Di sisi lain laju
pertumbuhan ikan kerapu yang dibudidaya sangat lambat, seperti yang dilaporkan
oleh Soni (2002) ikan kerapu macan laju
pertumbuhannya 0,45 g/hari dan sebesar 0,60 g/hari, sedangkan kerapu lumpur
sebesar 0,61 g/hari. Laju pertumbuhan tersebut dapat menyebabkan biaya
operasional menjadi tinggi sehingga kurang menguntungkan secara ekonomis. Namun
demikian sebagian pertumbuhan ikan kerapu akhir-akhir ini sudah menunjukkan
peningkatan. Akbar dan Sudaryanto (2001) melaporkan bahwa ikan kerapu macan
laju pertumbuhannya 2,30 g/hari, sedangkan laju pertumbuhan ikan kerapu lumpur
3,59 g/hari.
Menurut Chua dan
Teng (1978), kualitas perairan yang
optimal untuk pertumbuhan ikan kerapu, seperti suhu berkisar
antara 24 - 31ºC, salinitas antara 30-33 ppt, oksigen terlarut > 3,5 ppm dan
pH berkisar antara 7,8 - 8,0. Sementara itu Suprakto dan Fahlivi (2007)
melaporkan kualitas air pada lokasi bdidaya, yaitu kecepatan arus 15 - 30 cm/s,
suhu 27 - 29ºC, salinitas 30 - 33 ppt,
pH 8,0 - 8,2, oksigen >5 ppm dan kedalaman > 5 m. Kualitas perairan pada
lokasi penangkapan di Tanimbar Utara, yaitu suhu 27,00 - 29,62 ºC, salinitas
34,259 - 34,351 ppt, oksigen terlarut 3,95 - 4,28 ml/l, nitrat 1,00 - 6,00 µg.at/l dan fosfat berkisar 0,80 - 1,40 µg.at/l (Langkosono dan Wenno,
2003). Informasi mengenai pertumbuhan dan kondisi perairan pada lokasi budidaya
ikan kerapu masih kurang dipublikasikan sehingga pengembangannya banyak menemui
kendala. Hal ini terutama para nelayan di Desa Malaka Lombok Barat selalu
mengandalkan penangkapan ikan di alam, sedangkan budidaya masih sangat kurang
dilakukan.
Berdasarkan
permasalahan tersebut di atas maka penelitian pertumbuhan ikan kerapu dan
kualitas perairan dilakukan di perairan pantai Teluk Kodek, Desa Malaka pada keramba jaring apung.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kecepatan pertumbuhan ikan kerapu macan, kerapu lumpur dan
kualitas perairan, seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), pH,
kecepatan arus, kecerahan, fosfat dan nitrit.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menarik
minat para nelayan
maupun pengusaha untuk
mengembangkan budidaya ikan
kerapu. Di samping itu sebagai masukan bagi pemerintah daerah Lombok Barat
untuk mengembangkan sektor perikanan dalam rangka meningkatkan pendapatan
nelayan, pendapatan daerah serta meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Perkembangan kehidupan
kerapu tikus sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidupnya. Faktor
lingkungan tersebut antara lain : suhu, cahaya, salinitas, arus. Fluktuasi
kedaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode, migrasi
musiman serta terdapatnya ikan. Keadaan perairan serta perubahannya juga
mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Baskoro, et al. 2010).
Komarova (1939) dalam
Baskoro. et al (2010) menerangkan bahwa
suhu yang terlalu tinggi, tidak normal dan tidak stabil ternyata akan
mengurangi kecepatan makan ikan. Ada kalanya ikan yang berukuran besar akan
mencari daerah makanan yang bersuhu
lebih rendah daripada ikan-ikan yang berukuran lebih kecil dari jenisnya, hal
tersebut mungkin disesuaikan dengan kebutuhan fisiologisnya.
Menurut Weber and
Beofort (1940) dalam Evalawati et al (2001) taksonomi ikan kerapu tikus adalah
sebagai berikut :
Subphylum : Vertebrata
Class :
Osteichthyes
Sub Class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili :
Serranidae
Genus :
Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis
Ikan kerapu tikus ini
bertubuh agak pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik
hitam diseluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran kecil dengan moncong agak
meruncing. Karena kepala yang kecil mirip bebek, maka jenis ini popular sebagai
kerapu bebek. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai kerapu tikus karena
bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus. Ikan kerapu tikus
digolongkan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0.5 – 2
kg/ekor (Kordi, 2001).
Menurut Subyakto dan
Cahyaningasih (2003), kerapu bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap
perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian
berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua.
Menurut Kordi (2001)
ikan kerapu memijah sepanjang tahun. Untuk melakukan pemijahan, ikan kerapu
membutuhan salinitas antara 28-32 ppt, dengan suhu antara 27°C - 30°C. Ikan
kerapu tikus memijah disaat gelap, yaitu ketika bulan tidak bersinar terang.
Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 berikutnya (bulan
arab).
Habitat favorit larva
kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan banyak
ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu karang). Pada siang hari, larva kerapu
biasanya tidak muncul ke permukaan air, sebaliknya pada malam hari, larva
kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan sifat kerapu
sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak bersembunyi di
liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk
mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).
Kebiasan makan ikan
kerapu tikus, menurut Iskandar dan Mawardi (1996) dalam Risamasu (2008) ikan
kerapu tikus yang termasuk dalam
keluarga serranidae merupakan ikan nokturnal dimana ikan ini mencari
makan pada malam hari. Aktivitas ikan
nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut
digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara
individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu
luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman.
Setianto (2011) melaporkan dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu tikus
muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 meter selanjutnya
menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter,
biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan
larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal.
Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses
diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Pemijahan
Ikan Kerapu Tikus
Jumlah induk 49 ekor
dengan perbandingan jantan dan betina 1:2.
Ikan memijah pada bulan gelap antara pukul 22.00-02.00 WIB dengan suhu
29 oC. Ikan kerapu memijah pada malam hari disebabkan ikan tersebut merupakan
ikan demersal dan bersifat fototaksis negatif (-) yaitu cenderung menjauhi
cahaya. Ciri induk yang siap memijah yaitu ikan menjadi lebih sensitif terhadap
suara atau cahaya Pada induk betina perutnya terlihat buncit, warna tubuhnya
cerah dan pergerakannya lambat.
Sedangkan induk kerapu
tikus jantan pergerakannya lebih agresif daripada induk betina. Kemudian
induk kerapu jantan
akan bergerak mengikuti induk betina dan berenang bersama.
Pada pengamatan tingkah
laku pemijahan ikan kerapu tikus di BBAP Situbondo dan tingkah laku pemijahan
ikan kerapu tikus pada beberapa literatur menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
antara keduanya, karena lingkungan pada pemijahan di BBAP Situbondo dibuat
sedemikian rupa hingga sesuai dengan di alam dan akhirnya ikan dapat memijah
dengan alami dan menghasilkan telur dengan kualitas yang bagus.
Suhu yang sesuai untuk
ikan kerapu tikus yaitu 29 oC-32 oC dengan salinitas 33 ppt. Rangsangan dari
lingkungan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan ketinggian air pada pagi hari
hingga sore dan menaikkan air kembali
pada sore hari. Pada saat
pemijahan, juga dibutuhkan
suasana yang tidak berisik dan tenang. Selain itu, saat musim hujan juga
mempengaruhi pemijahan
ikan, karena seringnya
terjadi hujan yang deras maka pemijahan ikan kerapu tikus yang berlangsung
alami dapat terganggu
namun pada umumnya Ikan kerapu tikus akan memijah sepanjang tahun.
Pembenihan Ikan Kerapu
Tikus
Telur yang dihasilkan
berkisar antara 100.000-300.000 butir dan akan menetas setelah 18-20 jam pada
suhu 29 °C-31 °C dengan tingkat penetasan 80%. Larva kerapu tikus bersifat
pelagis, pakan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut larva. Pakan yang
diberikan berupa zooplankton jenis artemia pada D15-D40, fitoplankton jenis rotifera pada D15-35,
pelet pada D17-D50 dan rebon pada D40-D50, pada D1-D14 larva diberi minyak cumi
(minyak ikan). Pada D35 dilakukan penyeragaman ukuran untuk menghindari ikan
kerapu tikus saling memangsa karena ikan
bersifat
kanibal. Survival rate
ikan kerapu tikus sebesar 5%. Suhu pada pembenihan berkisar 29 ⁰C dengan
salinitas 30 ppt.
Survival rate pada
benih ikan kerapu tikus yakni 5%.
Penyebab kematian larva bisa terjadi
karena masa kritis yang
terjadi saat kuning telur habis dan larva harus mengambil makanan dari luar.
Selain itu, pengelolaan kualitas air juga mempengaruhi angka kematian larva.
Sehingga dilakukan uji kualitas air setiap
pekan yang menjadi
bahan pertimbangan untuk mengurangi kematian larva. Tingkah laku ikan kerapu tikus muda
berenang mengikuti gerak air dan lebih banyak berdiam diri didasar kolam pada
pagi hari. Pada D35 sifat kanibal mulai nampak, hal ini bisa diakibatkan karena
kurangnya pakan yang diberikan. Begitu juga dengan apa yang ada di literatur.
Dan apabila penanganan pada bak pemeliharaan kurang hati-hati atau tidak
menjaga kebersihan kolam maka akan mengubah lingkungan yang ada disekitar ikan
dan bisa membuat ikan stress karena hal ini tentu berada dengan ikan kerapu
tikus muda yang berada di alam, mempunyai ruang gerak yang lebih luas. Ikan
kerapu yang berada dihabitat asli, mampu untuk menghasilkan telur yang lebih
banyak yakni
700.000 butir. Hal ini
bisa terjadi karena pengaruh dari kondisi lingkungan pada budidaya ikan kerapu.
Ikan mempunyai sifat poikilotermis yaitu suhu tubuh ikan dipengaruhi oleh suhu
air disekitarnya sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat metabolisme setelah
air mengalami penurunan suhu. Pada kolam budidaya, suhu dapat berubah karena
pengaruh lingkungan seperti hujan maupun cuaca yang panas.
Pembesaran Ikan Kerapu
Tikus di Karamba Jaring Apung
Pada pembesaran di
karamba jaring apung, ikan yang ditebar berukuran mulai 10 cm (D70) dengan masa
pemeliharaan 15 bulan Pemberian pakan dilakukan 1 kali sehari berupa ikan selar kuning dengan total konsumsi mencapai 2,5 kw serta pemberian
vitamin C yang dilakukan seminggu sekali. Ikan kerapu tikus makan dengan
menyergap pakannya sebelum sampai ke dasar jaring. Suhu di karamba berkisar
29-31 ⁰C dengan salinitas 33
ppt. Jenis penyakit yang potensial mengganggu disebabkan oleh parasit.
Pergerakan ikan kerapu
tikus pada keramba terbatas hanya mengelilingi kolam saja dan berdiam di dasar
kolam, peningkatan gerakan terjadi saat pemberian pakan. Ikan kerapu tikus
makan dengan menyambar ikan segar yang diberikan. Lingkungan ikan yang ada di karamba jaring
apung (KJA) lebih menguntungkan baik bagi ikan itu sendiri maupun bagi pemilik
karamba karena penempatannya di laut sesuai dengan habitat ikan kerapu tikus.
Jadi, tingkah laku ikan kerapu tikus pada pemeliharaan di budidaya tidak jauh
berbeda dengan habitat aslinya. Balai Budidaya Air Payau membuat
manipulasi lingkungan yang benar-benar sesuai dengan habitat asli ikan kerapu
tikus. Pada pembenihan, larva bersifat pelagis. Seiring dengan pertumbuhannya,
ikan kerapu tikus hidup di dasar permukaan dimana pada habitat aslinya, daerah
terumbu karang merupakan tempat tinggal bagi ikan sehingga ikan kerapu tikus
mencari mangsa disekitar terumbu karang.
0 comments:
Post a Comment