Ikan
nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai
Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipi
kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air
tawar yang banyak dibudidayakan setelah Ikan Mas (Cyrprinus Carpio) dan telah
dibudidayakan di lebih dari 85 negara. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke
Negara beriklim tropis dan subtropics, sedangkan pada wilayah beriklim dingi
tidak dapat hidup dengan baik.
Nila
disukai oleh kalangan karena mudah dipelihara, dapat dikonsumsi oleh segala
lapisan serta rasa daging yang enak dan tebal. Tekstur daging Ikan Nila
memiliki ciri tidak ada duri kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di
tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih, serta tidak berbau lumpur.
Oleh karena itu, Ikan Nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industry
fillet dan bentuk-bentuk olahan lain. Ekspor Nila dari Indonesia umumnya dalam
bentuk frozen fille (600 g) dan surimi.
Bibit
Nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti perikanan Air
Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa
penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di
seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh
pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Pada tahun 1980-1990, Nila
Merah diintrodusir masuk dari Taiwan dan Filipina oleh Perusahaan Aquafarm.
Pada tahun 1994, Balitkanwar kembali mengintroduksi Nila GIFT (Genetic
Improvement for Farmed Tilapia) strai G3 dari Filipina dan Nila Citralada dari
Thailand. Secara genetic Nila GIFT telah terbukti memiliki keunggulan
pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandinggkan dengan jenis ikan
Nila lain. Tahun 2000, salah satu perusahaan swasta nasional, CP Prima
mengintrodusir Nila Merah NIFI dan Nila GET dan Filipina tahun 2001. Pada tahun
2002, BBAT Jambi memasukan Nila JICA dari Jepang dan Nila Merah Citralada dari
Thailand.
Nila
dapat memanfaatkan plankton dan perifiton, serta dapat mencerna Blue Green
Algae. Nila umumnya matang kelamin mulai umur 5-6 bulan. Ukuran matang kelamin
berkisar 30-350 g. Rasio betina : jantan berkisat antara (2-5) : 1,
keberhasilan pemijahan berkisar 20-30% per minggu dengan jumlah telur antara
1-4 butir/gram induk. Kelulushidupan (Survival Rate-SR) dari telur menjadi
benih (ukuran < 5 gram) dapat mencapai 70-90%. SR fingerling menjadi ikan
konsumsi berkisar 500-600 g dapat mencapai 70-98%. Nila menpunyai pertumbuhan
cepat, rataan pertumbuhan harian ( Average Daily Growth-ADG) dapat mencapai 4,1
gram/hari.
Nila
mempunyai sifat omnivora (pemakan nabati maupun hewani), sehingga usaha
budidayanya sangat efisien dengan biaya pakan yang rendah. Nilai Food
Convertion Ratio (FCR) cukup baik, berkisar 0.8-1.6. Artinya, 1 kilogram Nila
konsumsi dihasilkan dari 0.8-1.6 KG pakan, sebagai berbandingan nilai efisiensi
pakan atau konversi pakan (FCR), ikan Nila yang dibudidayakan di tambak atau
keramba jarring apung adalah 0.5-1.0; sedangkan ikan Mas sekitar 2.2-2.8.
Pertumbuhan
Ikan Nila jantan dan betina dalam satu populasi kan selalu jauh berbeda, karena
Nila jantan 40% lebih cepat dari pada Nila betina. Nila betina, jika sudah
mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan
tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan
produksi. Beberapa waktu lalu, telah ditemukan teknologi proses jantanisasi;
yaitu membuat populasi ikan jantan dan betina maskulin melalui sexreversal;
dengan cara pemberian hormone 17 Alpa methyltestosteron selama perkembangan
larva sampai umur 17 hari. Saat ini teknologi sex reversal telah berkembang melalui
hibridisasi antarjenis tertentu untuk dapat menghasilkan induk jantan super
dengan kromosom YY; sehingga jika dikawinkan dengan betina kromosom XX akan
menghasilkan anakan jantan XY.
Pembenihan
ikan Nila dapat dilakukan secara missal di perkolaman secara terkontrol dalam
bak-bak beton. Pemijahan secara missal ternyata lebih efisien, karena biaya
yang dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva untuk jumlah yang
hamper sama. Pembesaran ikan nila dapat dilakukan di Keramba Jaring Apung (KJA),
kolam, kolam air deras, perairan umun baik sungai, danau maupun waduk dan
tambak. Budidaya Nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah
25.000 kg/ha/panen, di keramba jaring apung 1.000 kg/unit/panen (200.000
kg/ha/penen), dan ditambak sebanyak 15.000 kg/ha/panen. Budidaya Ikan Nila di
tambak, pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di kolam atau di jaring apung.
Nila ukuran 58 cm yang dibudidayakan di tambak selama 2.5 bulan dapat mencapai
200 g. sedangkan di kolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4
bulan.
Nila
merupakan jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara luas di
Indonesia. Teknologi budidayanya sudah di kuasai dengan tingkat produksi yang
cukup tinggi. Jenis ikan Nila yang telah berkembang di masyarakat adalah Nila
Hitam dan Nila Merah. Dalam rangka perbaikan genetik, jenis yang telah berhasil
dikembangkan adalah Nila GESIT, Nila JICA, Nila LARASTI, Nila BEST, Nila
NIRWANA, Nila JATIMBULAN.
Peluang
pasar Ikan Nila cukup besar baik di pasar lokal maupun ekspor. Kebutuhan pasar
dalam negeri untuk ikan nila umumnya berukuran dibawah 500 gram/ekor, dengan
harga berkisar antara Rp. 11.000-15.000/kg untuk wilayah Jawa dan Sumatera ,
sedangkan untuk wilayah timur Indonesia mencapai Rp. 20.000-30.000/kg. kebutuhan
pasar ekspor umumnya dalam bentuk fillet dengan harga berkisar Rp.
30.000-40.000/kg dengan Negara tujuan ekspor yaitu Amerika Serikat, Eropa,
Timur Tengah, dan Hongkong. Untuk mendapatkan 1 kg fillet Nila, dibutuhkan 3
ekor ikan nila segar. Oleh karena itu upaya pengembangan usaha budidaya Nila
masih terbuka untuk dikembangkan dalam berbagai skala usaha. Nila
merupakan ikan sungai atau danau yang cocok dipelihara di perairan tawar yang
tenang, kolam dapat berkembang pesat pada perairan payau misalnya tambak.
Kebiasaan makan nila diperairan alami adalah plankton, tumbuhan air yang lunak
serta caing. Benih nila suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria,
Copepoda dan Cladocera; sedangkan termasuk alga yang menempal. Pada perairan
umum anakan nila sering terlihat mencari makan di bagian dangkal. Sedangkan
Nila dewasa di tempat yang lebih dalam. Nila dewasa mampu mengumpulkan makanan
berbentuk plankton dengan bantuan lender (mucus) dalam mulut.
Nila
terlihat memulai memijah sejak umur 4 bulan atau panjang badan berkisar 9.5 cm.
pembiakan terjadi setiap tahun tanpa adanya musim tertentu dengan interval
waktu kematangan telur sekitar 2 bulan. Induk betina matang kelamin dapat
menghasilkan telur antara 250-1.100 butir. Nila tergolong sebagai Mouth Breeder
atau pengeram dalam mulut. Telur-telur yang telah dubuahi akan menetas dalam
jangka 35 hari di dalam mulut induk betina. Nila jantan mempunyai naluri
membuat sarang berbentuk lubang di dasar perairan yang lunak sebelum mengajak
pasangannya untuk memijah. Nila betina mengerami telur di dalam mulutnya dan
senantiasa mengasuh anaknya yang masih lemah. Selama 10-13 hari, larva di asup
oleh induk betina. Jika induk melihat ada ancaman, maka anakan akan dihisap
masuk oleh mulut betina, dan dikeluarkan lagi bila situasi telah aman. Begitu
berulang hingga benih berumur kurang dlebih 2 minggu.
Tabel
1. Ciri-ciri induk Nila jantn dan betina
Induk Nila Jantan
|
Induk Nila betina
|
Dagu berwarna kemerahan atau kehitaman
|
Dagu berwarna putih
|
Sirip dada berwarna cokelat
|
Sirip dada berwarna kehitaman
|
Perut pipih, (Normal, kemps) dengan warna kehitaman, jika dipijat
mengeluarkan cairan
|
Perut berwarna putih dan mengembang dan jika dipijat tidak mengeluarkan
cairan.
|
Alat kelamin berbentuk beruncing
|
Alat kelamin berbentuk bulan sabit
|
Mempunyai 2 buah lubang yaitu anus dan urogenital (urine dan sperma)
|
Mempunyai 3 buah lubang yaitu anus, genital/telur dan lubang urine
|
Pembenihan
Pada
lokasi calon pembenihan terdapat sumber air yamg memadai secara teknis,
tersedia sepanjang tahun. Setidaknya, pada pemeliharaan benih, debit air yang
dibutuhkan berkisar 0.5 liter/detik. Nila dapat hidup pada suhu 25-30 derajat
Celcius; pH air 6.5-8-5; oksigen terlarut > 4 mg/I dan kedar ammoniak
(NH3)< 0.01 mg/I; kecerahan kolam hingga 50 cm. selain itu ikan Nila juga
hidup dalam perairan agaktenang dan kedalaman yang cukup.
Pembenihan
ikan Nila dilakukan dukolam (outdoor hatchery) kontruksi kolam terbuat dari
bahan beton/semen atau tanah. Bentuk kolam empat persegi panjang sebanyak 4
unit.asitas untuk masing-masing wadah/bak sebesar 500 m2.produksi benih terdiri
dari:
a)
Induk
Bobot
induk betina sebesar 0.4 kg, sedangkan jantan sebesar 0.4 kg. perbandingan
induk jantan dan betina dikawinkan adalah 1 : 2. Padat penebaran induk, untuk
tiap pasang induk atau 3 ekor ikan, setidaknya disediakan lahan minimal 4 m2.
Perawatan induk dilakukan dengan memberikan makanan tambahan seperti pellet,
dedak, dan ampas tahu. Penambahan pakan alami dikolam dapat dilakukan dengan
cara menggantungkan karung pupuk di bagian kolam tertentu, dengan terlebih
dahulu melubaginya. Cara ini dimaksudkan agar pembusukan yang berlangsung di
dalam karung teidak mengganggu kaulitas air kolam. Selanh beberapa hari
biasanya disekitar karung akan tumbuh plankton.
b)
Pakan
Pakan
induk Nila adalah pakan buatan dapat berupa pellet dengan kadar protein 28-35%
dengan kendungan lemeak tidak lebih dan 3%. Pada pemeliharaan induk,
pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam
pakannya sehinga perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge
dan daun-daunan/sayuran yang diris-iris.
Banyaknya
pelat sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa par hari. Agar diketahui
berat bio massa, maka diambil sempel 10 ekor ikan, ditimbang, dan
dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah
seluruh ikan di kolam. Sebagai contoh, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah
ikan 90 ekor maka barat biomassa 220 x 90 = 19.800 garam. Jumlah ransum per han
3% x 19.800 gram = 594 gram. Rensum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan
yang banyak mengandung lemak separti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak
baik untuk induk ikan, terlebih jika barang tersebut sudah barbau tengik. Dedak
halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga
berfungsi untuk menambah kesuburan kolam.
c)
Peralatan
1. Peralatan pemijahan, penetasan dan
pemeliharaan larva: pengukuran kualitas air: thermometer. Peralatan lapangan:
ember, baskom, gayung, selang plastik, saringan, plankton net, serok,
timbangan, aerasi dan instalasinya.
2. Peralatan pendederan: peralatan
lapangan: thermometer, ember, baskom, saringan, serok, lambit, waring, cangkul,
hapa penampung benih, timbangan dll.
Persiapan
produksi larva dilakukan dengan mengeringkan dasar kolam selama kurang lebih 3
hari. Lubang-lubang pada pematang kolam ditimbun dengan tanah. Pengapuran
diperlukan untuk memperbaiki dan pH tanah dan mematikan bibit penyakit maupun
hama ikan. Pemupukan dilakukan untuk menyediakan makanan alami ikan bagi benih
yang baru menetas. Selanjutnya, kolam diairi hingga air mencapai ketinggian
50-70 cm.
Proses
produksi larva dilakukan dengan pemeliharaan induk. Proses pemijahan alami pada
suhu air berkisar 25-30 derajat celcius , keaseman (pH) 6.5-7.5, dan ketinggian
air 0.6-1m. pemasukan induk ikan ke dalam kolam dilakukan pada padi dan sore
hari karena suhu tidak tinggi, dan untuk menjaga agar induk tidak stress, induk
dimasukkan satu persatu.
Induk
jantan akan mulai menggali sarang induk jantan segera memburu induk betina
pelepas telur oleh induk betina, yang dengan cepat dibuahi oleh induk jantan
dengan cara menyemprotkan spermanya. Selesai pemijahan, induk betina menghisap
telur-telur yang telah dibuahi untuk dierami di dalam mulutnya. Induk jantan
akan meninggalkan induk betina, membuat sarang dan kawin lagi.
Anakan
yang telah keluar dari mulut induk segera dipanen dan dipisahkan tersendiri
pada bak pemeliharaan larva. Panen benih sudak boleh dilakukan dengan
menggunakan serokan/waring dan ditampung dalam ember/baskom untuk dipindahkan
ke kolam pendederan. Penangkapan sebaiknya dilakukan pada pagi hari di saat
benih biasanya berkumpul di permukaan air. Bila matahari makin tinggi dan suhu
air meningkat biasanya benih akan berada di bagian dasar kolam mencari tempat
yang sejuk. Penangkapan biasanya beberapa kali dan membutuhkan waktu 2 jam.
Masamasa kritis berkisar 10 hari, karena benih sangat rentan mengalami
kematian, sehingga pemeliharaan harus dilakukan secara hati-hati.
Kualitas
air media pemeliharaan anakan diatur pada suhu 25 – 30 0C, keasaman (pH) 6,5 –
7,5 ketinggian air media 0,6 – 1 m dalam kolam pemeliharaan dengan kapasitas
luasan berkisar 500 m2. Padat tebar larva berkisar 150 ekor per m2 dengan waktu
pemeliharaan 10 hari. Ukuran panen 1 – 3
cm dengan bobot 1 gram.
Pemeliharaan
benih dilakukan pada suhu 30 – 32 0C, keasaman (pH) 6,5 – 7,5 ketinggian air
media 20 – 30 cm dalam wadah pemeliharaan dengan kapasitas 500 m2. Ukuran benih
tebar 1 – 3 cm, bobot 1 gram dengan padat tebar larva 50 – 75 ekor per m2.
Waktu pemeliharaan 20 hari dengan ukuran panen 3 – 5 cm dan bobot 2,5 gram.
Pendederan
dilakukan pada suhu 30 – 32 0C, keasaman (pH) 6,5 – 7,5 ketinggian air media 20
– 50 cm dalam wadah pemeliharaan dengan kapasitas 500 m2.
Ukuran
benih tebar 3 – 5 cm dengan bobot 2,5 gram. Padat tebar larva 50 ekor per m2.
Waktu pemeliharaan 30 hari, dengan ukuran panen 5 – 8 cm dan bobot 5 gr.
Kedalaman perairan kolam untuk pendederan nila di kolam tanah adalah 50 – 70
cm. Pakan benih berupa pakan buatan dengan kadar protein berkisar 30% .
Persiapan
kolam pendederan dilakukan dengan jalan mengeringkan kolam, pengapuran dan
pemupukan dengan pupuk kandang ataupun pupuk buatan. Pupuk kandang diberikan
sebagai pupuk dasar dengan dosis 1 kg/m2. Nila sangat menyukai pakan alami
berupa plankton, sehingga tujuan pemupukan susulan agar plankton dapat bertahan
hidup dengan baik. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur fosfor dan
nitrogen maka dianjurkan untuk menggunakan pupuk SP – 36. Pupuk diberikan
setelah kolam terisi air. Pupuk buatan dimasukkan ke dalam kantong-kantong
kecil yang diberi lubang kecil, kemudian diikatkan pada sebatang bilah bambu
dan ditancapkan pada dasar kolam. Dengan demikian, pupuk tersebut akan
menggantung, terendam air dan akan larut sedikit demi sedikit. Cara pemupukan
seperti ini dilakukan untuk menghindari terikatnya unsur-unsur kimia dari pupuk
terutama fosfat oleh kompleks humus dalam lumpur.
0 comments:
Post a Comment