tinggi baik untuk kegiatan
pembenihan ikan/udang air laut dan air tawar.
Budidaya Artemia memang sangat memungkinkan dilakukan pada salinitas
tinggi, karena pada salinitas rendah masih terlalu banyak predator, sehingga
tidak mungkin dibudidayakan. Sedikitnya
Artemia dapat dikembangkan pada salinitas minimal 70 ppt.
Saat ini pengembangan budidaya Artemia merupakan momentum yang
sangat tepat, dimana industri garam kurang menggairahkan karena harga jual yang
rendah selain tataniaga yang belum memihak kepada petambak garam. Pada saat
musim garam (tahun 2003) harga garam mencapai Rp. 50,- per kg, sementara
produksi per 1,0 Ha unit garam maksimal menghasilkan 100 ton/tahun, sehingga
harga produksi hanya mencapai 5 juta rupiah.
Karena tidak ada pilihan lain bagi petambak, maka produksi garam masih
terus dilakukan walaupun memperoleh penghasilan yang sangat minim.
Harapan ke depan, dengan adanya kegiatan pengembangan budidaya
Artemia-garam ini , ketersediaan sista maupun biomassa Artemia di dalam negeri
dapat ditingkatkan, sehingga impor Artemia yang selama ini dilakukan dapat
dikurangi dan harga Artemia di dalam negeri dapat ditekan sesuai dengan
kemampuan daya beli masyarakat pembudidaya.
.Nilai Ekonomi Artemia
Mengingat kegunaan Artemia dalam industri hatchery perikanan sangat
tinggi maka kebutuhan Artemia dalam pasar perikanan pun sangat bagus. Dengan
sendirinya nilai ekonomi Artemia sangat bagus dimana semua yang dihasilkan
dalam budidaya Artemia baik itu sista dan biomassa-nya termanfaatkan dan
memiliki nilai ekonomi dalam industri perikanan dengan harga jual yang memuaskan.
Konstruksi tambak garam dan Artemia lebih baik menggunakan
konstruksi tangga dengan memanfaatkan adanya aliran air berjalan secara alamiah
(gravitasi) dikarenakan biaya lebih murah dengan tidak memerlukan pompa lagi
dalam memindahkan air laut.
Prinsip dasar dari proses pembuatan garam yang dilakukan adalah
menghasilkan garam yang kualitasnya lebih baik. Untuk itu, diperlukan studi
lapangan yang menunjang kualitas garam dengan mendapatkan lokasi penggaraman
yang ideal, antara lain kondisi lahan/tanah yang digunakan, kemiringan, uji
laboratorium, termasuk kondisi iklim dan sebagainya, sehingga dihasilkan garam
sesuai kualitas yang diharapkan. Syarat lokasi untuk konstruksi pembuatan
tambak garam yang baik adalah sebagai berikut:
1. Data iklim dan
cuaca yang diperlukan yaitu :
® Evaporasi /
penguapan tinggi (rata-rata > 650 mm/tahun)
® Kecepatan dan arah
angin (>5 m/detik)
® Suhu udara (>32C)
® Penyinaran matahari
(100%)
® Kelembaban udara
(<50 h="" span="">50>
® Curah hujan (rendah
yaitu antara 1000 -1300 mm/tahun atau 100 mm/bulan)
® Musim kemarau
panjang yang kering tanpa diselingi hari hujan, untuk menghasilkan produksi
garam yang normal, diperlukan kemarau kering yang terus menerus atau jumlah
hari tanpa hujan minimal 140 hari (14 dekade)
2. Air laut sebagai
air baku dalam pembuatan garam harus memenuhi persyaratan :
® Kadar garam tinggi
dan tidak tercampur aliran air dari muara sungai yang tawar
® Jernih dan tidak
tercampur dengan lumpur maupun sampah
® Pada saat air laut
pasang, mudah mengalir ke saluran dan petak penampungan sehingga tidak sulit
untuk dipompa ke areal ladang garam
® Kondisi pasang surut
dan salinitas air laut. Diperlukan kondisi dengan beda pasang maksimum dan
surut minimum sekecil mungkin dan salinitas air laut sebagai bahan baku garam
antara 25 - 35 ppm.
3. Struktur dan
morfologi tanah untuk ladang garam : tanah harus kedap air, ketinggian maksimal
3 meter diatas permukaan rerata air laut dan harus cukup luas, sebaiknya untuk
luas ladang garam perorangan antara 2 - 5 Ha, sedangkan perusahaan besar
minimal 4000 Ha.
4. Topografi:
® Dikehendaki tanah
yang landai atau kemiringan kecil.
® Untuk mengatur tata
aliran air dan meminimilisasi biaya konstruksi
5. Sifat fisis tanah:
® Permeabilitas rendah
Pasir : Permeabilitas
tinggi Tanah liat : Permeabilitas rendah Retak pada kelembaban rendah
Untuk peminihan tanah liat untuk penekanan resapan air (kebocoran) Untuk
meja garamcampuran pasir dan tanah liat guna kualitas dan kuantitas hasil
produksi
5. Saluran yang baik
Agar tanah pada kolam pengkristalan tetap keras dan tidak lembek
(karena kontak langsung dengan air garam), maka pada kolam-kolam pengkristalan
harus memiliki saluran-saluran pengumpul/pembuang larutan garam sisa. Sehingga
kristalkristal garam yang telah terbentuk pada kolam-kolam pengkristalan tidak
tercampur dengan air larutan garam sisa yang juga akan melembekkan lapisan
tanah serta membuat permukaan kolam pengkristalan tidak rata.
. . Teknologi Budidaya
Artemia Di Lahan Pegaraman
Teknologi budidaya Artemia di lahan pegaraman merupakan salah satu
dari pemanfaatan pemodelan garam bermutu dengan teknik biofiltrasi dari Artemia
itu sendiri. Artemia di inokulasi (menebar bibit Artemia hidup baik dalam
stadia nauplii, Artemia muda maupun dewasa kedalam media/tambak garam) dalam
petak peminihan (petak evaporasi) I dan diharapkan dipanen pada petak peminihan
II, sehingga diharapkan air laut yang masuk kedalam petak kristalisasi sudah
bersih dari mineral Mg, Ca dan lumpur yang dapat menghasilkan garam dengan
kristal besar dan bersih. Untuk lebih jelasnya tahapan teknologi budidaya
Artemia di lahan pegaraman.
Persyaratan Dan Pemilihan Lokasi
Persyaratan dan pemilihan lokasi pada budidaya Artemia dilahan
pegaraman sama dengan pemilihan lokasi pada lahan pegaraman itu sendiri (dapat
dilihat pada sub.bab 2.1 Konstruksi Tambak Garam). Disini budidaya Artemia
merupakan suatu usaha terpadu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu
garam dengan produk samping Artemia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara
umum persyaratan dan pemilihan 30 -40 cm, memiliki iklim seperti curah hujan
rendah, suhu tinggi (sinar matahari), kelembaban rendah, angin kencang dan
terjaga dari hewan dan tanaman pengganggu.
Sumber Artemia didapat dari pembelian sista Artemia dalam kaleng
yang kemudian ditetaskan dalam wadah plastik sebagai bibit yang kemudian
diinokulasi (ditebar) dalam petak peminihan I (petak evaporasi I).
Tahapan Budidaya
Persiapan Tambak Garam Untuk Artemia
Kriteria Pemilihan Lokasi Tambak untuk Pemeliharaan Artemia
1. Tersedianya air
laut dengan kadar salinitas yang tinggi.
Diperlukan sumber air dengan salinitas 70 ppt yang dapat diperoleh
melalui proses penguapan tambak garam (tetapi air buangan dari petak
kristalisasi tidak diperbolehkan untuk digunakan karena bersifat toksik bagi
Artemia).
2. Kedalaman air yang
cukup yaitu sekurangnya 30-40 cm untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu air
terlalu tinggi.
3. Memungkinkan penambahan
air secara teratur sekali dalam seminggu tanpa mengganggu pengoperasian proses
produksi garam
4. Struktur tambak
tidak poros agar mampu mempertahankan salinitas dan kedalaman air
5. Air yang digunakan
tidak berasal dari sumber yang terkontaminasi atau tercemar termasuk
diantaranya adalah pestisida pertanian
Penyiapan Tambak
1. Disain Tambak
Tambak harus memiliki kedalaman 40 cm atau lebih. Jika tambak yang
ada dangkal maka harus digali untuk mendapatkan kedalaman yang cukup.
Memiliki struktur pemasukan air dapat berupa pintu air seperti pada
tambak ikan ataupun dapat berupa pipa yang dipasang di pematang tambak. Apapun, air harus dapat dimasukkan ke dalam
tambak secara teratur.
Struktur tanah tambak tidak poros tetapi liat dan bukan pasir
2. Pemasukan Air
(Water Intake)
Inokulasi naupli Artemia hanya dilakukan ketika salinitas air
mencapai 100-110 ppt. Sumber air dapat
berasal dari penguapan air tambak garam.
Untuk menghemat salinitas awal sebaiknya tidak kurang dari 70-80
ppt. Air masuk ke tambak Artemia harus
disaring dengan saringan dengan ukuran mesh tidak lebih besar dari 1 mm untuk
mencegah masuknya ikan predator atau larva ikan yang dapat tumbuh besar di
dalam tambak.
3. Pemupukan
Pada saat inokulasi, makanan untuk naupli Artemia sudah harus
tersedia agar kelangsungan hidup Artemia terjamin. Jika tingkat kekeruhan air 40 cm atau lebih
tinggi, tambak harus dipupuk agar phytoplankton dapat tumbuh lebih baik.
Persiapan tambak garam-Artemia sama dengan persiapan pada lahan
tambak garam dimana pemanfaatan untuk budidaya Artemia dipergunakan adalah
petak evaporasi I dan II (petak peminihan I dan II) sedangkan untuk kultur
plankton dapat dilakukan pada waduk (bozeem) yang digunakan sebagai pakan
Artemia atau penambahan bungkil kelapa atau dedak.
Persiapan / Perbaikan Tambak yang dapat dilakukan antara lain
adalah:
Pemadatan dan perbaikan pematang keliling dengan konstruksi
kemiringan pematang 30º, menghindari kebocoran dengan membuat saluran irigasi
Pengeringan dasar tanah (selama 1 – 3 minggu) Pengapuran (200 –
700 kg/Ha)
Pemupukan: Pupuk kandang (300 – 1000 kg/Ha), Urea (100 – 500 kg/Ha)
dan TSP (50 – 200 kg/Ha) Pembasmian hama (saponin/brestan 5 – 30 mg/L)
Inokulasi Artemia
Sebelum inokulasi Artemia dilakukan di lahan garam, sista sebagai
bibit harus didekapsulisasi dan ditetaskan dalam wadah plastik (Gambar 23 dan
24).
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan
terluar dari sista Artemia yang "keras" (korion). Proses ini
setidaknya akan mempermudah "bayi" Artemia untuk keluar dari
"sarang"nya. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses
disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur.
Untuk ilustrasi cara melakukan dekapsulisasi sista Artemia sebanyak
5 gram adalah: Rendam 5 g sista Artemia (kurang lebih 1.5 sendok teh) dalam 400
ml air tawar, beri aerasi, dan biarkan selama 1-2 jam, hingga sista tersebut
mengalami hidrasi dengan baik. Hal ini ditandai dengan bentuk sista yang sudah
membentuk bulatan sempurna. Kemudian tambahkan larutan pemutih sebanyak 27 ml.
Penambahan pemutih akan menyebabkan sista berubah warna menjadi coklat kemudian
manjadi putih dalam waktu kurang lebih 2 menit. Selanjutnya dalam 5-7 menit
sista akan berubah warna menjadi oranye. Apabila 95% sista telah berwarna
oranye hentikan reaksi; kemudian segera cuci dengan air bersih sampai bau
klorin hilang. Sista sekarang siap ditetaskan atau bisa disimpan dalam kulkas
untuk selama 1 minggu. Apabila akan disimpan lebih lama, sista perlu
didehidrasi kembali dengan menggunakan larutan garam 30%. Setelah didehidrasi,
sista dapat disimpan dalam kulkas untuk selama 2-3 bulan.
Setelah didekapsulisasi sista Artemia siap ditetaskan. Sista
Artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila syarat-syarat yang
diperlukannya dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah:
Salinitas antara 20-30 ppt (2-3 °Be) atau 1-2 sendok teh garam per
liter air tawar bisa ditambahkan Magnesium Sulfat (konsentrasi 20 %) atau 1/2
sendok teh per liter air.
Suhu air 26 - 28 °C. Disarankan untuk memberikan sinar selama
penetasan untuk merangsang/mempercepat proses penetasan.
Aerasi yang cukup, untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm
pH 8.0 atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue
untuk menaikkan pH.
Kepadatan sekitar 2 gram per liter. Sebelumnya dapat dilakukan
proses dekapsulisasi untuk melunakan cangkang.
Penetasan Sista
Persiapan wadah penetasan yaitu bak plastik/fiber 50 – 300 L
Aerasi menggunakan blower 25 -50 watt Media penetesan bersalinitas 26 – 30
ppt
Suhu media 26 – 32 ºC
Kepadatan penetasan sista antara 1500 – 2000 mg/L Periode
penetasan antara 18 -24 jam
Kepadatan penebaran antara 100 -300 nauplius/L
Setelah ditetaskan Artemia dapat diinokulasi dalam petak peminihan
I (petak evaporasi I) dan dipelihara dari gangguan hewan dan pemantauan dalam
salinitas baik untuk Artemia juga untuk garam sebagai hasil utama dari usaha
ini.
Manajemen Budidaya dan Produksi Artemia .Manajemen Budidaya Artemia
Dalam manajemen budidaya Artemia pada tambak garam tahapan yang
dilakukan dapat dilihat pada Gambar 25 dan Gambar 26 Manajemen tambak sangat
menentukan dalam pemeliharaan Artemia.
Beberapa tahapan manajemen tambak dalam pemeliharaan Artemia meliputi
tahap persiapan, tahap pertumbuhan, tahap ovovivipar, tahap peningkatan
salinitas dan tahap ovipar.
Tahap persiapan
® Isi tambak dengan
air laut dengan salinitas tinggi dan biarkan mengalami penguapan
® Tambak telah siap mencapai
salinitas 100 – 110 ppt dengan kedalaman air sekitar 30-40 cm dan tidak ada
lagi predator
® Jika makanan dalam
air dirasa tidak cukup perlu dilakukan pemupukan.
® Laksanakan inokulasi
naupli Artemia ke dalam tambak
Tahap Pertumbuhan
Pertahankan salinitas pada kisaran salinitas 110-120 ppt melalui
pemasukan air baru sehingga memungkinkan naupli Artemia yang diinokulasikan
tumbuh menjadi dewasa
Tahap Ovovivipar
Salinitas masih tetap dipertahankan 110 -120 ppt hingga populasi
Artemia dewasa bertambah melalui reproduksi ovovivipar. Agar dapat mencapai kondisi optimal, densitas
Artemia harus dapat mencapai 40 individu atau lebih per liter.
Tahap Peningkatan Salinitas
Salinitas air tambak ditingkatkan hingga mencapai 150 ppt melalui
penguapan, tetapi kedalaman air tetap dipertahankan.
Tahap Ovipar
Pertahankan salinitas pada tingkat 150 ppt melalui penambahan air
secara teratur. Salinitas yang lebih
tinggi akan merangsang terjadinya reproduksi ovipar sehingga sebagian besar
populasi akan menghasilkan sista.
Pertahankan pada kondisi ini sepanjang cuaca memungkinkan, dan terus
dilakukan pemanenan sista
Beberapa catatan penting dalam manajemen tambak diantaranya adalah:
1) melakukan
pemeriksaan secara teratur kedalaman air tambak dan suhu air maksimum. Kedalaman air tidak boleh kurang dari 30 cm
dan suhu air harus lebih rendah dari 38°C;
2) jika air tambak
kurang subur perlu dilakukan pemupukan menggunakan pupuk anorganik ataupun
pupuk organik.
Semua tahapan-tahapan yang dilakukan dalam skema Gambar 25 dan
26 harus dapat diatur dengan sebaiknya
sehingga pemanenan yang dihasilkan baik
Produksi Dan Pemanenan Sista Artemia
Setelah diinokulasi dalam lahan garam pemeliharaan dilakukan dengan
pemberian makanan tambahan dapat berupa bungkil kedelai, dedak, ampas tahu,
bungkil kelapa, tepung terigu, tepung ikan, dll. Frekuensi waktu pemberian
pakan adalah 1 - 4 kali/hari dengan dosis pemberian pakan adalah 1- 10 kg/Ha.
Artemia dalam waktu 3 – 4 minggu telah bertelur dimana tiap induk
Artemia akan menghasilkan 30 – 70 buah sista/nauplius dengan siklus
reproduksi adalah antara 7 – 10 hari.
Sista yang telah keluar dari lapisan pembungkusnya (yolk suck) akan
mengapung di sudut tambak. Pemanenan dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan
sore hari. Pemanenan sista dilakukan dengan gayung dan dimasukkan dalam
saringan bertingkat (250µm, 200 µm, 150 µm). Penanganan paska panen untuk sista
dicuci hingga bersih dengan air bersalinitas antara 80 – 150 ppt. Sista bersih
disimpan/direndam dalam larutan garam bersalinitas 150 – 250 ppt dan kualitas
sista dapat bertahan dalam waktu 6 – 12 bulan
disebut dengan nama penyimpanan basah.
Sedangkan penyimpanan kering adalah dengan cara sista direndam air
tawar selama 5 – 15 menit, cangkang yang mengapung dibersihkan, kemudian
dipindahkan ke larutan garam 150 -250 ppt dan dibersihkan kembali sisa
partikel-partikel kotoran lainnya yang tenggelam, dilakukan 3 kali pencucian
ulang. Sista bersih siap dikeringkan dan dikemas vacuum, penyimpanan dengan
cara ini dapat tahan sampai 3 tahun.
Produksi sista diperkirakan untuk luas tambak 1 ha produksi sista
setiap siklusnya (7 – 10 hari) adalah 50
-125 kg dengan nilai dalam rupiah 20 juta sampai 50 juta (Amarullah dan
Sriyanto, 2006).
.Produksi Dan Pemanenan Biomassa Artemia
Selain sista yang dipanen juga dilakukan panen biomass dengan menggunakan seser.
Biomassa Artemia ini dapat langsung digunakan sebagai pakan dari juvenil
ikan/udang atau ikan hias dan lainnya atau dapat dibuat flake Artemia yang
pemanfaatannya dapat tahan lebih lama.
Perdagangan garam di Indonesia sampai saat ini masih sebagian besar
impor dikarenakan produksi garam nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan garam
nasional. Garam impor untuk memenuhi kebutuhan industri sedangkan garam
konsumsi dapat dipenuhi dari produksi garam lokal bahkan ada kecenderungan over
stock saat ini karena merembesnya garam impor ke garam konsumsi sehingga
mengganggu harga pasar garam konsumsi (Sungkowo, 2006). Pusat sentra garam di
Indonesia adalah Jawa Timur dan Madura hal ini terlihat dalam Gambar 29 tentang
jalur distribusi garam di Indonesia.
Pasar Produk Artemia
Produk Artemia yang dihasilkan adalah sista Artemia dan
biomassanya. Semua itu sangat penting dalam pemanfaatannya dalam industri perikanan
yang merupakan pakan dari benur atau larva serta anak ikan dari berbagai
budidaya perikanan. Diketahui pada tahun 2003 menurut Prihadi, dkk 2005 bahwa
pada tahun 2003 diperlukan 398 ton sista Artemia untuk 55,24 milyar ekor benur
di tambak seluas 380.355 ha.
Kebutuhan Artemia sangat tinggi dari budidaya laut saja, yang
selama ini dipenuhi dari impor, sehingga pasar produk Artemia masih terbuka
sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abu dan kawan-kawan. 2002. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu.
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati. BRKP. Jakarta
Adisukresno, A. 1983. Mengenal Artemia. Balai Budidaya Air Payau,
Jepara. 83 hlm.
Amarullah, Husni dan Sriyanto, B. 2006. Teknologi Garam-Artemia dan
Produk
Terkait Lainnya. Badan pengkajian dan penerapan Teknologi. Makalah
Workshop Masa Depan Industri Garam di Indonesia
Anand, T. 1979. Cyst Production Of Artemia salina In Salt Ponds In
Thailand. National Freshwater Prawn Research and Training Centre Inland
Fiseries Division, Departement of Fisheries Ministry of Agriculture and
Cooperatives, Thailand.
Anonim. 1990. Basic Chemical Industries of Indonesia. The
Federation of Basic Chemical Industries of Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1993. Sodium Chloride dalam Chemical Index.
Anonim. Methods of Salt Production.
Anonim. Scientific Properties of Salt.
Anonim. The Salt Manufacturers’ Association. Manchester. United
Kingdom.
APROGAKOP. 2000. Posisi Indonesia dan Pengaruh terhadap Industri di
Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Baert, B., Bostels, P., And Sorgeloos, P. 1996. Pond Production on
Manual on Production and Use of Live Food of Aquaculture. FAO Fisheries
Technical Paper 361 , Rome.
Bagsaw, J. 1980. Biochemistry of Artemia Development Report on
Symposium Held In Toronto (Canada) In July 1979. The Brine Shirmp Artemia :
Universa Press, Wetteren, Belgium. (3).
BBAP, 1996. Pengembangan Usaha Produksi Kista Artemia Oleh Petambak
Garam Di Madura. Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jendral Perikanan,
Jepara.
Bossuyt, E., and Sorgeloos, P. 1980. Technological Aspects Of The
Batch Culturing Of Artemia in High Desities. The Brine Shirmp Artemia Universa
Press. Vol. 3. Ecology, Aquaculture. Use in Culturing.
Bruggeman, E., Sorgeloos, P., and Vanhaecke, P. 1980. Improvments
In The
Decapsulation Technique Of Artemia Cyst. The Brine Shirmp Artemia :
Universa Press, Wetteren, Belgium. (3), pp. 262-268.
Cholik, F., dan Daulay, T. 1985.
Artemia Salina (Kegunaan, Biologi dan Kulturnya). Indonesia Fisheries
Information System (12) : 26 hlm.
Daulay, T., dan Haniah, S. 1980. Kemungkinan Pemeliharaan Artemia
sp di Kolam atau Tambak di Indonesia. Buletin Penelitian Perikanan. Majalah
Ilmiah Perikanan Indonesia.
Dhont, J., and Lavens, P. 1986. Tank Production and Use Of ongrown
Artemia. Laboratory of aquaculture and Artemia Reference Center. University Of
Gent, BelgiumDirektorat Bina Pasar Dalam Negeri.
Deperindag. 2000. Perdagangan Garam di Indonesia. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Direktorat Industri Kimia An Organik. Deperindag. 2000. Pertumbuhan
Permintaan dan Penyediaan Garam serta Kebijaksanaan Penanganan Garam di
Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Hernanto, B. 2006. Standar Kualitas Garam dan Produk Turunannya.
Direktorat
Industri Kimia An Organik. Departemen Perindustrian. Makalah
Workshop Masa Depan Industri Garam di Indonesia
Joko Wilarso. 1995. Peningkatan teknologi proses pengolahan garam
rakyat menjadi garam industri dengan tenaga surya. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri. Semarang.
Kontara, Mintardjo, Sumeru, dan Ranoemihardjo. 1987. Teknik
Budidaya Artemia (Culture of Live Organisms with Special Reference to Artemia
Culture). INFIS, Jakarta.
Lavens P., Baert P., Sorgeloos, P., dan Smets, J. 1985. New
Development In The High Density Flo-throgh Culturing Of Brine Shirmp Artemia.
Paper at 16th Annual Meeting Of The World Marinculture Society, Orlando,
Florida. Hlm. 1-9.
Mai Soni, A.F., 1986.
Budidaya Artemia di Tambak Garam, Kabupaten Sampang,
Madura. Balai Budidaya Air
Payau Jepara. 15 p
Mai Soni, A.F., 2003.
Budidaya Artemia di Tambak Garam. Laporan Tahunan 2003. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 11 hal.
K.M. Mackay and R. Ann Mackay. 1974. Modern Inorganic Chemistry.
Intertext Books. London.
Kerry Mgruder. Halite. Guidelines for Rock Collection.
Mukidjan, R.S. 2006. Kebijakan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri di
Bidang Bina Pasar dan Distribusi. Direktorat Bina Pasar Dalam Negeri.
Departemen Perdagangan, RI. Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di
Indonesia
Persoone, G. and Sorgeloos, P. 1980. General Aspects of ecology and
biogeography of artemia. The Brine Shirmp Artemia : Universa Press, Wetteren,
Belgium. (3), pp. 3-21.
Santos, C., Sorgeloos, P., Lavina, E., and Bernardino, A. 1980.
Succesfull Inoculation of Artemia and Production Cyst in Philippines.. The
Brine Shirmp Artemia : Universa Press, Wetteren, Belgium. (3), pp. 159-163.
Prihadi, dkk. 2005. Sistem Teknologi Budidaya Artemia di Tambak
Garam di Indonesia. Presentasi
Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi. 1980. Team of
Reference. Type A. Publikasi LP. Tanah. Bogor.
PT. Garam. 2000. Teknologi Pembuatan dan Kendala Produksi Garam di
Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan.
PT. Industri Soda Indonesia. 2000. Garam Produksi. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Riley and Chester. 1971. Introduction to Marine Chemistry. Academic
Press. London.
Riley and Skirrow. 1975. Chemical Oceanograpy. Academic Press.
London.
Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil
Classification for Making and Interfreting Soil Surveys USDA. Hand Book No.436.
Sungkowo, WB. 2006. Garam.
PT. Garam , Persero. Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di
Indonesia
Syahfiri dkk (Editors). 1990. Basic Chemical Industries of
Indonesia. The Federation of Basic Chemical Industries of Indonesia. Jakarta.
Wahyuadi, IGK. 2005. Manfaat, Distribusi dan Produksi Artemia
Lokal. Dalam Temu Nasional Perbenihan Perikanan, Jepara 6-8 Desember 2005.
Dirjen Perikanan Budidaya. Jawa Tengah.
Wahyuadi, IGK dan Agung Sudaryono. 2005. Inovasi Budidaya Artemia.
Pusat Riset Perikanan Budiodaya. BRKP.
Welch, P.S. 1952. Limnology. Second Edition. New York. Toronto.
London. McGrawHill, Book Company, Inc.
0 comments:
Post a Comment