Wednesday, January 11, 2017

MENGAPA PENYU DILINDUNGI

January 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia. Jenis penyu yang ada di Indonesia adalah Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Penyu belimbing adalah penyu yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 - 900 kilogram. Sedangkan penyu terkecil adalah penyu lekang, dengan bobot sekitar 50 kilogram.
Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati mauoun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
 Berdasarkan ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), semua jenis penyu laut telah dimasukan dalam appendix I yang artinya perdagangan internasional penyu untuk tujuan komersil juga dilarang. Badan Konservasi dunia IUCN memasukan penyu sisik ke dalam daftar spesies yang sangat terancam punah. Sedangkan penyu hijau , penyu lekang, dan penyu tempayan digolongkan sebagai terancam punah.
Ancaman terhadap penyu adalah perdagangan baik dalam bentuk daging, telur ataupun bagian tubuhnya. Penyu yang sering diperdagangkan dagingnya adalah jenis penyu hijau. Perdagangan daging penyu ini masih terjadi di Pulau Bali. Sedangkan jenis penyu yang sering diambil karapas sisiknya untuk dibuat cinderamata adalah penyu sisik. Pencemaran laut oleh minyak dan sampah plastik juga menjadi ancaman bagi kelestarian penyu.
Biologi Penyu
Penyu adalah spesies yang telah hidup di muka bumi sejak jutaan tahun yang lalu dan mampu bertahan hingga kini. Penyu adalah satwa migran, seringkali bermigrasi dalam jarak ribuan kilometer antara daerah tempat makan dan tempat bertelur. Penyu menghabiskan waktunya di laut tapi induknya akan menuju ke daratan ketika waktunya bertelur. Induk penyu bertelur dalam siklus 2-4 tahun sekali, yang akan datang ke pantai 4-7 kali untuk meletakan ratusan butir telurnya di dalam pasir yang digali.
Setelah 45 - 60 hari masa inkubasi, tukik (sebutan untuk anak penyu) muncul dari dalam sarangnya dan langsung berlari ke laut untuk memulai kehidupan barunya. Beberapa ahli mengatakan dari 1000 tukik hanya akan ada 1 tukik yang mampu bertahan hidup hingga dewasa. Tingkat keberhasilan hidup penyu sampai usia dewasa sangat rendah, para ahli mengatakan bahwa hanya sekitar 1-2 % saja dari jumlah telur yang dihasilkan. Mengapa kita harus melindungi penyu? Apa fungsi penyu bagi manusia, sehingga kita perlu melestarikannya?
Itu adalah pertanyaan yang sering muncul ketika PROFAUNA mengadakan diskusi terkait konservasi penyu. Pertanyaan itu muncul dari kalangan pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, bahkan dosen.
"Kalau secara hukum itu jelas bahwa semua jenis penyu di Indonesia telah dilindungi, sehingga tidak boleh diperjualbelikan, tetapi soal fungsi penyu dalam kehidupan ini memang masih belum banyak terungkap," kata Bayu Sandi, juru kampanye PROFAUNA Indonesia.
Untuk mengungkap 'misteri' fungsi penyu itu, PROFAUNA mengutip tulisan Wilson EG,' Mille, KL, Allsion D dan Magliocca M yang dipublikasikan di situs oceana.org. Ternyata faktanya cukup mengejutkan tentang fungsi penyu itu.
Menurut Wilson dkk, penyu itu mempunyai peran penting dalam menjaga ekosistem laut yang sehat. Laut yang sehat akan menjadi habitat berjuta-juta ikan sebagai sumber protein penting bagi manusia.
Contohnya penyu hijau yang menjaga keberlangsungan hidup lamun dan rumput laut. Ketika mereka "merumput" maka penyu hijau telah membantu menambah nutrisi dan membantu produktifitas lamun.
Tanpa proses merumput yang konstan maka padang lamun akan terlalu rimbun dan menghalangi arus laut. Selain itu menghalangi sinar matahari menembus ke dasar laut, akibatnya pangkal lamun akan mengalami pembusukan dan menciptakan habitat sejenis jamur.
Perilaku penyu hijau dalam memakan lamun juga membantu penyebaran lamun. Kebanyakan penyu memakan lamun hingga beberapa cm dari pangkal daunnya yang menyebabkan bagian ujung dan yang lebih tua akan hilang. Sebagai hasil dari seringnya penyu memakan daun lamun di bagian yang sama, maka lamun hidup menyebar, tidak terkumpul pada satu tempat.
Teluk Florida dan Teluk Meksiko adalah contoh yang tepat dari kasus pentingnya penyu hijau terhadap kesehatan lamun. Kematian padang lamun di daerah ini disebutkan akibat kepunahan penyu hijau.
Peran dalam menjaga ekosistem laut yang sehat juga dilakukan oleh penyu sisik. Dibekali dengan mulut seperti paruh burung, penyu sisik memakan berbagai jenis spons. Dengan demikian mereka dapat mengontrol komposisi spesies dan distribusi spons dari ekosistem terumbu karang.
Spons secara agresif bersaing berebut tempat dengan terumbu karang. Dengan memakan spons maka penyu sisik memberikan kesempatan kepada terumbu karang untuk berkoloni dan bertumbuh. Tanpa keberadaan penyu sisik maka spons sangat mendominasi terumbu karang yang bisa merubah strukttur ekosistem terumbu karang.
Pertahanan fisik dan kimia dari spons itu menghalangi ikan dan sebagian besar mamalia air memakan spons. Ketika penyu sisik merobek spons, maka nutrisi di dalam spons menjadi terbuka dan dapat dimakan oleh spesies laut yang biasanya mereka tidak dapat membuka lapisan luar dari spons tersebut. Jadi secara tidak langsung penyu sisik itu memberi makanan kepada ikan-ikan.
Penyu dan ubur-ubur
Penyu belimbing, jenis penyu terbesar di dunia, adalah penyu yang memiliki jarak tempuh berkelana paling jauh diantara jenis-jenis penyu yang lain dan memiliki pengaruh yang besar pada ekosistem laut.
Menariknya, penyu belimbing memenuhi kebutuhan nutrisi dan energinya dari hewan seperti agar-agar yaitu ubur-ubur. Dengan panjang badan mencapai 2,7 meter, penyu belimbing mengarungi samudra hanya dengan mengandalkan ubur-ubur untuk memuaskan nafsu makannya.  Mereka ini tercatat dapat memakan hingga hampir 200 kg ubur-ubur, yaitu jumlah yang sama seperti berat seekor Singa Afrika setiap harinya.
Sebagai pemangsa ubur-ubur secara umum, penyu belimbing memegang peranan paling penting dalam peran ekologi sebagai pemangsa puncak ubur-ubur. Berkurangnya populasi penyu belimbing dan beberapa jenis predator kunci dari ubur-ubur akan sangat mempengaruhi populasi ubur-ubur.
Isu ini menjadi penting yang agak khusus terlebih setelah overfishing terhadap ikan laut/ ikan karang, secara perlahan-lahan populasi ubur-ubur menggantikan populasi ikan.
Berkurangnya populasi ikan membuat ubur-ubur memiliki sedikit kompetitor terkait perlombaan mendapatkan makanan, akibatnya akan membuat populasi ubur-ubur membludak di seluruh dunia.
Terus apa masalahnya jika populasi ubur-ubur meledak? Pertambahan jumlah populasi ubur-ubur di seluruh dunia akan menghambat pertumbuhan populasi ikan karena ubur-ubur itu memangsa telur dan larva ikan.
Penyu yang doyan makan ubur-ubur bukan hanya penyu belimbing saja, tapi juga penyu hijau dan penyu tempayan. Tentunya laut menjadi tidak indah lagi jika isinya hanya ubur-ubur saja.
Penyu memberikan makanan kepada ikan
Beberapa hewan dan tumbuhan menempel di karapas penyu seperti teritip, alga dan hewan-hewan kecil yang biasa disebut dengan Epibiont. Hewan dan tumbuhan itu juga menjadi makanan bagi ikan dan udang. Beberapa jenis ikan dan udang membentuk sebuah 'stasiun pencuci' bagi penyu, sehingga penyu mengunjungi tempat ini secara berkala untuk melakukan 'pencucian' epibiont yang menempel di karapasnya. Ini suatu bentuk saling menguntungkan atau mutualisme antara penyu, ikan dan udang.

Penyu tempayan juga turut memberikan makanan bagi ikan-ikan. Dengan rahangnya yang sangat kuat. Penyu tempayan mampu menghancurkan kerang-kerangan. Hal ini mengurangi jumlah kerang dalam bentuk fragment yang lebih kecil yang langsung dimuntahkan atau dikeluarkan dalam bentuk feses.
Dengan cara menghancurkan kulit kerang saat makan, penyu tempayan meningkatkan daur ulang nutrisi di habitat dasar laut.
Penyu tempayan juga menemukan mangsanya dengan cara mengaduk-aduk pasir di dasar laut. Cara makan penyu tempayan ini akan mempengaruhi kepadatan, penyaluran udara dan pendistribusian nutrisi pada sedimen, serta mempengaruhi keanekaragaman hayati pada ekosistem dasar laut.
Penyu menyediakan habitat bagi mahluk lain
anyak sekali organisme yang menganggap penyu sebagai rumah. Mahluk air kecil yang biasa disebut dengan "epibiont" sering menempelkan diri mereka di permukaan keras seperti benda mengapung dan karapas penyu. Kebanyakan epibiont menempel di karapas penyu tempayan. Sekurangnya 100 jenis spesies pernah dicatat menempel di karapas penyu tempayan.
Penyu juga membantu membangun habitat kelautan dengan cara menyebarkan epibiont.. Contoh dari luasan sebaran organisme yang dilakukan oleh penyu adalah tersebarnya teritip coronulid (Chelonibia testudinaria) yaitu epibiont penyu yang paling umum. Tercatat 94% dari penyu tempayan yang bertelur menjadi tuan rumah dari teritip.
Di laut terbuka, berkilo-kilo meter dari pantai, penyu merupakan oasis bagi burung dan ikan. Sama seperti sampah yang mengapung, penyu menjadi tempat beristirahat, mencari makan dan tempat berlindung dari berbagai predator.

Dari berbagai jenis spesies, penyu lekang paling sering terlihat bersama dengan burung laut, terutama di daerah Samudra Pasifik bagian timur. Karena penyu ingin mengambang guna mendapatkan cahaya matahari, bagian tengah karapas penyu menyembul dari air menyediakan ruang bagi burung laut untuk bertengger, terutama untuk jenis burung yang bulunya tidak tahan air.
Selain untuk beristirahat, dengan bertengger diatas karapas penyu lekang, burung dapat terhindar dari mangsaan hiu. Beberapa jenis ikan kecil juga berlindung di bagian bawah dari penyu. Kumpulan ikan kecil ini juga menjadi mangsa bagi burung laut yang bertengger diatas penyu. Burung laut juga memakan epibiont yang ada di karapas penyu.
Dengan menawarkan tempat untuk bertengger, makan dan berlindung, penyu merupakan organisme penting bagi burung dan ikan.
Dari tulisan Wilson dkk itu semakin menguatkan peran penting penyu dalam ekosistem laut. Setiap spesies penyu memiliki fungsi pengayaan keanekaragaman hayati dalam lingkungan laut. Dalam cara apapun penyu mengambil peran penting dalam menjaga kesehatan laut antara lain; merumput (lamun), mengontrol distribusi spons, memangsa ubur-ubur, mendistribusikan nutrisi dan mendukung kehidupan mahluk air yang lain.

Penyu memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan laut di seluruh dunia selama lebih dari 100 juta tahun. Peran itu antara lain menjaga fungsi terumbu karang supaya produktif hingga memindahkan nutrisi penting dari perairan ke daratan (di pantai).
Menurunnya populasi penyu, berbanding lurus dengan berkurangnya kemampuan penyu melakukan fungsi pentingnya di laut.
Sebenarnya laut kita sudah tidak sehat lagi akibat dari overfishing, perubahan iklim dan polusi. Sudah saatnya bagi kita untuk lebih serius melindungi penyu, dan mendorong bertambahnya populasi penyu pada yang sehat sehingga menjamin sehatnya laut juga,

MENGENAL IKAN BARONANG ( Siganuss, spp)

January 11, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
A. Deskripsi dan Taksonomi  Ikan Baronang (Siganus Spp)
Ikan beronang dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda satu sama lain seperti di Pulau Sribu dinamakan kea-kea, di Jawa Tengah dengan nama biawas dan nelayan-nelayan di Pulau Maluku menamakan dengan sebutan samadar.
Ikan beronang termasuk famili Siginidae dengan tanda-tanda khusus sebagai berikut tubuhnya membujur dan memipih latural, dilindungi oleh sisik-sisik yang kecil, mulut kecil posisinya terminal. Rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil. Punggungnya dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke depan antara neural pertama dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini dilengkapi dengan kelenjar bisa/racun pada ujungnya.
Secara lengkap taksonomi ikan beronang adalah sebagai berikut.
Kelas:
- Dada : Percipformes
- Sub dada : Acanthuroidei
- Famili : Siganidae
- Genus : Siganus
- Species : Siganus spp.

B. Kebiasaan Makanan  Ikan Baronang (Siganus Spp)
Sesuai dengan morfologi dari gigi dan saluran pencernaannya yaitu mulutnya kecil, mempunyai gigi seri pada masing-masing rahang, gigi geraham berkembang sempurna, dinding lambung agak tebal, usus halusnya panjang dan mempunyai permukaan yang luas, ikan beronang termasuk pemakan tumbuh-tumbuhan, tetapi kalau dibudidayakan ikan beronang mampu memakan makanan apa saja yang diberikan seperti pakan buatan.

C. Pertumbuhan dan perkembangan  Ikan Baronang (Siganus Spp)
Variasi jumlah telur ikan baronang yang berukuran panjang 22-27 cm adalah antara 200.000-1.300.000 butir. Juwana baronang S. guttatus yang berukuran D35 dapat mencapai berat 5o g atau panjang total 12 cm dalam 115 hari. Sementara itu, baronang S. canaliculatus dapat mencapai berat 93 g/ekor selama 5 bulan pemeliharaan dari benih berukuran 25 g/ekor.


Artikel lain tentang ikan baronang :
A. Deskripsi dan Taksonomi  Ikan Baronang (Siganus Spp)
B. Kebiasaan Makanan  Ikan Baronang (Siganus Spp)
C. Pertumbuhan dan perkembangan  Ikan Baronang (Siganus Spp)
D. Penyebaran  Ikan Baronang (Siganus Spp)
E. Persyaratan Lokasi Budidaya  Ikan Baronang (Siganus Spp)
F. Pengendalian Hama dan Penyakit  Ikan Baronang (Siganus Spp)

Sepandai - pandainya tupai melompat sesekali jatuh juga, Sepandai - pandainya seseorang sekali waktu ada salahnya pula.

//
you're reading...
Panduan
Karakter Baronang dan Lokasi Favoritnya
Posted by freddyhw ⋅ August 29, 2012    ⋅ Leave a comment
Oleh Freddy Hariwinoto (79)
Istilah Rabbit Fish ini memang tepat sebagai julukan untuk ikan jenis ini karena cara memakan rumputnya juga rapi seperti dipangkas mesin rumput kecil. Di indonesia Rabbit Fish ini dikenal dengan nama IKAN BARONANG, dan di beberapa daerah ada yang menamakan ikan LINGKIS (Biawas), Semadar, dll.
Umumnya pemancing di area pulau seribu hanya mengenal 3 jenis ikan baronang yaitu baronang susu, baronang tompel dan baronang angin. Padahal masih ada baronang LADA, baronang BATIK, baronang KALUNG, baronang KUNYIT dll. Namun, lantaran populasinya sudah langka, jenis-jenis ini jarang terpancing.
Peringkat populasi tertinggi agaknya ditempati oleh baronang susu. Baronang yang posturnya agak memanjang ini sebenarnya juga terdiri dari beberapa jenis yang kesemuanya dinamakan baronang susu.
Posisi kedua ditempati baronang TOMPEL, ikan yang postur tubuhnya lebih lebar ini termasuk favorit karena tenaganya yang alot dan pantang putus asa melakukan perlawanan saat terpancing. Panjang ikan ini dapat mencapai 45 cm dan lebarnya sekitar 10 jari orang dewasa, walaupun yg sering terpancing hanya seukuran lebar 8 jari. Baronang tompel mudah diperoleh di perairan pantai Jakarta dan kepulauan seribu, seperti di pulau damar, pulau ayer, pulau putri dll dll.
Cara makan ikan yang mudah dikenali karena tubuhnya yang totol totol dan ada tompel di punggung belakang dekat ekor ini umumnya menimbulkan kenangan yang membekas lama dibenak para pemancing, dan mamaksa niat untuk mengulangi lagi dgn menyiapkan trik-trik terbaru agar tepat mengenai sasaran.
Sekedar catatan, beberapa ekor dari sekian baronang tompel yang terpancing ternyata pernah terselip yang berdaging kenyal, inilah yang disebut baronang karet, tetapi masih sulit mengenali jenis baronang ini.
Baronang angin atau biasa disebut baronang karang menempati jenis urutan terbanyak terpancing ketiga. Ikan ini lbh banyak menghuni terumbu karang ditengah laut daripada perairan disekitar dermaga pulau. Kurang jelas ikhwalnya mengapa baronang yang cara makannya cepat dan temponya singkat serta kurang doyan nasi lumat ini dipanggil baronang angin. Tak jelas apakah karena motif tubuhnya yang garis putus putus seperti lukisan angin, atau cara makannya angin anginan, tidak serius dan tidak mencecar seperti baronang jenis lainnya.
Baronang lada sosoknya sangat sangar karena sekujur tubuhnya dipenuhi totol hitam sebesar lada. Postur tubuhnya mirip baronang tompel, dan tenaganya pun DAHSYAT..!!
Baronang Batik atau baronang tulis sosok tubuhnya juga sama dengan baronang tompel, ia juga sering disebut baronang CINA, karena motif tubuhnya mirip aksara cina selain mirip motif batik.
Baronang kalung berwarna kuning di punggungnya dan mempunya garis hitam dibagian kepalanya.
Baronang kunyit kulitnya berwarna kuning berbintik bintikbiru dan sebagian mempunyai kalung, baronang kunyit ini dagingnya kenyal seperti karet juga.
Dari pengalaman berkeliling mancing baronang ke Kepulauan Seribu, Anyer, Merak, Bakauheni dan Pelabuhan Ratu, disimpulkan baronang lada potensial menjadi sasaran bila memancing di sepanjang garis pantai pulau pulau Gede Merak. Namun dianjurkan untuk mempriorotaskan lokasi batu cadas dan sekitar Waru Doyong, karena di lokasi ini baronangnya marajalela.
Cadas pelabuhan juga salah satu lokasi mancing baronang tompel yang potensial, tentu saja komunitas penghuni ini sering berubah. Patut diingat juga bahwa berdasarkan pengalaman, bila suhu air laut dingin dan bening hingga terlihat dasar lautnya, maka saat itu hampir semua jenis baronang enggan menyantap umpan, sekalipun umpan diletakkan di depan mulut ikan tsb. Kondisi dingin spt ini biasanya terjadi saat musim hujan dan angin.
Saat paling baik memancing ikan baronang adalah saat musim kemarau, yaitu bulan Mei hingga Agustus, namun inipun masih relatif. Kadang di musim hujan juga terjadi suatu saat dimana kondisi air laut tiba-tiba gelap menghijau, hingga dasarnya tidak tampak lagi.
Aneh memang, saat kondisi air laut seperti ini ikan sangat galak dan sangar menyantap umpan, baik berupa lumut laut ataupun nasi lumat. Ada beberapa pemancing yang mengerti kondisi ini, dan lebih memilih memancing di aliran air laut yang telah dipakai di PLTU Suralaya, yaitu air yang digunakan sebagai pendingin turbin uap. Air yang keluar dan dialirkan kembali ke laut ini suhunya hangat, dan memang ternyata banyak jenis-jenis ikan baronang yang berkumpul disini, rupanya bukan hanya manusia saja yang mencari kehangatan, ikanpun tahu itu.

Di Anyer lokasi mancing baronang bertebaran di sepanjang pesisirnya. Batu Kotak, Kalimaya, Kapal Miring, Triplek Sanghyang bukanlah nama-nama asing bagi pemancing baronang yang sering berkeliaran di sana. Begitu pula di pesisir Merak hingga Pulorida.

Meskipun jarang terjadi peristiwa menimba ikan, tetapi baronang tompelnya berukuran maksimal dan sangat mengesankan, selingannya juga kadang-kadang terpancing ikan botana yang berukuran lebih besar dari ikan baronang dan sering memutuskan kenur 8 lb, karena kekuatan tarikannya itu.

Peristiwa inilah rupanya yang sering membuat para pemancing baronang keranjingan untuk mengulangi lagi lagi dan lagi… tetapi tanpa memperhatikan kondisi-konidisi yang tepat, biasanya untuk mancing berikutnya malah tidak mendapatkan ikan seekor pun.

Di sekitar TPI Pelabuhan Ratu banyak bebatuan sebesar perut kerbau dan di sanalah sarang berbagai jenis baronang. Hampir di setiap pelosok Pelabuhan Ratu sangat potensial menghasilkan baronang. Berdampingan dengan TPI ada sudut yang dijadikan lokasi perahu jukung, disini banyak baronang tompel ukuran 4 sd 5 jari. Di sebelahnya lagi ada dermaga beton yang banyak dihuni baronang susu dan botana.

Sesungguhnya amat beruntung pemancing baronang di Jakarta karena begitu banyak lokasi yang tersebar di berbagai pulau di kawasan Kepulauan Seribu. Hanya perlu diperhatikan untuk kondisi arus laut, bila arus kuat dan angin kencang, sangat sulit untuk mendeteksi getaran saat umpan dimakan ikan. Biasanya untuk mengatasi hal ini, pemancing memberikan pemberat yang diikatkan di bawah mata pancing garong, sehingga senar masih agak tegak dan lebih mudah dideteksi.

Tuesday, January 10, 2017

MENGENAL PANCING TONDA

January 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan tradisional yang umumnya di gunakan oleh nelayan tonda untuk menangkap ikan tuna dan pelagis lainnya di laut. Alat tangkap ini memiliki kontruksi yang sama dengan alat tangkap pancing ulur seperti: tali, mata pancing dan umpan, dan dapat dioperasikan pada perairan yang sulit terjangkau oleh alat tangkap lainnya. Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang diberi tali panjang dan ditarik oleh kapal atau perahu (Sudirman, 2004). Alat tangkap ini terdiri dari seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Umpan yang di pakai adalah umpan buatan(Ayodhyoa, 1981). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989). Secara umum pancing tonda menarik dan menurunkan satu atau berbeberapa tali pancing denga memakai umpan buatan yang di letakan di belakang kapal yang bergerak. Umpan atau pemikat di rancang dengan warna yang terang atau menyerupai ikan umpan sehingga menarik ikan pemangsa untuk menyambarnya (Von Brandt, 1984). Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998).

Pancing tonda ini bukanlah hal yang baru bagi nelayan di indonesia. Alat tangkap ini adalah alat penangkapan ikan yang  populer di kalangan nelayan, karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya  mudah, untuk menangkap ikan di dekat permukaan perairan. Menurut Ayodhyoa (1984) pancing tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan yaitu:

    Metode pengoperasian relatif sederhana
    Modal yang diperlukan lebih sedikit
    Dapat menggunakan umpan buatan
    Syarat-syarat fishing ground relatif lebih sedikit dan dapat bebas memilih
    Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat terjamin.

Sedangkan kekurangan dari alat pancing tonda adalah

    Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap yang lain
    Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan tempat, waktu dan syarat-syarat lain.

Dalam pengoperasiannya, pancing tonda menggunakan umpan untuk menarik ikan agar tertangkap. Umpan di kelompokan menjadi dua jenis, yaitu umpan alami dan umpan buatan. Nelayan pancing tonda jarang  menggunakan umpan alami, karena mudah lepas dan rusak. Berdasarkan data Ditjen Perikanan (1998) jenis umpan alami yang biasa di gunakan adalah layang (Decapterus sp), kembung (Rastleriger sp),  bandeng (Chanos chanos ), belanak (Mugil sp), lemuru (sardinella longiceps) dan tembang (sardinella fimbriata).  Sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan, sehingga para nelayan pancing tonda, lebih memilih menggunakan umpan buatan pada operasi penangkapan  ikan. Menurut Ruivo vide Hendrotomo (1989).  Umpan buatan yang biasa dipakai berasal dari bulu ayam yang halus, sendok, tali plastik, karet plastik dan bahan lainnya yang memiliki sifat yang menyerupai umpan asli baik ukuran, bentuk, warna dan gerakannya pada saat berada di dalam air. Umpan berfungsi untuk memberikan rangsangan (stimulus) yang bersifat fisik maupun kimia, sehingga dapat memberikan respon pada ikan tertentu.

Berikut alasan penggunaan umpan buatan pada pancing tonda yaitu:

    Harga relatif murah dan mudah didapat.
    Dapat dipakai berulang-ulang
    Dapat di simpan dalam waktu yang lama
    Warna dapat memikat ikan
    Ukuran dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan

Umpan buatan yang digunakan pada penelitian ini adalah umpan yang berasal dari benang sutra yang terbentuk menjadi benang berumbai-berumbai. Benang sutra ini berasal dari kokon (air liur atau ludah ulat sutera) yang dikumpulkan, kemudian diolah dengan sederhana dan canggih oleh mesin atau tangan (1992).

Pancing tonda umunya dioperasikan dengan kapal kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 meter dengan ruang kemudi dibagian depan kapal (haluan) dan dek tempat berkerja berada di bagian belakang kapal (buritan) (Sainsburry 1971). Kapal yang digunakan pada pengoperasian penangkapan ini adalah perahu motor tempel dan perahu kayu dari jenis congkleng (perahu bercadik) yang memiliki panjang 11 meter dan terbuat dari bahan kayu (DKP Sumatra Barat 2011). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran.  Kapal untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992).

Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol,cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lain lain (Subani & Barus, 1989). Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain: baby tuna, cakalang, tenggiri, dan lainnya melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang umumnya tersembunyi dalam umpan buatan. Ikan-ikan akan memburu dan menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998).

Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna (Thunnus obesus), Atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna(Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tunam (Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008). Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah antara 15o LU–15o LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15o LS seperti daerah pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia. Pada perairan tersebut terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda dan payang (Sedana 2004). Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin).
Pengoperasian pancing tonda untuk menangkap tuna dengan menggunakan alat bantu rumpon telah dilakukan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu dengan tujuan untuk lebih memudahkan dalam operasi penangkapan ikan. Rumpon mempunyai fungsi sebagai pengumpul ikan untuk berkumpul mencari makan (feeding ground), berteduh (shading place) dan berlindung dari predator (Samples dan Sproul (1985) vide Imawati (2003). Selain tuna tertarik akan adanya obyek yang terapung di perairan faktor lain seperti adanya ikan-ikan selain tuna juga berpengaruh terhadap pengumpulan tuna di sekitar rumpon (Itano et al., 2004). Dengan pemasangan rumpon akan lebih efektif bagi nelayan untuk mendapatkan kepastian fishing ground sehingga pengeluaran bahan bakar dapat dikurangi. Posisi rumpon akan berpengaruh terhadap berkumpulnya ikan tuna dimana ikan yellowfin tuna akan tertarik pada rumpon dengan kisaran jarak 4 sampai 19 km (Girard et al.,2004). Dari hasil pengukuran jarak posisi rumpon pada musim sedang menunjukkan penangkapan tuna pada rumpon mempunyai kisaran dengan jarak terdekat sekitar 15 km. Sehingga pada musim sedang nelayan melakukan penangkapan tuna pada jarak yang relatif dekat.Menurut Nakamura (1969) penyebaran tuna dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan.Berdasarkan persentase hasil tangkapan yellowfin, cakalang dan big eye dapat dilihat bahwa persentase yang banyak tertangkap oleh unit pancing tonda adalah yellowfin dan cakalang.Dominansi cakalang yang tertangkap mengindikasikan bahwa ikan-ikan tersebut tertangkap dengan pancing tonda, hal ini berkorelasi dengan swimming layer nya yellowfin dan cakalang. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa tuna jenis yellowfin tertangkap dengan longline di Samudera Hindia  pada kisaran kedalaman 86 - 168 m, sedangkan untuk big eye pada kisaran kedalaman  190  -  470 m (Barata et al.,2011). Berkumpulnya ikan disekitar  rumpon dipengaruhi oleh tingkah laku serta ukuran ikan dimana ikan-ikan yang berukuran kecil berada dekat permukaan. Hal ini dinyatakan  Josse et al.,(2000) yang membedakan tipe berkumpulnya ikan di sekitar rumpon menjadi deep scattered fish, intermediate scattered fish dan shallow schooling fish yang berkorelasi dengan perbedaan ukuran serta spesies dari ikan.
KESIMPULAN
Perbedaan musim memberikan perbedaan yang signifikan terhadap jumlah hasil tangkapan per satuan upaya  dari pancing tondaPersentase tuna yang tertangkap disekitar rumpon pada musim sedang terdiri dari yellowfin (42%), cakalang (36%) dan big eye (22%). Musim paceklik terdiri dari yellowfin (44%), cakalang (30%) dan big eye (25%). Musim puncak terdiri dari yellowfin (34%), cakalang (46%) dan big eye (21%).Daerah penangkapan tuna di selatan Palabuhanratu pada posisi 07o LS – 08o30oLS dan 106o – 107o BT dengan posisi penangkapan tuna yang berbeda untuk setiap musim.

MENGENAL IKAN TAMBAKAN (Helostoma temmincki)

January 10, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
kan Tambakan (Helostoma temmincki) juga dikenal diberbagai daerah sebagai ikan Terbakan (Jawa Barat), Tambakan (Jawa Tengah), Tamb
Ikan Tambakan merupakan ikan sungai atau rawa yang cocok dipelihara di kolam yang sirkulasi airnya kurang lancar atau miskin Oksigen. Ikan tambakan termasuk ikan yang mudah berkembang biak. Di alam liar, dalam waktu kurang dari 15 bulan, populasi minimum mereka sudah bisa bertambah hingga dua kali lipat populasi awalnya.
Reproduksi ikan tambakan sendiri terjadi ketika periode musim kawinnya sudah tiba. Di Thailand misalnya, musim kawin ikan tambakan terjadi antara bulan Mei hingga Oktober Perkawinan antara kedua ikan tambakan yang berbeda jenis kelamin terjadi di bawah tanaman air yang mengapung.
Ikan tambakan betina selanjutnya akan melepaskan telur-telurnya yang kemudian akan mengapung di antara tanaman air. Tidak seperti anggota subordo Anabantoidei lainnya, ikan tambakan tidak membuat sarang maupun menjaga anak-anaknya sehingga anak ikan tambakan yang baru menetas sudah harus mandiri.
Sehari setelah pertama kali dilepaskan ke air, telur-telur tersebut akan menetas dan setelah sekitar dua hari, anak-anak ikan tambakan sudah bisa berenang bebas.Meningkatnya harga pakan dan menurunnya harga jual ikan budidaya sangat berpengaruh pada pola budidaya ikan dimasyarakat, banyak unit pembenihan ikan skala kecil yang gulung tikar karena hal tersebut. Masyarakat pembenih ikan mulai memelihara ikan yang tidak 100% bergantung pada pakan komersial (pabrikan). Salah satu ikan yang mulai dibudidayakan oleh petani adalah ikan tambakan. Selama ini keperluan benih ikan tambakan masih didapatkan dari tangkapan dialam. Benih ikan tambakan sangat mudah didapatkan di perairan umum saat awal awal musim penghujan. Belum ada unit pembenihan rakyat yang membenihkan ikan tambakan secara khusus. Kendala yang dihadapi adalah tingkat kelangsungan hidup benih masih rendah pada pendederan benih dikolam.

Pemeliharaan Induk.
Induk ikan tambakan yang digunakan minimal memiliki kisaran bobot 200-300 gram per ekor. Induk yang dipelihara pada kolam tanah dengan luas 225 m2 dapat menampung sebanyak 500 ekor, Pakan yang diberikan pada Induk ikan tambakan berupa pakan komersil dengan kadara protein 28-32%. Dengan frekwensi pemberian pakan 2 kali sehari sebanyak 2% dari total berat bimass induk ikan tambakan.
Pemijahan Induk.
Kegiatan pemijahan induk tambakan dilakukan secara alami pada wadah terkontrol, dengan perbandingan jantan : betina adalah 2:1. Sebelum induk dipijahkan maka dilakukan seleksi induk yang siap memijah. Induk jantan yang siap memijah ditandai dengan kelurnya cairan sperma bila diurut bagian ujung alat genitalnya. Selain itu dipilih induk jantan yang tidak sakit dan cacat. Sedangkan induk betina yang siap memijah ditandai dengan ciri-ciri :  perutnya mengembang dan terasa lembut bila diraba. Badannya lebih lebar dibandingkan dengan induk jantan.
   Setelah induk diseleksi maka induk jantan dan betina dipijahkan dalam satu wadah pemijahan. Wadah yang digunakan berupa bak fiber dengan ukuran 1x1x0,5 m, tiap wadah pemijahan di isi 5 pasang induk tambakan. Untuk suplai oksigen maka pada wadah pemijahan dilengkapi dengan aerasi. Untuk menjaga ketenangan induk selama proses pemjahan maka wadah tersebut ditutup dengan plastik hitam. Diatas wadah pemijahan selain ditutup dengan plastik hitam, juga di tutup dengan triplek atau papan untuk menjaga agar induk tidak melompat.
Induk dipijahkan pada waktu sore hari. Proses pemijahan berlangsung pada malam hari, apabila induk telah memijah akan ditandai dengan bau amis pada wadah pemijahan dan adanya minyak pada permukaan air. Apabila dalam 24 jam induk belum memijah maka tunggu hingga 48 jam. Hingga 48 jam induk belum memijah maka angkat induk dan ganti dengan induk yang lain.
Penetasan Telur.
Telur – telur yang sudah dibuahi akan menetas kurang dari 24 jam. Telur yang terbuahi berwarna kuning dan terapung dipermukaan air dan bersifat planktonis yaitu akan bergerak mengikuti aliran air. Pada wadah pemijahan induk juga dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran yang terletak dibagian atas wadah. Setelah terlihat telur yang mengapung dipermukaan maka dialirkan air kedalam wadah. Telur akan terbawa keluar secara otomatis mengikuti aliran air kemudian telur yang keluar dari wadah pemijahan ditampung pada wadah penetasan telur. Telur-telur yang tertampung dalam wadah penetasan dihitung dengan cara sampling volumetrik, tujuan dari penghitungan telur adalah untuk mengetahui mengetahui jumlah telur yang dihasilkan oleh induk yang memijah dan untuk data dalam menghitung derajat penetasan.
Telur ikan tambakan akan menetas antara 18-22 jam setelah pembuahan. Telur yang menetas akan terapung dipermukaan air dan warna larva yang menetas adalah kehitaman. Larva tambakan yang menetas kemudian dihitung dengan cara sampling, sehingga dapat diketahui persentase derajat penetasan larva. Selama proses penetasan berlangsung yaitu dari mulai pemijahan hingga penetasan telur diusahakan seminimal mungkin telur mengalami kontak langsung dengan tangan maupun benda luar lainnya seperti serok, gayung ataupun sendok. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya tetas telur.
Pemeliharaan Larva.
Larva ikan tambakan setelah menetas dipelihara diakuarium selama 5-7 hari. Selama dipelihara diakuarium larva tambakan diberi makan kuning telur ayam. Larva diberi makan setelah kuning telurnya habis, yakni pada hari kedua setelah menetas. Frekwensi pemberian makan sebanyak 3 kali sehari, banyaknya kuning telur ayam yang diberikan adalah 1 butir telur untuk 100.000 larva. Selama diakuarium penyiponan dilakukan setiap hari dan pergantian air dilakukan setiap 2 hari sekali.
Setelah 5-7 hari dipelihara di akuarium maka larva dipindahkan ke kolam pemeliharaan larva. Sebelumnya kolam pemeliharaan larva diolah terlebih dahulu, kolam diolah setelah diketahui terjadi proses pemijahan pada induk ikan tambakan. Pengolahan kolam dilakukan dengan cara pengeringan kolam kemudian di tebar kapur tohor sebanyak 250 gr/m2 dan pemberian pupuk organik sebanyak 500 gr/m2. Pada kolam pemeliharaan larva diberi substrat berupa hapa dan pancang kayu untuk tempat berkembangnya perifiton yang nantinya diharapkan bisa menjadi makanan bagi larva tambakan. Selain itu pada kolam saat pengisian air juga diberi probiotik sebanyak 1 liter/250 m2. Larva dipelihara dikolam ini selama 30 hari, diharapkan ukurannya sudah mencapai 2-3 cm.
Setelah 7 hari dari pengolahan kolam diharapkan sudah mulai tumbuh planktonnya, baik phytoplankton maupun zooplankton. Diharapkan saat larva ditebar dikolam pemeliharaan ini sudah bisa memakan pakan alami ( plankton ) yang ada dikolam. Larva mulai diberi makan tambahan setelah 3 hari ditebar dikolam. Pakan yang diberikan adalah pakan benih dalam bentuk tepung dengan kadar protein 32 %, pakan diberikan secara adlibitum dengan patokan 10% dari total biomass dan diberikan sebanyak 3 kali sehari.
akalang (Jambi), ikan Sapil (Sumsel), dan Biawan (Kalimantan).

Monday, January 9, 2017

MENGENAL ALAT TANGKAP SERO

January 09, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km² dan menurut World Resources Institute tahun 1998 memilki garis pantai sepanjang 91.181 km yang di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan kelautan yang mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai pada tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih efektif dan efisien (Ayodhyoa, 1983).
Keberadaan alat penangkapan ikan di indonesia ini sudah berkembang pesat, dengan berbagai macam alat tangkap yang telah dimiliki sudah beredar diseluruh sektor perikanan indonesia. Diantaranya adalah pancing, payang dan purse seine. Dari alat-alat tersebut termasuk dalam golongan alat yang ramah lingkungan, sehingga alat tersebut digunakan sebagai komoditas utama dan bernilai ekonomis tinggi.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut tidak lepas dari kegiatan operasi penangkapan ikan yang melibatkan berbagai unit penangkapan ikan, unit penangkapan ikan yang berkembang saat ini cukup bervariasi mulai dari yang berukuran kecil seperti tombak, serok dan pancing sampai alat tangkap yang berukuran besar seperti trawl, purse seine, rawai tuna serta payang. Payang merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang umum dikenal dan dioperasikan hampir di seluruh perairan indonesia (Subani, 1978).
 Sero adalah perangkap yang biasanya terdiri dari susunan pagar-pagar yang akan menuntun ikan-ikan menuju perangkap. Sero juga disebut banjang, bila, belat, seroh, kelong.
Konstruksi
Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri 4 bagian penting yang masing-masing disebut : penajo (main fence), sayap (wing), badan (body), dan bunuhan (crib).

Badan tersebut terdiri dari kamar-kamar (chamber). Banyaknya kamar-kamar bervariasi, tergantung dari ukuran sero. Untuk sero kecil umumnya terdiri 1-2 kamar, untuk ukuran sedang 3 kamar dan untuk sero besar 4 kamar.

Penajo ada yang menyebutnya lidah (Air tembaga, Muna-Buton), pani tengah (Sulawesi Tengah) dan terakhir ada yang menyebut kaki. Panjang penajo bervariasi, tergantung besar kecilnya sero. Untuk sero berukuran besar panjang penajo dapat mencapai antara 300-500 meter. Bagian penajo yang dekat dengan badan sero ± 1 / 4 sampai 1/3 dipasang kere-kere dari bambu.

Kamar-kamar sero tersebut pada bagian depannya dipasang pintu-pintu dari kere bambu yang mudah ditutup dan dibuka pada waktu operasi penangkapan. Di samping bagian-bagian yang disebut penajo, sayap kiri/kanan dan bunuhan masih ada kelengkapan lain yang disebut sisir/ pengiring/pengangsan, sibu-sibu (scoop net).

Metode pengoperasian
Fungsi penajo sangat penting dibanding kedua sayap/ kaki lainnya, sebab ia merupakan suatu penghalang (penghalau) perjalanan ikan. Sifat ikan umumnya berenang menelusuri pantai dan bila berpapasan dengan penajo ia cenderung akan membelok dan berenang menelusuri penajo ke arah tempat yang lebih dalam dan akhirnya terperangkap masuk ke kamar-kamar sero dan terakhir sampai ke bagian bunuhan (crib) dan terperangkaplah. Untuk sero yang dipergunakan di pulau-pulau, pemasangan penajo tidak diletakkan secara tegak lurus dengan pantai tetapi justru sejajar dengan pantai.

Bagian sayap atau kaki yang juga disebut pane atau pani (Sulsel/Sultra), loho (Madura), bibis (Jawa, Jakarta) berfungsi sebagai penghaiang atau tepatnya berfungsi untuk mempercepat jalannya ikan masuk ke dalam badan atau kamar-kamar sero.

Sisir berfungsi membantu, menggiring ikan-ikan dan kamar terdepan ke kamar dibelakangnya sampai bunuhan mati dan akhirnya pengambilan ikan dilakukan dengan jalan menyerok memakai sibu-sibu (serok) dengan cara menyelam atau dari atas permukaan air dengan menggunakan serok bertangkai panjang.

Daerah penangkapan
Pemasangan sero dapat dilakukan di tempat- tempat yang relatif dangkal artinya pada waktu air pasang tergenang air, sedang waktu surut tidak tergenang air dan dalam kesempatan ini sekaligus digunakan untuk mengambil hasil tangkapannya. Hal ini hanya terjadi untuk sero untuk ukuran kecil atau biasa disebut sero kering. Sedangkan untuk sero ukuran sedang lebih-Iebih ukuran besar pemasangannya dapat dilakukan sampai kedalaman antara 10-15 m (sero di Kotabaru, Pegatan).

Hasil penangkapan sero terutama adalah ikan pantai, tetapi sering juga tertangkap ikan-ikan layaran, atau jenis ikan besar lainnya. Untuk daerah-daerah tertentu sero justru untuk menangkap ikan kembung (Pagatan, Tanjung Satai).
Musim penangkapan
Musim penangkapan dari sero ini sepanjang tahun.
Pemeliharaan alat
Pemeliharaan alat tangkap sebaiknya setelah alat dipakai dicuci dengan air tawar, bagian yang rusak diperbaiki, dikeringkan di tempat yang tidak kena sinar matahari secara langsung dan disimpan ditempat yang bersih.
Pengadaan alat dan bahan jaring
Alat dan bahan jaring bisa diperoleh di semua toko perlengkapan nelayan di lokasi terdekat atau bisa dipesan dari pabrik jaring â€Å“PT. Arida” di Cirebon atau â€Å“PT Indoneptun” di Ranca Ekek Bandung. Distribusi alat sero dapat diketemukan hampir diseluruh daerah perikananIndonesia. Dilihat dan bentuknya, badan sero itu bermacam-macam, misalnya: segitiga, lonjong, bulat dan berbentuk jantung.
Kisaran harga satuan peralatan
Kisaran harga 1 unit alat tangkap sero Rp. 5,000,000-Rp. 10,000,000.-. Kisaran harga kapal termasuk mesin Rp. 10,000,000-15,000,000.-.
Refferences : Dit PMP, KKP

Sunday, January 8, 2017

MENGENAL ALAT TANGKAP RAWAI UNTUK IKAN CUCUT

January 08, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Potensi lautan di Indonesia merupakan  2/3 daratan artinya potensi yang luar biasa tersebut diperlukan penanganan yang ekstra khusus, tegas, berintgritas tinggi untuk mencapai kemakmuran rakyat. Kegiatan penangkapan ikan adalah kegiatan yang sifatnya berburu, yang dilakukan di  laut  guna  menangkap  ikan  yang  layak  konsumsi.  Berbagai  jenis  alat tangkap telah dikembangkan untuk membantu mempermudah proses berburu di laut. Alat tangkap dikembangkan dengan mengacu pada tingkah laku jenis ikan dan habitat dimana ikan berada. Berdasarkan habitat dimana ikan berada, sumber daya ikan dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu ikan pelagis (permukaan) dan ikan demersal (ikan dasar). Jenis-ienis ikan dasar, biasanya adalah ikan karnivora yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti; ikan-ikan karang, kerapu, cucut, dsb. Sesuai dengan karakteristik habitat dan tingkah laku ikan dasar, kemudian dikembangkan beberapa alat tangkap, seperti; pancing, jaring dasar dan rawai dasar.
Pancing rawai dasar merupakan salah satu jenis alat tangkap dasar yang cukup produktif. Disamping mudah dari sisi pengoperasiannya, alat tangkap ini juga relatif murah dari sisi pembiayaannya. Sebagai akibatnya, alat tangkap pancing rawai dasar cukup tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia.
Pengguna terbesar pancing rawai dasar adalah nelayan yang mempunyai penghasilan menengah ke bawah, karena pancing rawai dasar memerlukan biaya yang relatif kecil sehingga terjangkau oleh nelayan kecil. Sebagian besar pengguna pancing rawai dasar adalah nelayan tradisional dan berpendidikan rendah.
Hasil tangkapan pancing rawai dasar, umumnya adalah ikan karnivora yang mempunyai daging lezat. Disamping itu, mutu ikan yang tertangkap dengan pancing juga mempunyai mutu yang lebih baik jika dibandingkan dengan alat tangkap lain.
Sehingga ikan-ikan hasil tangkapan pancing rawai dasar mempunyai harga yang relatif mahal dibandingkan dengan jenis hasil tangkapan lainnya. Hasil tangkapan pancing rawai dasar selain dijual ke restoran-restoran sea food, juga diperuntukkan untuk komoditas ekspor.
Deskripsi Singkat 
Pancing rawai dasar atau dalam bahasa asingnya adalah long line, adalah alat tangkap yang terdiri dari rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga merupakan tali yang panjang dengan beratus-ratus tali cabang. Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa alat tangkap rawai dasar terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), tali pelampung, bendera, pelampung tali pancing, pancing dan tali-temali lainnya. Prinsip kerja dari pancing rawai dasar adalah memikat ikan untuk memakan umpan pada mata pancing yang merupakan perangkap bagi target tangkapan.
Penggunaan teknologi untuk mengoperasikan  pancing  rawai  dasar  relatif masih  sederhana. Pengembangan teknologi dapat diterapkan     dalam  proses pemasangan pancing    atau penggulungan      pancing. Mengingat pancing            ulur menggunakan tali pancing yang panjang, maka dalam proses pemasangannya (setting) sering terjadi kecelakaan ketika tali pancing utama kusut. Demikian juga dalam proses penarikannya, tidak jarang karena ikan terjerat di tali pancing, tali pancing juga kusut. Untuk mengatasinya, biasanya digunakan line hauler.Rawai dasar adalah suatu alat tangkap yang berbentuk tali panjang yang dibentangkan secara horizontal, pada tali panjang diikatkan tali-tali lain yang teratur secara vertikal. Pada ujung tali vertikal diikatkan mata pancing dan dipasang di dasar perairan dengan bantuan pemberat. Untuk mengetahui adanya alat tangkap di perairan digunakan tanda dengan bantuan pelampung yang dihubungkan oleh tali pelampung. Jenis rawai dasar yang telah umum dikenal berdasarkan jenis ikan tujuan penangkapan adalah rawai kakap dan rawai cucut.
Konstruksi
Tali utama dan bahan PE dengan diameter 8 mm. Tali cabang dan bahan PE dengan diameter 5 mm. Panjang tali cabang 8 m dengan jarak antara tail cabang 24 m. Mata pancing nomor 6 dan 7 yang terbuat dari bahan baja putih. Tali pelampung dan bahan PE dengan diameter 5 mm sepanjang 11 meter. Pelampung pelastik kurang lebih 300 gram dengan diameter 26 cm. Bendera tanda dengan panjang tiang 5-7 m dengan diameter 4-5 cm, batu kali 9 kg dan pelampung dan bahan styrofoam.
Metode pengoperasian
a. Setting
Setting  (penurunan  alat  tangkap)  dilakukan  pada  bagian  buritan kapal oleh 4  orang yang masing-masing menangani pekerjaan masing- masing. Orang pertama  manangani pemasangan umpan pada  mata pancing yang sekaligus melempar branch line, orang kedua bertugas mengulurkan/membuang main line, orang ketiga mempersiapkan tali-tali pelampung, bendera dan pemberat serta basket dan orang keempat mengemudikan kapal selama operasi berlangsung.
Setting diawali dengan merangkai ujung-ujung main line dengan tali-tali pemberat dan  tali-tali  pelampung  yang  kemudian  dilemparkan  ke  laut, setelah itu diteruskan dengan mengulur main line dan melempar branch line dan mata pancing yang telah dilengkapi umpan. Pada saat hampir menyelesaikan  penurunan  satu  basket  rawai  dasar, maka pada ujung akhir dari main line basket pertama diikatkan lagi tali-tali yang telah dilengkapi  pemberat  dan  pelampung.  Demikian  seterusnya  sampai pada keseluruhan basket yang diperlukan ( setting ini dilakukan dalam keadaan kapal berjalan pelan dan tetap pada haluannya).Operasi penangkapan dimulal pada sore hari.
b. Hauling
Hauling (menarik alat tangkap) dilakukan 2 jam setelah setting dan dapat ditangani oleh 4 -5 orang.
Orang  pertama  dan  kedua  masing-masing  melakukan  penarikan main line dan branch line yang sekaligus melepas ikan hasil tangkapan dari mata  pancing,  orang  ketiga  menangani  hasil  tangkapan  dan  menyusun serta merapikan alat tangkap pada masing-masing basket, orang keempat rnengemudikan kapal (hauling ini dilakukan dalam keadaan kapal melaju pelan).
Pekerjaan hauling diawali dengan menaikkan pelampung dan pemberat yang diikuti dengan main line dan branch line serta melepas/memungut hasil-hasil tangkapan. Pekerjaan ini dilakukan di haluan kapal.
Sebelum dilakukan operasi penangkapan terlebih dahulu dilakukan persiapan yang terdiri dari persiapan alat tangkap, persiapan perbekalan kapal dan persiapan perbekalan nelayan kurang lebih untuk satu minggu.
Pengoperasian terdiri dari pemasangan umpan serta mempersiapkan pelampung, setting yang diawali dengan penurunan bendera tanda, hauling dan pengangkatan hasil tangkapan dengan menggunakan ganco. Pada saat hauling mesin tetap dihidupkan agar penarikan rawai lebih ringan.
Daerah penangkapan
Daerah penangkapan   (fishing ground) yakni pada    perairan dengan kedalalaman antara 30 - 75 m dengan dasar perairan lumpur campur pasir (hal ini dapat diketahui dari peta laut atau dari nelayan yang berpengalaman) atau didekat daerah perairan berkarang.Operasi penangkapan dilakukan pada perairan yang memiliki kedalaman 42- 93 meter.
Umpan pada perikanan rawai dasar sangat diperlukan, umpan yang digunakan  adalah  ikan  segar  beku,  tetapi  pada  saat  ini  dipergunakan  pula umpan hidup yaitu dengan umpan bandeng.Musim penangkapan
Kecuali pada musim barat di mana kegiatan penangkapan agak terganggu karena kondisi cuaca, operasi penangkapan tetap berjalan.
Pemeliharaan alat
Pemeliharaan alat tangkap sebaiknya setelah alat dipakai dicuci dengan air tawar, bagian yang rusak diperbaiki, dikeringkan di tempat yang tidak kena sinar matahari secara langsung dan disimpan ditempat yang bersih.

MENGENAL ALAT TANGKAP PAYANG

January 08, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Payang hampir dikenal di seluruh daerah perikanan laut Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, antara lain: payang (Jakarta, Tegal, Pekalongan, Batang dan daerah lain di pantai utara Jawa), payang uras (Selat Bali dan sekitarnya), payang ronggeng (Bali Utara), payang gerut (Bawean), payang puger (daerah Puger), payang jabur (Padelengan/ Madura, Lampung), pukat nike (Gorontalo), pukat banting Aceh (Sumatera Utara, Aceh), pukat tengah (Sumatera Barat: Pariaman, Sungai Limau, Perairan Tiku), jala lompo (Kaltim, Sulsel), panja/pajala (Muna, Buton, Luwuk, Banggai), pukat buton (Air Tembaga, Gorontalo, Manokwari, Kupang, Kalabai, Kendari, Flores), jala uras (Sumbawa, Manggarai/Flores).
Konstruksi
Payang adalah pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong (bag), badan/ perut (body/belly) dan kaki/ sayap (leg/wing). Namun ada juga pendapat yang membagi hanya menjadi 2 bagian, yaitu kantong dan kaki. Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian-bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri-sendiri. Namun bagian-bagian ini untuk tiap daerah umumnya berbeda-beda sesuai daerah masing-masing.
Besar mata mulai dari ujung kantong sampai dengan ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm (atau kadang kurang) sampai ± 40 cm. Berbeda dengan jaring trawl di mana bagian bawah mulut jaring (bibir bawah/underlip) lebih menonjol ke belakang, maka untuk payang justru bagian atas mulut jaring (upperlip) yang menonjol ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagik yang biasanya hidup dibagian lapisan atas air atau kurang Iebih demikian dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Oleh karena bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring.
Pada bagian bawah kaki/sayap dan mulut jaring diberi pemberat. Sedangkan bagian atas pada jarak tertentu diberi pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan di bagian tengah dan mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan tali panjang yang umumnya disebut tali selambar (tali hela/tali tarik).
Klasifikasi Berdasarkan FAO
Payang terbuat dari bahan jaring yang konstruksinya terdiri dari kantong, badan dan sayap, serta dilengkapi dengan pelampung dan pembertat serta tali penarik (selambar). Berdasarkan klasifikasi dari FAO, alat tangkap ini digolongkan sebagai jarring lingkar. Struktur alat tangkap ini adalah sebagai berikut:
a.    Sayap        : dua bagian sayap, yaitu sayap kiri dan kanan
b.    Badan        : terdiri atas 6 bagian
c.    Kantong (cod end) adalah merupakan tempat berkumpulnya ikan yang terjaring
d.    Tali ris atas
e.    Tali ris bawah
f.     Tali penarik (selambar)
g.    Pelampung
h.    Pemberat, terbuat dari bahan timah dan batu
Berdasarkan SNI yang dikeluarkan oleh BSN, alat tangkap paying baik yang berbadan panjang maupun pendek termasuk dalam klasifikasi jaring lingkar (surrounding nets) tanpa tali kerut, sesuai dengan International Standard Statistical Classification FishingGear – FAO, menggunakan singkatan LA dan berkode ISSCFG.01.2.0 (Wulan, 2011).
2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Kepmen 06/Men/2010
Dalam Keputusan Menteri KP Nomor : KEP.06/MEN/2010 ditetapkan 10 (sepuluh) kelompok alat penangkap ikan. Penjelasan singkat untuk memudahkan pemahaman terhadap masing-masing kelompok alat tangkap dapat dijelaskan bagaimana uraian pada Bab III, mulai pasal 6 sampai dengan pasal 16 Peraturan Menteri KP Nomor PER.02/MEN/2011, sebagai berikut:
Alat penangkapan ikan di WPP-NRI menurut jenisnya terdiri dari 10 kelompok, yaitu:
a.    Jaring lingkar (surrounding nets)
b.    Pukat tarik (seine nets)
c.    Pukat hela (trawls)
d.    Penggaruk (dredges)
e.    Jaring angkat (lift nets)
f.     Alat yang dijatuhkan (falling gears)
g.    Jaring insang (gill nets and entangling nets)
h.    Perangkap (traps)
i.      Pancing (hooks and lines)
j.      Alat penjepit dan melukai (grappling and wounding)
Payang termasuk dalam pukat tarik berkapal (seine nets) (Pranoto, 2012).
Alat penangkapan ikan di WPP-NRI menurut jenisnya terdiri dari 10 (sepuluh) kelompok, yaitu:
a. jaring lingkar (surrounding nets);
b. pukat tarik (seine nets);
c. pukat hela (trawls);
d. penggaruk (dredges);
e. jaring angkat (lift nets);
f. alat yang dijatuhkan (falling gears);
g. jaring insang (gillnets and entangling nets);
h. perangkap (traps);
i. pancing (hooks and lines); dan
j. alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).
(1)        Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, terdiri dari:
a. pukat tarik pantai (beach seines); dan
b. pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
(2)        Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. dogol (dainess seines);
b.  scottish seines;
c.  pair seines;
d. payang;
e. cantrang; dan
f. lampara dasar.
( Fadel, 2011 ).
2.2.3 Spesifikasi Alat Tangkap
Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Secara garis besar payang terdiri dari bagian kantong (bag), badan/ perut (body) dan kaki/ sayap (leg/ wing). Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian – bagian kecil yang tiap bagiannya memiliki nama sendiri – sendiri. Besarnya mata jaring mulai dari ujung kantong sampai dengan ujung kaki berbeda – beda, mulai dari 1 cm (atau kurang) sampai ±40 cm. Bagian mulut bawah jaring lebih panjang dari bagian mulut atas jaring, karna jenis ikan pelagic yang biasanya hidup dibagian atas air memiliki sifat cenderung lari lapisan bawah bila terkurung jaring (Nugroho Ardi Cahyono, 2011).
Menurut Diktat Manajemen Penangkapan Ikan (2004), alat tangkap payang terbuat dari berbagai bahan, jaring berbahan PVC (Polyvinileclorine), pelampungnya adalah plastik berbentuk bola dan pemberatnya adalah batu.
a.    Bagian Kantong
-          Panjang : 5-6 meter
-           Mesh size : 0,3-0,6 cm
-          Bahan : PVC ( Polyvinileclorine )
-          Warna : Hijau
b.    Bagian Badan
-          Panjang : 25 meter
-          Mesh size : 1,6-8 cm
-          Bahan : PE (Polyethilene)
-          Warna : Coklat
c.    Bagian Sayap
-          Panjang : 90 meter
-          Mesh size : 10-30 cm
-          Bahan : PE (Polyethilene)
-          Nomor benang : 400 D/15
d.    Pelampung
-          Berat : 2 ons
-          Diameter : 15 cm
-          Bahan : Plastik berbentuk bola
-          Jumlah : 12 buah per sayap
-          Jarak antar pelampung : 1,5 meter
e.    Pemberat
-          Bahan : Batu
-          Berat : 2 kg
-          Jumlah : 10 buah per sayap
-          Jarak antar pemberat : 8 meter
Alat tangkap ini terdiri dari dua sayap. Biasanya terbuat dari jaring yang bahannya dari bahan sintetis jenis nylon multifilament. Sebagai contoh, alat tangkap paying yang dioperasikan di Teluk Mandar, mesh size sayapnya masing-masing berukuran 80, 50, 30, dan 20 cm. Ukuran sayap semakin kecil kea rah kantong. Untuk memberikan daya apung maka pada bagian sayap diberikan pelampung. Supaya sayap tersebut terentang dalam air makan diberikan pemberat. Fungsi sayap adalah menakut-nakuti ikan agar masuk ke dalam kantong.
Panjang jaring keseluruhan bervariasi dari puluhan meter sampai ratusan meter. Mesh size pada kantong berkisar 1,5 – 5 cm. Ujung kedua sayap dihubungkan dengan tali penarik, pada bagian sebelah kanan diberi pelampung tanda, sedangkan pada tali penarik lainnya diikatkan di kapal (Sudirman, 2004).
Metode dan Teknik Pengoperasian Alat Tangkap
Cara pengoperasian payang yaitu dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong tersebut ditarik ke arah kapal. Kedua sayap yang terdapat di kanan dan kiri badan jaring berguna untuk menakut – nakuti atau mengejutkan serta menggiring ikan agar masuk sedalam kantong jaring. Penangkapan dengan payang dapat dilakukan baik dengan perahu layar maupun dengan kapal motor. Penggunaan tenaga berkisar antara enam orang untuk payang berukuran kecil dan enam belas orang untuk payang berukuran besar (Nugroho Ardi Cahyono, 2011).
Prinsip pengoperasian alat tangkap payang adalah melingkari gerombolan ikan. Pada saat terdapat gerombolan ikan yang terlihat, kapal mendekati gerombolan ikan tersebut dan kemudian menurunkan jaring pada jarak dan waktu yang tepat sehingga pada waktu jaring melewati gerombolan ikan, jaring dapat membuka dengan maksimal sehingga kemungkinan ikan untuk lolos kecil. Pada saat setelah jaring diturunkan, tali selambar/ tali hela ditarik sehingga jaring tertarik kearah gerombolan ikan. Hasil penangkapan dapat dipengaruhi oleh kecepatan membuka jaring, timing pelepasan jaring dan kondisi laut saat pelepasan jaring (Diktat Manajemen Penangkapan Ikan, 2004).
Setelah alat tangkap ini telah tersusun dengan baik diatas kapal maka tiba di fishing ground. Jika menggunakan alat bantu rumpon , terlebih dahulu harus ditangani dengan memperhatikan arah arus, karena arah ikan pada rumpon akan berlawanan dengan arah arus. Jika arah arus dari barat, maka posisi ikan berada pada sisi timur rumpon.
Setelah itu, jaring diturunkan yang dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, mengelilingi rumpon, penauran jaring dilakukan sampai semua jaring turun ke laut dan selanjutnya mengambil kedua tali sayap, kemudian jaring ditarik ke atas perahu. Sebagian awak kapal tetao bertugas pada rumpon sehingga tetap seperti semula. Operasi penangkapan dianggap selesai jika kantong jaring telah tiba di atas perahu (Sudirman, 2004).
Alat Bantu Penangkapan
Penangkapan dengan menggunakan payang dapat dilakukan baik pada malam ataupun siang hari. Untuk malam hari terutama pada hari – hari gelap dapat dengan alat bantu lampu petromaks untuk mengetahui letak ikan berkupul serta menarik perhatian ikan. Sedangkan penangkapan pada siang hari dapat menggunakan alat bantu rumpon/ payaos untuk memancing perhatian ikan agar ikan berkumpul disekitar rumpon. Pengguna rumpon sebagai alat bantu penangkapandengan payang meliputi 95% lebih (Nugroho Ardi Cahyono, 2011).
Pengoperasian alat tangkap payang dapat menggunakan alat bantu berupa lampu petromaks yang digunakan pada malam hari dan alat bantu rumpon untuk pengumpul ikan. Pada malam hari penggunaan lampu petromaks dapat menarik ikan supaya menggerombol disekitar lampu sehingga alat tangkap payang dapat digunakan secara efisien. Beguti juga dengan rumpon yang banyak digunakan oleh nelayan – nelayan Indonesia. Pengguna rumpon sebagai alat bantu penangkapan dengan payang meliputi 95% lebih (Diktat Manajemen Penangkapan Ikan).             
Dalam operasi penangkapannya banyak dilakukan dengan menggunakan alat bantu rumpon, dimana ikan-ikan yang ada pada rumpon digiring masuk ke dalam kantong paying walaupun dalam operasi penangkapannya tidak selalu menggunakan rumpon. Alat bantu tangkap ini banyak digunakan di Perairan Selat Makassar, terutama di Teluk Mandar (Sudirman, 2004).
Hasil Tangkapan Alat Tangkap
Daerah penangkapan untuk alat tangkap payang ini pada perairan yang tidak jauh dari daerah pantai atau daerah yang subur yang tidak terdapat karang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komposisi hasil tangkapan payang yaitu ikan Ayam – ayam (Aluterus Monoceros) 88%, ikan Tongkol (Auxis sp) 3.80%, ikan Teri (Stolephorus sp) 2.60%, ikan Kembung (Rastrelliger sp) 25%, Cumi – cumi (Loligo sp) 1.70%, ikan Selar (Caranx sp) 1.50% dan ikan Bawal Hitam (Formio Niger) 0.40% (Intan Herwindra, 2010).
Hasil tangkap dari alat tangkap payang adalah ikan – ikan permukaan. Terutama ikan – ikan pelagis kecil, yaitu ikan Layang, Selar, Kembung, Lemuru, Tembang, Japuh dan lain – lain. Hasil tangkapan alat tangkap payang untuk tahun 1986 berjumlah 152. 782 ton, sedang produksi perikanan laut secara nasional sebanyak 1. 922.781 ton (Diktat Manajemen Penangkapan Ikan, 2004).
Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap payang adalah laying (decapterus sp), kembung (rastralliger sp), sunglir (eeuthynnus sp), selar (caranx sp), sunglir (elagatis sp), bawal hitam (formio sp). Jadi, umumnya yang tertangkap adalah ikan-ikan yang senang berada di daerah rumpon. Ikan laying merupakan hasil tangkapan yang dominan (Sudirman, 2004).