Wednesday, March 9, 2011

PELUANG BUDIDAYA UDANG VANAMEI DI AIR TAWAR

March 09, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment


Di kawasan desa Talun, kecamatan Kayen, kabupaten Pati memiliki areal kolam yang sangat luas, samapai sekarang ± 250 Ha dalam satu desa. Dahulu merupakan rawa yang selalu mengalami banjir, tetapi sejak di bangunya jaringan irigasi Jratun Seluna maka berkembang usaha di bidang pertanian dan perikanan air tawar.
Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat. Udang vaname dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Selama ini, udang vaname yang menjadi salah penghasil devisa Negara non migas banyak dibudidayakan di wadah tambak. Padahal sebenarnya udang vaname dapat dibudidayakan dengan menggunakan media air tawar dengan menggunakan metode tradisional ataupun semiintensif.
Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut: 
Phylum             : Arthropoda
Kelas               : Crustacea
Sub-kelas        : Malacostraca
Series          : Eumalacostrac
Super ordo       : Eucarida

Ordo                : Decapoda
Sub ordo          : Dendrobranchiata
Infra ordo        : Penaeidea
Famili               : Penaeidae
Genus              : Penaeus
Sub genus        : Litopenaeus
Spesies             : Litopenaeus vannamei

  Udang vannamei dikenal memiliki nama ilmiah yakni Penaeus vannamei. Udang jenis ini memiliki 2 gigi pada tepi rostrum pada bagian ventral dan 8 – 9 gigi pada bagian tepi rostrum bagian dorsal. Penaeus vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik (Wyban et al., 1991).
Kondisi udang yang dapat hidup dengan salinitas yang sangat lebar ini kemudian menjadikan beberapa pembudidaya mencoba melakukan budidaya udang vaname di air tawar melalui proses aklimatisasi dan dalam prosesnya berhasil dilakukan budidaya udang vaname pada salinitas rendah yakni pada salinitas 2 ppt.
Budidaya udang vaname di air tawar memiliki beberapa keunggulan diantaranya mengurangi risiko udang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang banyak menginfeksi udang di perairan air payau.
Harus dipahami bahwa yang dimaksud dengan air tawar disini adalah air tawar yang mengandung sedikit garam. Jadi, bukan air tawar murni seperti budidaya air tawar pada umumnya. Budidaya udang vaname dengan air tawar maksudnya air tawar yang masih mengandung kadar garam tapi sedikit dan salinitasnya mendekati kondisi air tawar yaitu 2 ppt tersebut di atas.
Menurut Sudrajat, sebenarnya budidaya udang di air tawar dengan sistem tradisional juga sudah dilakukan oleh para pembudidaya di Lamongan, Lampung dan Polman-Sulbar. Pembudidaya biasanya memanfaatkan lahan persawahan dengan menggunakan pola tanam bersama bandeng dan padi. Hasilnya cukup menggiurkan. Dari sawah seluas 1 ha yang ditanami 10 ribu benur udang windu bisa menghasilkan 1,75 kuintal udang size 35, dengan lama pemeliharaan 90 hari. Hasil tersebut masih ditambah dengan 4 kuintal bandeng dan 7 kuintal padi. Sayangnya, semua itu belum digarap secara lebih serius oleh pemerintah. Padahal prospek pengembangan budidaya udang air tawar ini cukup besar, terutama jika melihat luasnya potensi tambak-tambak air tawar yang berjarak 2-3 km dari bibir pantai dan belum termanfaatkan secara optimal (Trobos, 2008).
Kelemahan dari budidaya udang vaname di air tawar adalah kepadatan benih dan ukuran panen terbatas. Biasanya para pembudidaya air tawar hanya bisa memelihara sekitar 6,6 – 12,5 gram saja, atau sekitar size 150 – 80 ekor /kg.
Budidaya udang vaname di air tawar dibagi dalam 2 tahapan ,yaitu tahap pendederan dan tahap pembesaran. Tahap pendederan merupakan tahap penentu dari kelanjutan usaha budidaya karena langkah ini adalah proses adaptasi benur dari lingkungan yang salinitasnya tinggi ke lingkungan yang nantinya bersalinitas mendekati nol (0). Benur yang dibeli dari hatchery biasanya bersalinitas sekitar 30 promil. Benur tersebut lalu ditebar di petakan yang salinitasnya hampir sama dengan di hatchery yaitu sekitar 30 permil. Selanjutnya dilakukan penambahan air tawar pelan – pelan selama 10 sampai 14 hari, sehingga salinitasnya mendekati 0,5 ppt. Air yang dipakai untuk kucuran lebih baik jika dari petak yang air tawarnya akan digunakan untuk membesarkan udang nantinya. Harapannya adaptasi bisa lebih sempurna. Jika kolam pendederan hanya mempunyai air tawar, maka sebaiknya mendatangkan air laut. Jangan menambahkan garam untuk membuat air laut tiruan. Bisa juga menggunakan air asin dari tambak garam, kemudian air tersebut diencerkan.
Untuk tahap pembesaran, faktor penting pada budidaya air tawar adalah mempertahankan alkalinitas dan salinitas sekitar 0,5 ppt. Sehingga diharapkan penerapan pengapuran dan penambahan berkala garam krosok sangat diperlukan sekitar 200 kg per minggu. Ini untuk mengantisipasi hilangnya garam karena proses pergantian air. Rata-rata udang dipelihara antara umur 50 – 90 hari dengan size 200 – 100 ekor/kg. Ada pula yang sampai size 70 ekor/ kg dengan umur antara 110 sampai 120 hari. Variasi besar kecilnya size, tonase, angka kehidupan (SR) tergantung dari mutu benur, kepadatan dan masa adaptasi serta faktor pendukung lainnya. Kepadatan 10 hingga 15 ekor/m2 memungkinkan untuk tidak memakai kincir dengan masa budidaya 75 hari. Sedangkan kepadatan 25 ekor/m2 harus sudah memakai kincir menjelang umur 25 hari. Untuk kepadatan 40 ekor/m2, kincir harus sudah operasi sejak udang berusia 7 hari. Kondisi persiapan program pakan dalam keadaan standar.(Trobos, 2009)
Beberapa kunci sukses budidaya udang vaname di air tawar adalah:
1. Prosedur aklimatisasi dan penebaran, karena biasanya benur dari hatchery bersainitas tinggi dan harus diadaptasikan ke salinitas rendah yang komposisi ioniknya berbeda
2. Lokasi tambak harus berada pada kawasan estuarine yang masih kena dampak pasang surut.Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan kadar ion garam yang diperlukan dalam budidaya udang vaname.
3. Benur sudah setidaknya diatas PL10, sebaiknya benur telah mempunyai cabang filamen insang yang meluas karena insang memainkan peraan penting dalam osmoregulasi udang. Kapasitas regulasi benur berkaitan dengan jumlah permukaan insang yang tersedia untuk osmoregulasi. sebelum PL 10, insang mempunyai cabang sedikit sehingga toleransinya terbatas terhadap salinitas rendah.
4. Benih udang vaname sudah diadaptasi ke salinitas rendah (tawar). Penurunan salinitas sebaiknya dilakukan mulai PL10 secara bertahap. Penurunan salinitas dapat dilakukan dengan penurunan salinitas sebanyak 1 – 2 ppt perharinya sehingga akan didapatkan ukuran tebar benih adalah sekitar PL 30-40. Benih udang yang sudah diaklimatisasi ke air tawar ini dapat di peroleh di Jepara.
5. Perhatikan kondisi kadar ion garam dan mineral di tambak/kolam yang akan dilakukan penebaran benih udang vaname. Beberapa pembudidaya mengalami kendala dalam melakukan budidaya ini karena kadar ion dan mineral yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan tidak terdapat pada sumber airnya. Beberapa solusi untuk masalah ini pembudidaya melakukan penambahan ion dan mineral yang dibutuhkan.
6. Perlu identifikasi kebutuhan nutrien/nutrisi pakan yang spesifik untuk lingkungan salinitas rendah.
7. Untuk mengurangi resiko infeksi penyakit sebaiknya dibuat system klaster sehingga penyebaran penyakit dapat lebih dikontrol.
Saat ini berkembang minat tinggi untuk memelihara species laut dan muara di air bersalinitas rendah di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Untuk species seperti ikan striped bass, salinitas air ditingkatkan dengan menambah garam krasak ke kolam air tawar. Di Thailand, larutan air asin bersalinitas 100-200 ppt dari penguapan air pantai yang ditambahkan di kolam air tawar untuk meningkatkan salinitas dan digunakan sebagai media untuk budidaya udang. Di beberapa tempat lain, ada yang menggunakan air tanah atau air permukaan yang mengandung salinitas yang memadai. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Meskipun perairan ini mempunyai salinitas yang cukup, ketidaksetimbangan ion mayornya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan SR ikan dan udang. Masalah yang paling ngetop adalah kandungan konsentrasi potassium rendah. Persoalan ini dapat diatasi dengan mengaplikasikan potassium chloride untuk memberikan konsentrasi potassium hingga 10x salinitasnya. Konsentrasi magnesium dapat juga berefek negative terhadap pertumbuhan species yang dibudidaya di air bersalinitas rendah. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Di daerah yang gersang/kering, penguapan akan mengkonsentrasikan ion-ion di air kolam inland, yang dapat membahayakan species budidaya, terutama dimana digunakan kolam yang dilapis dan secara rutin ditambahkan air untuk menggantikan berkurangnya air akibat penguapan. Saya menyadari akan situasi dimana salinitas di kolam yang dilapis di area gurun pasir bisa meningkat diatas 5.000 mg/l selama bertahun-tahun, yang mematikan ikan kakap yang dipelihara di kolam tsb. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Beberapa species dapat dapat beradaptasi terhadap kisaran salinitas yang luas daripada yang lain. Udang laut sangat toleran terhadap salinitas yang bervariasi. contohnya, Litopenaeus vannamei dan Penaeus monodon dapat dibudidaya di perairan yang berkisar dari 1 ppt hingga lebih dari 40 ppt. Namun demikian, salinitas ekstrim sangat membuat stress, dan budidaya udang kurang bermasalah pada salinitas diatas 5 ppt dan dibawah 40 ppt. Salinitas yang ekstrim terutama menyebabkan stress jika terjadi suhu yang juga ekstrim. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Tambak udang di muara sering mempunyai variasi salinitas musiman yang luas. Selama musim hujan, salinitas bisa turun drastis, sementara musim kemarau, salinitas bisa melebihi salinitas air lautan. Petambak udang kadang-kadang menambahkan air tawar ke kolam dekat pantai untuk menurunkan salinitas. Penarikan air tanah untuk tujuan ini tidak dianjurkan, dapat menyebabkan pengacauan air garam menjadi sumber air tawar.
Perkembangan produksi udang terutama udang vaname terganggu oleh adanya serangan penyakit sehingga beberapa sentra produksi budidaya udang vaname mengalami penurunan produksi yang berimbas pada turunnya produksi udang secara nasional. Selama empat tahun terakhir produksi udang vaname mengalami tren penurunan produksi terutama di sentra produksi udang vaname. Sentra produksi udang vaname antara lain terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Udang vaname prospek pasarnya yang sangat potensial terutama pasar ekspor. Penurunan produksi udang vaname akibat penyakit mungkin dapat di atasi dengan menggiatkan budidaya udang vaname di air tawar karena terbukti lebih tahan terhadap serangan penyakit. potensi pengembangan budidaya udang vaname di air tawar sangat terbuka lebar. Apalagi didapati informasi bahwa udang vaname dapat dipelihara di daerah di luar kawasan eustuarine sehingga hal ini semakin membuka peluang pembudidayaan udang vaname dengan media air tawar dan tidak harus dekat dengan pantai. Bahkan informasi yang didapat udang vaname dipelihara di kolam bekas budidaya ikan lele yang notabene merupakan kolam murni air tawar dan lokasinya berada di pekarangan rumah. Satu hal yang penting dalam pemeliharaan udang vaname di air tawar adalah kandungan ion dan mineral yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan udang vaname.

1 comment:

  1. saya butuh stok udang vename dalam skala besar,,tlong bantu share infone gan..

    ReplyDelete