Tuesday, October 15, 2013

DIAGNOSA INFEKSI AEROMONAS HYDROPHILA DAN I DACTYLOGYRUS SP PADA IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

October 15, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments

Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya hayati maupun non hayati. Selain perairan laut, luas daratan Indonesia juga menyimpan perairan tawar yang memiliki potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan penduduk Indonesia seperti ikan yang merupakan sumber penyediaan protein hewani (Kordi, 2004). Ikan merupakan jasad multiseluler, sel-sel penyusun jaringan-jaringan yang selanjutnya membentuk kelompok kerja yang kompleks dengan struktur spesifik yang disebut organ (Irianto, 2005).
Menurut Irianto (2005), Penyakit meliputi penyakit infeksi dan bukan infeksi. Penyakit infeksi merupakan masalah utama, meliputi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, dan parasit. Sakit dapat pula akibat defisiensi atau malnutrisi, atau sebab-sebab lain.
Salah satu penyakit yang sering ditemukan pada ikan adalah penyakit bakterial dan ektoparasit. Penyakit bakterial yang sering menjadi kendala adalah yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. Bakteri tersebut umumnya hidup di air tawar, tanaman air, dan tubuh ikan, sehingga berpeluang besar untuk menginfeksi pada saat pertahanan tubuh menurun akibat stres sedangkan penyakit parasit eksternal yang dikenal menyerang ikan adalah Dactylogyrus sp yang merupakan cacing monogenea (Kordi, 2004).
Tujuan dari koasistensi diagnosa laboratorik ini adalah untuk mengetahui penyebab penyakit pada ikan dengan melakukan pemeriksaan patologi, parasitologi, mikrobiologi, dan patologi klinik. Melalui pemeriksaan ini diharapkan dapat memberikan informasi pada peternak atau pemilik hewan sehingga kemudian dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit ikan.
Berdasarkan anamnesa diketahui gejala klinis yang tampak adalah ikan berenang megap-megap dan berada di permukaan, sisik lepas dan adanya lesi kemerahan pada lateral tubuh.. Pakan yang diberikan berupa pelet dan lumut. Ikan mas dengan nomor protokol E.42 dipelihara dalam kolam berukuran 7 x 3 x 1 m3 dengan populasi ikan 250 ekor.
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas termasuk dalam Filum: Chordata; Kelas: Actinopterygii;Ordo: Cypriniformes; Familia: Cyprinidae; Genus: Cyprinus; Species: Cyprinus carpio (Anonim, 2008b).
Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni ikan Kancera, Tikeu, Tombro, Raja, Rayo, Ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Ras-ras ikan mas yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan fungsinya. Kelompok pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias (Anonim, 2008d)
Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, serta bentuk tubuh dan warnanya. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan mas adalah jenis tanah liat/lempung dan tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam. Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Suhu air yang baik berkisar antara 20-25º C (Muda, 2007).
Aeromonas hydrophila
Infeksi bakteri merupakan salah satu masalah yang serius dalam pemeliharaan ikan, karena itu diagnosa yang dilakukan terhadap penyakit bakterial harus dilakukan dengan setepat mungkin. Selama bertahun-tahun banyak bakteri yang sudah dapat diidentifikasi sebagai penyebab sakit pada ikan salah satunya Aeromonas (Dixon, 1990). Aeromonas terdapat di air tawar, tanah dan pada ikan (Post, 1987). Merupakan bakteri patogen oportunik yang dapat menjadi fatal jika lingkungan kurang bagus, hospes lemah, atau patogen utama.
Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam family Pseudomonadaceae dan terdiri dari tiga spesies utama, yaitu A. punctata, A.hydrophila dan A.liquiefacieus yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Ada pula yang berpendapat bahwa bakteri Aeromonas dapat hidup dalam saluran pencernaan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat Gram negatif dan berbentuk batang. Merupkan agensia penyebab penyakit hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia) atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) atau ulcer disease atau red sore disease pada beragam spesies ikan air tawar (White, 1991). Pada umumnya Aeromonas hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stress atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran yang tinggi.
Aeromonas hydrophila dapat diisolasi dari ginjal atau darah pada media nutrien biasa. Koloni berwarna putih kekuningan, circular, conveks terbentuk dalam waktu 24 jam pada suhu 22-28°C.  Aeromonas hydrophila mungkin penyebab paling penting wabah penyakit yang parah pada ikan air tawar yang dibudidaya di kolam dan ikan liar (Roberts, 2001).
Aeromonas hydrophila dapat dibedakan dari Aeromonas salmonicida dengan uji-uji biokemis. Perbedaan karakter atau sifat-sifat biokimia antara Aeromonas salmonicida dengan Aeromonas hydrophila:
Ikan yang terinfeksi Aeromonas hydrophila biasanya pada keadaan stress karena suatu faktor dan menunjukkan warna yang lebih gelap dengan hemoragi iregular yang luas pada permukaan tubuh dan basis (pangkal) sirip serta ascites. Hemoragi pada permukaan tubuh mungkin mengalami ulserasi membentuk lesi nekrotik yang dangkal. Terdapat lesi kulit dasar sirip dengan area hemoragi yang bervariasi dan nekrosis hingga ke otot.  Organ internal pada ikan yang dinekropsi terlihat kongesti dengan hemorhagi pada organ dalam (Roberts, 2001). Hemorrhagic septicaemia juga ditandai dengan adanya lesi permukaan yang kecil, sering diikuti dengan lepasnya sisik, hemorhagi lokal biasanya pada insang, ulser, abses, exopthalmia dan distensi abdominal. Organ bagian dalam mungkin mengalami akumulasi cairan asites, anemia dan kerusakan organ terutama ginjal dan hati (Austin dan Austin, 1987).
Tampak adanya nekrosis pada ren, jaringan hemopoetik lien, begitu pula terjadi pada jantung, hati, dan pankreas. Selaput mukosa intestinal biasanya mengalami nekrosis dan terlepas ke lumen, kulit mengalami oedema yang parah pada bagian dermis dan hiperemia pada stratum retikularis, epidermis mengalami spongiosis dan ulserasi diikuti nekrosis hemorhagik sampai ke otot bagian bawah, tetapi biasanya lesinya lebih superfisial daripada vibriosis (Moeller, 2001).
Pengendalian dilakukan dengan antibiotik atau sulfonamid yang poten, tetapi ikan yang terinfeksi biasanya anoreksia, pengobatan secara parenteral mungkin diperlukan. Pengobatan harus diikuti dengan perbaikan lingkungan dan menghilangkan stressor (Roberts, 2001). 
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp termasuk dalam filum: Vermes; Sub filum: Platyhelminthes; Kelas: Trematoda; Ordo: Monogenea; Famili: Gyrinidae; Genus: Dactylogyrus; Spesies: Dactylogyrus sp. (Handajani dan Samsundari, 2005).
Dactylogyrus merupakan cacing pipih (fluke) yang termasuk dalam parasit kelas trematoda monogenea. Cacing ini banyak menginfeksi ikan (Griffiths, 2008). Dactylogyrus memiliki alat penyerang yang disebut haptor atau ophishaptor. Sistem pencernaan sangat sederhana, mulut pada ujung anterior, dikelilingi oleh alat penghisap (Levine, 1994). Panjang parasit ini 0,2-0,5 mm dengan panjang maksimumnya 2.0 mm dan bagian posterior dilengkapi dengan 7 pasang kait tepi (marginal hooks) dan terdapat 1 pasang kait tengah (median hooks) pada ophishaptornya serta di bagian anterior terdapat 2-4 pigment spot atau mata  (Anonim, 2005).
Siklus hidup Dactylogyrus adalah secara langsung. Telur menetas kemudian menjadi larva bersilia yang disebut oncomiracidium, yang menyerang hospes atau hanya hidup bebas di air sebelum menempel pada hospes. Oncomiracidium menyerang hospes melalui organ posteriornya yang disebut opisthaptor (Anonim, 2000). Dactylogyrus sp. termasuk ovipar (Anonim, 2007). Telurnya sangat tahan terhadap senyawa kimia atau desinfektan sehingga untuk pemberantasan memerlukan tindakan yang bertahap dengan menggunakan lebih dari satu metode atau agensia pengendali parasit (Irianto, 2005).
Pada ikan air tawar, monogenea mampu membuat insang menjadi pucat dan swollen, membuat respirasi meningkat, dan ikan menjadi rendah toleran terhadap oksigen. Sebagian besar monogenea baik yang menyerang kulit maupun insang mampu membuat perubahan yang berarti pada tingkat kerusakan dan mortalitas. Infeksi sekunder dari bakteri dan jamur dapat terjadi pada jarinngan yang telah rusak oleh monogenea (Reed et al, 2005). Semua Dactylogyrus sp. akan merangsang sekresi mukus berlebihan, dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik atau luka. Pada infeksi berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan kekurangan oksigen dan operkula memerah (Irianto, 2005). Kulit juga pucat, bintik-bintik merah dibagian tubuh tertentu, produksi lendir tidak normal dan pada sebagian atau seluruh tubuh berwarna lebih gelap, sisik dan kulit terkelupas. Organ target Dactylogyrus adalah lamela primer (Kordi, 2004). 
            Parasit ini akan terlihat bila filamen insang dipisahkan dari arkus insang dan ditaruh pada kaca obyek yang ditutupi kaca penutup lalu diperiksa, karakteristik identifikasi berdasarkan kait dan matanya (Anonim, 2004).
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sampel ikan mas (Cyprinus carpio) dengan nomor protokol E.42 terisolasi Aeromonas hydrophila.
Dugaan adanya infeksi Aeromonas sp. diambil berdasarkan  lesi yang terdapat pada kulit dimana tampak adanya bercak merah (hemoragi) di permukaan tubuh ikan. Menurut Moeller (2001) salah satu tanda adanya infeksi Aeromonas hydrophila yaitu adanya hemoragi pada kulit, dasar sirip, dan muskulus dengan ulser superfisialis pada epidermis kulit. 
Setelah ikan dilakukan autopsi, dilakukan pengamatan terhadap organ. Bagian yang tampak mengalami perubahan antara lain adalah pada bagian hepar tampak berwarna merah tua dengan konsistensi rapuh dan bidang sayatan berdarah. Organ kemudian dibuat preparat histopatologi guna pemeriksaan lebih lanjut.
Pada hepar tampak adanya akumulasi eritrosit yang berlebihan pada sinusoid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Camus dkk (1998), pada infeksi Aeromonas hydrophila dapat mengakibatkan kongesti pada jaringan viscerall.
Pada ginjal tampak adanya vakuola pada sitoplasma epitel tubulus dan nekrosis tubulus. Menurut Moller (2001), penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif mempunyai manifestasi pada organ viscerall dengan terjadi degenerasi dan dapat melanjut menjadi nekrosis. Sel yang rusak oleh toksin bakteri Aeromonas hydrophila akan mengalami degenerasi ataupun nekrosis (Govan dkk., 1981).  Pada ginjal ikan yang merupakan organ haemopoietic, dimana berfungsi sebagai penghasil leukosit, sehingga kejadian nekrosis pada ren sangat jarang, tetapi jika terjadi infestasi radang maka akan di tunjukkan dengan adanya inclusion bodies (benda asing) pada jaringan interstitial (Robert, 1989).
            Insang pada pemeriksaan histopatologi tampak adanya infiltrasi heterofil dan limfosit baik pada lamella primer maupun sekunder. Proliferasi sel epitel pada lamella sekunder mengakibatkan terjadinya fusi. pada jantung terdapat infiltrasi limfosit pada epikardium dan pada kulit tampak adanya erosi epitel di epidermis dan dermis serta tampak adanya infiltrasi limfosit pada hipodermis. Infiltrasi sel radang berfungsi untuk fagositosis dan menghancurkan agen asing, dalam hal ini fagositosis dan penghancuran terhadap sel bakteri Aeromonas (Roberts, 1989).
Pengamatan pada preparat histopatologi menunjukkan ikan mengalami branchitis, dermatitis, hepatitis, nefrosis, epikarditis.
Diagnosa sementara adalah adanya infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan mas tersebut. Diagnosa sementara ini diambil berdasarkan gejala klinis yang tampak, perubahan patologis pada organ visceral serta lesi yang ditemukan pada kulit dimana tampak adanya bercak merah pada kulit, baik secara makroskopik maupun mikroskopik.
Guna meneguhkan diagnosa adanya infeksi Aeromonas hydrophila maka dilakukan pemeriksaan pada laboratorium Mikrobiologi dengan metode  isolasi dan identifikasi bakteri. Sampel yang digunakan adalah kulit dan hepar yang mengalami perubahan. Pertama bakteri di tanam pada media plate agar darah (PAD) dan Mac Conkey karena bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri Gram negatif. Mac Conkey agar merupakan media selektif untuk bakteri Gram negatif, dengan garam empedu dan kristal violet sebagai inhibitor Gram positif.
Pada media Mac Conkey tumbuh adanya koloni bakteri hasil ini sesuai dengan Chong dkk (1980), Quinn (2002), Adanir dkk (2007) dan Abulhamd (2009) yang menyebutkan bahwa Aeromonas hydrophilla dapat tumbuh pada media Mac Conkey agar. Koloni bakteri yang tumbuh adalah berbentuk sirkuler, tepi entire, permukaan konveks, warna koloni putih kekuningan dengan sifat fermented laktosa, hal ini sesuai dengan Roberts (1989), yang menyebutkan bahwa morfologi koloni bakteri Aeromonas hydrophila berwarna putih sampai kuning tua, berbentuk sirkuler, dan konveks (Roberts, 1989). Bakteri selanjutnya ditanam pada media TSI dengan hasil bagian miring kuning (asam) dan bagian tegak kuning (asam) hal ini berarti bahwa Bakteri mampu memfermentasikan glukosa, laktosa, dan atau sukrosa. Tidak menghasilkan H2S (Chong dkk, 1980 ; Sirirat, 1999). Kemudian dilakukan penanaman pula pada media agar miring dan di inkubasi pada suhu 37oC untuk mengetahui kemampuan pertumbuhan bakteri pada suhu 37oC.
Pengecatan sederhana dilakukan untuk mengetahui morfologi sel bakteri. Secara mikroskopik, bakteri yang di cat berbentuk batang pendek (cocobacill). Hal ini sesuai dengan Austin dkk (1987), Carnahan dkk (1991),  Jenkins (1995), Yambot (1998), Sirirat (1999), Asmat dkk (2002), Quinn (2002), Adanir (2007) dan Abdulhamd (2009) yang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang.
Pada uji katalase terbentuk gelembung gas setelah H2O2 diberi biakan artinya bakteri mempunyai enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi H2O dan O2 yang tampak sebagai gelembung gas. Pada uji oksidase tampak kertas oksidase yang telah ditempelkan pada koloni warnanya berubah menjadi biru dalam waktu kurang dari 10 detik, berarti bakteri mempunyai enzim sitokrom oksidase.
Uji selanjutnya dilakukan pada media biokemis, yaitu gula-gula (glukosa, laktosa dan sukrosa). Pada semua media yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa, warna media berubah menjadi kuning. Hal ini berarti bahwa bakteri mampu memfermentasikan glukosa, laktosa dan sukrosa.
Uji lainnya yaitu uji Pepton, Methyl-Red (MR), Voges Proskauer (VP) dan Sitrat. Pada uji pepton terbentuk cincin merah, yang berarti bakteri mampu memproduksi Indol dari media Tryptone water yang kaya akan tryptophane. Hasil ini sesuai dengan Austine dkk (1987), Carnahan dkk (1991), Yambot (1998), Sirirat (1999), Adanir dkk (2007), Ibrahem (2008), Abdulhamd (2009) yang menyatakan bahwa  Aeromonas hydrophila memberikan hasil positif pada uji indol. Pada uji MR hasil yang didapat adalah media tidak berubah warna menjadi merah. Pada uji VP hasil yang didapat adalah media berubah warna menjadi merah, hal ini sesuai dengan Carnahan dkk (1991), Jenkins dkk (1995), Yambot (1998), Sirirat (1999), Abdulhamd (2009) yaitu bahwa bakteri mampu membentuk acetyl-methyl-carbinol dari glukosa. Pada uji Citrat, hasil yang didapatkan adalah media berubah menjadi keruh, yang berarti bahwa bakteri mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon.
Pada uji Gelatin  memperoleh hasil positif  yaitu media tetap cair, hal ini berarti bakteri mampu untuk membentuk enzim semacam proteolitik (gelatinase) yang mencairkan gelatin. Sedangkan untuk uji NaCl 4% juga memperoleh hasil positif yaitu bakteri mampu tumbuh pada kadar NaCl 4% hal ini sesuai dengan Lucky dkk (1993).
Dari hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut adalah Aeromonas hydrophila.
Pemeriksaan parasit dilakukan pada hari yang sama dengan waktu autopsi. Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan parasit adalah kerokan kulit, hepar, insang dan darah. Tidak dilakukan pemeriksaan pada feses karena tidak didapatkan feses pada ikan tersebut. Kulit dilakukan pemeriksaan kerokan kulit didapatkan hasil positif Dactylogyrus sp.  Hepar diperiksa dengan metode smear, imprint dan squash, hasil yang di dapatkan adalah negatif. Insang diperiksa dengan metode gill wet mount, dan hasil yang di dapatkan adalah positif Dactylogyrus sp. Identifikasi pertama berdasarkan bentuk cacing yang pipih dorsoventral, tidak berongga, semua organ berada dalam organ berparenkim, tubuh pipih dorsoventral, tidak bersegmen, bentuk seperti daun (Levine, 1994) dan terdapat 2 eyespot pada anterior parasit (Anonim, 2005).
Dactylogyrus sp cenderung melekat pada insang dengan anchor yang dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik. Pada infeksi berat dapat menyebabkan gangguan penyerapan oksigen sehingga ikan kekurangan oksigen (Irianto, 2005).
Pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium patoligi klinik. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan ikan mas dengan nomor protokol E.42 mengalami anemia makrositik hipokromik, heterofilia, limfopenia dan monositosis serta anisositosis dan poikilositosis. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya infeksi Aeromonas hydrophila dan infestasi Dactylogyrus sp. pada ikan tersebut.
Berdasarkan perhitungan, jumlah total eritrosit normal, PCV meningkat dan hemoglobin mengalami penurunan dibandingankan standar normal, sehingga ikan mas dikatakan mengalami anemia. Anemia merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi penurunan jumlah eritrosit, hemoglobin atau keduanya dalam sirkulasi darah (benjamin, 1978). Anemia makrositik hipokromik adalah keadaan dimana terjadi peningkatan MCV sedangkan MCHC mengalami penurunan. MCV meningkat menunjukkan kondisi peningkatan aktifitas organ hemopoitik akibat proses hemoragi atau perdarahan sebagai respon regeneratif (Benjamin, 1978). Hal ini terlihat dengan adanya eritrosit dengan bermacam-macam ukuran (anisositosis) dan bentuk (poikilositosis) dan terwarnai tidak sempurna oleh hemoglobin, sehingga sitoplasma tercat bening.
Berdasarkan kemampuannya dalam regenerasi, anemia makrositik hipokromik, merupakan anemia regeneratif. Anemia regeneratif, dimana tubuh mampu merespon anemia dengan memproduksi eritrosit sebagai kompensasi,  biasanya diakibatkan karena hilangnya darah (hemoraghi) atau destruksi eritrosit (Aird., 2000). Mikrositosis merupakan respon akibat pendarahan kronis yang disebabkan ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi eritrosit normal (Kociba, 2000).
Pada pemeriksaan preparat apus darah, darah mengalami anisositosis. Tampak sel darah merah dalam berbagai ukuran. Hal ini diakibatkan karena ikan mengalami anemia. Anisositosis adalah kondisi dimana eritrosit memiliki variasi ukuran dikarenakan adanya makrosit dan atau mikrosit diantara normosit (Brokus, 2003)
Jumlah heterofil (neutrofil) meningkat jika di bandingkan dengan standar normal, hal ini menunjukkan ikan tersebut mengalami heterofilia. Heterofilia atau peningkatan heterofil dapat terjadi akibat peningkatan kebutuhan jaringan untuk proses fagositosis (peradangan) akibat adanya infeksi sekunder bakteri (Feldman dkk., 2000)
Leukopenia merupakan penurunan jumlah leukosit pada sirkulasi, yang dapat disebabkan infeksi bakteri, dimana leukosit ditarik ke jaringan yang mengalami infeksi sehingga terjadi penurunan leukosit dalam sirkulasi sampai terjadi produksi leukosit kembali (Benjamin, 1978). Menurut Noga E.J (2000), infeksi yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah limfosit, peningkatan monosit serta peningkatan granulosit. Limfopenia sering terjadi pada infeksi berat, penyakit hati, ginjal dan penyakit saluran pencernaan.
Perhitungan monosit menunjukkan peningkatan yang berarti ikan mengalami monositosis. Monositosis dapat distimuli oleh infeksi kronis. Peningkatan monosit adalah respon dari kebutuhan tubuh untuk destruksi patogen yang sulit ditangani oleh neutrofil (Schalm dkk, 1975). Monosit berfungsi sebagai fagosit dan dipengaruhi oleh sitokin. Mononuklear fagosit umumnya menandakan radang kronis.  
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi, parasitologi, mikrobiologi, dan patologi klinik, ikan mas (Cyprinus carpio) dengan nomor protokol E.42 terifestasi Dactylogyrus sp dan terinfeksi Aeromonas hydrophila.

Saran
Pencegahan penularan penyakit dapat dilakukan dengan cara memisahkan antara ikan yang sakit dengan ikan sehat. Untuk mengurangi tingkat penyakit yang disebabkan stres, dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas air, mengatur kepadatan populasi dan perbaikan pakan. Pengobatan terhadap ikan yang terinfeksi Aeromonas sp. dapat dengan menggunakan kalium permanganat sebanyak 20 gram/ m3 air selama 30-60 menit dan diulang selama 3-4 hari. Pengobatan terhadap infestasi Dactylogyrus dapat dengan cara perendaman ikan yang terserang ke dalam larutan amonium 1:2000 selama 5 - 15 menit. Dapat juga dengan perendaman dalam larutan Methylene Blue (1 gram/100 cm3 air).
DAFTAR PUSTAKA

Abulhamd, Ashraf T. 2009. Characterization of Aeromonas hydrophila Isolated from Aquatic Environments Using Phenotypic and Genotyping Methods. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences, 5(6): hal: 923-931, 200.

Adanir, D., Turutoglu, H. 2007. Isolation and Antibiotic Susceptibility of Aeromonas Hydrophila in a Carp (Cyprinus Carpio) Hatchery Farm. Bul Vet Inst Pulawy Hal: 361-364.

Afrianto dan Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 89.

Aird, Betsy. 2000. Clinical and Hematologic Manifestations of Anemia in Feldman, B. F, Joseph G. Z dan Nemi C. J. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology 5thedition. Lippincott Williams and Wilkins. Hal: 1124

Anonim. 2000. Monogenea Classification. Class of Platyhelminthes.General Information.http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://parasitology.informatik.uniwuerzburg.de/login2b.png&imgrefurl=http://parasitology.informatik.uniwuerzburg. 2 Mei 2010.
Anonim, 2004. Common Parasite of Fish by NT Lab. www. google./common Parasite of Fish by NT Lab. . 2 Mei 2010.

Anonim. 2005. Parasitic disease of fish. www.google.com/parasitic disease of fish. . 2 Mei 2010

Anonim. 2007. Chapter 3: Infectious Disease. www.google.com/Infectious
disease of fish. . 2 Mei 2010.

Anonim, 2008a. Penyakit Ikan. http://pusat.jakarta.go.id/Ternak/Penyakit% 20 Ikan.htm. . 2 Mei 2010

Anonim, 2008b. Goldfish, From Wikipedia, The Free Encyclopedia.
            http://www.wikipedia.org/wiki/goldfish. . 2 Mei 2010

Anonim, 2008c. Budidaya Ikan Mas.
            http://www.ristek.go.id. . 2 Mei 2010

Anonim, 2008d. Ikan Karper, dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas BerbahasaIndonesia. http://www.id.wikipedia.org/wiki/berkas:common_carp.jpg. . 2 Mei 2010

Asmat A dan gires U. 2002. The Occurrence of Aerolysin-Positive Aeromonas hydrophila Strains in Seawater and associated With Marine Copepods. Proceedings of the Regional Symposium on Environment and Natural Resources 10-11th April 2002. Vol 1:Hal: 495-502.

Austin, B. and Austin, D.A., 1987, Bacterial Fish Pathogens: Disease in Farmed and Wild Fish, Ellis Horwood Limited.Hal: 250-256.

Benjamin, M. M., 1978. Outline of Veterinary Clinicaly Pathology Third Edition. The Lowa State Univercity Press. Ames, Lowa, USA. Hal. 47.

Brokus, Charles W. dan Claire B. 2003. Erythrocytes in Duncan dan Piasse’s. 2003. Veterinary Laboratory Medicine Clinical Pathology 4th edition. Iowa : Iowa State University Press. Hal 97.

Camus, A. C., R.M. Durborow, W.G. Hemstreet, R.L. Thune1 dan J.P. Hawke. Aeromonas Bacterial Infections and Motile Aeromonad Septicemia. SRAC Publication No. 478 1998.

Carnahan, A. M., S. Behram dan S. W. Joseph. 1991. Aerokey II: A Flexibel Key for Identifying Clinical Aeromonas Species

Chong, Yunsop, Kui Nyung Yi dan Samuel Y. Lee. 1980. Cultural and Bhiochemical Characteristics of Clinical Isolates of Aeromonas hydrophila. Yonsei Medical Journal Vol. 27, No. 1. hal: 420.

Darvis, B. K; A. Haji M; A. Mohamadi Z; S. V. Salehi Mir; M. M. Shakiban. 2009.Measurament of some hematological characteristic of the wil carp. Comp Clin Pathol (2009)18 : hal: 321.

Dixon, B., 1990. Bacterial Infection in Fish. Aquarium Fish Magazine, The May/ June 1990 Edition. Hal: 3.

Feldman, B.F., Zink J.G., and Jain, N.C. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Hal. 1124

Griffiths, D. 2008. Trematoda Monogenea.

Govan A. D. T., Macfarlane P. S., Callander R.,1981. Pathology Illustrated. Churchill Livingstone. Edinburgh. Hal: 3-9, 16.

Handajani and Samsundari, 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang. Hal: 3-4, 76-77.

Ibrahem, Mai D., M. M. Mostafa, R. M. H. Arab dan M. A. Rezk. 2008. Prevalence of Aeromonas hydrophila Infection In Wild and Cultured Tilapia Nilotica (O.Niloticus) In Egypt. 8th International Symposium on Tilapia in Aquaculture 2008. Hal: 92.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal: 131.

Ismargono. 1996. Penggunaan Jerami dalam Pendadaran Benih Karper. Fakultas Pertanian UGM: Yogyakarta. Hal: 1.

Jenkins, Jill A. dan Peter W. Taylor. 1995. An Alternative Bacteriological Medium for the Isolation of Aeromonas spp. Journal of Wildlife Disease, 31 (2), 1995, hal: 272-275

Kaewviyudth, S., Chinabut, S. 1999. Five New Species of Dactylogyrus (Monogenea) from Cyprinid Fishes in Thailand. Asian Fisheries Science 12(1999):Hal: 391-399.

Kociba, gary J. 2000. Macrocytosis in Feldman, B. F, Joseph G. Z dan Nemi C. J. 2000. Schalm’s Veterinary Hematology 5thedition. Lippincott Williams and Wilkins Pp 1124: Philadelphia.

Kordi, M.G.H., 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan.. PT. Rineka Cipta Bina Adiaksara: Jakarta. Hal: 26 – 46, 116-117.

Levine, N.D.1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner , terjemahan Text Book of Veterinary Parasitology oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 95.

Lucky H.M., karsinah, Suharto. 1993. Mikrobiologi kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 154.

Muda, S. 2007. Budidaya Ikan Mas.
               
Moeller Jr., R.B, 2001. Bacterial Disease of Fish. California Animal Health and Food Safety Laboratory System University of Californian. www.google.com/BacterialDiseaseofFish. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010.

Noga, E.J. 2000. Fish Disease. Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press. Blackwell Publishing Company. Iowa. Hal. 142-146, 149-151.

Post, G. 1987. Textbook of Fish Health Sedond Edition. T.F.H Publications, Inc. Neptune city. Hal: 38-40;137; 189-193; 206-209.

Quinn, P.j, B. K. Markey, M. E. Carter, W. J. C. Donelly, dan F. C. Leonard. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. British : Blackwell Science. Hal 32.

Reed, P., Ruth, F.P., Ruth, E.K. 2005. Monogenean Parasites of Fish. http://edis.ifas.ufl.edu/scripts/FA033. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2009.

Roberts, R.J.1989. Field and Laboratory Investigations into Ulcerative Fish Disease in the Asia-Pasific Region. FAO Project. Bangkok. Hal. 214.

Robert, R.J. 2001 The Parasitology of Teleosts. In:Fish Pathology. W.B Saunders: Toronto. Hal. 257,260-274.Shotts, E.B., Tsu, T.C, Waltman, W.D., 1985. Extracellular Proteolytic Activity of Aeromonas hydrophilla complex, Fish Pathology. Hal.37-44.

Schalm, O.W., Jain, N.C., and Carrol, E.J. 1975. Veterinary Hematology Third Edition. Lea & Febiger. Philadelphia. Hal: 462, 522.

Sirirat, T, J. Intuseth, J. Chanpong, K. Thompson, S. Chinarit dan A. adams. 1999. Characterisation of Aeromonas hydrophila Extracelluler Products with Reference to Toxicity, Virulence, Protein Profiles and Antigenicity. Asian Fisheries Science 12 (1999) :Hal: 371-379.

White, R. 1991. Diagnosis of Aeromonas hydrophila infection in fish. Newsletter. www. Animal Disease Diagnostic Laboratory.com. 4 Mei 2010.

Yambot, A. V. 1998. Isolation of Aeromonas hydrophilla from Oreochromis niloticus during Fish Disease Outbreaks in the Philippines. Asian fisheries Science 10 (1998); Hal: 347-354

0 comments:

Post a Comment