Teori Produksi
Produksi diartikan sebagai penggunaan
atau pemanfaatan sumber daya yang
mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali
berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan komoditi-komoditi
tersebut dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang
dikerjakan oleh
konsumen terhadap komoditi itu (Miller
dan
Mainers, 2000).
Dengan demikian
produksi itu tidak
terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga penyimpanannya, distribusi, pengangkutan,
pengeceran,
pemasaran
kembali,
upaya-upaya mensiasati lembaga regulator atau
mencari celah hukum
demi memperoleh keringanan
pajak atau
lainnya.
Iswardono, (2004) menuliskan bahwa teori produksi sebagai mana teori
perilaku
konsumen merupakan
teori pemilihan atas berbagai alternatif yang tersedia. Dalam hal ini adalah keputusan yang
diambil seorang produsen dalam menentukan pilihan atas
alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimalkan
produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar bisa dihasilkan
keuntungan yang maksimum.
Fungsi Produksi
Pengertian
fungsi produksi adalah
suatu
hubungan diantara faktor
produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor-faktor
produksi ini terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan
keahlian keusahaan. Dalam teori ekonomi untuk menganalisis mengenai produksi, selalu dimasalahkan bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal, dan keahlian keusahaan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga
kerja yang
dipandang seabagai faktor produksi yang
berubah-ubah jumlahnya. Yang dimaksud faktor produksi adalah
semua korbanan
yang diberikan pada budidaya ikan
agar ikan lele tersebut mampu tumbuh dan
mengahsilkan
dengan
dengan baik (Soekartawi,1997).
Untuk menggambarkan hubungan diantara faktor-faktor produksi
yang digunakan dan tingakat produksi yang
dicapai, maka yang di gambarkan adalah hubungan antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang
dicapai (Sukirno,2005). Sementara itu faktor produksi menurut Mankiw
(2006) adalah hubungan antara jumlah input yang digunakan dalam membuat barang dengan
jumlah output dari barang terebut.
Fungsi produksi dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Q = F (K,L,R,T)..................................................................................................(2.1)
Dimana:
K= adalah
jumlah
stock modal atau persediaan modal
L= jumlah tenaga kerja (yang meliputi jenis tenaga kerja dan keahlian
keusahaan) R = Biaya sewa lahan
T= adalah tingakat teknologi yang digunakan
Q= adalah jumlah produksi yang digunakan (Sukirno,2005).
Soekartawi (1990)
menyatakan bahwa fungsi produksi adalah
hubungan fisik anatara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang
menjelaskan
biasanya dalam bentuk input.
Secara sistematis, hubunga ini dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …..,Xi,..Xn………………………………………………(2.2)
Dari fungsi produksi di atas, yaitu
dalam persamaan 2.2, maka dapat djelaskan bahwa hubungan X dan Y dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi, Xn dan X lainya juga dapat diketahui. Pengguanaan dari berbagai macam faktor-
faktor tersebut diusahakan untuk menghasilkan atau
memberikan hasil maksimal
dalam jumlah tertentu.
menyatakan bahwa fungsi produksi adalah
suatu
fungsi atau persamaan
yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-
input. Setiap produsen dalam teori
dianggap mempunyai satu fungsi produksi sebagai berikut (Boediono, 1989) :
Q = f (X1,X2,………,Xn) ...............................................................................(2.3)
Dimana :
Q = tingkat produksi (output) X1,X2,………Xn = berbagai input yang digunakan
Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi diusahakan sedemikian rupa agar dalam jumlah tertentu
menghasilkan
keuntungan tinggi.
Proses produksi memiliki sifat khusus berkaitan
hubungan antara input dan
output yang dikenal
dengan “ the
law of diminishing return
“
yaitu
proses
produksi apabila
ada
tambahan satu macam input ditambah penggunaanya sedang input-input yang lain tetap maka tambahan satu input yang ditambahkan tadi
mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila
input tersebut terus ditambah.
Secara
grafik penambahan faktor produksi yang digunakan dapat dijelaskan
dengan gambar
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Grafik produksi dengan satu variabel input
Output Per
periode
Output Per
periode
0
C
B
A
(a
E
II
I III
(b)
TP
Labor Per periode
Labor Per periode
AP MP
Sumber: Pindyck, Robert dan Rubinfeld, 1995
Sesuai gambar , dapat membagi fungsi produksi menjadi tiga daerah atau
tiga tahap
yaitu:
- Tahap I ; terjadi pada saat kurva MPP diatas kurva APP yang meningkat. MPP
yang meningkat menunjukkan MC yang menurun sehingga input terus ditambah, MPP
akan
menghasilkan
MC atau
tambahan
ongkos per
unit yang
semakin
menurun, tidak rasional jika produsen berproduksi di daerah ini. Tahap I ini
berakhir pada titik
di mana MPP memotong kurva APP di titik maksimum.
- Tahap II ; terjadi pada saat kurva MPP menurun dan berada dibawah kurva APP,
tapi
masih lebih
besar dari nol.
Pada awal tahap
ini,
efisiensi input variabel mencapai titik puncak, sedangkan pada akhir tahap ini, efisiensi input tetap
mencapai puncaknya, yaitu
pada
saat kurva TPP mencapai titik maksimum.
- Tahap III ; terjadi pada saat kurva MPP negatif. Hal ini dikarenakan rasio input
variabel terhadap input terlalu besar
sehingga TPP menurun.
2.1.3
Fungsi Produksi Linier
Merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara input-input yang
digunakan dengan output yang
dihasilkan dalam bentuk fungsi linier. Secara matematis fungsi produksi linier
dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,X3,…………Xn ) atau……………………………(2.7) Y = a + b1 X1 +
b2 X2 +
b3 X3 +…………….+ bn Xn.............................(2.8) Dimana :
Y= variabel yang dependent/variabel yang
dijelaskan a=
konstanta
X= variabel independent/variabel yang menjelaskan
b= koefisiensi regresi
2.1.4 Fungsi Produksi Cobb-Douglas (CD)
Merupakan suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih
variabel. Dimana variabel
yang satu disebut
variabel
dipenden (Y) yang lain
variabel independen (X). Sehingga kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku
dalam penyelesaian fungsi Cobb
Douglas :
Y = f (X1,
X2, X3, ……,Xn ……………………………………………(2.9) Atau
dapat dituliskan fungsi Cobb Douglas sebagai berikut:
Y = aX1b1X2b2……X3b3…………Xnbnen………………………… ….(2.10)
Kemudian untuk memudahkan pendugaan fungsi tersebut diubah
menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut menjadi
sebagai berikut :
Ln Y = ln
a + b1 ln
X1 +
b2 ln X2 + b3 ln X3 +e……………………(2.11) Dimana :
Y = variabel dependen
(output) X = variabel indipenden
(input)
B1, b2,….
,bn = nilai parameter yang diduga
e =
bilangan natural (2,718)
u = disturbance term
funsi produksi Cobb Douglas digunakan dalam hal :
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari
bilangan nol adalah suatu bilangan yang
besarnya tidak diketahui (infinite)
b.
Tidak ada perbedaan teknologi dari setiap kegiatan atau usaha (misal :
pertanian,
perikanan,dsb)
c. Tiap
variable X adalah perfect competition
atau tersedia bebas.
d. Perbedaan lokasi pada
fungsi
produksi seperti iklim
adalah sudah tercakup dalam faktor kesalahan.
e. Hanya terdapat satu
variabel yang dijelaskan yaitu
(Y)
2.1.5 Efisiensi
Efisiensi merupakan rasio antara
output
dan input, dan
perbandingan
antara
masukkan dan keluaran. Apa saja yang dimaksudkan dengan masukan serta
bagaimana angka perbandingan tersebut diperoleh, akan tergantung dari tujuan
penggunaan tolak ukur tersebut. Secara sederhana menurut Nopirin
(1997), efisiensi dapat berarti tidak adanya pemborosan.
Efisiensi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh
dari
kesatuan faktor produksi atau input. Situasi seperti ini akan terjadi apabila petani mampu membuat suatu upaya agar nilai produk
marginal (NPM) untuk
suatu input atau masukan sama
dengan harga
input
(P) atau dapat
dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):
NPMx =
Px ; atau
NPMx / Px = 1
Pada kenyataannya NPMx tidak selalu sama dengan Px, dan yang sering terjadi adalah keadaan sebagai berikut:
1. (NPMx / Px) > 1 ; artinya bahwa penggunaan input x belum efisien. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka input harus ditambah.
2. (NPMx / Px) < 1 ; artinya penggunaan input x tidak efisien . Untuk mencapai atau
menjadi efisien maka input harus dikurangi.
Penggunaan sumber daya produksi
dikatakan belum
efisien apabila
sumber daya tersebut masih mungkin
digunakan untuk memperbaiki setidak-
tidaknya keadaan kegiatan yang satu tanpa menyebabkan kegiatan yang lain
menjadi lebih buruk. Sumber
daya dikatakan
efisien
pengunaannya jika sumber
daya tersebut tidak mungkin
lagi digunakan untuk
memperbaiki keadaan kegiatan
yang satu tanpa menyebabkan kegiatan yang lain menjadi lebih buruk (Lipsey,
1992).
Menurut Mubyarto
(1986), Efisiensi adalah suatu keadaan
di mana sumberdaya telah dimanfaatkan secara optimal. Untuk memperoleh sejumlah
produk diperlukan bantuan
atau kerjasama antara beberapa faktor produksi.
2.1.6 Return To
Scale
RTS (Return To Scale) atau keadaan skala usaha perlu
diketahui untuk
mengetahui kombinasi pengguanaan
factor produkasi.
Terdapat 3
kemungkinan return to
scale, yaitu (Soekartawi,1990):
a.) Decreasing Return To Scale (DRS), bila (b1+b2+…..+bn)
1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan factor produksi
akan
menghasilkan
proporsi penambah produksi yang lebih
kecil.
b.) Constant Return To
Scale (CRS),
bila
(b1+b2+…..+bn) = 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambah factor produksi akan
proporsional dengan
produksi yang diperoleh.
c.) Incrosing Return To scale (IRS), bila (b1+b2+…..+bn) 1, dapat
diartikan bahwa proporsi penambah factor produksi akan
mengahasilkan tambahan
produksi yang proporsinya lebih
besar.
2.1.7 Faktor Produksi
Faktor produksi adalah semua biaya yang diberikan pada ikan lele agar ikan lele tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan
baik. Faktor produksi dikenal
dengan
istilah
input, production
factor
dan biaya
produksi.
Dalam
berbagai pengalaman
menunjukkan
bahwa fackor produksi lahan, modal, untuk
membeli bibit, pupuk, pakan, tenaga kerja dan aspek
manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor produksi yang lain
(Soekartawi,2003).
2.1.7.1
Manajemen Perikanan
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan ekonomis
penting di Indonesia juga di Thailand. Lele hidup di air tawar dengan daerah penyebaran yang luas baik
secara horizontal dan
vertical dan digemari banyak
konsumen.
Minat masyarakat yang tinggi akan ikan lele, memungkinkan budidaya
ikan lele dumbo yang
didatangkan dari Afrika, yang dapat mencapai berat 200 gram dalam waktu 5 bulan sejak
menetas.
Pengembangan usah budidaya ikan lele semakin
meningkat setelah
masuknya ikan
lele
dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo
dibandingkan lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat,
jumlah telur lebih
banyak dan
lebih
tahan terhadap
penyakit,
(Departemen
Kelautan
dan Perikanan RI,
2003).
Perkembangan budidaya yang sangat pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penuruanan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (increading), seleksi induk yang salah
atas
penggunaan induk
yang berkualitas rendah. Penurunan
kualitas ini dapat
diamati dari karakter
umum pertama kematangan
pada telur, derajat penetasan
telur, pertumbuhan harian,
daya tahan
terhadap
penyakit.
Dalam usaha budidaya ikan lele dumbo yang
merupakan proses produksi didasarkan
pemberian input-input produksi untuk
mendapatkan hasil yang
menguntungkan. Langkah-langkah sistematis dalam manajemen budidaya
perikanan, antara lain:
a.
Pemilihan lokasi
dan mempersiapkan lahan
usaha
untuk usaha budidaya ikan
lele
dumbo.
b. Pemilihan benih ikan
yang baik. c. Penebaran
benih ikan
d.
Pengelolaan
kualitas air
e.
Penentuan
jumlah pemberian pakan
ikan yang dibutuhkan f. Pencegah hama dan penyakit ; serta
g. Panen
dan pemasaran
hasil
0 comments:
Post a Comment