Tuesday, September 20, 2011

MENGENAL FISIOLOGI ORGAN PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP

September 20, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Penelitian bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang fisiologi dan histologi mata ikan Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pola tingkah laku ikan berdasarkan fisiologi dan histologi penglihatan dalam kaitan untuk pengembangan alat tangkap agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
Metoda penelitian adalah metoda observasi histologi dan eksperimen laboratoris. Data primer meliputi data histologi organ penglihatan ikan sampel segar dan responsss ikan terhadap berbagai warna jaring pada skala laboratorium. Analisis data meliputi sumbu penglihatan (visual axis), ketajaman mata (visual acuity), jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance), dan uji pembeda One way-ANOVA. 
Beronang dan Kakap merah memiliki sel fotoreseptor sel kon tunggal (single cone) dan sel kon ganda (double cone) dengan susunan mosaik. Kakap merah mempunyai ketajaman penglihatan dan jarak pandang maksimum lebih besar dibanding Beronang. Arah pandang ikan menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun untuk Beronang, ke arah depan naik untuk Kakap. Ikan perlakuan memberi responsss yang sama terhadap warna jaring, yakni tidak dapat meresponsss atau dapat menerobos jaring mulai dari warna transparan, putih, hijau, biru dan merah. Pemilihan warna bahan jaring, khususnya alat tangkap menetap pasif (set gill net, set trammel net, dan set net) hendaklah menggunakan warna transparan dan putih untuk perairan jernih, sedangkan untuk warna hijau, biru, dan merah dalam peruntukannya harus disesuaikan dengan latar belakang (back ground) warna perairan.

Kata-kata kunci: Fisiologi Organ Penglihatan, Sel Cone, Sel Rod, Warna Jaring PENGANTAR
Mata ikan telah melalui seleksi alamiah dan evolusi. Proses evolusi tersebut telah memaksimalkan kemampuan fotoreseptor pada sistem penglihatan ikan, dimana mata ikan dapat menyerap puncak panjang gelombang yang berbeda – beda. Kondisi ini didukung oleh banyaknya pigmen penglihatan pada retina dan kemampuan menyerap energi matahari. 
Menurut Gunarso dan Bahar (1991) tingkah laku ikan serta berbagai faktorfaktor yang berkaitan dengannya dapat diketahui dan dipahami, maka akan membuka jalan untuk mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu alat tangkap ikan, bahkan dapat memacu untuk memodifikasi suatu jenis alat penangkap baru yang lebih sesuai.
Penelitian fisiologi dan histologi organ penglihatan terutama dari jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone), rod, dan diameter lensa ikan merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji agar dapat mengetahui pola tingkah lakunya, khususnya dalam hal ketajaman penglihatan dan pembedaan warna.
Hasil penelitian ini ditekankan pada analisis terhadap organ mata kelompok ikan yang dalam cara menangkapnya banyak menggunakan jaring yang bersifat pasif (gill net, set net, dan trammel net). Ikan tersebut terdiri dari Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang ditangkap diperairan laut Jepara dan sekitarnya. Tujuan penelitian adalah diperolehnya suatu pengetahuan tentang fisiologi dan histologi mata ikan Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda. Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pola tingkah laku ikan berdasarkan fisiologi dan histologi penglihatan dalam kaitan untuk pengembangan alat tangkap agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
 
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan (Juni – Oktober 2007). Data histologi organ penglihatan ikan dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan, FPIKIPB dan data respons ikan terhadap berbagai warna jaring pada skala laboratorium dilakukan di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (LPWP) FPIK-UNDIP di Jepara. Metoda penelitian yang digunakanan adalah metoda observasi histologi dan eksperimen laboratoris.

1.         Bahan dan alat
 Bahan yang digunakan adalah ikan beronang (Siganus canaliculatus), dan kakap merah (Lutjanus sebae) yang diperoleh dari perairan sekitar Jepara, masingmasing sebanyak 10 ekor dengan panjang total (total length) kurang lebih 15 cm.  Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

No       Alat dan bahan            Kegunaan

1          Termometer     Mengukur suhu air
2          pH paper         Untuk mengukur kadar pH air laut
3          Hand refraktometer    Mengukur salinitas air laut
4          Konikel pemeliharaan Ø
Memelihara ikan percobaan
130 cm
5          Konikel percobaan Ø 145
Tempat melakukan percobaan cm
6          Stopwatch       Mengukur waktu perlakuan
7          Kamera digital            Mengambil gambar pada saat perlakuan
8          Serok   Mengambil ikan
9          Blower            Untuk supply oksigen
10        Alat tulis         Mencatat data
11        Measuring board         Mengukur panjang tubuh ikan
12        Peralatan histologi       Melakukan histologi retina mata ikan uji
13        Jaring (webbing) monofilament warna
Sebagai obyek benda yang dilihat ikan merah, biru, hijau, putih
(Ø 0,35 mm)
14        Jaring (webbing) monofilament transparan Sebagai obyek benda yang dilihat ikan (Ø 0,30 mm)


Objek yang akan dilihat oleh ikan uji adalah diameter simpul dan benang jaring. Ukuran diameter simpul dan benang jaring untuk benang warna merah, biru, hijau, dan putih dengan ukuran diameter benang 0,35 mm dan untuk ukuran simpulnya 1,6 mm. Diameter benang jaring transparan 0,3 mm dengan ukuran diameter simpulnya 0,6 mm. 
 Bak percobaan konikel terdapat lubang pengeluaran air dibagian dasar yang dimodifikasi menjadi sumbu untuk patokan frame jaring saat melakukan gerakan pelingkaran jaring. Pada bagian atas kanan frame jaring dibuat pegangan sebagai sumbu yang berfungsi untuk memutar frame jaring saat percobaan dilakukan. Frame jaring bersifat tidak permanen, sehingga saat perlakuan perbedaan warna jaring frame tersebut dapat dibongkar-pasang sesuai dengan perlakuan. Jaring diletakan menghadang gerak ikan di bagian tengah konikel. Ini ditujukan untuk membandingkan ikan lebih cenderung menerobos melewati jaring warna yang kurang bisa terlihat oleh ikan tersebut. Desain bak konikel penelitian dapat di lihat pada Gambar 1.


 
Keterangan :
1.         Frame jaring
2.         Sumbu putar
3.         Jaring yang digunakan sebagai perlakuan
4.         Ikan uji 

            Gambar 1. Desain bak konikel penelitian

2.         Prosedur penelitian
Penelitian dilakukan 2 tahap. Tahap pertama adalah histologi retina mata ikan beronang dan kakap untuk mendapatkan susunan sel fotoreseptor cone  dan rod retina mata sebagai acuan untuk menentukan ketajaman mata (visual acuity), sumbu penglihatan (visual axis) dan jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance). Tahap kedua melakukan suatu pembuktian antara data perhitungan organ penglihatan dengan tingkah laku ikan saat melihat jaring dengan warna berbeda didalam bak air di dalam uji laboratoris. Hal ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis tingkah laku ikan saat melihat jaring dari warna yang berbeda, sehingga dapat sebagai prediksi pola tingkah laku ikan saat melihat warna jaring pada habitat aslinya.
Pada penelitian tahap kedua, merupakan perlakuan pembuktian antara perhitungan rumus yang diperoleh melalui histologi pada penelitian tahap pertama dengan tingkah laku penglihatan ikan di dalam bak percobaan. Sebanyak 2 jenis ikan sampel diambil dari bak penampungan (aklimatisasi) dengan jumlah masingmasing 5 ekor ditempatkan pada bak konikel fiberglass secara bergantian berdasarkan acak perlakuan untuk dihitung jumlah kelolosan ikan dan tingkah laku ikan saat gerakan mendekati jaring dengan warna berbeda. Benda/material yang dijadikan objek penglihatan pada penelitian ini adalah jaring dengan warna yang berbeda, yaitu hijau, biru, merah, putih, dan transparan. Ukuran benda yang dapat dilihat ikan adalah diameter simpul dan diameter benang jaring. Untuk jaring dengan warna hijau, putih, merah, dan putih mempunyai ukuran diameter simpul 1,6 mm dan ukuran diameter benang 0,35 mm. Sedangkan untuk jaring transparan diameter simpul jaring 0,6 mm dan ukuran diameter benang 0,3 mm. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan visual di laboratorium. Ikan – ikan percobaaan dimasukkan ke dalam bak konikel yang telah diatur secara acak.
Rancangan percobaan yang digunakan penelitian tahap kedua adalah rancangan acak lengkap (RAL) 2 faktor, faktor pertama adalah ikan uji dan faktor kedua adalah perbedaan warna lembar jaring jenis bahan benang monofilament biru, merah, hijau, putih dan transparan. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan 3 (tiga) kali.

3.         Pengumpulan data
Pengumpulan data meliputi jumlah dan susunan fotoreseptor retina mata ikan uji dan data numerik jumlah ikan uji yang menerobos mata jaring dengan lima warna yang berbeda. Data numerik ini digunakan untuk mengetahui warna jaring mana yang tidak dapat dilihat ikan yang dapat diketahui dari jumlah ikan – ikan yang menerobos jaring menunjukkan ikan tersebut tidak dapat melihat adanya jaring yang dipasang.
 4.        Analisis data
Analisis data meliputi kebiasaan penglihatan (visual axis), ketajaman mata (visual acuity) dan jarak pandang maksimum ikan (maximum sighting distance). 
Analisis data ketajaman penglihatan (visual acuity) dihitung berdasarkan nilai kepadatan sel kon setiap 0,01 mm2 luasan pada masing-masing bagian dari retina dengan menggunakan rumus sudut pembeda terkecil (minimum separable angle) yang diberikan oleh Tamura (1957) :
1              α rad   =       x2x0,1x(1+ 0,25) ⎤⎥        
 dimana, αrad  : sudut pembeda terkecil (radian)
              F     :  jarak fokus (berdasarkan formula Matthiensson’s (F = 2,55r)                0,25:  nilai penyusutan spesimen mata akibat proses histologi               n     :  jumlah sel kon terpadat  per luasan 0,01 mm2  yang merupakan   hasil  pengamatan di bawah mikroskop.
Ketajaman penglihatan (visual acuity = VA) merupakan kebalikan dari nilai sudut pembeda terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara et al., 1998):   
α min = α (rad) x    x 60
1
VA =    αmin
 Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura, 1957).
Perhitungan jarak pandang maksimum ( D )dengan menggunakan rumus phytagoras adalah sebagai berikut :
                        D = d(0,5)   
 tan(0.5)α
Dimana: d = diameter obyek (mm)
              α  = sudut pembeda terkecil (menit)
              Adapun konsep perhitungan jarak pandang maksimum (Maximum Sighting Distance) dapat di lihat pada Gambar 2 berikut.
 L   :  Lensa mata ikan
A   :  Sel cone dan rod             R   :  Retina mata ikan            
F   :  Jarak antara titik pusat lensa mata terhadap retina (focal   length) d   :  Tinggi/diameter suatu obyek benda 
αUntuk mengetahui kemampuan penglihatan pada masing-masing    :   Sudut pembeda terkecil (minimum separable angle), dalam satuan derajat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis histologi dari retina mata masing-masing jenis ikan perlakuan menunjukkan bahwa susunan sel reseptor terdiri atas sel kon tunggal (single cone) dan sel kon ganda (double cone), sedangkan sel rod tidak ditemukan pada susunan tersebut. Sel kon membentuk susunan mozaik dengan posisi satu sel kon tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda. Sel fotoreseptor membentuk mozaik dengan susunan satu sel kon tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda.
Dengan adanya sel kon (kerucut) ganda ini, maka ikan mempunyai kemampuan dapat membedakan warna. 

Variabel           Jenis Ikan
            Beronang         Kakap
Diameter lensa (mm)   4          5.5
Kepadatan sel cone per 0,01 mm2      99        80
Sudut pembeda terkecil (min)             0.0049             0.0039
Ketajaman penglihatan           0.06     0.07
Jarak pandang maksimum (m)            2.04     2.52

Ketajaman penglihatan ikan tergantung dari dua faktor yaitu diameter lensa dan kapadatan sel kon pada retina. Diameter lensa mata ikan berbanding lurus dengan ukuran panjang tubuh ikan yang artinya semakin panjang tubuh ikan maka diameter lensa mata ikan akan bertambah pula. Hal ini terjadi karena diameter lensa mata ikan yang ikut bertambah mengakibatkan gambar suatu objek yang melalui lensa mata menuju retina akan semakin cepat, karena nilai sudut pembeda terkecil semakin kecil (Giovani, 2003). Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar ukuran panjang tubuh ikan maka kepadatan sel konnya akan semakin menurun (Purbayanto 1999).
Jarak pandang maksimum yang dimiliki ikan akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran diameter objek benda yang dilihat dan semakin meningkatnya ukuran panjang tubuh ikan. Artinya bahwa dengan ukuran panjang tubuh yang semakin besar maka kemampuan ikan untuk dapat mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh.
 Sumbu penglihatan dapat ditentukan setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata ikan diketahui, yaitu dengan cara menarik garis lurus melalui lensa mata. Lensa mata ikan mengikuti aturan dasar fisik pembengkokan cahaya sampai benda yang diketahuinya memberi strategi untuk selanjutnya dianalisis. Bentuk lensa mata ikan bulat dan pergerakkannya mirip dengan prinsip kerja dari lensa kamera (Razak et al, 2005). 
Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan sel kon dan konfigurasi kontur  pada peta kontur diketahui bahwa kontur kepadatan sel kon  terletak pada daerah dorso-temporal untuk ikan beronang dan ikan kakap ventro-temporal sehingga arah pandang ikan menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun untuk beronang, ke arah depan naik untuk kakap. Menurut Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang memperoleh makanannya dengan terlebih dahulu memburu mangsanya, maka pada umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian dorso-temporal atapun ventro-temporal retina matanya.  Kepadatan sel kon pada bagian ventro-temporal retina mata ikan ikan kakap sama halnya dengan kepadatan sel kon ikan gulamah (Argyrosomus emoyensisi) (Agustini, 2005) yang juga merupakan jenis ikan pemangsa (predator).
Jarak pandang maksimum yang dimiliki ikan akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran diameter objek benda yang dilihat dan semakin meningkatnya ukuran panjang tubuh ikan. Artinya bahwa dengan ukuran panjang tubuh yang semakin besar maka kemampuan ikan untuk dapat mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh.
Warna yang dapat dilihat oleh ikan (karang) secara umum adalah warna biru dan cenderung sensitif terhadap warna hijau (Razak et al, 2005), karena suatu objek dapat terlihat berwarna karena sifat selektifnya terhadap penyerapan panjang gelombang tertentu dan merefleksikannya pada kisaran optic tectum cahaya tampak (400-750). Kemampuan suatu benda dapat menyerap panjang gelombang tertentu sebagai warna disebabkan adanya kromofor (Fujaya, 2002). Jumlah ikan yang dapat menerobos jaring disajikan pada Gambar 3 berikut.
 KH (kakap-hijau), KB (kakap-biru), KP (kakap-putih), KT (kakap-transparan)
 Ikan beronang dan kakap tidak mampu melihat jaring warna transparan dengan baik karena ikan-ikan tersebut banyak yang lolos melalui jaring tersebut. Demikian pula untuk jaring warna putih. Ikan beronang dan kakap kurang mampu mengenali jaring yang berwarna hijau karena tidak adanya kekontrasan warna jaring dengan warna dasar dan tepian konikel sehingga menyamarkan warna hijau dari jaring tersebut. Pada jaring warna biru dan merah merupakan warna jaring yang dapat dikenali kedua ikan penelitian karena kekontrasannya dengan warna perairan. Kekontrasan jaring ini juga dikemukakan oleh Ayodhyoa (1981), bahwa warna jaring di dalam air akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah transparansi dan sinar matahari. 
Menurut Gunarso (1985), warna jaring dalam air dipengaruhi oleh kedalaman, transparansi, sinar matahari, dan lain - lain, selain itu warna jaring mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan – ikan yang berbeda – beda. Perbedaan latar belakang dimensi penglihatan yang cukup baik untuk dapat dideteksi ikan, antara lain warna dan corak memungkinkan ikan dapat mendeteksi adanya perbedaan warna suatu obyek benda (Fujaya 2002). Menurut Baskoro et al., (2005), warna yang mampu dilihat ikan karang umumnya adalah warna biru.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang sangat nyata diantara masing-masing perlakuan. Hasil uji ini menyimpulkan  bahwa terdapat perbedaan respon pada penggunaan warna jaring berbeda terhadap penglihatan ikan beronang dan kakap.  
 KESIMPULAN DAN SARAN
Ikan beronang (Siganus canaliculatus) dan ikan kakap (Lutjanus sebae) hanya memiliki sel fotoreseptor berupa sel kon tunggal (single cone) dan sel kon ganda (double cone) dengan susunan satu sel tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda serta tidak ditemukannya sel rod. Ketajaman penglihatan ikan kakap lebih besar dibandingkan beronang, dengan arah pandang menunjukkan perubahan diopter ke arah depan turun pada ikan beronang dan arah depan naik untuk ikan kakap.
   Ikan beronang dan kakap memberi respons yang sama terhadap warna jaring, yakni tidak dapat merespons atau dapat menerobos jaring mulai dari warna transparan, putih, hijau, biru kemudian merah. Untuk pemilihan warna jaring pada alat tangkap bersifat pasif disarankan menggunakan warna transparan dan putih untuk perairan jernih, sedangkan untuk warna hijau, biru, dan merah disesuaikan dengan latar belakang (back ground) perairan.
 DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1981. Fishing Methods. Institut Pertanian Bogor. Dewi Sri, Bogor,   97 hlm.
 Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 
 Giovani. 2003. Ketajaman Mata Ikan Kakap Merah terhadap Alat Tangkap Pancing. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor (Skripsi). Bogor. 
 Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metoda dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
 Gunarso, W. dan D. Bahar. 1991. Diktat Kuliah Tingkah Laku Ikan. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
 Purbayanto, A. dan M.S. Baskoro, 1999. Tinjauan Singkat tentang Pengembangan
Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of Environmental Friendly Fishing Technology. Proceeding Agri-BioChE Symposium. Tokyo. 
 Razak, A; K. Anwar dan MS. Baskoro. 2005. Fisiologi Mata Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
 Shiobara, Y., S. Akiyama, and T. Arimoto. 1998. Developmental Changes in the Visual Acuity of Red Sea Bream (Pagrus major). Journal Fisheries Science,(64)6:944-947. Department of Marine Science and Technology, Tokyo University of Fisheries, Tokyo, Japan.
 Tamura, T. 1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving Power and Accommodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific Fisheries. (22)9:536-557. Fisheries Institute, Faculty of Agriculture, Japan. 

0 comments:

Post a Comment