Karena berbagai
kemajuan teknologi, kompetisi global, dan ketahanan ekonomi dalam masyarakat
yang kompleks, banyak jabatan menuntut adanya kolaborasi di antara manusia
lintas departemen atau lintas keakhlian. Intinya, pikiran orang banyak akan
lebih baik ketimbang pikiran satu orang saja. Membangun sebuah tim adalah suatu
proses memilih, mengembangkan, memberikan kemudahan, dan melatih sebuah
kelompok kerja agar berhasil mencapai tujuan bersama. Di dalamnya mencakup
memotivasi anggota-anggota agar merasa bangga dalam melaksanakan tugas
kelompoknya. Pembangun tim (team builder) harus mampu memenuhi tuntutan tugas
(kualitas hasil, tepat waktu, dsb.) dan memenuhi kebutuhan anggota-anggota
kelompok (adil, tidak konflik, dsb.)
Melalui kerjasama dan
saling berbagi pengetahuan serta ketrampilan, sebuah tim seringkali mampu
menyelesaikan tugas secara efektif, ketimbang dilakukan oleh seorang individu.
- “A team is a group organized to work together to accomplish a set of
objectives that cannot be achieved effectively by individuals” - Tim boleh jadi merupakan kelompok kerja
yang relatif permanen, namun juga bisa bersifat temporer yang bertugas untuk
menyelesaikan sebuah proyek tertentu. Tim yang relatif permanen biasanya
dinamakan “natural team work”, sedangkan yang temporer banyak disebut sebagai
“a cross-functional action team” – biasanya terdiri dari orang-orang dari
berbagai bagian atau departemen. Bentuk tim yang dianggap paling maju adalah
“self-directed”, karenanya tim semacam ini kurang memerlukan pengawasan, dan
memiliki otoritas penuh dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Agar tim bisa
bekerja secara efektif dalam mengembangkan motivasi, kedekatan, dan
produktivitas, banyak organisasi yang memandang pembangunan tim merupakan salah
satu aspek dari pengembangan organisasi.
TUJUAN TIM
Tim dibangun dengan
tujuan untuk membantu kelompok fungsional menjadi lebih efektif. Karena rasa
individualisme dan persaingan atar pribadi relatif tajam dalam organisasi, maka
tidak semua kelompok kerja dapat dikategorikan ke dalam suatu tim. Lima atau enam
orang yang sedang menyelesaikan suatu proyek belum
menjamin bahwa mereka bisa bekerjasama dalam mencapai tujuan. Secara spesifik,
membangun sebuah tim artinya harus mengembangkan semangat, saling percaya,
kedekatan, komunikasi, dan produktivitas.
• Semangat : Muncul karena
masing-masing anggota percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas. Makin tinggi tingkat kepercayaan mereka atas kemampuannya,
makin besar pula motivasi mereka untuk menyelesaikan tugas dengan baik
• Saling percaya : Rasa saling percaya
antar sesama anggota merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap
anggota tim, agar tim mampu bekerja secara efektif.
• Kedekatan : Kedekatan antar anggota
merupakan perasaan yang mampu menyatukan anggota secara sukarela. Suatu
kelompok yang kohesif adalah kelompok yang dimiliki oleh setiap anggotanya.
Mereka mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap kelompoknya. Umumnya
kelompok yang kohesif akan lebih produktif.
• Komunikasi : Agar tim bisa berfungsi
dengan baik, semua anggota harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan
hubungan antar pribadi secara baik, bicara secara terbuka satu sama lain,
memecahkan konflik yang ada, dan secara bersama menghadapi masalah. “Poor
communication means no team”
• Produktivitas : Tim seyogianya dapat
menyelesaikan tugas yang tidak mungkin dilaksanakan perorangan. Melalui saling
berbagi sumber daya, ketrampilan, pengetahuan, kepemimpinan, maka tim
berpotensi sangat lebih efektif daripada perorangan.
PROSES MEMBANGUN TIM
Tidak ada satu cara
khusus yang dipakai untuk membangun sebuah tim. Tujuan untuk membangun tim yang
bersemangat, memiliki kedekatan, saling percaya, dan produktif dapat dilakukan
dengan banyak cara. Apapun caranya, hal yang penting diingat adalah tim itu
sendiri harus mengembangkan kemampuan mengidentifikasikan persoalan kerja
mereka dan sekaligus juga memecahkannya. Lima tahap atau langkah yang umumnya
dilakukan dalam membangun sebuah tim diuraikan di bawah Langkah I . Membentuk
Struktur Tim
Setiap tim harus
bekerja dengan suatu struktur yang memadai agar berdaya menangani isu-isu berat
dan memecahkan persoalan-persoalan yang rumit. Walau struktur bisa berbeda
antara perusahaan satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada meliputi
:
• Tim Pengarah, yang terdiri atas
manajer-manajer tingkat atas, pimpinan serikat kerja (kalau ada), manajer lini,
penyelia, pimpinan tim, dan orang-orang penting lainnya. Seperti seorang pilot,
kelompok tersebut menetapkan seperangkat tindakan dan berperan sebagai nara
sumber dan pemberi umpan balik atas kegiatan tim
• Perancang Tim, merupakan tim lintas
sektoral yang mencakup anggota-anggota dari semua jenjang dan fungsi dalam
organisasi. Anggotanya terdiri atas para penyelia dan para manajer.
• Pemimpin, merupakan unsur penting
bagi keberhasilan tim. Pemilihan pemimpin merupakan faktor penting, mereka
harus yang bergaya partisipatif. Pemimpin tipe X kurang tepat untuk diminta
sebagai pemimpin tim.
• Rapat-rapat, merupakan aktivitas yang
terpenting. Agenda ini harus difasilitasi dan dilakukan relatif sering.
Pimpinan harus dilatih untuk mengelola proses rapat dan proses terjadinya
hubungan antar pribadi. Proses rapat antara lain mencakup perencanaan dan
penggunaan agenda, mengelola jalannya rapat, mendistribusikan notulen rapat,
mengatur bahan dan waktu rapat. Saat rapat berlangsung pimpinan rapat harus
mampu meningkatkan partisipasi semua anggota untuk mengeluarkan gagasannya,
mengatasi pertentangan akibat adanya perbedaan pendapat, menangani
anggota-anggota yang “sulit”, dan menciptakan suasana rapat yang dinamis.
• Proses konsultasi. Kehadiran pihak
ketiga dalam upaya membimbing, mengajar, membantu menyelesaikan konflik, kadang
sangat diperlukan. Karena sesungguhnya mereka bukan anggota tim, konsultan
dapat memberikan tantangan bagi anggota tim. Mereka bisa lebih obyektif dan
bisa lebih bebas bekerja dan berpendapat ketika membantu tim. Konsultan juga
bisa membantu membangun aturan-aturan dan cara-cara kerja. Mereka bisa diminta
untuk mendidik anggota tim dalam menggunakan peralatan, metode kerja, dan
memecahkan masalah agar tim bisa lebih produktif. ini. Langkah
II : Mengumpulkan informasi
Membangun tim harus
dimulai dengan penilaian diri anggota kelompok (self-assesment), untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap anggota.
Pengembangan tim dapat ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari survai
tentang sikap, wawancara dengan anggota tim, dan pengamatan atas
diskusi-diskusi kelompok. Cara-cara tersebut bermanfaat untuk menilai sejumlah
hal, antara lain iklim komunikasi, rasa saling percaya, motivasi, kemampuan
memimpin, pencapaian konsensus, dan nilai kelompok.
Langkah III :
Membicarakan Kebutuhan
Informasi yang
diperoleh dalam langkah II harus dirangkum dan diumpan-balikan kepada anggota
tim. Tim harus mendiskusikannya secara terbuka, dan mencoba
menginterpretasikannya. Melalui proses ini akan ditemukan sejumlah kebutuhan ;
kekuatan yang ada harus dicoba dipertahankan dan dikembangkan sedangkan
kelemahan harus segera diatasi. Proses ini bisa berlangsung dalam beberapa kali
pertemuan guna menemukan hal-hal yang memang sangat dibutuhkan. Proses ini
sangat penting dalam upaya untuk menetapkan sendiri tujuan tim. Melalui
pemahaman atas kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tim sudah dalam kondisi
siaga untuk mendiagnosis masalah dan menemukan jalan keluarnya.
Langkah IV :
Merencanakan sasaran dan menetapkan cara pencapaiannya.
Begitu isu-isu
diklarifikasikan, tim harus menetapkan tujuan dan misinya, serta menetapkan
prioritas kegiatan. “Perhaps most importantly, a team must have a shared sense
of mission. Whether we are talking about a temporary work improvement team, or
branch, all members must share the sense of mission” Hal yang paling utama dilakukan oleh tim
adalah bekerja pada isu yang oleh anggota dianggap paling penting. Dengan
agenda yang ditetapkan sendiri, tim akan lebih komit pada proses pelaksanaan
dan pengembangannya. Kelompok harus mengembangkan skedul tentatif dan rencana
tindakan guna mencapai tujuan. Konsultan akan sangat membantu dengan cara
memberikan saran-saran tentang teknik atau kegiatan yang mungkin dilakukan
dalam upaya mencapai tujuan. Pengembang organisasi atau spesialis pelatihan
harus mengetahui jenis-jenis latihan, film, modul modul,
atau studi kasus, guna membantu kelompok agar bisa mengembangkan ketrampilan
yang diperlukan bagi efektivitas kerja tim.
Langkah V :
Mengembangkan Ketrampilan
Sebagian besar proses
“pembangunan tim” akan memusatkan kegiatannya pada pengembangan ketrampilan
yang diperlukan untuk menciptakan tim yang berkinerja tinggi. Seperti halnya
para atlit olah raga, setiap anggota tim harus belajar bermain, bergerak, dan
mempraktekan ketrampilan mereka. Beberapa jenis ketrampilan yang sangat
diperlukan dalam membangun tim yang baik adalah :
1. Kesadaran untuk mengembangkan kelompok.
Harus disadari oleh semua
anggota tim bahwa kemajuan suatu tim dilakukan melalui tahapan-tahapan yang
bisa diprediksi, yaitu fase orientasi, fase evaluasi, dan fase kontrol. Fase
orientasi ditandai oleh adanya ragu-raguan para anggota kelompok akan peran
mereka. Mereka kurang memahami apa yang harus mereka lakukan selaku anggota
tim. Pada fase evaluasi, anggota cenderung meng- alami konflik yang disebabkan
oleh kekurang-setujuan mereka terhadap cara-cara penyelesaian tugas. Dalam fase
ini kelompok bisa terpecah-pecah dalam beberapa koalisi. Dalam fase kontrol,
kelompok kembali bersatu, karena mereka mulai memahami satu sama lainnya.
Apa yang terjadi di
atas merupakan gejala normal yang banyak terjadi. Faktor kepemimpinan merupakan
hal yang paling krusial dalam hal ini. Jika pimpinannya baik maka ketiga fase
tersebut tidak berlangsung lama, sehingga tim dapat segera bisa berfungsi.
2. Klarifikasi Peran
Bahkan ketika tim sudah
mulai bekerja, kadang mereka masih bingung tentang apa yang harus mereka
lakukan, dan juga siapa yang harus melakukannya. Dalam upaya mencapai
tugas-tugas kelompok, setiap anggota harus memahami peran mereka masing-masing.
Mereka harus tahu dengan baik apa yang harus mereka kerjakan dan juga
batas-batas kewenangannya. “Team members must know what others expect from
them. Ambiguity in role expectations produces stress and hampers performance”
Uraian
jabatan formal seringkali tidak sesuai dengan harapan masing-masing anggota,
oleh karena itu pembagian peran sebaiknya dibicarakan bersama. Dalam diskusi
ini harus dibahas misi kelompok, kepada siapa kelompok harus melaporkan hasil
kerjanya?, kewenangan apa yang dipunyai kelompok?, siapa yang menentukan
pimpinan mereka?, apakah anggota kelompok setuju pada pembagian pekerjaan?, dan
apakah peran masing-masing anggota kelompok tidak bertentangan atau tumpang
tindih satu sama lainnya?.
Seperti hanya dengan
anggota tim olahraga, kelompok kerja memerlukan pengetahuan tentang apa yang
dimainkan oleh dirinya dan diri anggota lainnya. Berdiskusi dengan tujuan
menjernihkan atau mengklarifikasikan peran masing-masing anggota merupakan
agenda penting untuk memulai kerja dalam tim.
3. Pemecahan Masalah.
Memahami bagaimana
menggunakan teknik-teknik pemecahan masalah merupakan hal penting yang
menunjang keberhasilan kerja tim. Setiap anggota tim harus bisa berpartisipasi
menggunakan beberapa cara dasar dalam memecahkan masalah di bawah ini :
• Diagram Pareto, menggambarkan
masalah-masalah yang dihadapi oleh tim. Setiap “bar” menunjukan tingkat
seringnya masalah tertentu muncul, atau biaya yang diakibatkan oleh adanya
masalah. Tim harus berupaya untuk memecahkan masalah yang sering muncul atau
yang dampaknya paling merugikan.
• Diagram Alur Kerja, menggambarkan
langkah-langkah kerja yang harus dilakukan mulai dari awal sampai dengan akhir.
Dengan mempelajari diagram tersebut setiap anggota dapat membayangkan proses
kerja tim secara keseluruhan.
• Diagram Sebab-Akibat, biasanya juga
disebut dengan nama diagram “tulang ikan”. Di dalamnya tertera masalah utama
dan secara berurutan hal-hal lain yang diperirakan sebagai penyebab munculnya
masalah.
• “Brainstorming”, setiap anggota
kelompok diberi kesempatan untuk mengembangkan gagasan-gagasan sebebas dan
sebanyak mungkin. Setiap gagasan dituliskan dalam “flip-chart”. Anggota tidak
diperkenankan untuk “membunuh” gagasan segila apapun. Melalui cara ini
diharapkan muncul pemikiran kreatif guna pemecahan masalah. • Rencana tindakan, memungkinkan apa
yang telah diputuskan untuk segera dilaksanakan. Peran dan tanggungjawab
diberikan, Laporan diperlukan. Biasanya temuan-temuan dan rencana tindakan
disajikan di hadapan manajemen atau panitia pengarah untuk memperoleh
persetujuan, atau sebagai informasi dan komunikasi.
• Bagan pertanggung-jawaban
menggambarkan kegiatan-kegiatan, waktunya, tekniknya, dan orang yang
melaksanakannya. Adanya bagan ini semua anggota tim mengetahui secara rinci
keseluruhan proses kegiatan yang sedang berlangsung.
Pelatihan yang
komprehensif, diikuti oleh pelatihan individual, membantu anggota tim
menerapkan alat-alat di atas dengan benar. Setiap orang harus bekerja dan
senantiasa memperbaiki ketrampilannya. Bangsa Jepang menyebutnya “Kaizen”.
4. Konsensus dalam mengambil keputusan.
Sebagian besar
keputusan di tempat kerja dibuat oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Konsensus
terjadi manakala semua anggota mengatakan : “Saya sepakat dengan keputusan itu,
walau tidak 100% setuju, namun saya sangat mendukungnya”. Konsensus berbeda
dengan demokratis. Keputusan yang diambil secara demokratis mengandalkan pada
suara terbanyak, artinya masih ada anggota tim yang tidak setuju, yaitu
minoritas. Pihak yang tidak setuju biasanya tidak sungguh-sungguh bersedia
melaksanakan hasil keputusan. Dalam teknik pengambilan keputusan melalui
konsensus yang sebenarnya, keputusan diambil setelah semua anggota setuju.
Melalui penambahan waktu dan kesabaran, setiap anggota mengemukakan secara
panjang lebar pendapatnya sehingga semua pihak mengerti. Konsensus tidak hanya
merupakan cara terbaik dalam pengambilan keputusan, namun juga berpotensi
memunculkan komitmen tinggi pada diri setiap anggota tim untuk melaksanakannya.
Kualitas keputusan melalui consensus memang sangat baik, sehingga memudahkan
pelaksanaannya karena semua yang mengambil keputusan sepakat atas apa yang
telah diputuskan.
Pengambilan keputusan
secara konsensus tidaklah mudah, oleh karena itu setiap anggota perlu
memperoleh latihan guna memiliki ketrampilan yang diperlukan. Studi kasus yang
diikuti oleh analisis kelompok merupakan salah satu bentuk pelatihan. Di sini
akan terlihat beberapa perilaku : “Apakah anggota kelompok mendengar kan
gagasan-gagasan secara obyektif?”, “Apakah setiap anggota kelompok telah
diberikan kesempatan bicara secara memadai?” ”Apakah ada pihak yang
mendominasi?”, “Apakah kelompok mampu memecahkan pertentangan?”. Pengambilan
keputusan secara consensus harus dilakukan secara sistematis dan sabar. Tidak
perlu tergesa-gesa. Apabila kelompok mencapai konsensus, tim akan dapat bekerja
secara maksimal.
5. Mengatasi konflik
Bukan hal yang aneh
jika suatu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang berbeda latar belakang,
berpotensi memunculkan konflik. Jika tim
gagal menangani konflik dengan semestinya maka akan gagal mencapai tujuan.
Dengan dikembangkannya ketrampilan mengelola konflik, maka walaupun terjadi
konflik, tim masih memperoleh manfaat daripadanya. Pandangan yang saling
bertentangan satu sama lain, jika dikelola dengan baik justru akan menciptakan
suatu keputusan yang lebih baik.
Sebuah tim dapat
mengembangkan kapasitas menangani konflik melalui berbagai cara, misalnya
diskusi terbuka tentang konflik itu sendiri atau melalui diskusi yang tangguh
yang penuh perdebatan dan skeptisme. Permainan peran (role playing), dan
latihan-latihan membantu tim mengembangkan komunikasi terbuka yang diperlukan
untuk menyelesaikan konflik secara produktif. Tim yang berkinerja tinggi antara
lain dicirikan dengan adanya anggota-anggota yang kritis, namun masih saling
menghargai satu sama lainnya.
6. Evaluasi hasil
Sebagai suatu tim kerja
yang senantiasa berfungsi, tim harus mengevaluasi hasil kegiatannya guna
mengetahui keberhasilan atau pun kegagalannya. Evaluasi dapat dilakukan melalui
berbagai cara. Dalam beberapa kasus, hasil dari adanya tim kerja dapat diukur
berdasarkan kriteria baku produktivitas atau keluaran. Jika setelah dibentuknya
tim, produktivitas lebih baik daripada sebelumnya maka dapat dikatakan tim
tersebut efektif. Kesalahan yang makin berkurang, biaya produksi makin kecil,
tingkat turnover menurun, adalah beberapa tanda bahwa tim bekerja secara
efektif. Pemasok dan juga pelanggan yang menggunakan jasa tim harus pula
dijadikan sumber informasi keberhasilan atau kegagalan tim.
0 comments:
Post a Comment