Tuesday, July 8, 2014

Peluang Bisnis dengan Budidaya Kerapu Tikus

July 08, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Hasil tangkapan nelayan juga jarang bisa bertahan hidup.  Ini lantaran alat tangkap yang digunakan kurang mendukung.  Penggunaan bubu, bagan,  atau pancing sebagai alat tangkap seringkali membuat ikan terluka gesekan atau tusukan mata pancing sehingga melemahkan kondisi tubuhnya. Menangkap hidup-hidup dengan tangan jelas sulit dilakukan. 
Budidaya kerapu tikus dapat menjadi usaha bisnis yang menguntungkan.  Selain untuk menjamin kontinuitas pasokan, target produksi pun dapat diatur sesuai permintaan pasar tanpa bergantung pada kondisi alam.  Keuntungan lain,  kerapu hasil budidaya juga akan lebih sehat dan lebih tahan hidup. 
A.   Sekilas Kerapu Tikus
Kerapu tikus (Chromileptes altivelis) hanyalah satu dari 46 spesies kerapu yang hidup di berbagai tipe habitat  perairan laut.   Ikan ini bertubuh agak pipih dan berwarna dasar abu-abu  dengan bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh.  Kepalanya kecil dengan moncong agak meruncing. Ukuran konsumsinya berkisar 0,5kg—2kg.  Di pasar internasional dia dikenal dengan nama polka-dot grouper.  Ada juga yang menyebutnya humpbacked rocked.  Selain dijual untuk konsumsi, sewaktu muda ia juga laku sebagai ikan hias dan populer dengan nama grace kelly. 
Di habitat aslinya kerapu tikus hidup di kawasan terumbu karang di perairan-perairan dangkal hingga 100 m di bawah permukaan laut. Selain   perairan karang, lokasi kapal tenggelam juga menjadi rumpon yang nyaman.  Mereka berdiam di dalam lubang-lubang karang atau menempel pada dinding karang atau rumpon dengan aktivitas relatif rendah. 
Gerak ruayanya sempit dan biasanya membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar.   Daerah penyebarannya antara lain di wilayah  perairan Pulau Sumatera, Kep. Riau, Jawa, Teluk Banten, Luwuk Banggai, Teluk Tomini,    Ambon, Ternate, Kepulauan Seribu,  Bangka, Lampung Selatan, dan beberapa kawasan terumbu karang lain. 
Lokasi budidaya kerapu tikus  di Kep. Seribu, tenang dan bebas polusi
Kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5m—3 m.  Habitat favoritnya adalah perairan dengan dasar pasir berkarang yang ditumbuhi padang lamun (seagrass)  Selanjutnya menginjak dewasa akan bergerak ke perairan yang lebih dalam antara 7m—40 m.  Perpindahan ini biasanya berlangsung siang dan sore hari.
Kerapu tikus salah satu jenis ikan laut komersial yang   mulai dibudidayakan orang, baik untuk pembenihan maupun pembesarannya. Jenis kerapu lain yang juga telah dapat dibudidayakan di antaranya  kerapu sunu atau kerapu lodi (Plectropomus leopardus dan P. maculatus),  kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan kerapu lumpur (E. suillus dan E. malabaricus). 
B.  Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi yang sesuai sangat penting bagi kelangsungan usaha budidaya kerapu tikus.  Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan di antaranya sebagai berikut :
1.         Gangguan alam
Gangguan alam misalnya ombak yang berlangsung terus-menerus, badai, dan gelombang besar, atau arus laut yang kuat.  Ombak yang berlangsung terus menerus dapat membuat lingkungan air bergelora  dan menyebabkan ikan stres sehingga mengurangi selera makan.  Badai dan gelombang besar dapat merusak dan memporak-porandakan konstruksi wadah budidaya seperti karamba jaring apung (kajapung).  Sedangkan arus laut yang kuat dapat merusak posisi karamba dan  menghanyutkan.
2.         Pencemaran
Lingkungan perairan seringkali tercemar oleh limbah  berupa bahan kimia berbahaya, sisa pestisida, plastik, detergen, atau sampah organik. Semua dapat mengganggu kesehatan dan kehidupan ikan.  Bahkan bahan kimia tertentu, terutama yang mengandung logam berat atau bahan beracun dapat mengancam kehidupan ikan dan orang yang mengkonsumsinya. 
Beberapa indikator pada perairan tercemar di antaranya kadar Biological Oxygen Demand (BOD = oksigen yang diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme aerobik yang ada  di perairan tercemar bahan organik) melebihi 5 mg/liter dalam 5 hari, kadar amonia  melebihi 0,1 ppm atau 100 mg/m3, dan total bakterinya melampaui 3.000 sel/m3. 
3 Predator
Beberapa jenis ikan dapat mengancam kehidupan dan mengganggu ketenangan ikan sehingga menyebabkan menurunnya produksi.  Ikan-ikan tersebut di antaranya ikan buntal dan ikan besar yang ganas.
Kontrol karamba perlu dilakukan setiap hari
4. Lalulintas laut
Lalulintas kapal atau perahu nelayan dapat mengganggu ketenangan usaha budidaya.  Selain itu, kapal-kapal besar juga berpotensi mencemari lingkungan perairan dengan buangan limbah atau sisa minyak yang menjadi bahan bakarnya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, lokasi budidaya sebaiknya  di teluk, selat di antara pulau-pulau berdekatan, atau perairan terbuka dengan terumbu karang penghalang (barrier reef) yang cukup panjang. Selain itu kondisi air harus jernih dan bebas dari fenomena alam arus balik (up welling).
Selain faktor-faktor tersebut, parameter fisika dan kimia perairan tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
          Kecerahan minimal 3—5 meter
          Kadar garam (salinitas) 30—33 ppt (ppt = part per thousand, atau permil)
          Suhu air 24oC—32oC
          pH air 7—9
          Kecepatan arus 20—50 cm/detik
          Kandungan oksigen terlarut (D0, dissolved oxygen)  minimal 3 ppm
          Kedalaman perairan  ideal 7—15  meter 
          Tinggi air pasang di atas  1 meter 
Secara lengkap, standar mutu perairan untuk budidaya biota laut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-02/MENKLH/1/1988.  Berdasarkan kriteria tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan memperkirakan  perairan Indonesia memiliki potensi areal yang cukup besar untuk usaha pembudidayaan kerapu, yakni seluas 506.000 ha tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.   
C. Penyiapan Kajapung
Jenis karamba bermacam-macam, tetapi kajapung (karamba jaring apung) yang terbaik.  Konstruksinya terdiri dari karamba-karamba jaring yang dipasangkan pada rakit terapung. 
1.  Pembuatan rakit
Untuk membuat kajapung, yang pertama dibuat adalah rakit apungnya. Bahan baku bisa dari kayu, bambu, pipa besi, atau paralon, dan dilengkapi pelampung untuk mengapungkannya.  Yang umum digunakan adalah bambu dan kayu.  Hendra Pramana,    direktur PT Kerapu Inti Bahari (KIP), pemilik 7 unit kajapung di Kep. Seribu,  menggunakan rakit dengan konstruksi

Rumah jaga untuk memudahkan pengawasan kayu.  Malahan kayu besi yang dipakai  khusus didatangkan  dari Sumatera.
Alasannya,  rakit  kayu  dipakai lebih lama  dibanding bambu.
Ukuran rakit  bervariasi, sesuai keinginan,  6m x 6m,  8m x 8m, atau 10m x 10m.  Namun, yang umum dibuat 8m x 8m per unit dengan 4 petak karamba berukuran 3m x 3m x 3m di bawahnya.   Dalam satu lokasi biasanya terpasang beberapa unit rakit.  Salah satu di antaranya dilengkapi rumah jaga untuk memudahkan pekerjaan perawatan dan pengawasan di lokasi.
Agar diperoleh konstruksi kokoh tanpa sambungan di tengah, Hendra menggunakan kayu berukuran panjang 8 meter per batang.  Satu unit rakit membutuhkan   minimal  10 batang.  Kayu-kayu itu kemudian dipasang sedemikian rupa hingga membentuk rakit.  Sudut-sudut rakit harus terpasang kuat dan kokoh agar tahan goncangan ombak yang dapat mengubah posisi dan bentuk rakit.  Caranya, pertemuan ujung kayu (yang membentuk sudut) dilubangi  dan dipantek dengan kayu.  Setelah itu diikat lagi dengan tali atau kawat.  Setiap persinggungan dua atau lebih kerangka pun harus diikat kuat.  Setelah kerangka selesai, pelampung dapat dipasang. 
Sebagai pelampung digunakan drum plastik, drum oli, atau pelampung stereofoam.  Hendra menggunakan pelampung stereofoam yang dibungkus plastik polietilen (PE).  Satu unit rakit minimal memerlukan 9 buah pelampung.  Tiga buah dipasang masing-masing di sisi kiri-kanan, dan  3 lagi di tengah.  Agar tidak hanyut, maka rakit dipasangi jangkar.  Satu unit rakit memerlukan 4 buah jangkar berbobot 25kg—50kg.  Jangkar ini diikatkan ke rakit menggunakan tali rakit kuat dan berdiameter 3—5 cm serta panjang 3—5 kali kedalaman rakit.  Agar lebih aman, setiap rakit ditambahkan karung berisi pasir sebagai penahan.
2. Membuat karamba jaring
Hendra menyiapkan tiga macam karamba pemeliharaan.  Karamba pendederan, karamba penggelondongan, dan karamba pembesaran. Kurungan pendederan dibuat dari bahan waring (kantung jaring bermata jaring kecil, hanya sekitar 4 mm) yang ditempatkan di dalam karamba besar.  Satu petak karamba berukuran 3m x 3m, ditempatkan dua atau tiga kurungan waring dengan kedalaman sekitar 1,5 meter.   Dengan demikan, ukuran waring yang dipakai sekitar 3m x 1m x 1,5m atau 3m x 1,5m x 1,5m.  
Karamba  penggelondongan berukuran 3m x3m x 3m.  Bahan kurungan berupa jaring PE dengan mata jaring 1 inci.  Sedangkan karamba pembesaran dibuat dengan ukuran 3m x 3m x 3m, menggunakan jaring PE dengan mata jaring 2 inci..
Sifat kanibalisme mengharuskan dilakukannya pemilahan ukuran (grading) secara rutin
Untuk membuat karamba dengan ukuran tertentu, perlu dipikirkan ukuran mata jaring dan nilai hang in ratio yang dikehendaki.  Hang in ratio adalah persentase antara  panjang jaring dalam keadaan direntangkan dengan tidak direntangkan.  Ini akan menentukan berapa panjang jaring yang akan dipakai dan berapa jumlah mata jaring setiap sisinya.  
Misalnya, untuk membuat kurungan  penggelondongan dengan mata jaring 1 inci (2,5cm)  dan hang in ratio (S) = 30%.  Maka untuk menentukan panjang sisi jaring  yang dipakai bila dalam keadaan tertarik, dipakai rumus:       
            L  = –––i––, dimana L =  panjang jaring saat direntangkan (ditarik)
                      1 – S       i =  panjang jaring tidak direntang
                               3               3
  = ––––––   =  –––––– =  4 ,3m, dengan jumlah mata jaring 430/2,5 = 172 buah           1  – 0,3       0, 7
Sedangkan kedalaman karamba dihitung dengan rumus :                            d              3                        3               3
            D  =  ––––––––– = –––––––––––– = –––––––––– = –––––––– = 4,2m
                (2S-S2)          (2x0,3 – 0,32)         (0,6-0,09)          0,51 dengan jumlah mata jaring 168 buah.
Karamba dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi berbentuk kubus tak bertutup.  Sisi-sisi yang berpasangan dirajut dengan tali plastik.  Setiap sambungan itu ditambahkan tali berdiameter 1 cm dan dirajut.  Untuk tepi bawahnya dipasangkan timah-timah berlubang berbobot khusus dengan jarak antartimah 5 cm.  Setelah itu karamba dipasangkan pada rakit yang telah disiapkan.
3. Menyiapkan Benih
a.         Syarat benih
Kondisi benih penting sekali dalam  budidaya agar hasil produksi memuaskan.  Benih harus bermutu baik, sehat, dan seragam ukurannya. Benih yang sehat biasanya berwarna cerah, geraknya lincah, aktif, nafsu makan tinggi, dan tidak ada cacat pada sirip, sisik, maupun bagian tubuh lain.
 Ukuran benih budidaya  bervariasi tergantung pada tahapan budidaya yang dilakukan.  Bila ingin memulai dari tahap pendederan, benih sebaiknya berukuran berkisar 3cm—5cm.  Untuk kegiatan penggelondongan, ukuran benih 10cm—15cm.  Benih untuk pembesaran dimulai pada ukuran 20 cm—25cm.
Benih yang digunakan bisa diperoleh  dengan beberapa cara.  Yakni menangkap langsung dari alam, membeli di nelayan penangkap/hatcheri, atau membenihkan sendiri. Benih terbaik adalah benih hasil pembenihan (hatcheri).  Baik dibeli maupun melakukan pembenihan sendiri.  Benih hasil pembenihan berjumlah banyak, ukuran lebih seragam, dan kualitasnya terjamin.    
b.         Menangkap dari alam
Untuk menangkap dari alam, perlu digunakan alat tangkap yang cukup menjamin hasil tangkapan tetap sehat dan tidak cacat.  Alat tangkap bisa berupa jaring angkat, jaring sodo, atau bubu.  Perahu dilengkapi palka air untuk menyimpan benih selama berada di laut. Untuk aerator, beberapa perahu menggunakan cara sederhana.  Yakni dengan sistem pemasukan dan pengeluaran air selama perjalanan.  Caranya pada lubang pemasukan air di bagian depan dan pengeluaran di bagian belakang,  dipasangi pipa bambu atau selang plastik berdiameter 0,5 inci berujung runcing.  Paralon di pemasukan air dipasang tegak  dengan bagian runcing menghadap ke
Makan dua kali sehari, pagi dan sore depan.  Sedangkan paralon di pengeluaran dipasang
miring ke belakang dengan bagian runcing agak ke bawah. 
Bila tidak ada fasilitas itu, bisa dipakai wadah ember dan dilengkapi aerator untuk keperluan oksigen.  Ada juga yang menempatkan wadah keranjang di sisi perahu sebagai penampungan sementara dalam perjalanan di laut. 
Sebelum dipelihara di karamba, benih  ditempatkan di penampungan sementara untuk tindakan desinfeksi.  Caranya benih direndam dalam air mengandung antiseptik atau antibiotik.  Bisa  dengan Prevuran, Tetrasiklin, atau Chloramphenicol dengan dosis 15—50 ppm selama minimal 1 jam.  Ini dimaksudkan untuk menghindarkan infeksi bakteri akibat luka goresan pada tubuh waktu penangkapan dan pemindahan benih.
c. Produksi benih sendiri
Di Indonesia usaha pembenihan kerapu sudah banyak dilakukan.  Di antaranya di Situbondo oleh  PT Putri Cendana Prima, di Buleleng, Bali oleh  PT Hema Karuna Citra, dan di Kalianda, Lampung.  Teknologi pembenihannya dikembangkan oleh Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung dan Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Situbondo.
Menyiapkan induk
Induk  yang dipakai  biasanya berasal dari tangkapan alam.  Syaratnya, induk harus sehat, tidak cacat fisik,  dan telah mencapai ukuran dewasa (lebih dari 1,5 kg untuk betina dan 3 kg untuk jantan).  Semakin berat induk semakin besar gonad, sehingga produksi telurnya juga makin banyak.  Ikan kerapu biasanya bersifat hermaprodit protogini, yakni mengalami perubahan kelamin. Pada umur 1,5—2,5  tahun induknya  berkelamin betina. Sedang 2,5 tahun ke atas berkelamin jantan. 
Sebelum dipijahkan, induk tangkapan alam itu perlu  dikondisikan selama minimal 6 bulan.  Selain untuk mengkondisikan induk, juga untuk mematangkan kelaminnya dan pergantian seksual.   Pemeliharaannya bisa dilakukan di darat menggunakan bak terkendali atau  di laut dengan kurungan apung.  Di BBL Lampung pemeliharaan induk di bak terkendali ditujukan untuk pemijahan alami dengan manipulasi lingkungan. Pemeliharaan di laut bertujuan untuk pematangan induk dan peralihan jenis kelamin. 
 Bak sebaiknya berbentuk lingkaran dengan saluran air masuk dari sisi yang satu, dan saluran pembuangan di tengah dasar bak pada sisi berlawanan.  Bahannya  bisa berupa  semen atau fiberglass.  Ukuran bak 50—100 m3, dengan kedalaman air tidak kurang dari 2,5 meter.  Bak dilengkapi sistem air mengalir 24 jam sehari untuk menjamin pergantian air kontinu. 
 Kurungan atau karamba apung berukuran 3m x 3m x 3m, dibuat dari bahan jaring PE bermata 2 inci.   Keuntungan menggunakan kurungan apung adalah  tidak membutuhkan sumber listrik untuk pompa air dan blower, kualitas air tetap baik, perawatan mudah, dan ikan lebih cepat beradaptasi di lingkungan baru.  Penggantian jaring hanya dilakukan sebulan sekali atau dipercepat bila jaring lebih kotor.
 Sebelum dipelihara induk tangkapan alam dimasukkan dulu dalam bak karantina untuk dilakukan pengobatan luka atau penyakit.  Pengobatan dilakukan dengan cara perendaman antibiotik.  Di antaranya menggunakan Sulfanomida 50 ppm selama 3—4 jam, Neomycin Sulfat 50 ppm selama 1—2 jam, Chlorampenicol 50 ppm selama 1—2 jam, atau dengan Acriflavin 100 ppm selama 1 jam.  Bisa juga mengoleskan luka dengan 5 ppm Treflan, diulang selama beberapa hari.  Atau secara oral dengan oxytetracyclin yang dicampur pakan berdosis  0,5 gr per kg pakan selama 7 hari.
Pada masa pemeliharaan  induk dikondisikan dengan pakan dan vitamin yang cukup.   Menurut  Ir. Muhammad Murdjani, MSc., Kepala LBAP Situbondo, pakan yang diberikan berupa ikan rucah berkadar lemak rendah dan berprotein tinggi.  Jenisnya bisa berupa cumi segar, layang, selar, tanjan, japun, dan lemuru.  Dosisnya, di luar musim pemijahan sebanyak 3%—5% dari total bobot badan ikan per hari.  Sedangkan pada musim pemijahan diturunkan menjadi 1%.  Pemberiannya 1—2 kali sehari pagi dan/atau sore hari.  Vitamin diberikan seminggu sekali berupa vitamin E untuk memperlancar kerja fungsi sel kelamin, vitamin C untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan mempercepat kematangan gonad, dan vitamin B kompleks untuk meningkatkan nafsu makan.  Pemberiannya dilakukan dengan mencampur vitamin pada pakan.  Dosisnya 3 mg vitamin E, 1000 IU vitamin C, dan 1—2 mg per kg pakan untuk vitamin B.
Setelah kondisi induk prima, dilakukan seleksi induk.  Induk terpilih  telah matang gonad (matang kelamin).  Deteksi kematangan induk dilakukan dengan mengamati kualitas kematangan telur dan sperma.  Pada induk jantan, sperma dapat diperoleh dengan mengurut bagian perut ikan (stripping).  Sedangkan telur induk betina diperoleh dengan cara kanulasi.  Yakni memasukkan selang plastik (kateter) berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 5cm—10cm, kemudian diisap untuk mendapatkan telur.  Telur dan sperma yang diperoleh itu kemudian diamati kualitas dan tingkat kematangannya. Telur siap pijah biasanya berdiameter 450 mikron atau lebih.  Sedangkan sperma siap pijah bila berwarna putih susu dan kental.
Pemijahan
Pemijahan dilakukan dengan dua cara, yakni memanipulasi lingkungan dan dengan sistem rangsangan hormonal.  BBL Lampung dan LBAP Situbondo biasanya hanya menggunakan sistem manipulasi lingkungan saja.  Sebab menurut Ir. Much. Abdul Rachman dari LBAP Situbondo, sistem ini benar-benar meniru kebiasaan pemijahan kerapu tikus secara alami di alam.  Dengan demikian induk hanya akan mengeluarkan sperma dan telur yang masak dan berkualitas.  Selain itu teknik pelaksanaannya   mudah dan relatif murah.     Kerugiannya, ikan hanya dapat bertelur di saat gelap ketika  tidak ada bulan. Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 bulan berikutnya.
Untuk melakukan pemijahan dengan manipulasi lingkungan, induk yang telah matang kelamin  ditempatkan di bak pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 2.  Dalam satu bak sebaiknya dimasukkan beberapa pasang induk.  Sebab dari pengamatan yang dilakukan BBL Lampung diketahui, peluang keberhasilan pemijahan secara berkelompok lebih besar daripada satu pasang setiap bak.
Induk di dalam bak kemudian diberi rangsangan atau kejutan  faktor lingkungan dengan teknik penjemuran dan air mengalir.  Metode penjemuran dilakukan dengan menurunkan permukaan air pada siang hingga sore hari sampai kedalaman air bak  tinggal  40—50 cm.  Pada petang hari permukaan air dinaikkan dan air dialirkan sepanjang malam hingga memenuhi kapasitas bak.
Perlakuan  ini dilakukan setiap hari.  Dengan cara itu, intensitas sinar matahari  pada siang hari dapat mengenai tubuh ikan secara langsung, otak kecil terangsang untuk menghasilkan hormon-hormon pemijahan yang memacu pematangan kelamin.  Perubahan suhu secara drastis 2oC—5oC setiap hari juga akan berperan serupa untuk merangsang kelamin berproduksi.   
Biasanya tiga bulan setelah perlakuan itu, ikan mulai memijah. Pemijahan  terjadi pada malam hari antara pukul  22.00—02.00.   Jumlah telur yang dihasilkan berbeda-beda menurut ukuran tubuh induk.  Induk berbobot 1 kg rata-rata menghasilkan 200.000—300.000 butir dalam satu siklus pemijahan.  Malahan ada induk yang bisa menghasilkan 1-juta—1,5juta telur.  Biasanya tingkat  pembuahan yang dicapai 50%—70%.   Telur yang dibuahi berwarna bening, melayang di badan air, atau mengapung di permukaan air.
Di LBAP Situbondo, bak dibuat sedemikian rupa sehingga bila ada telur, maka telur yang baik akan mengambang dan mengalir  ke bak penampungan telur berbentuk segitiga yang terletak di tengah. Telur yang tidak terbuahi dan kurang baik (berwarna putih dan keruh) akan mengendap di dasar bak dan dibuang bersama kotoran pada pagi hari. 
Telur yang telah terkumpul selanjutnya dipindahkan ke dalam bak penetasan atau bak pemeliharaan larva.  Bak penetasan dan pemeliharaan larva berupa bak semen atau bak fiberglas dengan ukuran 10m3—20m3 dan dilengkapi aerasi.  Suhu air bak yang sesuai untuk penetasan berkisar 27oC—29oC.   Padat penebaran 40—60 butir per liter.  Biasanya di tempat ini telur akan menetas dalam 18—22 jam setelah terjadi pembuahan   dengan tingkat  penetasan mencapai 60%—70%.  Dengan tehnik ini sepanjang tahun bisa dihasilkan benih kerapu. 
Bagi pengusaha yang punya modal, pemijahan dapat juga dilakukan dengan teknik rangsangan hormonal menggunakan hormon gonadotropin atau HCG (Human Chlorionic Gonadotropin) dan Puberogen yang kini dipasarkan secara bebas.  Ikan bisa dipijahkan setiap saat.  Hanya saja harga hormon HCG dan Puberogen sangat mahal, sekitar USD 200 per gram. Lagipula menurut Abdul Rachman, rangsangan hormonal mengakibatkan perubahan tingkah laku reproduksi induk ikan, yaitu tidak akan bertelur kecuali disuntik.
Perangsangan hormonal dilakukan dengan penyuntikan hormon ke dalam tubuh induk.  Dosis penyuntikan 1.000—2.000 IU HCG + 75—150 RU per kg bobot induk.  Penyuntikan dilakukan pada bagian otot daging (intramuskular).  Baik melalui selaput dinding perut (intraperitonial), melalui rongga dada (chest cavity) , dan melalui pangkal sirip pectoral. Penyuntikan hanya dilakukan satu kali saja, yakni pada pagi hari.
Biasanya 40—45 jam setelah penyuntikan, induk akan memijah.  Pemijahan berlangsung pada malam hingga dini hari.   Telur selanjutnya diseleksi, dan telur yang dibuahi dipindahkan ke bak penetasan/pemeliharaan larva. Telur akan menetas dalam waktu  18—22  jam.
Larva kerapu tikus yang baru menetas mempunyai panjang 1,69mm— 1,79 mm.  Biasanya cadangan makanan berupa kuning telur terserap habis saat larva berumur 3 hari (D.3).  Dengan demikian larva memerlukan pasokan makanan dari luar.  Makanan yang dapat diberikan berupa rotifera (Brachionus plicatitis), Artemia salina, atau zooplankton lain yang mempunyai nilai nutrisi tinggi dan cocok dengan bukaan mulut larva. Untuk menjaga keseimbangan kualitas air  dan pakan rotifera dalam bak pemeliharaan, diberikan pula fitoplankton  Chlorella sp dan  Tetraselmis chuii.
 Chlorella diberikan sejak larva berumur D.1 dengan kepadatan sebanyak 1—5 x 105 sel/ml.  Rotifera dengan kepadatan 5—20 ekor/ml diberikan sejak umur D.3—D.15.   Selanjutnya kepadatan rotifera dikurangi menjadi 3—5 ekor/ml sampai ikan berumur D.25—D.30.   Selain itu diberikan pula nauplii artemia 0,5—3 ekor per ml hingga umur D.20.  Pada umur D.25—D.35 mulai diberikan artemia muda dengan kepadatan 0,5—1 ekor per ml.   Benih umur D.35—D.45 diberi pakan artemia dewasa dan udang jambret.
d.  Membeli di produsen/hatcheri
Saat ini banyak hatcheri yang menjual benih kerapu tikus.  Beberapa alamat yang menyediakan  benih kerapu tikus, di antaranya sebagai berikut.
          Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung, Desa Hanura, Kec. Padang Cermin
            Lampung Selatan
          Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Situbondo, Jln. Raya Pecaron, Panarukan, Situbondo
          PT Putri Cendana Prima, Jln. Sumatera No. 136, Surabaya
          PT  Halim Saripe Dinamika Perumahan Taman Harapan Indah Blok FF Lt. 7 B,  Jakarta
4.   Teknik Pemeliharaan
Ada tiga kegiatan pemeliharaan, yakni pendederan, penggelondongan, dan pembesaran.  a.   Pendederan
Biasanya benih mulai dipasarkan untuk dibesarkan setelah berumur 45 hari, saat  berukuran 2cm—3 cm dengan bobot rata-rata 1,2 gram.  Pada umur ini biasanya ukuran larva tidak seragam, masih kanibal, dan cenderung berkumpul di satu tempat. Tingkat kematiannya masih tinggi.  Karena itu perlu dipelihara secara khusus di bak terkendali atau di karamba jaring apung.
Pendederan di bak terkendali memudahkan penanganan dan pengawasan benih.  Penebaran benih dilakukan pagi atau sore hari untuk menghindari stres karena kondisi lingkungan.  Sebelum dilepas di bak, benih diaklimatisasi dulu dengan cara plastik kemas berisi benih ditempatkan di sisi bak selama 0 ,5—1 jam agar terjadi penyesuaian suhu lingkungan secara perlahan. Kemudian kantung dibuka dan sedikit demi sedikit dimasukkan air bak pendederan hingga kondisi airnya menjadi sama.  Dengan demikian ikan dapat keluar sendiri  ke bak. 
Padat penebaran di bak pendederan 1—3 ekor per liter.   Kondisi aerasi harus berlangsung lancar sepanjang hari dengan sistem air mengalir.  Ini dimaksudkan agar pergantian air dapat berlangsung sempurna, minimal 200% per hari.  Untuk mengurangi penurunan kualitas air akibat sisa pakan, dilakukan penyiponan (mengeluarkan sisa pakan dan kotoran lain dengan cara diisap menggunakan selang).  Penyiponan dilakukan setiap hari, setelah selesai pemberian pakan.
Pendederan di waring apung juga harus melalui proses aklimatisasi dengan cara yang sama.  Padat penebaran benih di waring apung 300—500 ekor per kantung waring atau 70—80 ekor/m3.    Kemudian setelah masa pemeliharaan 1,5—2 bulan kepadatan dikurangi menjadi 150 ekor per kantong waring.  Kepadatan 150 ekor ini dipertahankan sampai masa pemeliharaan benih berumur 3—4 bulan. 
Selama pendederan, ukuran pakan yang diberikan sesuai dengan bukaan mulut ikan.  Jenisnya bisa  berupa rebon segar (udang kecil berukuran sekitar 1 cm, red) dan daging ikan segar yang digiling.  Frekuensi pemberiannya 4 —5  kali per hari sampai ikan benar-benar kenyang.
b.         Penggelondongan
Setelah 3—4 bulan di pendederan, bibit telah mencapai ukuran 25gram—50 gram per ekor.  Karena itu  bibit dapat dipindahkan ke dalam karamba penggelondongan yang telah disiapkan.   Padat penebaran dalam tahap ini sebaiknya 70—80 ekor per m3  yang menggunakan jaring PE 0,5—1 inci.  Jaya Suryana di Lampung menggunakan mata jaring 1cm pada tahap ini.  Sedangkan PT  Kerapu   Inti Bahari di Kep. Seribu menggunakan jaring berukuran 1 inci dengan padat penebaran 40—50 ekor/m3.
Pada tahap ini ikan diberi pakan ikan rucah yang dipotong atau dicacah kecil-kecil sesuai bukaan mulut.  Jaya Suryana memberikan pakan berupa daging ikan tanjan, petek, teri, dan kembung.  Dosis  10% dari total bobot badan ikan dan diberikan minimal 2 kali sehari, pagi dan sore.   Selain itu Jaya juga memberi tambahan vitamin seminggu sekali yang diberikan bersama pakan.  Vitamin yang digunakan  adalah  Amolovit dengan dosis 1 gr per kg pakan  dan Probiotik 1—2 cc per kg pakan.
c.         Pembesaran
Biasanya setelah 2—3 bulan di karamba penggelondongan, bibit
Rebon dan teri,  pakan kerapu tikus telah mencapai ukuran 75gram—
100 gram.  Pada saat ini ikan dapat
dipindahkan ke karamba pembesaran.  Padat penebaran yang dianjurkan BBL Lampung 40—50 ekor/m3.  Namun Jaya menggunakan padat penebaran 25—30 ekor/m3.
Pada tahap ini  pakan yang diberikan Jaya tetap berupa ikan rucah. Dosis pakannya kali ini hanya 5%—8% dari total berat ikan per hari. Pemberiannya dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore.  Selain pakan, Jaya juga tetap memberi tambahan vitamin seminggu sekali.  Biasanya dalam 5—6 bulan di karamba pembesaran ikan akan mencapai ukuran konsumsi (500—800  gram/ekor ).
Selain ikan rucah, sebenarnya ikan dapat diberi pakan buatan berupa pelet.   Malahan pakan pelet memiliki keunggulan.  Selain memiliki komposisi formula lengkap, termasuk vitamin dan mineral sesuai kebutuhan, pelet juga dapat disimpan lama.  Hanya saja saat ini belum banyak yang memproduksi pelet untuk pakan kerapu.  Di Loka Penelitian Air Payau Gondol, Bali pun pakan pelet masih dalam tahap penelitian.
d.         Pengelolaan lain
Beberapa kegiatan pemeliharaan lain yang penting dilakukan adalah penggolongan ukuran (grading) dan penggantian jaring.   Grading dilakukan karena pertumbuhan ikan ini seringkali tidak seragam, padahal kerapu tikus bersifat kanibal.  Sifat buasnya itu akan menonjol apabila terjadi perbedaan ukuran.  Tidak hanya memangsa yang kecil, tetapi juga menjadi penguasa di situ.  Sehingga ikan kecil akan tersisih dalam segala hal, termasuk dalam persaingan makanan.  Untuk mencegahnya, perlu dilakukan penyeragaman ukuran setiap 2—4 bulan sekali.
Perawatan dan pengontrolan jaring perlu diperhatikan.  Jaring yang kotor dapat menghambat sirkulasi air dan oksigen.  Bila dibiarkan hal ini akan menghambat pertumbuhan ikan.  Tak hanya itu,  adanya tritip dan lumut juga dapat menjadi sarang penyakit.  Kasus sirip sobek atau cacat juga tak lepas dari masalah ini.  Karena itu jaring harus diganti minimal setiap 2 minggu sekali.  Jaring yang kotor dijemur sampai kering kemudian dicuci bersih, lalu dijemur lagi sampai kering.  Setelah itu jaring siap dipakai kembali.
Ikan juga harus dihindarkan dari kondisi stres yang menurunkan nafsu makan.  Bahkan dalam kondisi lebih buruk dapat menyebabkan ikan muntah-muntah sehingga menghambat pertumbuhan.  Stres terjadi karena goncangan air, atau perubahan kondisi lingkungan mendadak.  Permukaan jaring juga sebaiknya ditutup bilik  atau shading net agar kondisi dalam karamba menjadi gelap. Hal ini karena kerapu tikus  bersifat nokturnal ( aktif malam hari ).
Hindarkan pula penempatan unit karamba di dekat lokasi tambak.
Masuknya air tawar ke lokasi budidaya dapat menurunkan kualitas air. Ikan menjadi rentan serangan bakteri Vibrio sp yang menyebabkan penyakit vibriosis. Untuk vibriosis yang ditandai sirip dan kulit memborok dan daging pecah-pecah dapat diobati dengan antibiotik/antiseptik.  Aplikasinya melalui perendaman dalam larutan Prefuran atau Nitrofurazone 15 ppm selama minimal 4 jam.  Bisa juga secara oral dengan oxytetracyclin sebanyak 0,5 gram per kg pakan selama 7 hari.    Sisa pakan yang tidak dimakan ikan juga harus dibuang.    Sebab kalau tidak, ikan lain dapat menyambar dari luar sehingga memuat jaring bolong.  
5 . Panen
Panen umumnya disesuaikan dengan ukuran yang dikehendaki pasar. Ukuran konsumsi ikan kerapu  500gram—800 gram.  Rata-rata hasil panen untuk 1 unit karamba yang terdiri atas 4 buah petak pembesaran berukuran 3m x 3m x 3m adalah 2ton—2,5 ton dengan perkiraan kematian alami 5%—10%. 
Pada hari pemanenan, pemberian pakan dihentikan.  Selanjutnya tali pemberat pada karamba dilepas dan jaring diangkat perlahan-lahan. Setelah itu ikan dipindahkan ke atas kapal   yang dilengkapi palka khusus untuk menampung ikan.  Atau langsung dikemas di atas rakit secara tertutup menggunakan plastik berisi air dan oksigen.  Setiap plastik berisi 5—6 ekor ikan, diberi obat penenang dan desinfektan, lalu diangkut ke darat. 
Di darat ikan dimasukkan ke bak penampungan berisi air dengan suhu sekitar 19oC—20oC.  Di sini ikan dipuasakan selama beberapa hari sebelum dikemas lagi untuk dikirim ke eksportir atau langsung dipasarkan ke  luar negeri. ***

0 comments:

Post a Comment