Tuesday, March 8, 2011

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) SEBAGAI PENGAWET PINDANG TONGKOL

March 08, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan  pindang merupakan salah  satu produk tradisional yang sangat populer di beberapa negara Asean termasuk Indonesia. Produk ini dikenal dengan nama ‘sinaeng’ di Philippina dan  ‘pla-tu-nung’ di Thailand  yang menyerupai ikan segar (Gopakumar,1997).
Berdasarkan urutan disposisi dalam  pengolahan tradisional di Indonesia, produk pindang menduduki posisi ke-2 setelah produk  ikan asin (Anon., 2006). Beberapa jenis pindang yang tersedia di pasar adalah pindang presto, pindang ’badeng’  atau  ’paso’  dan pindang ’naya’ atau ’cue’. Pindang presto merupakan jenis pindang yang pada umumnya dibuat dari ikan bandeng, berduri lunak dan paling awet karena dalam pembuatannya menggunakan pemanas bertekanan (autoclave) dan dikemas dalam kantung plastik hampa udara/vakum. Pindang jenis ini biasa dijajakan di pasar swalayan.  Produk  pindang  ’badeng’  atau  pindang ’paso’ yang pada umumnya dibuat dari ikan tongkol, dan  pindang naya  yang pada umumnya diolah dari ikan layang atau lemuru biasanya dijajakan di pasar tradisional dengan ditempatkan dalam paso atau naya dalam keadaan terbuka, sehingga memungkinkan terj adinya  kontam inasi  m ikroba  selam a proses penjualan. Daya tahan pindang badeng yang disimpan dalam  paso pada suhu  kamar   dapat mencapai 1 bulan, sedangkan daya tahan pindang ’’naya’’ sangat pendek yaitu berkisar 1-3 hari (Nasran, 1980)  atau 2-7 hari (Gopakumar, 1997) tergantung pada jenis ikan, karena kadar  garamnya yang relatif kecil dan kadar airnya yang masih cukup tinggi.
Beberapa penelitian telah dilakukan sebagai upaya untuk  memperpanjang daya awet ikan pindang, di antaranya penambahan rempah-rempah (Retnowati et al.,  1984),  arang (Subaryono et  al., 2004),  asam (Dwiyitno  et  al.,  2005),  kitosan  (Ariyani  & Yennie,
2008),  dan  daun  teh  hijau (Heruwati et  al.,  2009) selama proses pemindangan. Kajian perubahan mutu i kan pi ndang pada kondisi  penyi m panan yang berbeda juga telah dilakukan  (Ariyani et al., 2004; Irianto  et  al.,  2009).  Namun  demikian, pencarian/ eksplorasi bahan alami sebagai bahan pengawet yang cocok  untuk produk  pindang masih perlu dilakukan mengingat bahwa bahan alami  diketahui menghasilkan produk  olahan yang  lebih aman baik bagi konsumen maupun lingkungan.
Menurut hasil penelitian, daun jambu biji (Psidium guajava)  m engandung senyawa tanni n,  f enol , flavonoid, kuinon,   triterpenoids, dan  steroid yang mempunyai daya hambat terhadap bakteri maupun oksidasi lipid (Arima & Danno, 2002;  Begum  et al.,
2004; Astawan, 2008).  Selama ini pemanfaatan daun maupun buah  jambu biji lebih banyak sebagai obat tradisional dan penggunaannya dalam pengawetan pangan masih sangat terbatas. Untuk melihat tingkat efektifitas bahan alami tersebut sebagai bahan pengawet pangan, perlu  dilakukan  kajian aplikasi ekstrak daun jambu biji untuk pengawetan ikan olahan, khususnya ikan pindang.
Bahan baku yang digunakan adalah ikan tongkol lisong (Scomber australasicus CV) dengan kisaran berat 209–236 g/ekor dan kisaran panjang total 20–25 cm/ekor yang diperoleh dari TPI Muara Angke yang telah dibekukan di kapal.  Ikan tongkol beku tersebut d i b awa k e l a b or at o ri um  BB RP 2 B  da l a m  p et i beri nsul asi  dan sesam pai nya di  BBRP2B   i kan disimpan di cold storage sebelum digunakan. Pada saat ikan akan digunakan untuk percobaan, ikan beku di-thawing dengan cara  memindahkan ikan beku ke dalam chilling room  14  jam  sebelum percobaan dimulai.  Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain garam rakyat  yang dibeli dari penjual garam yang berlokasi di pasar Palmerah Jakarta, serta daun jambu biji (Psidium guajava) merah yang sudah tua dan  segar dan merupakan daun  ke 4-5 dihitung dari pucuk daun, diperoleh dari Balai Tanaman Rempah dan Obat di Bogor.
Preparasi ekstrak daun jambu biji
Untuk  mendapatkan ekstrak daun   jambu biji, dilakukan  seleksi daun  jambu terlebih dahulu  untuk membuang daun  yang telah kering dan tidak segar. Pada pembuatan  ekstrak kasar air, sebanyak 1 bagian daun jambu dididihkan dalam 4 bagian air  selama 4 jam (Arambewela et al., 2006).  Setelah mencapai 4 jam, campuran daun  jambu disaring menggunakan penyari ng  santan  dan ekstrak yan g  di perol eh merupakan ekstrak induk dengan konsentrasi 25%. Ekstrak  kemudian ditempatkan dalam  jerigen plastik dan disimpan di chilling room (5-10oC) sampai waktu digunakan.
Aplikasi ekstrak daun jambu pada proses pemindangan ikan  tongkol
Sebelum percobaan dimulai, ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan sisa darah yang masih menempel pada ikan.  Ikan tongkol yang telah bersih disusun dalam ‘naya’. Konsentrasi larutan ekstrak daun jambu yang digunakan untuk merebus adalah 0, 3, 6, dan 9% yang  didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan. Larutan ekstrak daun jambu dengan berbagai konsentrasi tersebut dipersiapkan dengan mengencerkan ekstrak induk menjadi 3, 6, dan 9%. Selanjutnya ‘naya’ yang berisi ikan direbus dalam campuran larutan ekstrak daun  jambu pada konsentrasi 0, 3, 6, dan 9% (b/v) dan garam 15% (b/ v) selama 30 menit. Selesai perebusan, ‘naya’ berisi ikan diangkat, ditiriskan dan  selanjutnya disimpan
Berdasarkan hasil analisis organoleptik terhadap aroma pindang tongkol, diketahui bahwa perlakuan ekstrak daun jambu maupun penyimpanan mempengaruhi nilai penerimaan terhadap aroma produk  pindang tongkol (Gambar 3). Pada pindang tongkol dengan perlakuan ekstrak daun jambu, aroma daun j am bu  sedi ki t terdeteksi khususnya pada pindang  tongkol  dengan perlakuan  ekstrak daun jambu 9% pada awal penyimpanan, namun berkurang dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Aroma agak basi dan tengik terdeteksi pada pindang tongkol kontrol pada akhir penyimpanan dan  penambahan ekstrak daun  jambu 9%  pada proses pengolahan pindang tongkol dapat mengurangi bau tengik yang ditimbulkan akibat proses oksidasi tersebut.
Penilaian terhadap atribut tekstur pindang tongkol menunjukkan bahwa pindang tongkol  dengan perlakuan penambahan ekstrak daun jambu mempunyai tekstur yang  kompak  dan  hampir tidak berubah selama  2 hari masa penyimpanan .  Pada akhir penyimpanan,  pindang tongkol dengan perlakuan ekstrak daun  jambu 9% mempunyai  nilai  atribut  tekstur  yang  lebih  tinggi dibanding perlakuan lain. Penambahan ekstrak daun jambu pada pengolahan pindang tongkol juga terlihat dapat mengurangi terbentuknya lendir pada akhir masa penyimpanan, khususnya penambahan ekstrak daun jambu pada konsentrasi 9%. Lendir yang terbentuk pada  pi ndang tongkol  dengan perlakuan  ekstrak daun j am bu  9%  pada waktu tersebut masih  tipis, tidak  terlalu  jelas dan  tidak berbau, sedangkan lendir pada pindang dengan perlakuan lain agak kental dan berbau agak  basi.
Hasil penilaian atribut rasa pindang tongkol dengan perlakuan ekstrak daun  jambu dan kontrol disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan data tersebut, nilai rasa pindang  tongkol  dengan perlakuan  ekstrak daun jambu sedikit lebih tinggi dibanding pindang tongkol kontrol, dan pada akhir penyimpanan pindang tongkol dengan perlakuan ekstrak daun jambu 9% mempunyai nilai yang lebih tinggi secara nyata  dibanding kontrol maupun perlakuan lain. Rasa pindang tongkol kontrol agak gatal  dan  sedikit asam,  sedangkan  pindang tongkol  dengan perl akuan ekstrak daun j am bu mempunyai rasa lebih gurih, sementara rasa sepet dan pahit dari daun jambu terdeteksi lemah pada awal penyimpanan dan  semakin berkurang dan tidak terdeteksi pada akhir masa  penyimpanan. Hal ini memberikan nilai positif karena pada kebanyakan bahan alami yang berasal dari tanaman, penambahan bahan alami tersebut akan mengubah rasa produk ke arah yang tidak dikehendaki seperti pada ekstrak daun sirih yang meninggalkan rasa getir yang cukup kuat (Ariyani et al., 2008) dan ekstrak bunga kecombrang yang meninggalkan bau dan rasa wangi (Heruwati et al., 2008).
Kemungkinannya adalah ekstrak daun  jambu tidak mempunyai daya hambat terhadap bakteri  pembusuk yang  pada umumnya merupakan jenis bakteri Gram negatif.  Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sanches et al. (2005)  yang menunjukkan bahwa ekstrak air daun  jambu efektif dalam  menghambat aktivitas  bakteri  Gram  positif (Staphylococcus aureus  dan Bacillus subtilis) tetapi tidak efektif dalam menghambat aktivitas bakteri Gram negatif ( Escherichiacoli dan Pseudomonas aeruginosa). Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih komplek dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif. Lapisan dinding sel bakteri Gram positif hanya terdiri dari 2 lapisan dengan lapisan peptidoglikan yang tebal, sedangkan dinding sel pada bakteri Gram negatif terdiri atas 3 lapisan (lipoprotein, l ipopol i sakari da dan peptidogl i kan) yang  pada membran bagian luarnya terdapat barrier/penahan bagi masuknya beberapa jenis antibiotik, sedangkan pada rongga periplasma terdapat enzim yang dapat memecah molekul  asing  yang datang  dari  luar(Beveridge, 1999). Sifat ini yang kemudian menjadikan dinding sel bakteri Gram negatif lebih selektif terhadap masuknya senyawa aktif dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif.
Apabila  dilihat dari  waktu penyimpanannya, semakin lama waktu penyimpanan, jumlah bakteri total semakin tinggi dengan kecepatan pertumbuhan yang relatif  konstan, sedangkan jumlah  kapang meningkat sedikit lambat sampai hari k e - 2 penyimpanan dan meningkat tajam di akhir penyimpanan. Peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan berkaitan erat dengan tingkat kelembaban pindang tongkol yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Menurut Winarno (2002), jumlah kandungan air pada bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Pada penelitian ini, pindang tongkol dengan perlakuan ekstrak daun  jambu dan  kontrol mempunyai kisaran kad ar ai r  62 ,34 –66 ,93 %. Meskipun  kadar  air pindang tongkol  tidak sebesar kadar air ikan tongkol segar, kadar air pada pindang ini  cukup tinggi dan masih memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh dengan baik.  Dengan demikian pindang tongkol  ini tidak dapat disimpan terlalu lama, terutama pada suhu ruang.
Berdasarkan hasil penelitian penggunaan ekstrak daun  jambu untuk  mengawetkan pindang tongkol, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Ekstrak daun jambu sebagai larutan perebus pada pemindangan ikan tongkol mempunyai kecenderungan mampu menghambat peningkatan kadar  TBA dan  menekan oksidasi asam lemak tidak  jenuh, tetapi tidak  mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan peningkatan kadar TVB selama penyimpanan.
2.      Berdasarkan hasil  uji sensori,  pindang  tongkol y an g  di re bu s d en ga n  ek st r ak  d au n  j a m b u memberikan bau dan rasa yang cenderung tidak tengik terutama pada hari terakhir penyimpanan (hari ke-3),  bahkan dapat memperbaiki tekstur. Meskipun  demikian, penggunaan ekstrak daun jambu menyebabkan warna pindang cenderung menjadi lebih gelap (kecoklatan).
3.      Perlakuan ekstrak daun jambu yang paling efektif sebagai pengawet pindang tongkol dengan nilai sensori terbaik  adalah perlakuan ekstrak daun jambu pada konsentrasi 9%.

0 comments:

Post a Comment