Potensi perairan di Indonesia kaya dengan berbagai jenis invertebrata misalnya udang. Udang merupakan makanan laut yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Tetapi kulit udang yang sering dibuang begitu saja menyebabkan pencemaran udara dimana penumpukan kulit udang tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat mengganggu aktivitas masyarakat.
Di era
globalisasi ini, masalah sampah tak pernah luput dari perhatian masyarakat.
Sampah yang menumpuk di berbagai tempat, terutama di daerah perkotaan,
menghasilkan dampak yang buruk. Meskipun pemerintah telah mencanangkan beberapa
program sebagai solusi dari masalah ini, tetapi tetap saja tak mengurangi
jumlah dan dampak negatif dari
sampah.
Beberapa
sampah sendiri dapat menimbulkan bau busuk yang dapat menggangu aktivitas
masyarakat, seperti sampah organik (contohnya sampah dapur) yang mengalami
dekomposisi dan menyebabkan bau yang sangat busuk. Sampah organik ini sering
kita temui di daerah pasar dimana sampah tidak dikelola dengan baik. Seperti
sampah hewan laut yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperti ikan, udang,
cumi-cumi, dan lain sebagainya. Selama ini kulit udang hanya dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan kerupuk, terasi, dan suplemen bahan makanan ternak.
Padahal 20-30% limbah tersebut mengandung senyawa chitin yang dapat diubah
menjadi chitosan. chitosan mempunyai sifat biodegradabel yaitu mudah
terurai secara hayati, tidak beracun.
1.
Mengetahui pemberian chitosan kulit udang dapat
dijadikan sebagai penyedap rasa alami.
2.
Mengetahui pemberian penyedap rasa alami dapat
menggantikan peran zat adiktif yang berbahaya terhadap kesehatan.
Sampah
Menurut sumbernya, sampah
terbagi atas sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir,
sampah industri dan sampah pertambangan. Sedangkan berdasarkan sifatnya,sampah
terbagi atas sampah organik (dapat diurai) dan sampah anorganik (tidak
dapat diurai)
Sampah Organik, yaitu sampah
yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan
sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.
Sampah Anorganik, yaitu sampah
yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas,
plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah
ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca,
dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
Berdasarkan bentuknya,sampah
terbagi atas sampah padat dan sampah cair. Sampah padat adalah segala bahan
buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah
tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Sampah
cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan
dibuang ke tempat pembuangan sampah contohnya limbah hitam yang dihasilkan dari
toilet dan mengandung pathogen yang berbahaya. Sampah cair dapat menghasilkan
polusi air jika dibuang ke selokan atupun sungai.
Udang
Udang adalah binatang
yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua
"genangan" air yang berukuran besar baik air tawar,
air payau,
maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa
ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood).
Banyak crustaceae yang dikenal
dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp dan mysid shrimp, keduanya
berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi
berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops
longicaudatus dan Triops cancriformis juga merupakan hewan populer
di air tawar, dan sering disebut udang, walaupun mereka berasal dari Notostraca, kelompok yang
tidak berhubungan..
Kulit Udang
Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula, eksokutikula,
endokutikula dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi, bergantung pada
lokasinya, di daerah kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian
pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula terdiri dari 38,7% zat anorganik yang
mengandung 98,5% kalsium. Cangkang kulit udang yang keras tersusun dari
protein, mineral kalsium karbonat ( CaCO3), chitin dan komponen lain
seperti lemak dan protein. Untuk setiap gram kulit udang memiliki kandungan
dengan perbandingan sebagai berikut: (Knorr et al ; 1988)
No
|
Komponen Udang
|
Persentasi (%)
|
1
|
Protein
|
34,9 %
|
2
|
Kalsium karbonat ( CaCO3)
|
27,6%
|
3
|
Chitin
|
19.4%
|
4
|
Komponen lain seperti lemak dan protein
|
18.1%
|
Chitin dan Chitosan
Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang
berarti baju rantai besi. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun
1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada
tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan
mengusulkan nama ”chitin” (Firdaus
dkk, 2009). Pada umumnya chitin di alam tidak berada dalam keadaan
bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam
pigmen.
Walaupun chitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan
untuk pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (crustaceae)
yang dipanen secara komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber
yang kaya akan chitin, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam
jumlah besar sebagai limbah hasil dari pembuatan udang (Mudhzz, 2010).
Penyedap Rasa Aditif
Zat aditif
pada makanan adalah zat yang ditambahkan dan dicampurkan dalam pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu. Jenis-jenis zat aditif antara lain pewarna,
penyedap rasa, penambah aroma, pemanis, pengawet, pengemulsi dan pemutih. Zat
aditif pada makanan ada yang berasal dari alam dan ada yang buatan (sintetik).
Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek samping. Lain halnya
dengan zat aditif sintetik (Lutfi 2009). Berikut adalah beberapa efek samping dan gangguan spesifik
yang berhubungan dengan MSG menurut Blaylock yaitu seperti, kejang, mual,
alergi, ruam, serangan asma, sakit kepala, mulut terasa kering dan dapat
mengakibatkan lupa ingatan.
Hasil Penelitian
1.
Eksperimen
Percobaan atau disebut juga eksperimen (dari Bahasa Latin:
ex-periri yang berarti menguji coba) adalah suatu set tindakan dan
pengamatan, yang dilakukan untuk mengecek atau menyalahkan hipotesis
atau mengenali hubungan
sebab akibat antara
gejala. Dalam penelitian ini, kami melakukan eksperimen terhadap kulit udang
yang kami daur ulang dengan menggunakan alat yang sederhana dan prosedur yang
mudah.
Instrumen
Adapun penelitian yang kami laksanakan,
menggunakan instrumen-instrumen sebagai berikut:
Alat
|
Jumlah
|
Wajan
|
1 buah
|
Blender/penggiling
|
1 buah/ 1
set
|
Oven
|
1 buah
|
Baskom
|
1 buah
|
Tampah
|
1 buah
|
Bahan
|
Jumlah
|
Kulit udang
|
¼ kg (250
gr)
|
Air garam
(hangat)
|
secukupnya
|
Prosedur kerja
Pada tahap pengumpulan bahan kulit udang terdiri dari beberapa tahapan
yaitu:
1.
Kumpulkan sampah kulit udang yang berasal dari
sampah rumah tangga maupun dari limbah pabrik. Sampah kulit udang yang
dikumpulkan diupayakan belum mengalami pembusukan.
2.
Tahap selanjutnya penyortiran kulit udang yaitu
dengan cara menyisihkan kulit udang yang telah dikumpulkan. Kulit udang yang
masih baik dipisahkan dengan kulit udang yang telah mengalami denaturasi (
busuk) agar chitosan yang dihasilkan baik.
Sterilisasi
1.
Cuci kulit udang tersebut dengan menggunakan
baskom dan air garam yang hangat untuk menghilangkan bakteri-bakteri yang
terdapat pada kulit udang secara berulang-ulang (2 sampai 3 kali). Kemudian
bilas lagi dengan air bersih agar kulit udang telah bersih. (Gambar 2.)
2.
Setelah itu jemur kulit udang tersebut agar
mengurangi aroma tak sedap pada kulit udang itu sendiri dengan
menggunakan tampah. Jika ingin praktis, dapat menggunakan oven dengan suhu 80
sampai 150 derajat celcius.(Gambar 3.)
3.
Panaskan kulit udang di atas wajan hingga
benar-benar kering, sehingga kulit udang benar-benar lunak (rapuh) sehingga
lebih mudah diolah menjadi chitosan. (Gambar 4.)
Pengolahan
1.
Blender kulit udang tersebut sampai sehalus
mungkin, hingga membentuk serbuk, yang disebut dengan chitosan. (Gambar 5.)
2.
Untuk menghaluskan kulit udang, dapat juga
menggunakan penggiling. (Gambar 6.)
3.
Setelah mendapatkan kulit udang yang telah
digiling halus, campurkan kedalam masakan, seperti sup yang berfungsi sebagai
penyedap rasa.
Hasil Penelitian
Adapun hasil yang kami
dapatkan dalam percobaan ini adalah:
1.
Setiap 250 gram kulit udang menghasilkan 43 gram
chitosan yang memiliki kandungan sebagai berikut :
No
|
Kandungan Isi
|
Gr
|
1
|
Protein
|
14,62
|
2
|
Kalsium karbonat ( CaCO3)
|
11,68
|
3
|
Chitin
|
8,34
|
4
|
Komponen lain seperti lemak dan protein
|
7,82
|
2.
Chitosan dari kulit udang dapat digunakan
sebagai penyedap rasa dalam makanan, yang dapat menggantikan peran zat aditif
yang berbahaya terhadap kesehatan
3.
Penyedap rasa alami yang berasal dari chitosan
tidak berbahaya bagi kesehatan sehingga dapat menggantikan peran dari zat
adiktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami maka dapat ditambil kesimpulan. Yang pertama,
adalah benda yang dianggap sampah masih dapat digunakan jika mau
mengolahnya kembali. Seperti hasil penelitian yang telah kami dapatkan bahwa
kulit udang masih sangat banyak manfaatnya,. Dengan penelitian ini kami
harapkan agar masyarakat sadar akan tumpukan sampah kulit udang dan bau-bau tak
sedap yang ditimbulkan oleh kulit udang itu sendiri.
Yang kedua, sampah kulit udang dapat dibuat menjadi chitosan yang digunakan
sebagai penyedap rasa yang dapat ditambahkan kedalam makanan. Chitosan dari
kulit udang tidak berbahaya bagi tubuh atau bersifat toksik karena chitosan
mengandung zat- zat yang baik untuk tubuh.
Ketiga, pemanfaatan kulit udang sebagai penyedap rasa alami ini dapat juga
dijadikan sebagai bahan pengganti zat aditif sintetis ( MSG) yang berbahaya
bagi tubuh jika terus menerus mengkonsumsinya. Sehingga, dengan adannya aditif
alami yang berasal dari chitosan kulit udang masyarakat bisa beralih untuk
menggunakannya.
Keempat, dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat, dan tentu saja
dapat membuka peluang kerja baru dengan modal yang sangat murah yaitu dari
sampah kulit udang mudah diperoleh.
Saran
1.
Chitosan yang dihasilkan pada penelitian ini
belum menghasilkan chitosan dalam bentuk bubuk yang halus jadi untuk peneliti
berikutnya dapat menggunakan tehnik yang lain untuk hasil maksimal.
2.
Karena keterbatasan waktu (3 hari) maka, untuk
peneliti berikutnya lebih mempersiapkan lebih banyak waktu.
3.
Penyedap rasa dari chitosan udang ini akan lebih
sempurna jika diolah dengan bumbum masakan sehingga chitosan yang dihasilkan
lebih terasa nikmat dan gurih.
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, M.A.K. 2001. Dasar-dasar
Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Darmono. 1993. Budidaya
Udang Penaeus. Jakarta : Kanisius.
Harini, N .2003. Proses
Pembuatan Chitin-Chitosan (Kajian Berdasarkan Bagian-Bagian Tubuh Kulit Udang (Penaeus
vannamei) dan Perlakuan fisik). Laporan Grand Research Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
0 comments:
Post a Comment