I. PENDAHULUAN
Bahwa induk yang
memijah untuk jantan berumur antara 30 – 35 bulan bobot rata-rata 2,6kg sedang
betina berumur 25-29 bulan dengan bobot 1,73kg perbandingan jantan betina 1:3
ekor (sebanyak 16 ekor induk). Pakan yang digunakan untuk pematangan gonad
induk adalah pellet dengan kandungan protein 38% dan pakan tambahan berupa daun
talas (sente) yang mengandung protein 18,62 %. Pada tahap panen telur frekuensi
telur terbuahi adalah 90,56%, telur yang menetas rata-rata 91,83%, kelangsungan
hidup benih masa pemeliharaan 30 hari di akuarium mencapai rata-rata 95,3%.
1.1. Latar Belakang
Perikanan merupakan
suatu kegiatan atau usaha yang berperan dalam peningkatan pendapatan petani
ikan, peningkatan sumber protein hewani, devisa negara serta penyediaan
lapangan pekerjaan. Dewasa ini usaha budidaya ikan di Indonesia lebih
digalakkan dengan tujuan untuk mengurangi usaha penangkapan (Susanto, 2006).
Ikan gurami
(Osphronemus gouramy Lac) merupakan ikan asli perairan Idonesia yang telah tersebar
dikawasan Asia Tenggara. Sebagai ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Sedangkan keuggulannya dibandingkan ikan konsumsi lain adalah mudah
pemeliharaannya dan memiiki daya adaptasi dengan lingkungan lebih cepat
meskipun kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. Hal ini dikarenakan ikan
ini memiliki alat pernafasan tambahan berupa labirin untuk mengambil langsung
oksigen dari udara.
Pada pembudidayaan ikan
gurami, usaha pembenihan memegang peranan penting dalam penyediaan benih yang
akan dibesarkan sampai ukuran konsumsi. Selama ini, salah satu kendala terbesar
dalam usaha pembenihan gurami di kolam adalah tingginya tingkat mortalitas,
terutama dari larva hasil tetasan sampai benih ukuran 1 cm. Salah satu cara
mengatasinya adalah dengan penerapan teknik memelihara benih kecil (larva) yang
masih sangat rentan dengan menggunakan akuarium, bak semen atau paso seperti
halnya pada ikan hias. Dengan teknik ini maka semua tahap pembenihan mulai dari
penetasan telur sampai pendederan benih dapat dikontrol secara efektif.
Penggunan air dengan kualitas yang baik menjadi penunjang keberhasilan
pembenihan gurami. Untuk menyediakan sarana pembenihan dengan menggunakan
akuarium memang membutuhkan investasi lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan kolam, namun hasil yang diperoleh juga menguntungkan karena dapat
menekan mortalitas benih sampai dibawah 10% dibandingkan dengan tingkat
mortalitas di kolam yang mencapai 25% (Sendjaya & Rizki, 2002). Selain itu
teknik pembenihan yang baik dan benar, juga mendukung keberhasilan usaha
pembenihan ikan gurami.
1.2. Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan
untuk mendapatkan informasi teknologi (infotek) penerapan pemijahan ikan gurami
secara alami dikolam dan Mengetahui kisaran kualiatas air yang sesuai untuk
pembenihan ikan gurami dalam usaha peningkatan produksi.
1.2.2. Sasaran
Sasaran yang ingin
dicapai dalam kegiatan ini adalah didapatkan sintasan benih yang dipelihara
mencapai 95% pada pemeliharaan 30 hari dengan ukuran 1 - 1,5cm untuk mendukung
ketersediaan benih bagi masyarakat pembudidaya untuk program pembesaran
(konsumsi).
II. BAHAN DAN TATA CARA
2.1. Bahan dan Alat
1. Bahan-bahan yang
digunakan : Induk gurami dengan jantan 4 ekor, betina 12 ekor dengan
perbandingan jantan dan betina 1 : 3, Pakan komersial berupa pellet protein
38%, daun talas (sente) untuk induk gurami, artemia, garam pertanian (NaCl)
untuk kultur pakan alami berupa artemia.
2. Alat – alat yang
digunakan : Keranjang sampah, sosog, ijuk, baskom, ember, serok, saringan teh,
Alat pengukur kualitas air, tempat pemeliharaan adalah kolam pemijahan dan
akuarium.
2.2. Tata Cara
2.2.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan pemijahan ikan
gurami (Osphronemus gouramy Lac) dalam usaha peningkatan produksi dilaksanakan
pada bulan Agustus – Oktober 2006 di Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin.
2.2.2 Prosedur
Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan
kegiatan ini meliputi :
1. Persiapan Kolam
Pemijahan
2. Seleksi Induk Gurami
3. Pakan Induk
4. Pemijahan Induk
Gurami
5. Penetasan Telur dan
Pemeliharaan Larva
1. Persiapan Kolam
Pemijahan
1. Kolam dikeringkan
selama 3 hari (tergantung sinar matahari). Tujuan dilakukan pengeringan kolam
adalah untuk membunuh hama penyakit dan organisme-organisme liar yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup induk maupun telur ikan gurami. Setelah itu kolam
diisi air setinggi 70 – 100 cm.
2. Kerangka sarang
dibuat dari keranjang sampah dengan diameter 20 - 25 cm dengan panjang + 40 cm.
Sosog ini kemudian dipasang di pinggiran pematang kolam dengan kemiringan 45 o
dan dengan kedalam 10 -15 cm dari permukaan air. Dalam satu kolam dipasang
sebanyak 15 buah, dengan posisi mulut keranjang membelakangi tembok pematang
dan sejajar dengan permukaan air. Bahan pembentuk sarang berupa ijuk,
diletakkan diatas para-para bambu, yang dibuat tidak jauh dari sarang untuk
memudahkan induk gurami mengambil dan membentuk sarangnya.
2. Seleksi Induk Gurami
Induk yang akan
dipijahkan untuk jantan berumur 30 - 35 bulan dengan berat rata-rata 2,6 kg,
dan induk betina berumur 25 - 29 bulan dengan berat rata-rata 1,73 kg.
3. Pakan Induk
Pakan yang diberikan
pada induk gurami berupa pelet terapung dengan kadar protein 38%. Pelet
diberikan + 1 % dari bobot ikan per hari. Sebagai pakan tambahan diberikan daun
sente (keladi) yang memiliki kandungan protein 18,62 % untuk pematangan gonad
induk.
4. Pemijahan Induk
Gurami
Induk yang telah matang
gonad dimasukkan dalam kolam pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina 1
: 3. Pada kegiatan pemijahan ini digunakan sistem pemijahan masal. Jumlah induk
yang ditebar adalah 16 ekor induk, dengan 4 ekor induk jantan dan 12 ekor induk
betina kedalam kolam dengan luas 576 m2.
5. Penetasan Telur dan
Pemeliharaan Larva
Pemanenan telur dari
sarang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-08.30 WIB dengan tujuan untuk
mengurangi kematian akibat suhu udara yang panas. Sarang yang berisi telur di
tandai dengan adanya munculnya minyak dari dalam sarang kepermukaan air. Sarang
diangkat secara perlahan kemudian dimasukkan secara terbalik kedalam baskom
yang telah diisi air, hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat penguraian
sarang dan memudahkan pelepasan telur dari ijuk bahan sarang. Telur yang
mengapung kemudian dimasukkan ke dalam ember dengan cara disendok dengan
menggunakan saringan teh.
Penetasan telur
dilakukan dalam akuarium dengan ukuran 60 x 40 x 60cm, dengan padat penebaran
175 – 200 ekor/liter. Dengan kisaran suhu 27-29 oC, telur akan menetas selam
30-36 jam.
Larva umur 9 hari
dipelihara di akuarium selama 25 hari dengan padat penebaran 1000
ekor/akuarium. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan larva dan
memudahkan untuk pengkontrolan pemberian pakan. Pergantian air dilakukan setiap
4 hari sekali, air dikuras hingga 80-85 %, kemudian diganti dengan air baru.
Pakan yang diberikan berupa naupli artemia secara adlibitum Frekuensi pemberian
pakan adalah 3 kali sehari.
2.2.3 Tingkat pembuahan
telur
a. Tingkat Pembuahan
Telur (FR)
Frekuensi pembuahan
telur dihitung panen / sarang,
Td
FT =
------------------- x 100 %
Nt
Dimana : FT = Frekuensi
Pembuahan (%)
Td = Jumlah Telur Yang
Terbuahi (butir)
Nt = Jumlah Telur
(butir)
b. Derajat Penetasan
(HR)
Tingkat penetasan telur
setelah terbuahi / sarang,
Nl
HR = ------------------
x 100 %
Nt
Dimana : HR = Tingkat
Penetasan (%)
Nl = Jumlah larva yang
dihasilkan
Nt = Jumlah Telur
(butir)
c. Sintasan Larva (SR)
Pemeliharaan 30 Hari
Kelangsungan hidup
larva masa pemeliharaan 30 hari,
Nt
SR = ------------------
x 100 %
No
Dimana : SR = Sintasan
(%)
Nt = Jumlah benih akhir
pemeliharaan
No = Jumlah larva awal
tebar
d. Kualitas Air
Kualitas air yang
diamati dalam media penetasan hingga pemeliharaan larva meliputi DO, pH, Suhu,
dan amonia.
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Tingkat Pembuahan
Telur (FR)
Pada kegiatan ini
terdapat 16 kali pemanenan sarang. Tetapi hanya dilakukan 8 kali penghitungan
telur, karena jumlah telur yang di panen jumlahnya tidak berbeda jauh . Dari
hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat dihitung frekuensi telur yang
terbuahi
Sarang Jumlah telur
(butir) Telur yang tdk terbuahi (butir) Telur yang terbuahi (butir) Frekuensi
Pembuahan (%)
1 4.376 209 4.167 95,2
2 3.198 523 2.675 83,6
3 4.604 169 4.435 96,3
4 5.021 219 4.802 95,6
5 4.912 320 4.592 93,5
6 5.007 196 4.811 96
7 3.420 420 3.000 87,7
8 4.179 979 3.200 76,6
Rata-rata 90,56
Data hasil kegiatan
3.2. Derajat Penetasan
(HR)
Penetasan telur
dilakukan dalam ruangan tertutup (indor). Penetasan telur dilakukan dalam
akuarium dengan ukuran 60x40x60 cm, dengan padat penebaran 175 – 200
ekor/liter. Dengan kisaran suhu 27-29 oC, telur akan menetas selam 30-36 jam.
Hasil pengamatan selama kegiatan, ternyata telur yang dihasilkan memiliki
tingkat penetasan (Hathcing Rate) tinggi yakni berkisar antara 73% - 98%. Dari
hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat dihitung frekuensi telur yang
menetas,dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Tingkat
penetasan telur (HR)
Sarang ke Telur yang
terbuahi (butir) Jumlah larva (ekor) Hatching rate (%)
1 4.167 3.942 94,6
2 2.675 2.354 88
3 4.435 4.314 97,3
4 4.802 4.579 95,4
5 4.592 4.321 94,
6 4.811 4.503 93,6
7 3.302 3.236 98
8 4.116 3.032 73,7
Rata-rata 91,8
Data hasil kegiatan
3.3. Sintasan Larva
(SR) Pemeliharaan 30 Hari
Pemeliharaan benih
dilakukan selama 30 hari, dengan ukuran benih mencapai 1 cm. Pemelihaan benih
dilakukan dalam akuarium ukuran 60 x 40 x 60cm, padat penebaran 1000 ekor/akuarium.
Selama pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup mencapai 95,74 %. Tingkat
kelangsungan hidup dihitung dari larva yang menetas hingga akhir pemeliharaan
atau umur 30 hari dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Derajat
kelangsungan hidup benih.
Sarang ke Jumlah larva
awal (ekor) Jumlah larva akhir (ekor) Survival rate (%)
1 3.942 3.776 95.5
2 2.354 2.261 96
3 4.314 4.009 95
4 4.579 4.413 96.4
5 4.321 4.007 92.7
6 4.503 4.365 96.9
7 3.236 3.132 96.8
8 3.032 2.829 93.4
Rata-rata 95,3
3.4. Kualitas Air
Dari hasil pengamatan
parameter kualitas air tahap penetasan telur dan pemeliharaan larva diperoleh
data meliputi suhu, Oksigen terlarut/ DO, pH, amonia dapat dilihat pada tabel 4
:
Tabel 4. Parameter
kualitas air masa penetasan dan pemeliharaan larva
Parameter Kisaran
Kualitas Air Media Penetasan / pemeliharaan Larva Kisaran yang layak
(Pustaka)
Suhu (oC)
Oksigen Terlarut (mg/L)
pH
Amonia (mg/L)
25,5 – 30,21
5,6 – 6,19
6 – 7
-
25 – 32 (Kordi,2004)
3 – 5 (Kordi,2004)
4 – 8 (Asmawi, 1984)
< 0,1 (Kordi, 2004)
Suhu air media
penetasan hingga pemeliharaan larva antara 25-30 OC, DO antara 5 – 6 mg/L,
sedangkan pH air pemeliharaan antara 6 -7, tergolong layak dan mendukung masa
penetasan dan pemeliharaan benih.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan
yang dilaksanakan dapat di simpulkan bahwa :
1) Induk gurami yang
digunakan telah memenuhi syarat yakni umur induk jantan antara 30-35 bulan
dengan bobot badan rata-rata 2,6 kg. Sedangkan induk betina berumur antara
25-29 bulan, dengan bobot rata-rata 1,73 kg per ekor.
2) Teknik pembenihan
alami terkontrol dapat menekan mortalitas penetasan telur atau kematian telur
hingga 50 % dibandingkan bila penetasan di lakukan dalam kolam yang tingkat
mortalitasnya mencapai 60 %.
3) Tingkat pembuahan
telur (fertilisasi) pada pemijahan telur ikan gurami mencapai 90,56 %, dengan
tingkat penetasan telur (HR) rata-rata 91,8%, dan rata-rata tingkat
kelangsungan hidup larva (SR) setelah dipelihara selama 30 hari mencapai 95,3%.
Kondisi ini layak untuk dilakukan.
4) Suhu air media
penetasan hingga pemeliharaan larva antara 25-30 OC. Sedangkan pH air
pemeliharaan antara 6 -7, DO 5,6 – 6,19 mg/L.
0 comments:
Post a Comment