Thursday, June 12, 2014

GARAM MERUPAKAN KOMODITAS PENTING

June 12, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Garam adalah salah satu komoditas strategis, selain sebagai kebutuhan konsumsi juga merupakan bahan baku industri kimia seperti soda api, soda abu sodium sulfat dan lain-lain. Tanpa garam, manusia tidak mungkin hidup, karena garam bertindak sebagai pengatur aliran makanan dalam tubuh, kontraksi hati dan jaringan-jaringan dalam tubuh. Dalam tubuh orang dewasa, mengandung sekitar 250 gram garam.
Garam atau lebih dikenal dengan nama garam meja, termasuk dalam kelas mineral halida atau dikenal dengan nama halite, dengan komposisi kimia sebagai Natrium Klorida (NaCl) terdiri atas 39,3% Natrium (Na) dan 60,7% Klorin (Cl). Garam ini, umumnya berada bersama gypsum dan boraks, sehingga akan terendapkan setelah gypsum terendapkan pada proses penguapan air laut. Nama halite berasal dari Greek “hals meaning salt” (Kerry Magruder, Guidelines for Rock Collection).
Beberapa sifat garam atau Natrium Klorida yaitu bisa berbentuk kristal atau bubuk putih dengan sistem isomerik berbentuk kubus, bobot molekul 58,45 g/mol, larut dalam air (35,6 g/100 g pada 0°C dan 39,2 g/100 g pada 100°C). Dapat larut dalam alkohol, tetapi tidak larut dalam asam Klorida pekat, mencair pada suhu 801°C, dan menguap pada suhu diatas titik didihnya (1413°C). Hardness 2,5 skala MHO, bobot jenis 2,165 g/cm3, tidak berbau, tidak mudah terbakar dan toksisitas rendah, serta mempunyai sifat higroskopik sehingga mampu menyerap air dari atmosfir pada kelembaban 75% (Chemical Index, 1993). 
Garam alami selalu mengandung senyawa Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Magnesium Bromida, dan senyawa runut lainnya, sehingga warna garam selain merupakan kristal  transparan  juga  bisa  berwarna kuning, merah, biru atau ungu. Garam banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam industri dan diestimasikan sekitar 14.000 produk menggunakan garam sebagai bahan tambahan (The Salt Manufacturer’s Association, United Kingdom).
.  Kandungan Garam
Sebelum mengkaji cara meningkatkan mutu garam rakyat perlu dilihat dulu komposisi air laut pada salinitas 35 ppt (3,5°Be) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel  1.  Komposisi Air Laut pada Salinitas 35 ppt
No.
Ion
gram per kg air laut
1.
Cl-
19,354
2.
Na+
10 , 77
3.
K+
0,399
4.
Mg2+
1,290
5.
Ca2+
0,4121
6.
SO42-
2,712
7.
Br-
0,0673
8.
F-
0,0013
9.
B
0,0045
10.
Sr2+
0,0079
11.
IO3-, I-
6,0x10-5
Sumber: Riley and Skirrow , 1975
Air laut dengan kadar rata-rata seperti diatas mempunyai sifatsifat/kelakuan kristalisasi berdasarkan perbedaan kepekatan, seperti yang tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Kepekatan dan Senyawa yang Terendapkan dari Air Laut
Tingkat kepekatan (ºBe)         Giliran
Mengkristal/Mengendap
3,00–16,00      Lumpur/Pasir/Fe2O3/CaCO 3
17,00–27,00    Gips (Kalsium Sulfat)
26,25–35,00    Natrium Klorida
27,00–35,00    Garam Magnesium
28,50–35,00    Natrium Bromida
Sumber: Riley and Skirrow (1975) dan PT Garam (2000)
Apabila pada proses pembuatan garam yang dilakukan hanya berdasarkan cara yang umum dilakukan pada proses penggaraman rakyat yaitu cara evaporasi total, produk garam yang dihasilkan kadar NaCl-nya  kurang dari 80 %.
Jika dikaitkan dengan kadar NaCl sebagai komponen utama garam yang diinginkan maka jika tidak dilakukan pengolahan, NaCl yang dihasilkan dari air laut standar adalah sebesar 27,393 g/kg air laut yang salinitasnya 35 ppt, atau dengan kata lain NaCl yang dihasilkan kadarnya hanya 78,266 % (tanpa memperhitungkan kadar airnya), berarti tidak memenuhi kategori yang diinginkan yaitu kualitas I dan II.
Jenis Garam
Berdasarkan pemanfaatannya garam dikelompokkan atas dua kelompok yaitu garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi berdasarkan SNI kandungan NaCl-nya minimal 94,7%, Sulfat, Magnesium dan Kalsium maksimum 2%, dan kotoran lainnya (lumpur dan pasir) maksimum 1% atas dasar persen berat kering (dry basis), serta kadar air maksimal 7%.
Sumber garam antara lain dari air laut, air danau asin, deposit dalam tanah/tambang dan dari sumber air garam.
Kualitas garam dapat diklasifikasikan berdasarkan kandungan NaCl dan kandungan airnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dibedakan 3 (tiga) kualitas garam, yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas Garam Berdasarkan Kandungan NaCl
No.      Substance        Ks
Kualitas I        NaCl>98%      Kandungan Air Maksimum 4%
Kualitas II       94.4%      Kandungan Air Maksimum 5%
Kualitas III     NaCl<94 span="" style="mso-tab-count: 1;">      Kandungan Air >5%
            Sumber: PT Garam (2000)
Untuk menghasilkan garam dengan mutu baik, maka senyawa-senyawa Kalsium dan Magnesium serta Sulfat harus terlebih dahulu diendapkan. Pada garam rakyat yang memanfaatkan model penguapan total, kadar garam tertinggi yang dapat dihasilkan relatif jarang mencapai 90%, sehingga dibutuhkan perlakuan-perlakuan khusus agar dihasilkan garam dengan kualitas tinggi.
Dengan mengurangi secara keseluruhan kandungan Kalsium, Magnesium dan Sulfat, kandungan NaCl pada garam dapat ditingkatkan menjadi
98,49% (kadar air tidak diperhitungkan), dan bila 75% dari kadar Kalsium, Magnesium dan Sulfat dikurangi maka kandungan NaCl pada garam yang dihasilkan sebesar 95,06%. Tahapan-tahapan pengendapan senyawa dalam air laut dapat dilihat pada Tabel 4.
Hal ini sangat diperlukan karena bila mampu menghasilkan garam yang bermutu tinggi dengan kadar NaCl lebih dari 95%, Indonesia dapat mengantisipasi untuk tidak perlu lagi mengimpor garam berkualitas atau malah sebaliknya Indonesia dapat merencanakan usaha nasional sebagai swasembada garam bahkan sebagai pengekspor garam bermutu terkemuka di dunia.
Garam dengan kadar NaCl > 95%, masyarakat bisa membuatnya asal menggunakan cara-cara yang diterapkan untuk mengurangi kandungan Kalsium, Magnesium dan Sulfatnya. Sebagai manfaat langsung pada penghidupan masyarakat adalah dengan program peningkatan mutu garam akan dapat meningkatkan diversifikasi sumber penghasilan masyarakat dan Pemerintah Daerah.
.Kualitas Garam Konsumsi
Kualitas garam konsumsi seperti yang telah disebutkan diatas yaitu menurut SNI adalah minimal mengandung NaCl sebesar 94,7 % yang masuk kedalam kisaran kualitas baik atau K II. Garam konsumsi selain mempunyai nilai sesuai dengan SNI juga harus mengandung iodium sebesar 30 – 80 ppm, oleh karena itu dalam proses pembuatannya harus ada iodisasi yaitu penambahan iodium dapat dilihat dalam sub bab 2.4.
.Kawasan Pegaraman
.Eksisting Kawasan Pegaraman
Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi hingga saat ini pembuatan garam terutama masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura. Potensi luas lahan pegaraman di Indonesia mencapai ± 33.625 ha tetapi baru sekitar 17.623 ha (52,4%) yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi garam. Lahan garam tersebut tersebar di 7 propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sulsel, NTB, NTT. dan Sulteng sebagaimana
Tabel 5. Data Areal dan Produksi Garam
No.      Propinsi           Dati II Luas Lahan (Ha)         Produksi 2002 Keterangan
                                    Nominatif        Produktif         Ton/Ha            Ton      Prosen
1.         ACEH 4                                              10.000 0 ,9%  
2.         JAWA BARAT          3          2.787   1.746   74        130.000           11,9%  Dimasak
3.         JAWA TENGAH       5          3.249   3.248   68        220.000           20 ,2%
4.         JAWA TIMUR           10        13.047 9.713   59        570.000           52 ,2%
5.         BALI  3                                              2.200   0,2%    Dimasak
6.         NTB    3          1.574   1.052   58        61.000 5,6%    )  Sebagian
7.         NTT     12        9.704   304      33        10.000 0,9%    )  di masak
8.         SULSEL         7          1.264   1.260   56        70.000 6 ,4%  
9.         SULTENG      4          2.000   300      60        18.000 1 ,6%  
            TOTAL           51        33.625 17.623 62        1.091.200 100,0 %     
                        Sumber: Deperindag 2003     
.Potensi Pengembangan Kawasan
Potensi pengembangan kawasan industri garam di Indonesia untuk intensifikasi tetap terpusat di Jawa dan Madura dimana pasar dari garam dan Artemia itu sendiri sudah terbentuk, sedangkan ekstensifikasi adalah ke wilayah timur Indonesia yang memiliki iklim dan cuaca yang sesuai dalam proses pegaraman.
Daerah potensial untuk pengembangan lahan pegaraman baru diperkirakan ada sekitar 13.000 ha yang tersebar di berbagai daerah terutama 1) Jawa Timur yaitu Kab. Sidoarjo, Kab. Sampang dan Kab. Pamekasan, 2) Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu Kab. Lombok Timur dan Kab. Sumbawa, 3) Nusa Tenggara Timur (NTT) yaitu Kab. Kupang, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat dan Kab. Manggarai serta 4) Sulawesi Selatan (Sulsel) yaitu Kab. Jeneponto, Kab. Pangkep dan Kab. Takalar. Jika ditinjau dari kondisi iklimnya, NTT merupakan salah satu daerah paling potensial namun demikian daerah ini masih minim dalam infrastruktur.
Kondisi Iklim di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah sebagai berikut: Suhu udara rata-rata ± 27°C, tertinggi 36°C dan terendah 16 °C Kelembaban tahunan rata-rata 72%, maksimum 74% dan terendah 70%. Kecepatan angin rata-rata: 4,9 m/detik, maksimum 28,1 m/detik serta angin bertiup south east (tenggara) – north west (barat laut). Penguapan tahunan rata-rata: 2.073,6 mm dan penguapan dimusim kemarau (April-Oktober) 1.313 mm (dibandingkan dengan Madura ± 650 mm & Australia ± 1800 mm). Masa musim kemarau yang panjang: 6-8 bulan (di Madura 4 – 6 bulan dan di Australia 10 bulan), Curah Hujan rata-rata: ± 1.030 mm (dibanding dengan Madura ± 1.260 mm dan Australia ± 200 mm)


PROSES DASAR PEMBUATAN GARAM
.Teknologi Dan Proses Pembuatan Garam Konsumsi
Bahan baku pada pembuatan garam terutama adalah air laut, diperlukan teknik-teknik khusus agar mineral-mineral yang kurang dikehendaki dapat dipisahkan. Mineral yang cukup banyak di dalam garam yang berasal dari air laut adalah Natrium, Magnesium, Kalsium, Klorida dan Sulfat. Apabila Kalsium dan Magnesium dapat dipisahkan, maka Sulfat-nya juga akan terikut sehingga diharapkan garam yang dihasilkan mengandung kadar NaCl  > 95%.
Untuk proses pembuatan garam dibutuhkan lahan yang dekat dengan laut, mempunyai porositas tanah rendah atau tanahnya tidak berpasir. Sumber air laut yang digunakan harus bersih/tidak terkontaminasi dengan air limbah kota. Selain itu topografi dan sifat fisik tanah serta iklim sangat berpengaruh pada proses pembuatan garam evaporasi.
Lahan untuk garam dibuat berpetak-petak untuk memisahkan bahan garam yang kualitasnya rendah dengan kualitas yang lebih baik. Selain itu, dibutuhkan bahan kimia pembantu atau dengan treatment biologi (budidaya Artemia) agar material yang kurang diinginkan dapat dipisahkan. Namun yang paling baik adalah dengan menggunakan Peminian dan penggabungan dengan budidaya Artemia agar garam-garam Kalsium dan Magnesium dapat terendapkan sehingga menghasilkan garam yang mengandung kadar NaCl  >95% serta ada hasil sampingan berupa sista dan biomassa Artemia. Teknologi pembuatan garam yang umum dilakukan adalah dengan metode penguapan air laut/evaporasi  dengan tenaga surya (Gambar 11). Cara lain adalah dengan metode penguapan air laut/brine/air garam dengan bahan bakar, elektrodialisis (ion exchange membrane) dan dengan metode penambangan garam dari batuan garam (rock salt).
.Konstruksi Tambak Garam
Ada dua macam konstruksi penggaraman yang dipakai di Indonesia:        Konstruksi tangga (getrapte)
Yaitu konstruksi yang terancang khusus dan teratur dimana suatu petak penggaraman merupakan suatu unit penggaraman yang komplit, terdiri dari peminihan-peminihan dan meja-meja garam
dengan konstruksi tangga, sehingga aliran air berjalan secara alamiah (gravitasi).
         Konstruksi komplek meja (tafel complex)
Yaitu konstruksi penggaraman dimana suatu kompleks  (kelompokkelompok) penggaraman yang luas yang letaknya tidak teratur (alamiah) dijadikan suatu kelompok peminihan secara kolektif, yang kemudian air pekat (air tua) yang dihasilkan dialirkan ke suatu meja untuk kristalisasi.


0 comments:

Post a Comment