Sunday, August 28, 2016

BERBUIDAYA IKAN GURAME

August 28, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Penyebaran dan ekologi
Gurami semula menyebar di pulau-pulau Sunda Besar (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan), namun kini telah dipelihara sebagai ikan konsumsi di berbagai negara di Asia (terutama Asia Tenggara dan Asia Selatan) serta di Australia.
Di alam, gurami hidup di sungai-sungai, rawa dan kolam, termasuk pula di air payau; namun paling menyukai kolam-kolam dangkal dengan banyak tumbuhan. Sesekali ikan ini muncul ke permukaan untuk bernapas langsung dari udara.
Induk gurami, untuk beberapa waktu lamanya, menjaga dan memelihara anak-anaknya. Telurnya dilekatkan di tetumbuhan air atau ditaruh di sarang yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Gurami terutama adalah pemakan tumbuhan, namun mau juga memangsa serangga, ikan lain, dan juga barang-barang yang membusuk di air di kolam-kolam.
Ikan gurami terutama digemari sebagai ikan konsumsi. Dagingnya padat, durinya besar-besar, rasanya enak dan gurih. Gurami hampir selalu tersedia di restoran, untuk dijadikan pelbagai macam masakan terutama gurami bakar dan gurami asam-manis. Ikan ini berharga cukup mahal.
Gurami juga disukai sebagai ikan hias akuarium.
I. PERSIAPAN PEMIJAHAN
Kolam pemijahan dapat berupa kolam tanah atau kolam tembok tetapi dasar kolam diusahakan tetap tanah.  Dasar kolam tanah akan merangsang induk gurami untuk  segera memijah.  Syarat kolam pemijahan yaitu : airnya jernih, tenang dan mengalir kecil sehingga suplai oksigen juga terpenuhi, ada pintu pemasukan dan pengeluaran air dan tidak boleh terlalu banyak mengandung lumpur karena airnya cepat keruh, air yang keruh dapat menutupi permukaan telur, akibatnya akan mempengaruhi keberhasilan penetasan telur.
1. Persiapan Kolam Pemijahan
Persiapan kolam pemijahan bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolam dalam kondisi optimal bagi ikan gurami untuk melakukan pemijahan.  Kolam pemijahan harus dilengkapi dengan saluran pemasukan air dan pengeluaran.  Saluran pemasukan air dibutuhkan untuk mensuplai air baru agar air kolam tetap segar dan ketersediaan oksigen terlarut tetap terjaga.  Aliran air yang masuk ke kolam dapat merangsang ikan untuk memijah.
Ikan Gurami seperti ikan air tawar lainnya juga akan terangsang berpijah bila ada suasana baru dalam kolam, seperti bau ampo yang terbentuk akibat pengeringan tanah kolam kemudian kena air baru.  Hal inilah yang menyebabkan pengeringan dan penjemuran pada dasar kolam pemijahan mutlak dilakukan.  Selain kegiatan pengeringan, pemberian pakan daun talas juga dapat merangsang gurami untuk segera kawin.
Tahapan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menyiapkan kolam pemijahan ikan gurami adalah sebagai berikut :
a. Kolam dikeringkan 3-7 hari, tergantung cuaca dan ketebalan lumpur di kolam.  Tujuan pengeringan kolam yaitu merangsang birahi induk untuk segera kawin, membunuh hama dan penyakit  serta membuang gas-gas yang membahayan ikan (misalnya: amoniak (NH3) dan H2S)
b. Perbaikan pematang, membersihkan kolam dari semua kotoran yang ada dan masuk ke kolam serta membersihkan rumput liar disekitar pematang
c. Jika dasar kolam banyak mengandung lumpur segera dikurangi atau dibuang
d. Setelah pengeringan kolam, dilakukan pengapuran dengan dosis 100gr/m2.  Pemberian kapur selain untuk menaikkan pH tanah juga untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang terdapat di dasar kolam
e. Kolam pemijahan diisi dengan air bersih, jernih dan memenuhi persyaratan untuk kehidupan dan telur nantinya sedalam 80 cm
f. Setelah 3-4 hari dari pengisian air kolam, induk sudah dapat dimasukkan ke kolam pemijahan
Apabila sumber air kurang jernih atau keruh, sebaiknya air diendapkan terlebih dahulu dalam bak pengendapan.  Air kolam yang keruh akan menyebabkan telur terselimuti oleh lumpur sehingga telur-telur membusuk dan tidak menetas.  Disamping itu, air yang keruh kita akan kesulitan untuk mengetahui apakah telah terjadi aktifitas pemijahan dan apakah sarang telah berisi telur atau belum.
2. Mempersiapkan Sarang
Induk gurami membuat sarang terlebih dahulu sebelum melakukan pemijahan. Gurami meletakkan dan menyimpan telurnya didalam sarang.  Di alam, induk gurami jantan membuat sarang yang terbuat dari rumput-rumput kering yang disusun di pojokan kolam.  Agar proses pemijahan gurame dapat berlangsung lebih cepat, pembudidaya perlu menyediakan tempat kerangka sarang (sosog) dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang (seperti ijuk, sabut kelapa).  Keberadaan bahan sarang tersebut juga merangsang induk cepat untuk memijah.
a. Kerangka Sarang (Sosog)
Kerangka sarang dapat berupa sosog, ranting-ranting pohon dan bilah bambu yang cukup ditancapkan di pinggir pematang kolam. Pemakaian dengan bilah bambu lebih praktis, hemat biaya, dan induk gurami lebih fleksibel dalam membuat sarang.  Sedangkan sosog adalah anyaman bambu berbentuk kerucut dengan diameter lingkaran mulut sosog antara 25-30 cm dan dalamnya 30-40 cm.  Pemasangan sosog dilakukan di pematang dengan cara tangkainya ditancapkan ke pematang kolam.  Namun ada juga yang memasang sosog di bagian tengah kolam dengan cara memasang tangkai pada pangkal sosog .  Penempatan sosog di bagian tengah kolam bertujuan untuk mengantisipasi induk yang enggan membuat sarang dipinggir kolam, karena kondisi pinggir kolam yang kurang nyaman dan banyak lalu lalang orang.
Pemasangan sosog disarankan sekitar 15-30 cm di bawah permukaan air kolam. Jarak pemasangan antara sosog yang satu dengan lainnya sekitar 2 – 4 m.  Jumlah sosog yang dipasang di kolam pemijahan disesuaikan dengan jumlah induk betina. Satu ekor induk betina biasanya membutuhkan satu sarang untuk meletakkan telurnya.  Namun, semakin banyak kerangka yang dipasang maka akan semakin baik karena induk gurami akan lebih leluasa memilih tempat yang diperkirakan aman dan nyaman untuk meletakkan telurnya.
b. Bahan Sarang
Bahan sarang untuk pemijahan gurami dapat berupa ijuk, sabut kelapa dan rumput-rumput kering.  Namun , yang paling banyak digunakan adalah ijuk dan sabut kelapa karena lebih praktis, murah, dan mudah didapat.  Pilihlah ijuk yang lembut untuk menghindari pecah atau rusaknya telur akibat gesekan dengan ijuk.  Sebelum digunakan ijuk dan sabut kelapa dicuci hingga bersih dan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur.
Bahan pembuat sarang ini biasanya ditempatkan dipinggir atau di tengah kolam dengan posisi menggantung supaya induk dapat dengan mudah mengambil ijuk atau sabut kelapa.  Agar bisa menggantung, ijuk dan sabut kelapa dijepit secara longgar dengan bilah bambu yang dipasang dipinggiran kolam.  Namun kelemahannya, banyak ijuk yang jatuh ke dasar kolam atau tertimbun lumpur.
Penempatan bahan sarang yang umum dilakukan pembudidaya yaitu diatas para-para yang terbuat dari bambu.  Para-para bambu ini diberi kaki pada keempat sudutnya sehingga mampu menahan ijuk/sabut kelapa yang ditempatkan di atasnya.  Bahan tersebut diletakkan diatas para-para yang terendam air atau rata dengan air supaya mudah diambil induk jantan.  Oleh induk jantan, ijuk/sabut kelapa diambil dan dipindahkan ke sosog atau bilah bambu yang di tancapkan pinggir pematang kolam.
3. Penebaran Induk Kekolam Pemijahan
Induk gurami yang telah matang gonad dan siap mijah dapat segera dipindahkan  ke kolam pemijahan.  Ciri-ciri induk ikan gurame yang baik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki sifat pertumbuhan yang cepat.
b. Bentuk badan normal (perbandingan panjang dan berat badan ideal).
c. Ukuran kepala relatif kecil
d. Susunan sisik teratur,licin, warna cerah dan mengkilap serta tidakluka.
e. Gerakan normal dan lincah.
f. Bentuk bibir indah seperti pisang, bermulut kecil dan tidak berjanggut.
g. Berumur antara 2-5 tahun.
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
a. Betina
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang gelap kehitaman.
- Dagu putih kecoklatan.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor hanya bergerak-gerak.
- Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.
b. Jantan
- Dahi menonjol.
- Dasar sirip dada terang keputihan.
- Dagu kuning.
- Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik.
- Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
Penangkapan dan pelepasan induk yang telah matang gonad dilakukan secara hati-hati agar induk tidak terluka atau stress.  Penangkapan induk sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika cuaca tidak terlampau panas.  Hal ini untuk menghindari stress pada ikan akibat perbedaan suhu yang terlalu tinggi antara di kolam induk dengan suhu di kolam pemijahan.  Pemindahan induk ke kolam pemijahan dilakukan setelah kolam pemijahan sudah siap dan telah diisi air.
Penangkapan induk gurami yaitu dengan cara melokalisir induk dengan menggiringnya disalah satu  sisi kolam dengan menggunakan jarring yang dibentangkan.  Setelah ruang geraknya dipersempit, induk dapat ditangkap dengan menggunakan tangan dan dilakukan dengan hati-hati.  Penangkapan induk harus dilakukan satu demi satu.  Penangkapan induk tidak disarankan menggunakan seser, karena akan mengakibatkan sisik ikan banyak yang terkelupas.
Cara memegang induk gurami ada caranya yaitu induk dipegang dengan tangan dengan posisi badan terbalik.  Induk dipegang pelan dan hati-hati, mata gurami diusahakan tertutup oleh telapak tangan agar tidak berontak.  Bagi yang belum mahir dapat menggunakan kain halus basah yang diselimutkan pada tubuh ikan secara hati-hati.  Selanjutnya induk diangkat secara pelan-pelan dengan posisi terlentang juga.  Induk yang tertangkap dimasukkan ke dalam drum atau ember besar berisi air yang telah dipersiapkan.
Pemasukkan induk ke kolam pemijahan harus dilakukan secara hati-hati. Masukkan induk bersama dengan wadahnya ke kolam pemijahan dan biarkan gurami keluar dan berenang dengan sendirinya.  Pemindahan induk dapat juga dengan cara mempergunakan kain halus basah, kemudian diangkut dan dilepaskan bersama pembungkusnya.  Dengan cara ini kemungkinan induk jatuh karena meronta dapat dikurangi atau dihindari.  Jika induk sampai terjatuh maka akan dapat menyebabkan stress sehingga induk tidak mau memijah.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Saparinto C.,2008.Panduan  Lengkap Gurami.Penebar Swadaya. Jakarta
2.    Sendjaja J.T dan Riski M.H., 2008. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta
3.    Sunarya, U.P.,2008. Gurami Soang. Penebar Swadaya. Jakarta
4.    Mahyuddin K.,2009. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
5.    Wagiran dan Harianto B.,2010. Kiat Sukses Budi daya Gurami di Kolam Terpal. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
6.    Baca Juga:

Friday, August 26, 2016

MENGENAL BUDIDAYA IKAN SEPAT SIAM

August 26, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan sepat merupakan ikan asli negara Thailand.  Di habitat aslinya, ikan ini hidup di rawa - rawa yang banyak ditumbuhi tanaman airnya, karena ikan ini butuh substrat sebagai tempat melatakkan busa untuk telur - telurnya.
Meskipun ikan ini tidak begitu populer dikalangan masyarakat luas, namun ikan ini cukup dikenal di Indonesia. Meskipun ikan ini adalah ikan untuk konsumsi, tapi pada ukuran kecil ikan ini bisa dijadikan sebagai ikan hias, karena bentuk tubuh dan warnanya sangat menarik. Ikan sepat siam merupakan ikan asli  negara Thailand, dan hidup di rawa-rawa. Ikan ini di datangkan ke Indonesia pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka.
Sistematika
Ordo         : Labyrinthici
Sub Ordo     : Anabantoidae
Famili       : Anabantidae
Genus        : Trichogaster
Species      : Trichogaster pectoralis

Ciri-ciri
Badan memanjang, pipih kesamping (compressed), tinggi badan 2,2 sampai 3 kali panjang standar.  Sirip punggung mempunyai 7 buah duri dan 10-11 jari-jari sirip lemah, sirip dada lebih panjang daripada kepala, mulut sangat kecil dan dapat disembulkan.
Jari-jari sirip perut yang pertama mengalami modifikasi menjadi filamen yang panjang mencapai sirip ekor. Linealateralis (1.1.) terdiri dari 42-47 sisik.  Pada daerah punggung badan hijau kegelapan sedangkan pada bagian badan sebelah sampaing sisik lebih terang.  Pada kepala dan badan terdapat garis-garis yang melintang dan dari mata sampai ke ekor terdapat garis memanjang yang terputus.  Pada sirip dubur terdapat 2-3 garis hitam yang memanjang (longitudinal). Panjang ikan maksimum yang dapat dicapai  ± 250 mm. Rumus jari-jari sirip sebagai berikut : D.VII. 10-11;  A. IX-XII.  33-38;  L.1.  55-63.
Sifat-Sifat
 Sepat siam merupakan ikan sungai dan rawa yang cocok sekali di pelihara di kolam-kolam.  Jenis ikan ini dapat hidup pada perairan yang pH-nya berkisar antara 4 - 9.  Jenis ikan ini mudah dibiakkan di sawah dan kolam.  Kematangan kelamin mulai terjadi pada  umur 7 bulan.  Pembiakan terjadi dengan terlebih dahulu ikan tersebut membuat sarang berupa gelembung-gelembung  (busa) yang bergaris tengah ± 5 cm.  Telur yang dihasilkan akan terapung berada pada sarang tersebut.  Seekor induk yang bertelor dapat menghasilkan 7000-8000 butir telor, sedangkan larva yang hidup biasanya tidak lebih dari 4000 ekor.
 Telur berwarna kuning  atau putih kekuning-kuningan, mengandung globul minyak sehingga mempunyai sifat mengapung, dan embrio menetas setelah 36-48 jam dari pembuahan.  Kantong kuning telur diserap dalam waktu 3-7 hari.  Pemijahan dikolam terjadi sepanjang tahun.  Lava dan benih memakan plankton.  Ikan-ikan dewasa memakan phytoplankton seperti Bacillariphyceae, Cyanophyceae, plagellata, Zooplankaton seperti Cilliata, Rotifera, Cladocera, Copepoda, Cholorophyceaedan tumbuh-tumbuhan tinggi yang membusuk.
Pertumbuhan di kolam dan di sawah mencapai 7-9 cm dalam waktu 3 bulan, 10-12 cm dalam waktu 6 bulan dan 16-18 cm dalam waktu 12 bulan.  Berat ikan yang besar antara 130-160 gram.  Pemeliharaan yang baik adalah di daerah-daerah ketinggian sampai 800 meter dpl.
Penyebaran
 Tempat asal ikan sepat siam adalah Thailand. Indonesian mendatangkan ikan ini pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka. Kemudian jenis ikan ini karena habitat asalnya adalah rawa-rawa, ditebarkan pula didaerah rawa-rawa diperairan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
 Di Sumatera Selatan ikan ini berbiak dengan cepatnya dan kini jenis ikan ini merupakan ikan penting yang mendominasi daerah rawa.  Hasil penangkapan suatu perairan umum di sumatera selatan, 60% adalah sepat siam.  Jenis ikan ini ditangkap dengan macam-macam alat seperti pangilar (sejenis perangkap) dibuat dari kawat atau rotan, pukat (gill net) dan empang - lulung terbuat dari bambu  dengan rotan sebagai pengikatnya.  Demikian pula halnya di perairan Kalimantan, jenis ikan ini mempunyai peranan penting.  Jenis ikan ini telah dibawa pula ke Bali, Lombok, Flores dan Ambon. Pada umumnya jenis ikan ini diolah sebagai ikan asin yang diekspor ke Jawa.
 Pemeliharaan ikan sepat siam di kolam-kolam di Jawa kurang popular, meskipun di daerah daratan rendah banyak pula yang memelihara.
Pemeliharaan
   Pemeliharaan ikan sepat siam dilakukan di kolam atau di sawah, terutama di daerah-daerah dataran rendah atau di rawa-rawa yang pH-nya sedikit asam atau di kolam-kolam tergenang tanpa adanya aliran air sehingga zat asam minimal. Ikan sepat siam adalah ikan yang mempunyai alat labyrinth sehingga kekurangan zat asam tidak merupakan masalah besar.
   Di Kalimantan Selatan pemeliharaan sepat siam dilakukan dalam beje-beje yang dibuat di sawah atau di rawa berupa saluran-saluran berukuran lebar  2 m dan tinggi       1 - 1,5 m sedangkan panjangnya tidak tertentu.  Saluran ini pada musim hujan tergenang air bila air hujan turun pada musim kemarau maka ikan akan berkumpul dan dapat dilakukan penangkapan dengan  mudah.
   Pemeliharaan ikan sepat siam di sawah biasanya dikombinasikan dengan ikan jenis lain atau poli kultur.  Pada pemeliharaan di sawah sebaiknya saluran pinggir atau saluran tengah diperdalam, agar plankton yang dihasilkan cukup tersedia.
Perkembangbiakan
   Untuk membiakan jenis ikan ini tidak diperlukan perlakuan khusus seperti pada halnya ikan-ikan mas, tawes atau gurame.  Ikan sepat dapat berbiak di kolam pemeliharaan dengan sendirinya.  Tumbuh-tumbuhan air seperti Hydrilla persicillata dan air yang cukup zat asam diperlukan.
   Kolam pemijahan hendaknya agak dalam yaitu sekitar 70 - 100 cm, dan pada waktu pemijahan terjadi kolam hendaknya berair diam sehingga pemasukan air cukup untuk mengganti air yang hilang karena penguapan atau merembes. Tumbuh-tumbuhan air yang mengapung baik sekali disediakan untuk menutup sebagian kecil permukaan saja.  Pada waktu pemijahan maka ikan jantan akan membuat sarang terlebih dahulu. 
   Pembuatan sarang dilakukan selama 1 - 2 hari.  Gelembung - gelembung udara (buih) yang membentuk sarang tersebut bergaris tengah 1,5 - 3 mm.  Pada waktu pembuatan sarang tersebut ikan - ikan lain tidak diperkenankan mendekat.  Jika ada ikan yang mendekat maka akan dikejarnya sehingga keluar dari daerah territorial tempat  sarang  dibuat.   Sarang  biasa dibuat dari bagian tepi
atau di sudut - sudut.  Setelah sarang siap maka ikan jantan memikat betina dan pemijahan terjadi di bawah sarang.
   Telur yang telah dibuahi tadi mengapung sampai mencapai sarang tersebut.  Telur menetas setelah 2 - 3 hari.  Telur kemudian dijaga oleh jantan, terutama dari gangguan-gangguan lain yang mendekat.
   Untuk mengembangbiakkan ikan sepat siam ini sebaiknya kolam dipersiapkan dengan pengeringan, pemupukan dan sebagainya, agar hama benih dapat hilang dan benih cukup mendapat makanan terutama makanan alami (Zooplankton).

DAFTAR PUSTAKA
Azis D.A. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Sepat Siam Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Daelami, Deden A.S. 2002. “Agar Ikan Sehat” Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimartha, S. 2004. “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Anggota IKAPI, Puspita Swara.
Suyanto, S. Rachmatun. 1995.  “Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasannya”. Jakarta: Yayasan Sosial Tani Membangun.

Thursday, August 25, 2016

MENGENAL IKAN MAS KOKI

August 25, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Maskoki, ikan “buntek” imut-imut yang mungil itu ternyata memiliki sejarah panjang sebelum menjadi bentuk unik seperti sekarang ini. Dengan cara alami mupun campur tangan manusia, terjadi mutasi dan persilangan beberapa kali yang bersifat menetap. Bentuk aneh yang dihasilkan justru menyebabkan ikan ini jadi favorit hobiis di seluruh dunia hingga saat ini.
sejarah ikan dewa, sejarah ikan gabus, sejarah ikan kering, sejarah ikan duyung, sejarah ikan cupang, sejarah ikan nila, sejarah ikan patin, sejarah ikan paus
crucian carp (Carassius carassius)
Konon nenek moyang maskoki adalah crucian carp (Carassius auratus), meskipun bila dilihat sekilas ikan tersebut amat berbeda penampilannya dengan maskoki saat ini. Jika maskoki berbentuk bundar dan cantik, sebaliknya tubuh crucian carp panjang mirip ikan mas yang banyak dipelihara di Indonesia.
Namun berdasarkan penelitian terhadap kromosom, para ahli sepakat mengatakan adanya hubungan erat antara kedua jenis ikan tersebut. Menurut mereka, crucian corp memang memiliki pertalian yang kuat dengan maskoki. Jadi yang pertama kali disebut goldfish adalah crucian corp, walaupun tak ada persamaan bentuk dengan maskoki. Dari ikan itulah nantinya diturunkan seluruh varietas maskoki dengan beragam bentuk dan warna.
1. Mutasi Secara Spontan
Sebenarnya tak ada catatan yang berhasil ditemukan mengenai mutasi yang terjadi mengenai mutasi yang terjadi pada crucian corp. namun mayoritas ahli menyatakan Cina adalah tempat pertama ditemukannya nenek moyang maskoki. Menurut perkiraan mereka, bentuk maskoki modern muncul lantaran crucian corp mengalami mutasi secara besar-besaran. Perubahan bentuk dan warn ikan terjadi melalui suatu proses evolusi secara spontan.
Kejadian tersebut diawali dengan ditemukannya pertama kali ikan ini di Negeri Cina pada tahun 800 – 1000. Ketika itu tampuk pemerintahan Cina dipegang Dinasti Sung (960 – 1279). Penemuan ikan tersebut terus berkembang sampai suatu saat muncul crucian corp berpenampilan aneh. Di Chiang Su Cheng dan Che Chiang Chen dua distrik yang terletak di Cina pertama kali dihasilkan ikan karper berwarna merah. Penampilan ikan ini cukup membuat geger distrik lantaran perbedaan warna dengan ikan umumnya.
Ada yang menduga mutasi berawal dari perubahan warna tubuh menjadi keemasan. Turunan yang berwarna merah keemasan ini disebut scarlet crucian. Proses perubahan, warna putih itu berlangsung berangsur-angsur. Mula-mula warna hitam berubah menjadi kuning berbintik-bintik. Selanjutnya seluruh tubuh yang telah berubah menjadi kuning, berganti lagi dengan warna oranye. Warna terakhir ini kemudian berubah jadi lebih tua hingga menjadi merah cerah.
Di samping warna, mutasi berlanjut pada sirip ekor. Sirip yang semula hanya terdiri satu lapis beralih menjadi lebih dari satu lapis, misalnya tiga atau empat lapis. Bentuk sirip juga mengalami perubahan, dari yang normal berganti menjadi bentuk mirip daun bunga ceri atau ekor merak.
Setelah mutasi secara spontan terjadi, penampilan crucian corp makin menarik minat masyarakat untuk mengembangbiakkannya. Lewat teknik kawinsilang antarindividu berlainan ras, terciptalah berbagai bentuk dan warna masa kini. Penampilannya yang indah dan lucu membuat ikan ini amat digemari sebagian masyarakat dunia sebagai hewan peliharaan. Akhirnya orang membedakannya dengan crucian corp. ikan maskoki terakhir ini diberi nama Carrasius carrasius varauratus.Untuk membedakan antara maskoki jantan dan betina tidaklah sulit. Pada dasarnya ada dua cara yang dapat dipilih. Pertama dengan melihat bentuk organ reproduksinya dan kedua melalui tanda yang ada pada siripnya. Untuk mengenali perbedaan organ reproduksinya, maskoki harus ditangkap dan dibuat terlentang. Bila organ reproduksinya berbentuk oval dan kecil, maskoki tersebut berkelamin jantan. Namun, bila organ reproduksinya berbentuk bulat dan sedikit menonjol, dapat dipastikan maskoki berjenis kelamin betina. Adapun mengenali jenis kelamin melalui siripnya dengan memperhatikan sirip keseimbangan di bagian depan yang juga berfungsi sebagai sirip insang. Bila tulang siripnya besar dan pada bagian pangkalnya ada beberapa benjolan kecil berwarna putih maka dipastikan maskoki ini berjenis kelamin jantan karena betina tidak ada tanda tersebut. Tulang sirip insang jantan lebih tebal dibandingkan dengan tulang sirip insang betina.
Untuk mendapatkan calon induk yang berkualitas dapat dengan membeli dari peternak besar yang produksinya berkualitas baik. Sekalipun harganya mahal, tetapi kualitas anak yang dihasilkan memuaskan. Bila menghendaki yang berharga sedikit lebih murah maka pilihlah calon induk yang umurnya muda. Namun, tidak dianjurkan memilih induk yang diperjualbelikan di pedagang ikan hias karena biasanya induk tersebut sudah tidak produkif lagi, kurang subur, atau telurnya sulit menetas. Penyebabnya adalah umur induk sudah melampaui batas produktivitas atau induk pernah terserang penyakit pada organ reproduksinya. Menyilangkan dua strain yang berbeda tidak dianjurkan karena anak yang dlihasilkan tidak berkualitas dan sulit untuk dipasarkan. Namun, perkawinan silang dapat saja dilakukan dalam kurun waktu yang lama untuk menghasilkan bentuk tubuh yang lebih menarik atau variasi warna yang fantastik. Contoh perkawinan silang yang menghasilkan bentuk tubuh lebih menarik yaitu crown pearlscale atau maskoki mutiara jambul. Sementara contoh perkawinan silang yang menghasilkan variasi warna menawan yaitu panda dragon eyes atau maskoki owo hitam putih.
Maskoki sudah matang kelamin pada umur 5-6 bulan, tetapi telur yang dihasilkan berjumlah sedikit, berukuran kecil, dan burayaknya berkualitas rendah. Selain itu, burayak menjadi rentan terhadap serangan penyakit dan perkembangan tubuhnya lambat. Dengan demikian, umur maskoki yang ideal untuk dijadikan induk adalah 1,5-3,5 tahun agar burayak yang dihasilkan cepat besar dan tahan terhadap serangan penyakit. Untuk mengetahui maskoki betina sudah matang kelamin, perhatikan bentuk perut dan organ reproduksinya. Bila kloakanya tampak melebar, perut membesar, dan perut terasa lembek bila dipegang maka dapat dipastikan maskoki betina tersebut sudah matang kelamin dan siap bertelur. Sementara tanda maskoki jantan matang kelamin bila benjolan kecil berwarna putih pada sirip insang terlihat jelas.
Bentuk fisik calon induk yang baik harus sempuma. Tubuh induk ideal di antaranya bulat pendek, sirip punggung lebar dan berdiri tegak, serta ekor terbelah dua simetris sama lebar. Untuk strain yang berjambul, bentuk jambul harus besar, tinggi, dan berwarna cemerlang. Sementara untuk strain bufterfly, kedua mata hams seimbang sama besar, bentangan ekor harus lebar, dan belahan di ekor harus simetris sama besar. Lain halnya untuk strain ryukin, kepala harus kecil dan membentuk segitiga. Selain itu, sirip punggung harus tegak dan lebar, ekor hams panjang dengan belaban ekor simetris sama besar. Adapun untuk strain ranchu, jambul yang menyerupai brokoli harus menutupi seluruh muka. Selain itu, tubuh strain ranchu harus bulat gempal, punggung bungkuk, dan pangkal ekor tegak. Dengan mengetahui syarat-syarat tersebut, agaknya maskoki yang bertubuh cacat tidak baik untuk dijadikan induk.
Pemeliharaan yang terpisah juga memudahkan perawatan karena pakan yang diberikan untuk calon induk betina berlainan dengan calon induk jantan. Dalam pemeliharaan sepuluh ekor calon induk yang terdiri dan lima ekor calon induk betina dan lima ekor calon induk jantan dibutuhkan dua buah akuarium berukuran 100 cm x 70 cm x 50 cm. Sementara lamanya perawatan tergantung dan umur calon induk itu sendiri karena calon induk yang baik berumur minimal 1,5 tahun. Namun, bila hanya menunggu sampai matang kelamin, perawatan dilakukan selama 2-3 bulan.
Pakan yang baik untuk calon induk betina berupa jentik nyamuk (Mosquito larvacide) yang sudah disucihamakan. Sebagai pakan tambahan, berikan pelet yang mengandung mineral kalsium, protein minimal 30%, fiber 2%, dan vitamin (A, D3, B1, seita E). Untuk calon induk jantan dapat diberi cacing super (blood worm) segar dan pelet yang kandungannya sama untuk betina. Pemberian pakan sebaiknya diatur 5-6 kali sehari. Pagi hari pukul 06.30 diberikan pakan segar dengan jumlah sekali makan habis agar tidak tersisa. Selanjutnya, pukul 10.00 dan pukul 13.000 diberikan pelet dengan takaran sekali makan habis. Pemberian pelet diulangi lagi pada pukul 17.00 dengan takaran yang sama. Agar kebersihan air terjaga, setiap kali pemberian pakan tersebut sebaiknya kotoran dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu, pakan diberikan lagi pada pukul 20.00 berupa pakan segar dalam jumlah yang lebih banyak sebagai persediaan jika maskoki lapar di malam hari.
Sumber :
Nurleli, 2011. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Ikan Maskoki. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Nomor: 012/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
PUSTAKA:
Adijaya, S.Dian, “Agar Kemolekannya Dinikmati Lebih Lama”, Trubus, Agustus 2003.
_____________, “Merah Putih Corak Ranchu”, Trubus, Juli 2003
_____________, “Strain Terbaru dari Tirai Bambu”, Trubus, Agustus 2003.
Hisomudin, dkk., “Permasalahan Maskoki dan Solusinya”, Penebar Swadaya, 2003

Suyanto, S.Rachmatun, “Parasit Ikan dan Cara Pemberantasannya” (Jakarta : Pusat Penerbitan Yayasan Sosial Tani Membangun, 1981).

Wednesday, August 24, 2016

MENGENAL BUDIDAYA SIDAT

August 24, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Sidat merupakan jenis ikan yang memiliki bentuk fisik menyerupai belut. Sidat memiliki warna kulit coklat kehitam-hitaman dan agak memutih pada bagian perutnya. Sidat juga punya jari-jari sirip yang lunak dan jelas. Berbeda dengan belut, sidat memiliki sirip dada, punggung dan skip dubur yang sempurna. Tubuh bersisik kecil-kecil membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil, yang masing-masing kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya. Karena adanya jari-jari sirip yang lunak inilah orang awam lebih suka menyebut sidat sebagai belut bertelinga daripada nama sebenarnya.
Berikut klasifikasi sidat :
Kelas: Pisces, Subkelas: Teleostei, Ordo: Apodes, Famili: Anguillidae
Di Indonesia terdapat kurang lebih tujuh jenis sidat. Dan dari ketujuh jenis sidat tersebut yang paling luas penyebarannya adalah Anguilla marmorata, sedang yang paling sempit daerah penyebarannya adalah Anguilla borneensis (hanya terdapat di Kalimantan Timur dan Sulawesi).
Sidat dikenal sebagai pemangsa yang ganas sebagai ikan air tawar. Dibanding belut, yang suka memangsa berbagai jenis ikan air tawar, sidat jauh lebih ganas karena akan memakan apa saja yang hidup di air. Habitat alaminya adalah di lubuk-lubuk sungai, rawa-rawa dan danau-danau yang berair tawar. Sidat dewasa bisa bertahan sampai bertahun-tahun di perairan tersebut. Tapi usianya bila telah mendekati delapan tahun, sidat akan berenang terus menerus dari daerah pedalaman ke hilir sebagai sidat perak untuk beruaya ke laut dalam kembali.
Di berbagai daerah nama sidat bisa berbeda-beda. Beberapa nama yang dilekatkan antara lain : ikan uling, ikan moa, ikan lubang, ikan lumbon, ikan larak, ikan pelus, ikan gateng, ikan lembu, ikan denong, ikan mengaling, ikan Tara, ikan luncah dan sebagainya. Di Indonesia terdapat tak kurang enam jenis sidat, tapi cuma dua macam raja yang sering ditangkap nelayan. Yakni sidat kembang (Anguilla mauritiana) dan sidat anjing (Anguilla bicolor). Kedua sidat ini banyak menghuni aliran-aliran sungai yang jernih dan berbatu-batu. Kedua ikan ini suka berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau di antara sela-sela batu.
Ikan sidat bisa dipancing dengan menggunakan umpan katak, anak ayam atau ikan-ikan kecil. Mata pancingnya harus bestir dan tali yang dipakai harus kuat (jangan dibuat dari benang), karena gigi-gigi ikan sidat sangat tajam dan kuat. Di daerah Pulau Jawa bagian selatan, ikan sidat banyak bersembunyi dan bersarang di bibir tebing sungai yang curam atau lubuk-lubuk sungai yang merupakan gua. Sidat raksasa yang berumur tua ini panjangnya bisa mencapai 90 sampai 150 cm, dengan diameter tubuh tak kurang dari 7,5 cm.
Ikan Sidat Belum BernilaiEkonomi
Sidat masih tergolong Ordo Apoda. Ordo ini masih ada persamaannya dengan bangsa ular, yaitu tidak mempunyai anggota gerak. Dalam Bahasa Latin perkataan "apoda" berasal dari kata "pods" yang berarti kaki, dan "a" yang berarti ingkar atau tidak. Jadi apoda berarti tidak berkaki atau tanpa anggota gerak. Dan ikan yang masih tergolong Ordo Apoda pergerakannya sangat tergantung pada liak-liuk tubuhnya yang licin panjang. Ikan Ordo Apoda juga tidak bersisik. Tapi jenis sidat masih punya sisik-sisik kecil berbentuk panjang, dan tersusun saling tegak lurus pada poros panjangnya. Susunan-susunan sisik ini biasanya membentuk gambar mozaik seperti anyaman bilik. Ikan dari Ordo Apoda lebih banyak yang hidup di laut. Misalnya ikan remang, ikan cunang dan ikan ular boro. Apoda yang merupakan ikan darat cuma belut saja. Sidat meskipun dibesarkan di perairan air tawar. Tapi setelah dewasa dan mau berpijah ikan ini kembali beruaya ke laut dalam.
Ruaya pada ikan ini merupakan masalah yang mendasar, karena merupakan salah satu mata rantai siklus hidupnya dan tidak terlepaskan dari rantai sebelum dan sesudahnya. Yang dimaksud dengan ruaya adalah perpindahan (migrasi) pada ikan untuk mencari tempat hidup atau suasana yang lebih cocok bagi kepentingan ikan bersangkutan. Ruaya ini dilakukan antara lain karena :
Ingin mengadakan pemijahan
Mencari makanan dan menuju daerah pembesaran
Mendapatkan lingkungan hidup baru karena lingkungan hidup yang semula sudah kurang cocok, atau karena sudah terjadi perubahan ekologis pada lingkungan hidupnya yang lama.
Pada sidat (ikan air tawar) ruaya dimaksud untuk mencari tempat pemijahan yang sesuai dan menguntungkan bagi perkembangan telur dan larvanya setelah menetas. Ruaya ini dilakukan dengan berusaha kembali ke daerah asal ketika dilahirkan untuk mengadakan reproduksi (pemijahan). Sebelumnya ikan ini membesar dan hidup dewasa di sungai-sungai, rawa-rawa, dan danau di daerah pedalaman. Dan setelah telurnya menetas menjadi larva, mereka akan berenang menuju sungai-sungai di daerah daratan. Jadi laut bebas (dalamnya kurang lebih 56.000 m) cuma dijadikan sebagai tempat pemijahan saja.
Bagi sidat Eropa yang hidup di sungai-sungai benua tersebut, sewaktu memijah akan berenang menuju Laut Sargasso, dan biasanya dilakukan pada bulan Desember. Perjalanan dari sungai ke laut dilakukan pada malam hari. Selama melakukan perjalanan ikan ini tidak makan apa-apa. Sehingga sewaktu sampai di laut tubuhnya akan berubah kurus, mata membesar, dan warna kulitnya pun berubah. Karena menyusutnya tubuh, kandungan telur lalu kelihatan membengkak besar.
Induk-induk sidat baru bisa matang kelamin, berpijah, dan bertelur di laut yang dalamnya lebih dari 6.000 meter. Berbeda dengan sidat Amerika dan Eropa, yang memilih tempat berbiaknya di Laut Sargasso(Atlantik), maka sidat Jawa dan Sumatera berpijah di Samudera Hindia. Sementara sidat Sulawesi di Lautan Teduh (Pasifik). Selanjutnya larva-larva yang menetas ini akan dibawa ombak menepi ke pan-tai, kemudian ramai-ramai memasuki muara sungai yang payau sebagai impun lubang. Untuk seterusnya akan berenang mudik memasuki sungai tawar, rawa-rawa, danau-danau sebagai ikan buas dan liar. Impun dewasa inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai sidat.
Sampai saat ini usaha pemeliharaan sidat baru dilakukan di negara tertentu saja. Di banyak negara budidaya ikan sidat belum bisa dilakukan karena ikan sidat tidak bisa dipijahkan. Tapi di Laboratorium Freshwater Fishpropagation di Universitas Hokkaido (Jepang) ikan sidat ini sudah berhasil diternakkan dalam kolam, berkat diketemukannya hormon ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari ikan Salmon sebagai donor. Hormon tersebut disuntikkan pada induk sidat yang sudah matang telur di bak pemeliharaan. Suntikan hormon ini telah membantu mendorong kegiatan kelenjar kelamin induk sidat betina yang disuntik, sehingga bisa melepaskan telur-telurnya di air kolam.
Selain suntikan hormon, faktor lain yang sangat menentukan suksesnya percobaan menternakkan sidat tersebut adalah keadaan suhu dan air laut yang diisikan pada kolam perkawinan. Suhu yang dituntut harus bisa dipertahankan seperti suhu permukaan air laut di kedalaman 6.000 m, yakni 18° C sampai saat perkawinan selesai. Kemudian setelah telur-telur menetas, air kolam harus bisa dipertahankan pada suhu 23-25°C.
Dengan diketemukannya teknik pemijahan buatan dan rahasia suhu ini di tahun 1974, para peneliti sudah mengetahui batas-batas untuk menyukseskan penetasan telur dan pembesaran benih sidat hasil perkawinan buatan di kolam pemijahan yang masih percobaan tersebut. Hanya saja rumus makanan buatan untuk larva-larva sidat agar bisa tumbuh normal, rupanya masih harus menunggu waktu lagi.
Ikan sidat di Indonesia belum memiliki nilai ekonomi yang berarti. Adanya anggapan masyarakat bahwa makan ikan sidat bisa menimbulkan bencana, merupakan salah satu penyebabnya. Akibatnya potensi sidat di Indonesia yang sebenarnya sangat berlimpah, seakan-akan menjadi mubazir. Padahal sebenarnya di pasaran Amerika, Eropa, Jepang dan Hongkong ikan sidat memiliki potensi yang tinggi sekali sebagai komoditas perikanan. Di sana ikan ini mempunyai harga komersial yang cukup mahal, dan beberapa negara maju telah membudidayakannya secara intensif.
Syarat-syarat Pemeliharaan Sidat
Pemeliharaan sidat pada prinsipnya tidak berbeda dengan pemeliharaan ikan-ikan kultur yang lain. Faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan sidat adalah :
Air harus bersih dan kaya oksigen
Air yang diperlukan dalam pemeliharaan ikan sidat adalah air bersih dengan jumlah dan volume yang tidak kecil dan dengan kadar oksigen yang terlarut benar-benar tinggi, bahkan harus lebih tinggi dari kadar oksigen yang terlarut dalam air tempat hidupnya di alam bebas.
Dalam kolam pemeliharaan sumber air bisa diperoleh dari aliran sungai, tapi bisa juga mempergunakan air dari sumur artesis. Untuk kolam pemeliharaan dengan daya produksi 20 ton ikan sidat per tahun, diperlukan tak kurang dari 450 m3 air bersih per hari. Dan sebaiknya lokasi pemeliharaan dipilih di tempat-tempat yang banyak dihuni ikan-ikan sidat (misalnya sepanjang pan-tai selatan Pulau Jawa). Banyaknya ikan-ikan liar yang terdapat pada suatu wilayah perairan bisa dijadikan pertanda, bahwa tempat tersebut cukup cocok sebagai tempat pemeliharaannya.
Untuk benih yang telah berukuran 20-30 cm, selain air bersih, bisa juga dipergunakan air keruh (dari aliran sungai), asal tidak tercemar bahan-bahan beracun/pestisida. Air untuk sidat juga harus bersifat basa selain itu lokasi tempat juga perlu diperhitungkan. Pertama jangan merupakan daerah banjir. Kedua, tanah tidak porus atau sarang sehingga air mudah lenyap karena meresap. Sangat bagus kalau pembangunan kolam dipilih tempat yang tanahnya liat berpasir. Ketiga, tempat tersebut juga harus cukup banyak mendapat cahaya matahari guna membantu pertumbuhan plankton sebagai penghasil oksigen dalam air (untuk kolam tergenang). Di samping itu lokasi juga harus cukup mendapat hembusan angin agar setiap saat terjadi aerasi di permukaan kolam.
Lokasi yang paling tepat untuk pemeliharaan sidat adalah daerah di sepanjang pantai. Sedang kolam pemeliharaannya bisa berbentuk kolam tergenang (mirip tambak, kolam empang), lebih baik lagi kalau bisa mengusahakan kolam air deras.
Untuk mengusahakan ikan sidat paling tidak diperlukan empat jenis kolam pemeliharaan, kalau sengaja mau memelihara sejak dari elver (larva) sampai menjadi sidat berukuran konsumsi atau sidat dewasa. Yakni bak elver I, bak elver II, kolam pendederan, dan kolam pembesaran.
Benih ditangkap di alam
Benih pertama yang diperlukan dalam pemeliharaan ikan sidat adalah benih yang telah mencapai tingkat elver. Persediaan benih yang diperlukan pada tingkat ini sekaligus harus banyak. Karena elver yang dipelihara nantinya tidak semua bisa hidup. Sebagian kecil saja yang bisa mencapai ukuran cukup untuk konsumsi atau dipasarkan.
Elver diperoleh dengan cara menangkap benih di alam (muara sungai). Elver merupakan anak ikan yang sangat halus. Penanganannya sangat membutuhkan kehati-hatian, dan dalam pengumpulannya perlu diusahakan jangan sampai tersentuh tangan. Di Indonesia elver ditangkap nelayan dengan mempergunakan gayung. Seorang pencari elver sehari bisa memperoleh 25 kg atau kurang lebih 87.500 ekor. Alat penangkap lain yang juga sering digunakan nelayan untuk menangkap elver adalah jaring halus. Alat penangkap ikan ini dipasang dengan memotong lebar sungai guna menghadang benih-benih kecil ini yang suka ramai-ramai memasuki muara sungai sewaktu terjadi pasang purnama. Selama dua minggu terus-menerus benih-benih ini aktif berenang di perairan dangkal, dan pada siang hari bersembunyi di lumpur atau di bawah batu.
Ukuran elver hasil tangkapan bermacam-macam. Tidak bisa seragam. Besar kecilnya elver sangat tergantung dari jarak pemijahan sang induk dari muara sungai. Elver yang tertangkap di muara sungai yang letak daerah pemijahannya lebih jauh, ukurannya relatif lebih pendek dan lebih kecil dibanding dengan muara sungai yang jaraknya dengan tempat pemijahan lebih dekat. Di Jawa Barat elver sidat yang berwarna bening ini lebih dikenal dengan nama impun. Ikan-ikan lembut kecil ini banyak ditangkap dan dikumpulkan untuk dijadikan teri tawar, teri asin, dan rengginang. Walau sebenarnya ikan teri merupakan jenis ikan tersendiri.
Menurut Lembaga Penelitian Perikanan Darat (LPPD, 1971) daerah penangkapan elver dan ikan sidat terbesar di muara sungai sepanjang pantai barat dan selatan pulau Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, serta Sulawesi dan Kalimantan yang menghadap ke Banten Selatan, Pelabuhan Ratu (Sukabumi), Tasikmalaya, Ciamis, Pagelaran, Garut, Banjarnegara, Yogya, Kaloran, Pacitan, dan Temanggung. Daerah penangkapan elver yang utama di Jawa Tengah adalah Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Kulon Progo.
Elver merupakan benih ikan yang sangat halus. Penanganannya memerlukan perawatan yang rumit. Sebagai tempat penampungan hasil tangkapan (bila mau dipelihara lebih lanjut) bisa dipergunakan peti basah atau jaring halus yang diletakkan pada air mengalir. Selanjutnya setelah terkumpul, cepat-cepat dibawa ke kolam pemeliharaan elver. Pada perusahaan-perusahaan perikanan besar (tentu saja di luar negeri), pengangkutan elver mempergunakan tangki logam bermuka licin dengan diberi tambahan oksigen.
Makanan pasta untuk elver
Elver yang baru saja ditangkap seringkali ngambeg tak mau makan. Memang menyusahkan. Tapi biasanya seleranya akan kembali muncul setelah hari menjadi gelap. Sedang makanan yang diberikan siapkanlah dalam jumlah yang memadai dan benar-benar baik kualitasnya. Pemberian makanan dalam jumlah cukup dan bermutu akan sangat membantu kepesatan pertumbuhan dan ketahanannya terhadap penyakit/serangan parasit. Begitu pula jenis makanan yang diberikan juga turut menentukan kualitas dan rasa daging sidat yang diusahakan.
Jenis makanan yang baik adalah yang komposisi kimiawinya hampir mendekati komposisi daging ikan sidat itu sendiri. Atau paling tidak komposisi makanan yang diberikan mengandung bahan-bahan yang paling disukai ikan tersebut di alam. Anak sidat yang baru menetas makanannya berupa mikroplankton. Sedang makanan elver berupa anak kepiting, udang, cacing, kerang, siput dan tanaman air yang masih lembut. Makanan sidat dewasa sudah lain lagi, yakni berupa udang dan anak-anak ikan. Paling banyak sidat liar melahap bangsa udang air tawar (Palaemon sp) dan udang dari keluarga Penaidae. Makanan sidat paling sedikit harus mengandung 50% protein hewani.
Dalam pemeliharaan sidat konsumsi oleh petani ikan di Taiwan dan Jepang, secara tradisional makanan sidat diberikan ikan-ikan kecil (bisa segar atau direbus), cacing sutera, cacing tanah, cacing air dan bagian-bagian potongan moluska/siput. Kepiting juga dipergunakan sebagai bahan makanan yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan badan. Tapi dalam usaha pembesaran dewasa ini telah digunakan makanan buatan yang terbuat dari tepung ikan yang dicampur dengan karbohidrat. Makanan buatan ini memiliki komposisi berupa protein 52%, karbohidrat 25%, air 10%, lemak 4%, dan abu 10%. Untuk vitamin kadar komposisinya bisa berbeda-beda, tergantung temperatur air setempat. Apabila suhu air di bawah 18°C diberikan 5% dari berat makanan. Makanan buatan ini diberikan sebanyak 70% dari jatah konsumsi setiap harinya, sedang sisanya (30%) tetap berupa makanan alami yakni daging ikan.
Ikan sidat makan hanya sekali dalam sehari, yaitu sekitar jam 8-10 malam. Banyaknya makanan yang diberikan adalah 5-10% dari seluruh berat ikan yang dipelihara setiap harinya. Ikan sidat akan berselera sekali makannya pada waktu cuaca cerah, udara berangin dan suhu air agak panas. Tapi kalau hari hujan, langit mendung dan udara berangin legang nafsu makan ikan buas ini agak menurun.
Untuk elver makanan diberikan dalam bentuk pasta, terutama untuk elver yang baru ditangkap. Pasta dibuat dari potongan-potongan daging kerang atau cacing yang telah dilumatkan menjadi bubur dan diletakkan pada cawan yang ditaruh di dasar bak. Untuk mengumpulkan para elver di dekat makanan dinyalakan lampu. Elver tidak akan makan bila suhu air di bawah 13°C. Tapi suhu serendah ini jarang sekali terjadi di Indonesia, kecuali di daerah-daerah berpegunungan tinggi. Namun alangkah baiknya kalau setiap kali suhu air dikontrol, siapa tahu kalau-kalau terjadi kelainan.
Makanan pasta diberikan pada elver yang dipelihara pada minggu pertama dan kedua. Setelah waktu makan habis, sisanya harus diambil dan bak harus bersih dari sisa makanan. Makanan elver pada minggu ketiga dan keempat bukan pasta daging lagi, tapi berupa potongan-potongan daging ikan atau cacing yang telah dicincang. Selanjutnya setelah umurnya menginjak minggu kelima dan keenam sudah bisa diberi potongan-potongan daging ikan atau makanan buatan. Apabila diberi makanan buatan, komposisinya harus diolah sedemikian rupa agar cepat diterima elver. Setelah lewat usia enam minggu, elver sudah terbiasa dengan makanan buatan. Dengan aktifitas makan sekitar sepuluh menit saja.
Suhu menentukan kecepatan tumbuh
Suhu air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sidat. Pemeliharaan ikan ini boleh dikatakan berhasil apabila dalam waktu dua tahun sejak penanaman elver bisa dihasilkan ikan sidat konsumsi berukuran 1,5-2 kg per ekor. Temperatur sangat berpengaruh pula terhadap aktivitas makanannya, hingga sidat memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi pada suhu air antara 23-30°C. Pada suhu tersebut aktivitas makan sidat memang paling baik. Di Indonesia di mana temperatur udara di pantai variasinya berkisar antara 25-31°C, perubahan suhu praktis bukan merupakan masalah.
Menurut penelitian para ahli di Jepang dan beberapa negara Eropa sidat jenis Anguilla japonica, Anguilla anguilla dan Anguilla rostrata tidak punya nafsu makan pada suhu air di bawah 12°C. Untuk mengatasinya jelas diperlukan pemanasan buatan di kolam-kolam pemeliharaan. Dan ini memerlukan dana yang tidak kecil.
Di Indonesia pemasaran hasil jelas masih merupakan masalah, karena konsumen ikan sidat dalam negeri boleh dikata belum ada. Tapi sebagai bahan ekspor ikan ini pun bisa bersaing dengan belut, apabila benar-benar diusahakan sebagai ikan komersial. Di Taiwan, Jepang, Korea, dan berbagai negara Eropa sidat telah menjadi menu kesayangan yang berharga tinggi.

Monday, August 22, 2016

MEMAHAMI BUDIDAYA IKAN LELE

August 22, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang sanggup hidup dalam kepadatan tinggi. Ikan ini memiliki tingkat konversi pakan menjadi bobot tubuh yang baik. Dengan sifat seperti ini, budidaya ikan lele akan sangat menguntungkan bila dilakukan secara intensif.
Terdapat dua segmen usaha budidaya ikan lele, yaitu segmen pembenihan dan segmen pembesaran. Segmen pembenihan betjuan untuk menghasilkan benih ikan lele, sedangkan segmen pembesaran bertujuan untuk menghasilkan ikan lele siap konsumsi. Pada kesempatan kali ini alamtani akan membahas tahap-tahap persiapan budidaya ikan lele segmen pembesaran.
Penyiapan kolam tempat budidaya ikan lele
Ada berbagai macam tipe kolam yang bisa digunakan untuk tempat budidaya ikan lele. Setiap tipe kolam memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing bila ditinjau dari segi usaha budidaya. Untuk memutuskan kolam apa yang cocok, harap pertimbangkan kondisi lingkungan, ketersediaan tenaga kerja dan sumber dana ada.
Tipe-tipe kolam yang umum digunakan dalam budidaya ikan lele adalah kolam tanah, kolam semen, kolam terpal, jaring apung dan keramba. Namun dalam artikel ini kita akan membahas kolam tanah, mengingat jenis kolam ini paling banyak digunakan oleh para peternak ikan. Sebagai pengetahuan tambahan, silahkan baca cara membuat kolam ikan. Tahapan yang harus dilakukan dalam menyiapkan kolam tanah adalah sebagai berikut:
a. Pengeringan dan pengolahan tanah
Sebelum benih ikan lele ditebarkan, kolam harus dikeringkan telebih dahulu. Lama pegeringan berkisar 3-7 hari atau bergantung pada teriknya sinar matahari. Sebagai patokan, apabila permukaan tanah sudah retak-retak, kolam bisa dianggap sudah cukup kering.
Pengeringan kolam bertujuan untuk memutus keberadaan mikroorganisme jahat yang menyebabkan bibit penyakit. Mikroorganisme tersebut bisa bekembang dari periode budidaya ikan lele sebelumnya. Dengan pengeringan dan penjemuran, sebagian besar mikroorganisme patogen akan mati.
Setelah dikeringkan, permukaan tanah dibajak atau dibalik dengan cangkul. Pembajakan tanah diperlukan untuk memperbaiki kegemburan tanah dan membuang gas beracun yang tertimbun di dalam tanah.
Bersamaan dengan proses pembajakan, angkat lapisan lumpur hitam yang terdapat di dasar kolam. Lumpur tersebut biasanya berbau busuk karena menyimpan gas-gas beracun seperti amonia dan hidrogen sulfida. Gas-gas itu terbentuk dari tumpukan sisa pakan yang tidak dimakan ikan.
b. Pengapuran dan pemupukan
Pengapuran berfungsi untuk menyeimbangkan keasaman kolam dan membantu memberantas mikroorganisme patogen. Jenis kapur yang digunakan adalah dolomit atau kapur tohor.
Pengapuran dilakukan dengan cara ditebar secara merata di permukaan dasar kolam. Setelah ditebari kapur, balik tanah agar kapur meresap ke bagian dalam. Dosis yang diperlukan untuk pengapuran adalah 250-750 gram per meter persegi, atau tergantung pada derajat keasaman tanah. Semakin asam tanah semakin banyak kapur yang dibutuhkan.
Langkah selanjutnya adalah pemupukan. Gunakan paduan pupuk organik ditambah urea dan TSP. Jenis pupuk organik yang dianjurkan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos. Dosisnya sebanyak 250-500 gram per meter persegi. Sedangkan pupuk kimianya adalah urea dan TSP masing-masing 15 gram dan 10 gram per meter persegi. Pemupukan dasar kolam bertujuan untuk menyediakan nutrisi bagi biota air seperti fitoplankton dan cacing. Biota tersebut berguna untuk makanan alami ikan lele.
c. Pengaturan air kolam
Ketinggian air yang ideal untuk budidaya ikan lele adalah 100-120 cm. Pengisian kolam dilakukan secara bertahap. Setelah kolam dipupuk, isi dengan air sampai batas 30-40 cm. Biarkan kolam tersinari matahari selama satu minggu.
Dengan kedalaman seperti itu, sinar matahari masih bisa tembus hingga dasar kolam dan memungkinkan biota dasar kolam seperti fitoplankton tumbuh dengan baik. Air kolam yang sudah ditumbuhi fitoplankton berwarna kehijauan.
Setelah satu minggu, benih ikan lele siap ditebar. Selanjutnya, air kolam ditambah secara berkala sesuai dengan pertumbuhan ikan lele sampai pada ketinggian ideal.
Pemilihan benih ikan lele
Tingkat kesuksesan budidaya ikan lele sangat ditentukan oleh kualitas benih yang ditebar. Ada beberapa jenis ikan lele yang biasa dibudidayakan di Indonesia. Silahkan baca lebih lanjut mengenai jenis-jenis ikan lele budidaya.
Kami merekomendasikan jenis ikan lele Sangkuriang yang dikembangkan BBPBAT Sukabumi. Ikan lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan dari lele dumbo. BBPBAT mengembangkan ikan lele sangkuriang karena kualitas lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat semakin menurun dari waktu ke waktu.
Benih ikan lele bisa kita dapatkan dengan cara membeli atau melakukan pembenihan ikan lele sendiri. Untuk membuat pembenihan sendiri silahkan baca cara pembenihan ikan lele dan teknik pemijahan ikan lele.
a. Syarat benih unggul
Benih yang ditebar harus benih yang benar-benar sehat. Ciri-ciri benih yang sehat gerakannya lincah, tidak terdapat cacat atau luka dipermukaan tubuhnya, bebas dari bibit penyakit dan gerakan renangnya normal. Untuk menguji gerakannya, tempatkan ikan pada arus air. Jika ikan tersebut menantang arah arus air dan bisa bertahan berarti gerakan renangnya baik.
Ukuran benih untuk budidaya ikan lele biasanya memiliki panjang sekitar 5-7 cm. Usahakan ukurannya rata agar ikan bisa tumbuh dan berkembang serempak. Dari benih sebesar itu, dalam jangka waktu pemeliharaan 2,5-3,5 bulan akan didapatkan lele ukuran konsumsi sebesar 9-12 ekor per kilogram.
b. Cara menebar benih
Sebelum benih ditebar, lakukan penyesuaian iklim terlebih dahulu. Caranya, masukan benih dengan wadahnya (ember/jeriken) ke dalam kolam. Biarkan selama 15 menit agar terjadi penyesuaian suhu tempat benih dengan suhu kolam sebagai lingkungan barunya. Miringkan wadah dan biarkan benih keluar dengan sendirinya. Metode ini bermanfaat mencegah stres pada benih.
Tebarkan benih ikan lele ke dalam kolam dengan kepadatan 200-400 ekor per meter persegi. Semakin baik kualitas air kolam, semakin tinggi jumlah benih yang bisa ditampung. Hendaknya tinggi air tidak lebih dari 40 cm saat benih ditebar. Hal ini menjaga agar benih ikan bisa menjangkau permukaan air untuk mengambil pakan atau bernapas. Pengisian kolam berikutnya disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan sampai mencapai ketinggian air yang ideal.
Menentukan kapasitas kolam
Berikut ini cara menghitung kapasitas kolam untuk budidaya ikan lele secara intensif. Asumsi kedalaman kolam 1-1,5 meter (kedalaman yang dianjurkan). Maka kepadatan tebar bibit lele yang dianjurkan adalah 200-400 ekor per meter persegi. Contoh, untuk kolam berukuran 3 x 4 meter maka jumlah bibit ikannya minimal (3×4) x 200 = 2400 ekor, maksimal (3×4) x 400 = 4800 ekor.
Catatan: kolam tanah kapaistasnya lebih sedikit dari kolam tembok.
Pakan untuk budidaya ikan lele
Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam budidaya ikan lele. Ada banyak sekali merek dan ragam pakan di pasaran. Pakan ikan lele yang baik adalah pakan yang menawarkan Food Convertion Ratio (FCR) lebih kecil dari satu. FCR adalah rasio jumlah pakan berbanding pertumbuhan daging. Semakin kecil nilai FCR, semakin baik kualitas pakan.
Untuk mencapai hasil maksimal dengan biaya yang minimal, terapkan pemberian pakan utama dan pakan tambahan secara berimbang. Bila pakan pabrik terasa mahal, silahkan coba membuat sendiri pakan lele alternatif.
a. Pemberian pakan utama
Sebagai ikan karnivora, pakan ikan lele harus banyak mengandung protein hewani. Secara umum kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan lele adalah protein (minimal 30%), lemak (4-16%), karbohidrat (15-20%), vitamin dan mineral.
Berbagai pelet yang dijual dipasaran rata-rata sudah dilengkapi dengan keterangan kandungan nutrisi. Tinggal kita pandai-pandai memilih mana yang bisa dipercaya. Ingat, jangan sampai membeli pakan kadaluarsa.
Pakan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan. Secara umum setiap harinya ikan lele memerlukan pakan 3-6% dari bobot tubuhnya. Misalnya, ikan lele dengan bobot 50 gram memerlukan pakan sebanyak 2,5 gram (5% bobot tubuh) per ekor. Kemudian setiap 10 hari ambil samplingnya, lalu timbang dan sesuaikan lagi jumlah pakan yang diberikan. Dua minggu menjelang panen, persentase pemberian pakan dikurangi menjadi 3% dari bobot tubuh.
Jadwal pemberian pakan sebaiknya disesuaikan dengan nafsu makan ikan. Frekuensinya 4-5 kali sehari. Frekuensi pemberian pakan pada ikan yang masih kecil harus lebih sering. Waktu pemberian pakan bisa pagi, siang, sore dan malam hari.
Ikan lele merupakan hewan nokturnal, aktif pada malam hari. Pertimbangkan pemberian pakan lebih banyak pada sore dan malam hari. Si pemberi pakan harus jeli melihat reaksi ikan. Berikan pakan saat ikan lele agresif menyantap pakan dan berhenti apabila ikan sudah terlihat malas untuk menyantapnya.
b. Pemberian pakan tambahan
Selain pakan utama, bisa dipertimbangkan juga untuk memberi pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan sangat menolong menghemat biaya pengeluaran pakan yang menguras kantong.
Apabila kolam kita dekat dengan pelelangan ikan, bisa dipertimbangkan pemberian ikan rucah segar. Ikan rucah adalah hasil ikan tangkapan dari laut yang tidak layak dikonsumsi manusia karena ukuran atau cacat dalam penangkapannya. Bisa juga dengan membuat belatung dari campuran ampas tahu.
Keong mas dan limbah ayam bisa diberikan dengan pengolahan terlebih dahulu. Pengolahannya bisa dilakukan dengan perebusan. Kemudian pisahkan daging keong mas dengan cangkangnya, lalu dicincang. Untuk limbah ayam bersihkan bulu-bulunya sebelum diumpankan pada lele.
Satu hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pakan ikan lele, jangan sampai telat atau kurang. Karena ikan lele mempunyai sifat kanibal, yakni suka memangsa sejenisnya. Apabila kekurangan pakan, ikan-ikan yang lebih besar ukurannya akan memangsa ikan yang lebih kecil.
Pengelolaan air
Hal penting lain dalam budidaya ikan lele adalah pengelolaan air kolam. Untuk mendapatkan hasil maksimal kualitas dan kuantitas air harus tetap terjaga.
Awasi kualitas air dari timbunan sisa pakan yang tidak habis di dasar kolam. Timbunan tersebut akan menimbulkan gas amonia atau hidrogen sulfida yang dicirikan dengan adanya bau busuk.
Apabila sudah muncul bau busuk, buang sepertiga air bagian bawah. Kemudian isi lagi dengan air baru. Frekuensi pembuangan air sangat tergantung pada kebiasaan pemberian pakan. Apabila dalam pemberian pakan banyak menimbulkan sisa, pergantian air akan lebih sering dilakukan.
Pengendalian hama dan penyakit
Hama yang paling umum dalam budidaya ikan lele antara lain hama predator seperti linsang, ular, sero, musang air dan burung. Sedangkan hama yang menjadi pesaing antara lain ikan mujair. Untuk mencegahnya yaitu dengan memasang saringan pada jalan masuk dan keluar air atau memasang pagar di sekeliling kolam.
Penyakit pada budidaya ikan lele bisa datang dari protozoa, bakteri dan virus. Ketiga mikroorganisme ini menyebabkan berbagai penyakit yang mematikan. Beberapa diantaranya adalah bintik putih, kembung perut dan luka di kepala dan ekor.
Untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi adalah dengan menjaga kualitas air, mengontrol kelebihan pakan, menjaga kebersihan kolam, dan mempertahankan suhu kolam pada kisaran 28oC. Selain penyakit infeksi, ikan lele juga bisa terserang penyakit non-infeksi seperti kuning, kekurangan vitamin dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengendalian penyakit silahkan baca pengendalian hama dan penyakit ikan lele.
Panen budidaya ikan lele
Ikan lele bisa dipanen setelah mencapai ukuran 9-12 ekor per kg. Ukuran sebesar itu bisa dicapai dalam tempo 2,5-3,5 bulan dari benih berukuran 5-7 cm. Berbeda dengan konsumsi domestik, ikan lele untuk tujuan ekspor biasanya mencapai ukuran 500 gram per ekor.
Satu hari (24 jam) sebelum panen, sebaiknya ikan lele tidak diberi pakan agar tidak buang kotoran saat diangkut. Pada saat ikan lele dipanen lakukan sortasi untuk misahkan lele berdasarkan ukurannya. Pemisahan ukuran berdampak pada harga. Ikan lele yang sudah disortasi berdasarkan ukuran akan meningkatkan pendapatan bagi peternak.

Sunday, August 21, 2016

BUDIDAYA LOBSTER AIR TAWAR YANG SDE2DERHANA

August 21, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Lobster air tawar adalah crustacea yang menyerupai lobster dan hidup di air tawar yang tidak dapat membeku sampai ke dasar. Ikan ini dapat hidup di berbagai tempat di mana ada air tawar yang mengalir dan memiliki tempat untuk berlindung. Kebanyakan lobster air tawar tidak dapat hidup di air yang tercemar, dan beberapa spesies merupakan spesies invasif seperti Procambarus clarkii. Lobster air tawar berada dalam superfamili Astacoidea dan Parastacoidea. Hewan ini bernapas dengan insang yang menyerupai bulu unggas dan memakan zooplankton, tumbuhan air, maupun bangkai hewan airSetiap mahluk hidup pasti tumbuh. Proses itu menghasilkan perubahan tubuh, yaitu bertambah besar dan bertambah berat. Bersamaan itu pula terjadinya perubahan struktur tubuh, terutama tubuh bagian luar.
Ini terjadi pula pada lobster air tawar. Namun tubuh lobster tak berkulit melainkan terbungkus oleh cangkang tua yang keras, bila sudah lama.
Pada saat tubuh bertambah besar maka cangkang sudah tak cukup lagi untuk menutup bagian tubuh itu, sehingga cangkang itu harus dibuang, terkelupas dengan sendirinya, kemudian berganti dengan cangkang yang baru yang lebih muda, dan elastis. Ini hanya terjadi pada udang, dan proses ini disebut dengan istilah moulting.
Menurut Iskandar (2003), dalam siklus hidu lobster, pertumbuhan hanya terjadi di bagian tubuh saja, tidak terjadi dengan cangkangnya. Cangkang tidak akan muat ketikan tubuh lobster semakin bertambah besar. Oleh sebab itu, lobster perlu membuang cangkangnya dan mengganti dengan cangkang yang baru. Karena pertumbuhan terus terjadi, maka moultingpun akan terus terjadi.
Selama hidupnya, lobster mengalami moulting hingga puluhan kali. Moulting mulai terjadi pada umur 2 -3 minggu. Frekwensi tertinggi terjadi sebelum loster dewasa, berumur 6 – 7 bulan, dibanding dengan lobster yang sudah dewasa (Wiyanto dan Hartono, 2003). Lobster dewasa terutama induk jantan maupun betina akan moulting lagi setelah 2 – 3 kali melakukan perkawinan.
Dua hingga tiga jam sebelum moulting, lobster nampak gelisah, dan tidak mau makan. Keadaan ini menyebabkan kondisi tubuhnya menjadi lemah. Pada saat ini diperkirakan lobster mengeluarkan aroma yang merangsang lobster lain untuk makan. Karena salah satu sifat jelek dari hewan ini adalah kanibalisme.
Dalam www.O.fish.com (2005) dinyatakan bahwa pergantian kulit pada lobster merupakan saat yang rawan. Tanda-tanda yang terlihat adaloah lobster cenderung tidak aktif dan berdiam di tempat persembunyiannya. Selain itu pergerakannya lamban dan kulitnya nampak keruh. Setelah proses moulting terjadi, kulit lobster akan lembut. Untuk memulihkan kembali seperti keadaan semula perlu waktu 24 jam.
Selanjutnya dalam situs itu menerangkan tentang proses terjadinya moulting. Ada empat tahapan dalam moulting : A. Proecdysis. Merupakan tahap persiapan moulting. Kalsium diserap dari kerangka lama dan disimpan dalam gastrolith diikuti dengan pembentukan kulit baru. B. Ecdysis. Merupakan tahap pelepasan diri dari kerangka lama. Pada saat baru keluar, kutiler lobster dalam keadaan masih lembut. Pada fase ini terjadi penyerapan air secara cepat oleh tubuh lobster. C. Mecedysis, merupakan tahap pemindahan mineral kalsium dari gastrolith ke kutikel baru sebagai bahan krangka luar. Lobster sudah akan mulai makan. Pembentukan jaringan disertai dengan peningkatan sintesis protein dan DNA. Jaringan sudah mulai mengganti air yang diserap pada fase sebelumnya. D. Intermolt, merupakan fase antar moulting. Kerangka dan pertumbuhan jaringan akan selesai serta mulai mengubah metabolisme untuk pemenuhan cadangan energi yang disimpan dalam hepatopancreas yang akan digunakan untuk proses moulting berikutnya.
Menurut Wiyanto dan Hartono (2003), moulting berfungsi untuk merangsang dan mempercepat pertumbuhan. Selain itu moulting juga berperan dalam proses pematangan gonad, sehingga betina dapat memproduksi telur dan jantan dapat meproduksi sperma. Selanjutnya, keduanya menyatakan bahwa moulting juga berperan dalam menumbuhkan kembali organ yang cacat.
Menurut Setiawan (2006), selain pertumbuhan, pemicu moulting bisa juga akibat perubahan air. Perubahan air yang mendadak bisa menyebabkan lobster stress. Kondisi ini menjadikan terjadinya perubahan pada struktur daging dan cangkang, yang akhirnya dapat menyebabkan terpisahnya bagian cangkang dengan daging tersebut.
Proses pergantian kulit di kenal dengan istilah moulting. Umumnya pergantian kulit mulai terjadi pada umur 2-3 minggu. Lobster muda lebih sering mengalami moulting di bandingkan dengan lobster dewasa karena masih dalam masa pertumbuhan. Faktor makanan berpengaruh pada percepatan moulting, karena makanan yang di serap lobster berfungsi untuk membentuk jaringan material pertumbuhan. Selain faktor umum dan makanan, faktor kualitas lingkungan juga bisa mempengaruhi frekuensi moulting. Suplai oksigen, suhu air yang terlalu tinggi dan adanya timbunan zat-zat beracun dalam air akan membuat pertumbuhan lobster terlambat. Otomatis frekuensi moulting juga terlambat.
Pada dasarnya moulting berfunsi untuk merangsang atau mempercepat pertumbuhan. Moulting juga bisa mempercepat pematangan gonad pada lobster. Dengan demikian lobster akan cepat menghasilkan telur. Selain itu, pergantian kulit juga untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh yang cacat.
Pertama, habitat lobster
Hal pertama yg harus Anda tentukan adalah habitat dari lobster air tawar tersebut. Apakah Anda akan membudidayakan lobster di kolam tanah, akuarium, kolam semen, atau kolam terpal. Anda perlu menyiapkannya dengan seksama serta sebenar-benarnya. Namun begitu terpenting adalah Anda harus memberi air seminggu sebelum penebaran benih lobster ke dalamnya. Khususnya jika Anda menggunakan air PAM yg mengandung kaporit. Dengan membiarkannya selama 1 minggu, maka bisa menghindarkan serta membersihkan air tersebut dari kaporit serta bau air dari tanah.
Kedua, pemberian pakan
Namun paling penting dalam perawatan lobstr di air yg tawar tersebut adalah bagaimana Anda bisa memberikan pakan sesuai ukuran yg mereka butuhkan, bahkan lebih. Hal tersebut karena dalam budidaya lobster air  memiliki sifat kanibalisme seperti halnya lele. Ketika asupan makanan kurang, maka yg akan menjadi santapan mereka adalah temannya sendiri. Untuk mencegah kekurangan asupan makanan, sebaiknya, Anda beri paralon di dasar kolam. Baik itu kolam akuarium maupun kolam semen serta tanah, paralon tersebut akan sangat berguna bagi lobster yg sedang berkembang biak di dalamnya. Sebab paralon tersebut bisa digunakan sebagai tempat bersembunyi lobster yg kecil dari lobster yg lebih besar serta akan memangsanya. Di paralon tersebut juga bisa Anda buat ventilasi udara supaya bisa mendukung kesuksesan cara mudah budidaya lbster di air yg tawar tersebut.
Hewan air yg satu ini mengalami pergantian kulit sama dengan ular. Pada saat pergantian kulit inilah saat di mana lobster sangat lemak serta bisa menjadi sasaran pakan saat asupan makanan berkurang. Namun saat pergantian kulit selesai, ukuran lobster biasanya akan bertambah besar. Pemberian pakan baiknya dilakukan 2 kali sehari, yakni pagi serta sore hari menjelang malam. Makan yg bisa diberikan adalah;
 Pellet
 Jagung basah diparut serta sayuran lain
 Ketela pohon diparut
 plankton
Ketiga, pemilihan bibit
Bibit bisa didapatkan dengan mengawinkan lobster betina serta jantan yg bisa dibedakan berdasarkan warna capitnya. Untuk bibit terbaik, sebaiknya pilih yg ukurannya 1 inci hingga 2 inci. Lalu dimasukkan dalam kolam pembesaran. Jangan lupa pasang kincir supaya gelembung udara lancar. Sebagai pengganti kincir, Anda juga bisa menggunakan aerator. Baca juga Cara Budidaya Sidat di Kolam Terpal
Sumber:
http://bisnis-lobsterairtawar.blogspot.co.id/2009/03/pergantian-kulit-lobster-air-tawar.html
http://usniarie.blogspot.com/2008/04/pergantian-kulit-lobster-air-tawar.html
28 April 2008.
http://s62.photobucket.com/albums/h109/Big_Vine/Frame-Worthy%20Photos/?action=view&current=Jerrica-WithOldMoult.jpg
Kristiany M.G.E., dan Mulyanto. 2011. Materi Penyuluhan Perikanan: Budidaya Lobster Air Tawar. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

Friday, August 19, 2016

MENGENAL BUDIDAYA IKAN TAWES

August 19, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan tawes (Barbonymus goniono Bleeker, 1850) merupakan salah satu jenis ikan sungai yang biasa dikonsumsi di daerah Asia Tenggara. Ikan tawes mempunyai ukuran tubuh sedang dan mudah dibudidayakan di kolam-kolam.
Menurut catatan FAO, ikan ini pernah diintroduksi ke Filipina (1956) dan ke India (1972). Ikan ini masih berkerabat dengan ikan nilem. Pieter Bleeker telah mengidentifikasi hewan ini pada abad ke-19 dan memberi nama berbeda untuk yang ditemukan di Indonesia (Barbus gonionatus, dengan alternatif Puntius gonionatus, Barbonymus gonionatus, serta Barbodes gonionatus, 1850), dan di Jawa (Barbus javanicus, dengan alternatif Puntius javanicus, 1855). Garibaldi (1996) merevisi P. gonionatus sebagai Barbus gonionatus], namun Kottelat (1999) merevisi kembali dengan menggabungkan kedua spesies dengan dua spesies lain sebagai satu spesies, Barbonymus gonionatus. Nama terakhir ini adalah nama yang dianggap valid.
Nama-nama lainnya, di antaranya lawak, lalawak (melayu); turub hawu (Sunda.); dan tawes, badir (Jawa.). Ada juga yang menyebutnya lampam jawa. Dalam bahasa Inggris, ikan ini dinamai Java Barb, Silver Barb, atau juga Tawes. Ikan ini juga masih berkerabat dengan ikan nilem.
Klasifikasi Ilmiah Ikan Tawes
  Kerajaan : Animalia
  Filum : Chordata
  Kelas : Actinopterygii
  Ordo : Cypriniformes
  Famili : Cyprinidae
  Genus : Barbonymus
  Spesies : Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1850); Barbus gonionotus Bleeker, 1850; Barbus javanicus Bleeker, 1855; Barbus koilometopon Bleeker, 1857; Puntius jolamarki Smith, 1934; Puntius viehoeveri Fowler, 1943
Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala kecil, moncung meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang.
Di alam, tawes ditemukan hidup di jaringan sungai dan anak-anak sungai, dataran banjir, hingga ke waduk-waduk. Agaknya ikan ini menyukai air yang diam menggenang. Tercatat pula migrasi ikan ini meski tidak terlampau jauh, yakni dari sungai besar ke anak-anak sungai, saluran, dan dataran banjir, khususnya di awal musim hujan. Penyebaran alaminya tercatat di Sungai Mekong, Chao Phraya, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa.
budidaya ikan tawes
Tawes bersifat herbivora, utamanya memakan tumbuh-tumbuhan seperti Hydrilla, aneka tumbuhan air, dan daun-daunan yang terjatuh ke sungai. Tawes mau juga memangsa aneka invertebrata. Suhu air yang ideal untuk hidupnya antara 22-28 °C.
Sifatnya sebagai herbivora dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma air. Penelitian yang dilakukan di Danau Maninjau, Sumatera Barat, mendapatkan bahwa ikan tawes dan nilem yang tidak diberi pakan secara khusus telah memakan aneka fitoplankton yang terdapat di danau, sehingga jenis-jenis ikan ini berpeluang untuk digunakan sebagai pembersih air danau
Meski sebenarnya ikan tawes adalah ikan yang termasuk herbivore atau pemakan tumbuhan, namun ikan tawes yang sudah dikembang biakkan di kolam dapat diberi makan pelet atau makanan alami berupa daunt talas. Perkembangan ikan di kolam akan jauh lebih cepat karena pola makan yang cukup dan teratur dan tujuannya adalah sebagai ikan konsumsi menyebabkan ikan tawes jarang di gunakan sebagai ikan pancingan di kolam–kolam pancing.
Ikan ini termasuk satu dari lima jenis ikan air tawar terpenting dari pemeliharaan di Thailand. Sebagaimana ikan nila, tawes mudah dipelihara tanpa memerlukan teknik yang rumit dan mahal, menjadikannya ikan kolam yang populer di Bangladesh. Taksiran produksi ikan tawes dari pemeliharaan di wilayah Asia Tenggara dan Bangladesh adalah lebih dari 50.000 ton di tahun 1994.1.                   PENDAHULUAN
Penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah cukup dan kontinyu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budidaya ikan konsumsi. Usaha pembenihan banyak dilakukan di suatu wilayah jika didukung ketersediaan air yang cukup, baik musim kemarau maupun penghujan.  Disamping  itu  usaha  pembenihan dirasa lebih rnenguntungkan karena waktu yang  digunakan  relatif  singkat kurang lebih 3 minggu - 1 bulan, serta pemasarannya pun mudah.
Pembenihan ikan tawes ada beberapa cara yaitu pembenihan ikan di kolam, pembenihan di sawah dan pembenihan di hapa. Pengalaman pembenihan ikan tawes  di kolam yang dilakukan ternyata cukup menggembirakan.
A.  PEMILIHAN INDUK
1.  Untuk mendapatkan benih yang berkualitas dan jumlah yang banyak dalam pembenihan Tawes perlu dipilih induk yang baik dengan ciri-ciri :
a.  Letak lubang dubur terletak relatif lebih dekat ke pangkal ekor
b.  Kepala relatif lebih kecil dan meruncing
c.  Sisik-sisiknya besar dan teratur
d.  Pangkal ekor lebar dan kokoh
2.  Pada umumnya ikan tawes jantan mulai dipijahkan pada umur kurang lebih 1 tahun, dan induk tawes betina pada umur kurang lebih 1,5 tahun. Untuk mengetahui bahwa induk ikan tawes telah matang kelamin dan siap untuk dipijahkan dengan tanda-tanda sebagai berikut :
a.  Induk betina
- Perutnya mengembang kearah genetal (pelepasan) bila diraba lebih lembek
- Lubang dubur berwarna agak kemerah-merahan
- Tutup insang bila diraba lebih licin
- Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan kehitam- hitaman.
b.  lnduk jantan
-  Bila perut diurut dari arah kepala ke anus akan keluar cairan berwarna
   keputih-putihan (sperma)
- Tutup insang bila diraba terasa kasar
B. PERSIAPAN KOLAM
1. Kolam pemijahan ikan tawes sekaligus merupakan  kolam  penetasan  dan kolam  pendederan. Sebelum dipergunakan  untuk pemijahan,  kolam dikeringkan.
2. Perbaikan pematang dan dasar  kolam dibuat  saluran memanjang (caren/kamalir) dari pemasukan air kearah pengeluaran air dengan lebar 40 cm dan dalamnya 20-30 cm.
C. PELEPASAN INDUK
1.  Induk ikan  tawes yang telah terpilih untuk dipijahkan  kemudian  diberok, pemberokan dengan penempatan induk jantan dan betina secara terpisah selama 4-5 hari
2.  Setelah diberok kemudian induk ikan dimasukkan ke kolam pemijahan yang telah dipersiapkan
3.  Pemasukan induk ke kolam pada saat air mencapai kurang lebih 20 cm
4.  Jumlah induk yang dilepas induk betina 25 ekor dan induk jantan 50 ekor
5.  Pada sore hari kurang lebih pukul 16.00 air yang masuk ke kolam diperbesar sehingga  aliran air lebih deras.
6.  Biasanya induk ikan tawes memijah pada pukul 19.00-22.00
7.  Induk yang akan memijah biasanya pada siang hari sudah mulai berkejar- kejaran di sekitar tempat pemasukan air.
D.   PENETASAN TELUR
1.  Setelah induk ikan tawes bertelur, air yang masuk ke kolam diperkecil agar telur-telur tidak terbawa arus, penetasan dilakukan di kolam pemijahan juga
2.  Pagi hari diperiksa bila ada telur-telur yang rnenumpuk di sekitar kolam atau bagian lahan yang dangkal disebarkan dengan mengayun-ayunkan sapu lidi di dasar kolam
3.  Telur ikan tawes biasanya menetas semua setelah 2-3 hari
4.  Dari ikan hasil penetasan dipelihara di kolam tersebut selama kurang lebih 21 hari.
E.   PEMUNGUTAN HASIL BENIH IKAN
1.   Panen dilakukan pada pagi hari
2.   Menyurutkan/mengeringkan kolam
3.   Setelah benih berada dikamalir/dicaren,  benih ditangkap  dengan menggunakan waring atau seser
4.   Benih ditampung di hapa yang  telah ditempatkan  di  saluran air  mengalir dengan aliran air tidak deras
5.   Benih lersebut selanjutnya dipelihara lagi di kolam pendederan atau dijual.
F.    PENDEDERAN
1.    Mula-mula kolam dikeringkan selama 2-3 hari
2.    Perbaikan pematang, pembuatan caren/saluran
3.    Dasar kolam diolah dicangkul, kemudian dipupuk dengan Urea & SP 36 1 0 gr/m2 dan pupuk kandang 1 - 1,5 kg/m2 tergantung kesuburannya.
4.    Setelah kolam dipupuk kemudian diairi setinggi 2-3 cm dan dibiarkan 2-3 hari kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit sampai kedalaman 50 cm
5.    Kemudian benih ditebar di kolam pendederan dengan padat tebar  10-20 ekor/m2
6.    Pemeliharaan dilakukan kurang lebih 3 minggu - 1 bulan.
7.    Selanjutnya dapat dipanen dan hasil benih dapat dijual atau ditebar lagi di kolam pendederan II.

Thursday, August 18, 2016

MENGENAL PERSIAPAN PEMIJAHAN IKAN MAS

August 18, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan mas selama ini dikenal sebagai komoditi dengan nilai ekonomi tinggi. Persebarannya melingkupi hampir semua wilayah di Indonesia. Ikan yang juga dikenal dengan nama Karper (Latin: Cyprinus Carpio). Di Indonesia sendiri, budidaya ikan mas mulai gencar sejak tahun 1920. Bibit awal ikan mas diimpor dari Eropa, Taiwan, Cina dan Jepang. Hingga saat ini, setidaknya dikenal 10 jenis ikan yang dibedakan berdasar pada karakter morfologi ikan mas itu sendiri. Lebih cermatnya, silahkan simak uraian berikut ini.
Klasifikasi Ikan Mas
Sebelum mengurai ciri morfologi ikan mas, ada baiknya jika kita mencermati klasifikasinya dalam ilmu biologi sebagai berikut:
 Kerajaan    : Animalia
 Filum        : Chordata
 Kelas        : Actinopterygii
 Ordo        : Cypriniformes
 Famili        : Cyprinidae
 Genus        : Cyprinus
 Spesies    : Cyprinus carpio
Ciri Morfologi Ikan Mas Di habitat aslinya, ikan mas memijah di awal musim hujan. Proses pemijahan ikan mas dirangsang oleh bau tanah kering yang tersiram air hujan. Dalam budidaya pembenihan, ikan mas bisa dipijahkan sepanjang tahun tidak mengenal musim.
Kali ini alamtani akan mengulas hal-hal yang harus disiapkan sebelum melakukan pemijahan ikan mas, meliputi ciri indukan matang gonad, penyiapan kolam pemijahan, proses pemijahan dan penetasan telur. Sedangkan untuk cara memilih dan memelihara calon indukan ikan mas serta merawat benih hasil pemijahan, silahkan baca budidaya pembenihan ikan mas.
Ciri indukan matang gonad
Indukan betina dan jantan harus dipelihara di kolam terpisah sebelum dipijahkan. Pemeliharaan dilakukan hingga indukan memasuki masa matang gonad. Indukan matang gonad adalah indukan ikan yang telah masuk masa subur dan siap untuk melakukan pembuahan.
Secara umum indukan ikan mas betina yang ideal untuk dipijahkan berumur 1,5-2 tahun dengan bobot tubuh 2-3 kg. Sedangkan untuk ikan mas jantan lebih cepat memasuki masa matang gonad, yaitu pada umur 10-12 bulan dengan bobot tubuh 0,6 kg.
Ciri-ciri indukan ikan mas betina matang gonad:
 Perut bagian bawah lunak, bentuknya buncit dan membulat.
 Alat genital kemerahan dan mengembang agak terbuka.
 Bagian anus terlihat menonjol seperti membengkak
Ciri-ciri indukan jantan ikan mas matang gonad:
 Bila perut bagian bawah ditekan akan mengeluarkan sperma, cairan berwarna putih.
 Tubuh ramping dan gesit.
Pemberokan indukan ikan
Sebelum dipijahkan lakukan pemberokan pada indukan jantan dan betina. Pemberokan yang dimaksud adalah pemeliharaan indukan jantan dan betina dalam kolam terpisah, tanpa diberi makan selama 1-2 hari. Tujuan pemberokan untuk menghilangkan lemak disekitar kantong telur. Lemak yang menyelubungi kantong telur akan menghambat pelepasan sel telur ketika memijah.
Selain itu pemberokan juga bertujuan untuk menahan sementara keinginan memijah indukan. Dengan begitu saat waktunya dipijahkan kedua indukan saling tertarik dan melakukan pembuahan.
Menyiapkan kolam pemijahan
Kolam tanah paling cocok untuk melakukan pemijahan ikan mas. Persiapan yang harus dilakukan adalah penjemuran kolam, pengolahan tanah, pengapuran, pemupukan dan pengairan. Untuk mengetahui lebih lanjut silahkan baca persiapan kolam tanah untuk budidaya ikan.
Setiap indukan betina yang akan memijah membutuhkan luasan kolam 6 m2 per kg bobot tubuh, dengan kedalaman air kolam 60-80 cm. Misalnya, untuk indukan seberat 5 kg dibutuhkan kolam seluas 30 m2. Jadi, kolam seluas 100 m2 kira-kira bisa diisi oleh 3 indukan.
Hal lain yang harus dipersiapkan adalah kakaban. Fungsi kakaban dalam pemijahan ikan mas memberikan tempat untuk meletakkan telur-telur yang telah dibuahi. Kakaban dibuat dari ijuk yang dijepit dengan bilah bambu dan dikasih pemberat agar tenggelam dalam air.
Lebar kakaban biasanya 40 cm, panjangnya bervariasi bisa dibuat 1-2 meter. Cara membuat kakaban adalah sebagai berikut:
 Ijuk disisir rapi dengan sisir kawat, diletakkan berjejer hingga sepanjang panjang kakaban.
 Kemudian siapkan dua bilah bambu untuk menjepit ijuk tersebut. Bagian yang dijepit adalah tengah, lihat gambar dibawah.
 Paku kedua bilah bambu tersebut agar menjepit ijuk dengan kuat.
cara pemijahan ikan mas
Bentuk kakaban dari Ijuk.
Kebutuhan kakaban untuk pemijahan ikan mas tergantung pada ukuran dan jumlah indukan. Untuk kakaban berukuran 40×100 cm dibutuhkan 5-6 kakaban per kg induk ikan mas. Misalnya, indukan sebesar 5 kg membutuhkan 25-30 kakaban.
Selanjutnya pasang kakaban di dasar kolam. Ikatkan kakaban pada patok yang menancap ke dasar kolam sehingga kakaban dalam posisi melayang. Tidak mengapung di atas air sekaligus juga tidak tenggelam di dasar kolam. Kira-kira berada dibawah permukaan air sekitar10-25 cm.
Pemijahan ikan mas
Secara umum terdapat dua cara pemijahan ikan mas, yakni dengan proses alami dan proses buatan. Proses pemijahan alami yaitu mengawinkan indukan dengan meletakkan ikan jantan dan betina dalam satu kolam, sehingga mereka melakukan perkawinan sendiri. Sedangkan proses buatan yaitu indukan betina dibuahi dengan bantuan manusia dengan cara penyuntikan hipofisa atau hormon dan pembuahan dilakukan secara in vitro.
Pemijahan buatan dengan penyuntikan hipofisa atau hormon dilakukan pada ikan-ikan yang sulit memijah. Ikan mas merupakan ikan yang mudah memijah. Pemijahan ikan mas buatan biasanya dilakukan oleh petani pembenihan yang menyediakan benih ikan secara kontinyu dan jumlahnya banyak.
Pada kesempatan kali ini yang dibahas hanya pemijahan ikan mas secara alami. Ada berbagai teknik pemijahan ikan mas secara alami. Biasanya masing-masing daerah punya kekhasan tersendiri. Salah satu yang terkenal adalah cara Sunda. Cara ini banyak dilakukan para pembudidaya di daerah Jawa Barat. Berikut ini langkah-langkahnya:
 Kakaban ijuk dipasang melayang dalam air, sekitar 10-15 cm dibawah permukaan air. Ikat kakaban pada patok yang menancap kuat agar tidak bergeser oleh aktivitas ikan saat memijah.
 Masukkan indukan betina dan jantan bersama-sama. Perbandingan bobot indukan betina dan jantan 1:1, sedangkan dari jumlahnya bisa 2:1 atau 3:1.
 Pelepasan induk biasanya berlangsung pada sore hari sekitar pukul 16.00-17.00. Proses pemijahan akan berlangsung dini hari sekitar pukul 01.00-06.00. Ditandai dengan ikan saling berkejaran dan bau amis menyelimuti air kolam.
 Amati kakaban setelah 24 jam sejak indukan dilepaskan di kolam pemijahan. Dalam tempo ini seharusnya kakaban sudah dipenuhi telur yang menempel. Kakaban yang sudah berisi telur digoyang-goyangkan agar bersih dari lumpur. Kemudian diangkat untuk dipindahkan ke kolam penetasan atau hapa. Kolam atau tempat penetasan harus sudah disiapkan setidaknya sehari sebelum proses pemijahan.
Selain cara Sunda ada berbagai cara lain dalam memijahkan ikan mas. Beberapa yang terkenal yaitu cara Cimindi, Rancapaku, Magek, Kantong, Dubisch dan Hofer.
cara pemijahan ikan mas
Kolam pemijahan ikan mas
Penetasan telur
Penetasan telur hasil pemijahan ikan mas bisa dilakukan di berbagai tempat atau wadah. Tempat yang biasa digunakan adalah bak semen, kolam terpal, akuarium, bak fiber atau kolam. Apabila kita ingin menetaskan telur di kolam, misalnya di kolam pemijahan harus dilengkapi dengan hapa.
Hapa adalah jaring halus berukuran 1 mm atau lebih kecil dari ukuran telur yang diletakkan di dalam kolam. Bentuk hapa seperti jaring apung yang ada di waduk-waduk.
Setelah proses pemijahan selesai, segera pindahkan kakaban yang dipenuhi telur ke tempat pemijahan. Bersihkan terlebih dahulu kakaban dari lumpur dengan digoyang-goyangkan secara lembut. Kemudian angkat dan pindahkan ke kolam penetasan atau ke dalam hapa. Tempat penetasan sebaiknya terlindung dari air hujan dan panas yang berlebihan.
Untuk mencegah tumbuhnya jamur, air di kolam penetasan bisa diberikan methylen blue.  Sedangkan untuk penetasan di hapa, kakaban bisa rendam terlebih dahulu dalam air yang sudah dicampur methylen blue. Kemudia letakan kakaban sekitar 5-10 cm dibawah permukaan air.
Pada suhu ideal yaitu 28-30oC, telur akan menetas dalam 1-3 hari. Setelah menetas menjadi larva, tidak perlu langsung dikasih pakan. Karena larva masih membawa nutrisi yang terdapat dalam kuning telur. Setelah berumur 2-3 hari, larva bisa diberi pakan.
Salah satu jenis pakan yang bisa diberikan untuk larva adalah kuning telur yang telah direbus. Kemudian dilumat, satu butir kuning telur dicampur dengan satu liter air lalu diberikan ke benih ikan. Pemberian makan sehari dua kali setiap pagi dan sore.
Pemeliharaan di kolam penetasan berlangsung sampai larva berumur satu minggu. Ukuran larva mencapai 1-2 cm. Selanjutnya larva dipindahkan ke kolam pendederan untuk proses pembesaran benih. Proses selanjutnya bisa dibaca di sini.
—-
Referensi
    Kamus pertanian umum. 2013. Penebar Swadaya, Jakarta
    Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_mas. Diakses 27 Agustus 2014.
    Gusrina. 2008. Budidaya ikan, jilid 1. Buku ajar kelas X SMK. Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
    Budi Santoso. 1993. Petunjuk praktis budidaya ikan mas. Kanisius, Yogyakarta

Monday, August 15, 2016

PROSES PEMBUATAN PETIS

August 15, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Petis ikan merupakan salah satu cara untuk memebrikan nilai tambah produk pada hasil perikanan, dan setiap langkah ini menerapkan metode Blue Energi yang dimaksudkan semua produk perikanan tidak ada yang terbuang dan dapat diproses menjaadi bahan yang  bermanfaat.
1. PENDAHULUAN
Pengolahan hasil perikanan pada umumnya bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sehingga hasil perikanan dapat dimanfaatkan sebagai pangan baik dalam keadaan segar maupun sebagai produk olahan. Dengan pengolahan dapat dihambat pertumbuhan mikroba. Pengolahan bertujuan menyeleksi mikroba yang dikehendaki saja karena peranannya dalam memberikan citarasa, misalnya penggaraman, pengolahan dengan fermentasi (Hadiwiyoto, 1993). Salah satu produk hasil fermentasi tersebut adalah petis udang / ikan (Buckle et al., 1987).
Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan pengolahan hasil laut yang berkuah (biasanya dari pindang, kupang atau udang) yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok. Ini menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis. Pembuatan petis merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan limbah produk-produk hasil laut baik itu limbah ikan, udang maupun kupang. Pembuatannya sebenarnya sangatlah sederhana karena memang tidak membutuhkan alat dan keahlian khusus. Hanya saja perlu ketelatenan dalam pembuatannya, karena jika memproduksi dalam kapasitas banyak membutuhkan waktu yang cukup lama.
Petis juga merupakan komoditi hasil pengolahan ikan yang cukup dikenal, terutama di dalam masyarakat di Pulau Jawa dan biasa digunakan sebagai lauk pauk atau campuran makanan rakyat yang khas. Petis berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian di uapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Di pasaran, mutu petis udang / ikan umumnya sangat bervariasi atau ragam dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan serta jenis, jumlah dan kualitas dari bahan mentah dan bahan pembantu yang digunakan, disamping kebiasaan konsumen setempat. Sedangkan daya awetnya yang cukup panjang tidak lain disebabkan karena cukup rendahnya air bebas (aw) atau karena tingginya jumlah air ikatan akibat adanya penambahan gula dan garam (humektan) (Nasran, 1993). Suatu metode pengawetan pangan yang penting ialah kombinasi antara penggaraman untuk mengendalikan mikroba secara selektif dan fermentasi untuk memantapkan jaringan yang diawetkan (Desrosier, 1988).
Petis dapat dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki kadar air sekitar 10-40%, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90 dan mempunyai tekstur plastis. Beberapa keuntungan pangan semi basah antara lain tidak memerlukan fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, sudah dalam bentuk siap dikonsumsi, mudah penanganannya, dan bernilai gizi cukup baik (Anonymous, 2004).
Petis udang / ikan adalah suatu produk olahan yang dibuat dari ekstrak atau sari udang / ikan yang dikentalkan atau dipekatkan kemudian ditambah dengan beberapa bumbu atau rempah-rempah yang diperlukan. Untuk kebutuhan masak sehari-hari, petis biasanya digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah rasa enak pada masakan atau sambal yang dipersiapkan. Produk petis udang / ikan yang baik biasanya mempunyai rupa yang bersih, warnanya coklat tua kemerahan atau hitam kelam yang cemerlang, teksturnya lembut, semi padat, strukturnya halus dan homogeny, serta agak lengket dan tidak mengandung benda-benda asing. Sedangkan aroma dan baunya spesifik bau udang atau ikan tanpa ada bau-bau asing (Nasran, 1993).
2. Bahan Baku Sari Udang
Bahan baku sari udang umumnya sari udang yang diambil dari pengolahan ebi atau juga berasal dari kepala udang dan daging udang yang direbus.
Menurut Nasran (1993), bahan mentah untuk pengolahan petis udang berupa:
  Udang utuh dan ikan utuh yang mutunya sangat segar, menunjukkan tanda-tanda bersuh, aman, dan sehat.
  Sisa-sisa bagian tubuh udang / ikan dari pabrik pengolahan ikan (pembekuan, pengalengan, dll) yang masih sangat segar, tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan, bersih, aman dan sehat.
  Sisa air rebusan dari pengolahan ebi dan pengolahan pindang, tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan
Petis istimewa menggunakan bahan baku berupa udang werus (Metapenaeus monoceros), sedangkan bahan baku untuk petis kualitas nomor satu dan dua adalah ampas dari petis kualitas ekstra. Petis yang bermutu rendah umumnya dibuat dari bahan baku kepala udang atau udang-udang kecil (Anonymous, 2004).
2.4 Bahan Tambahan
•  Garam
•  Gula
•  Bawang merah
•  Air
3. Proses Pembuatan Petis Udang
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), petis yang dibuat dari bahan baku sari ikan atau udang dapat dibuat dengan cara:

    Ikan atau udang yang akan digunakan sebagai bahan baku harus dibersihkan lebih dulu, agar kotoran yang dapat mempengaruhi mutu petis dapat dihilangkan.
    Selanjutnya daging ikan atau udang ditumbuk sampai halus dan ditambah air secukupnya. Setelah diaduk sampai rata, daging kemudian diperas seperti memeras santan untuk mendapatkan ekstraknya. Ampas perasan tersebut dapat ditumbuk, ditambah air, lalu diperas lagi untuk mendapatkan ekstrak yang kedua.
    Campuran kedua ekstrak tersebut kemudian disaring hingga bersih dari kotoran maupun partikel - partikel kasar lain.
    Langkah selanjutnya adalah proses perebusan seperti pada pembuatan petis dengan bahan baku hasil sampingan.

A. Bahan Baku dan Bumbu
1.    Petis udang /ikan adalah hasil pengolahan kaldu / sari udang atau
ikan yang diberi bumbu-bumbu,sehingga berbentuk pasta yang berwarna
cokelat kehitaman dan mempunyai aroma yang khas.
Petis dapat dibuat dari :
–   Udang / ikan
–   Sisa-sisa udang pemanfaatan limbah kepala dan kulit dan
–   Sari ikan dari pembuatan pindang
2.    Bumbu
Pada pembuatan petis ikan dan udang, bumbu-bumbu yang ditambahkan adalah gula merah / putih dan garam. Untuk mempercepat proses pengentalan dan memperbaiki konsentrasi dapat ditambah bahan-bahan pengental, seperti tepung beras, tapioka atau air tajin.
B.   Proses Pengolahan
Ada 2 cara pengolahan petis, yaitu yang berasal dari sari udang dan daging udang /ikan
1. Cara pengolahan petis dari sari udang
a. Bersihkan dan cuci udang / sisa-sisa kepala dan kulit udang
b. Rebus dengan air hingga mendidih ( untuk 0,5 kg udang direbus dalam 2 liter air
    selama 40 – 45% menit )
c. Saring air rebusan tersebut dan beri bumbu-bumbu, seperti : gula dan garam
d. Panaskan kembali hingga mengental dan berbentuk pasta
e. Dinginkan dan masukkan dalam wadah plastik atau botol
2.  Cara pengolahan dari daging udang / ikan
a. Udang dicuci bersih dan ditumbuk halus kemudian diremas-remas dengan tangan sambil diberi air dan disaring
b. Lakukan pekerjaan ini sampai 3 kali
c. Sebagai pedoman, untuk 0,5 gr udang diperlukan 3 liter air yang pengunaannya bertahap sebanyak 3 kali yang diperlakukan sama seperti di atas
d. Hasil saringan dipanaskan sambil diberi bumbu garam dan dan gula merah secukupnya sampai mengental
e. Dinginkan dan tempatkan dalam wadah plastik / botol
C. Penyajian
Biasanya petis dikonsumsi sebagai bumbu sambal pada rujak buah /sayur, sebagai teman makan tahu atau juga untuk bumbu tambahan pada nasi goreng.
4. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Aisyah,S. 2007. Manfaat Limbah Kepala Udang Laut Untuk Pengolahan Petis Dengan Penambahan Konsentrasi Limbah Pengolahan Kerupuk Singkong Yang Berbeda. http://www.faperikanan.org Diakses tanggal 7 Desember 2007
Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Sunday, August 14, 2016

MENGENAL BUDIDAYA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

August 14, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Perkembangan budidaya ikan mas di daerah Kabupaten Pati sangat pesat, usaha budidaya ikan Mas yang dipolikulturkan dengan ikan bandeng air tawar berhasil dan berkembang dari segi budidaya dan pembenihanya.
1.    SEJARAH SINGKAT
Ikan mas merupakan jenis     ikan konsumsi air tawar,   berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan  mas sudah  dipelihara sejak  tahun  475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa,  Taiwan dan  Jepang.  Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya.
2. SENTRA PERIKANAN
Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba  di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah:  Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Purwakarta
3.   JENIS
Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Kelas : Osteichthyes
Anak kelas : Actinopterygii Bangsa : Cypriniformes
Suku : Cyprinidae
Marga : Cyprinus
Jenis :Cyprinus carpio .
Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau stain. Perbedaan sifat dan ciri dari  ras  disebabkan  oleh adanya interaksi  antara genotipe dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut:
1.  Ikan mas punten: sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek; bagian punggung tinggi melebar; mata agak  menonjol;  gerakannya  gesit; perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1.
2.  Ikan mas majalaya: sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap;          punggung tinggi; badannya relatif pendek; gerakannya lamban, bila diberi  makanan  suka      berenang di  permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,2:1.
3.  Ikan mas si nyonya: sisik berwarna kuning muda; badan relatif panjang; mata pada ikan  muda tidak menonjol,  sedangkan  ikan  dewasa bermata  sipit; gerakannya  lamban,  lebih suka berada di permukaan air;  perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6:1.
4. Ikan  mas  taiwan: sisik berwarna hijau kekuning-kuningan; badan relatif panjang; penampang punggung  membulat; mata  agak menonjol;  gerakan lebih  gesit dan  aktif;  perbandingan panjang badan  dengan tinggi badan antara 3,5:1.
5.  Ikan mas koi: bentuk badan bulat panjang dan bersisisk penuh; warna sisik bermacam-macam seperti putih, kuning, merah menyala, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Beberapa ras koi adalah : long tail Indonesian carp, long tail platinm nishikigoi,  platinum nishikigoi, long tail
shusui  nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku hishikigoi, lonh tail hishikigoi, taishusanshoku nshikigoi dan long tail taishusanshoku nishikigoi.
Dari sekian banyak strain ikan mas, di Jawa Barat ikan mas punten kurang berkembang karena diduga orang Jawa Barat lebih menyukai ikan mas yang berbadan  relatif  panjang. Ikan  mas  majalaya termasuk jenis unggul yang banyak dibudidayakan.
4.   MANFAAT
1. Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
2. Sebagai ikan hias.
5. PERSYARATAN LOKASI
1.  Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos.     Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2.  Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3.   Ikan mas dapat tumbuh  normal,  jika  lokasi pemeliharaan  berada  pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
4.  Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
5.  Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m3 .
6.   Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.
7.   Suhu air yang baik berkisar antara 20-25 derajat C.

6.   PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1.  Kolam
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang  landai dengan  kemiringan  2–5%  sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
a. Kolam pemeliharaan induk
Luas kolam tergantung  jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam  sebaiknya  persegi  panjang  dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.
b. Kolam pemijahan
Tempat  pemijahan  dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan  18  buah ijuk/kakaban. Dasar  kolam dibuat miring  kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau  pintu  monik. Bentuk  kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.
c.   Kolam pendederan
Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m2  dan pendederan lanjutan 500-1000 m2  per petak. Pemasukan air  bisa dengan  pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat  berkumpulnya benih saat  panen  dan kubangan  untuk memudahkan  penangkapan  benih. dasar kolam dibuat  miring ke  arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
2.   Peralatan
Alat-alat yang biasa digunakan  dalam  usaha  pembenihan  ikan  mas diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa  (kotak  dari  jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram)  dan  besar  (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan.
Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan mas  antara lain  adalah warring/scoopnet yang  halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak,  fish  bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat  penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol)  atau  kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk  menangkap benih  ukuran 10 cm keatas),  anco/hanco  (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
3.  Persiapan Media
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan,  pemupukan  dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan  adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700  gram/meter  persegi,  bisa juga ditambahkan  pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
6.2. Pembibitan
1.  Pemilihan Bibit dan Induk
Usaha pembenihan ikan mas dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara tradisional, semi intensif dan  secara  intensif.  Dengan  semakin meningkatnya teknologi budidaya ikan,  khususnya  teknologi  pembenihan maka telah dilaksanakan  penggunaan induk-induk  yang  berkualitas baik. Keberhasilan usaha pembenihan tidak lagi banyak bergantung pada kondisi alam  namun  manusia telah  banyak menemukan kemajuan diantaranya pemijahan dengan hipofisisasi, peningkatan derajat pembuahan telur dengan teknik pembunuhan buatan, penetasan telur secara terkontrol, pengendalian kuantitas dan kualitas air, teknik kultur  makanan  alami  dan  pemurnian kualitas induk ikan. Untuk  peningkatan produksi  benih perlu  dilakukan penyeleksian terhadap induk ikan mas.
Adapun ciri-ciri induk jantan dan induk betina unggul yang sudah matang untuk dipijah adalah sebagai berikut:
a.  Betina: umur antara 1,5-2 tahun dengan berat berkisar 2 kg/ekor; Jantan: umur minimum 8 bulan dengan berat berkisar 0,5 kg/ekor.
b.  Bentuk tubuh secar akeseluruhan mulai dari mulut sampai ujung sirip ekor mulus, sehat, sirip tidak cacat.
c. Tutup insan normal tidak tebal dan bila dibuka tidak terdapat bercak putih; panjang  kepala  minimal  1/3 dari  panjang badan; lensa   mata tampak jernih.
d.  Sisik tersusun rapih, cerah tidak kusam.
e.   Pangkal ekor kuat dan normal dengan panjang panmgkal ekor harus lebih panjang dibandingkan lebar/tebal ekor.
Sedangkan ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
a.  Betina
-Badan bagian perut besar, buncit dan lembek.
-Gerakan lambat, pada malam hari biasanya loncat-loncat. -Jika perut distriping mengeluarkan cairan berwarna kuning.
b. Jantan
-Badan tampak langsing.
-Gerakan lincah dan gesit.
-Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
2.   Sistim Pembenihan/Pemijahan
Saat ini dikenal dua macam sistim pemijahan pada budidaya ikan mas, yaitu:
a.  Sistem pemijahan tradisional
Dikenal beberapa cara melakukan pemijahan secara tradisional, yaitu: -Cara sunda: (1) luas kolam pemijahan  25-30 meter  persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; (2) disediakan injuk untuk menepelkan telur; (3) setelah proses pemijahan selesai, ijuk dipindah ke kolam penetasan.
-Cara  cimindi:  (1)  luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan; (2)  disediakan injuk untuk  menepelkan telur,  ijuk  dijepit bambu dan diletakkan dipojok kolam dan dibatasi pematang antara dari tanah;  (3)  setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain; (4) tujuh hari setelah pemijahan ijuk ini dibuka kemudian sekitar 2-3 minggu setelah itu dapat dipanen benih-benih ikan.
-Cara rancapaku: (1) luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan, batas pematang antara terbuat dari batu; (2) disediakan rumput kering untuk menepelkan  telur,  rumput disebar  merata  di seluruh permukaan air kolam dan dibatasi pematang antara dari tanah; (3) setelah proses pemijahan selesai induk tetap di kolam   pemijahan.; (4) setelah benih ikan kuat maka akan berpindah tempat melalui sela bebatuan, setelah 3 minggu maka benih dapat dipanen.
-Cara sumatera: (1) luas kolam pemijahan 5 meter persegi, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan  pada  sore  hari; kolam pemijahan merupakan kolam penetasan; (2) disediakan injuk untuk menepelkan telur, ijuk ditebar di permukaan air; (3) setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain; (4) setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam pendederan.
-Cara dubish: (1) luas kolam pemijahan 25-50 meter persegi, dibuat parit keliling dengan lebar 60 cm dalam 35 cm, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam  penetasan; (2) sebagai  media penempel telur digunakan tanaman hidup seperti Cynodon dactylon setinggi 40 cm; (3) setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain; (4) setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam pendederan. -Cara hofer: (1) sama seperti cara dubish hanya tidak ada parit dan tanaman Cynodon dactylon dipasang di depan pintu pemasukan air.
b.  Sistim kawin suntik
Pada sisitim ini induk baik jantan maupun betina yang matang bertelur dirangsang untuk memijah setelah penyuntikan ekstrak kelenjar hyphofise ke dalam tubuh ikan. Kelenjar hyphofise diperoleh dari kepala ikan donor (berada dilekukan tulang tengkorak di  bawah otak  besar).Setelah suntikan dilakukan  dua kali, dalam tempo 6 jam induk akan terangsang melakukan pemijahan. Sistim ini memerlukan biaya yang tinggi, sarana yang lengkap dan perawatan yang intensif.
3.  Pembenihan/Pemijahan
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemijahan ikan mas:
a.    Dasar kolam tidak berlumpur, tidak bercadas.
b.    Air tidak terlalu keruh; kadar oksigen dalam air cukup; debit air cukup; dan suhu berkisar 25 derajat C.
c.   Diperlukan bahan penempel telur seperti ijuk atau tanaman air.
d.  Jumlah induk yang disebar tergantung dari luas kolam, sebagai patokan seekor induk berat 1 kg memerlukan kolam seluas 5 meter persegi.
e.    Pemberian  makanan  dengan kandungan  protein 25%. Untuk pellet diberikan secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore hari) dengan takaran 2-4% dari jumlah berat induk ikan.
4.   Pemeliharaan Bibit/Pendederan
Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mas dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan (luas 200-500 meter persegi) yang sudah siap menerima anak ikan dimana kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan.
Pendederan ikan mas dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap I: umur benih yang disebar sekitar 5-7 hari(ukuran1-1,5 cm); jumlah benih  yang  disebar=100-200  ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 2-3 cm.
b.  Tahap II: umur benih setelah tahap  I  selesai;  jumlah benih  yang disebar=50-75 ekor/meter persegi;  lama pemeliharaan 1  bulan;  ukuran benih menjadi 3-5 cm.
c. Tahap  III: umur benih setelah  tahap II selesai; jumlah benih yang disebar=25-50 ekor/meter persegi;  lama pemeliharaan 1  bulan;  ukuran benih menjadi 5-8 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 3-5% dari jumlah bobot benih.
d. Tahap IV: umur benih setelah tahap III selesai; jumlah benih yang disebar=3-5 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 8-12 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 3-5% dari jumlah bobot benih.
5.  Perlakuan dan Perawatan Bibit
Apabila benih belum mencapai ukuran 100 gram, maka benih diberi pakan pelet 2 mm sebanyak 3 kali bobot total benih yang diberikan 4 kali sehari selama 3 minggu.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan  secara  polikultur  maupun monokultur.
a.   Polikultur
1.  ikan mas 50%, ikan tawes 20%, dan mujair 30%, atau
2. ikan mas 50%, ikan gurame 20% dan ikan mujair 30%.
b.  Monokultur
Pemeliharaan  sistem ini merupakan  pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan  antara  induk jantan dan betina.
1.  Pemupukan
Pemupukan dengan kotoran kandang (ayam) sebanyak 250-500 gram/m2 , TSP 10 gram/m2 , Urea 10 gram/m2 , kapur 25-100 gram/m2 . Setelah itu kolam diisi air 39\0-40 cm. Biarkan 5-7 hari. Dua hari setelah pengisian air, kolam disemprot dengan insektisida organophosphat  seperti  Sumithion 60 EC, Basudin 60 EC dengan dosis  2-4 ppm.  Tujuannya untuk memberantas serangga dan udang-udangan yang memangsa rotifera. Setelah  7  hari kemudian, air ditinggikan sekitar 60 cm. Padat penebaran ikan tergantung pemeliharaannya. Jika hanya mengandalkan pakan alami dan dedak, maka padat penebaran adalah 100-200 ekor/m2 , sedangkan bila  diberi  pakan pellet,  maka penebaran adalah 300-400 ekor/m2  (benih lepas hapa). Penebaran dilakukan pada pagi/sore hari saat suhu rendah.
2.  Pemberian Pakan
Dalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan buatan. Pakan yang berkualitas baik mengandung zat-zat makanan yang cukup, yaitu protein yang mengandung asam amino esensial, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Perawatan larva dalam hapa sekitar 4-5 hari. Setelah larva tidak menempel pada kakaban (3-4 hari kemudian) kakaban diangkat dan dibersihkan. Pemberian pakan untuk larva, 1 butir kuning telur rebus untuk 100.000 ekor/hari. Caranya kuning telur dibuat suspensi (1/4 liter air untuk 1 butir), kuning telur diremas dalam kain kemudian diberikan pada benih, perawatan 5-7 hari.
3.  Pemeliharaan Kolam/Tambak
Dalam  hal pemeliharaan ikan  mas yang tidak boleh terabaikan adalah menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak tercemari/teracuni oleh zat beracun.
7.   HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1. Bebeasan (Notonecta)
Berbahaya bagi benih  karena  sengatannya.  
Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.
2. Ucrit (Larva cybister)
Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek.    
Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
3.  Kodok
Makan telur telur ikan.        
Pengendalian: sering membuang telur  yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.
4. Ular
Menyerang benih dan  ikan  kecil.   
Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
5. Lingsang
Memakan ikan pada malam hari.
Pengendalian:pasang jebakan berumpun.
6.  Burung
Memakan  benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning.
Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.
7. Ikan gabus
Memangsa ikan kecil.
Pengendalian:pintu masukan air diberi saringan atau dibuat bak filter.
8.  Belut dan kepiting
Pengendalian: lakukan penangkapan.
7.2. Penyakit
1.   Bintik merah (White spot)
Gejala: pada bagian tubuh (kepala, insang, sirip) tampak bintik-bintik putih,
pada infeksi  berat terlihat jelas  lapisan  putih,  menggosok-gosokkan badannya pada benda yang ada disekitarnya dan berenang sangat lemah serta sering muncul di  permukaan  air.      
Pengendalian: direndam  dalam larutan Methylene blue 1% (1 gram dalam 100 cc air) larutan ini diambil 2-4 cc dicampur 4 liter air selama 24 jam dan Direndam dalam garam dapur NaCl selama 10 menit, dosis 1-3 gram/100 cc air.
2.   Bengkak insang dan badan ( Myxosporesis)
Gejala: tutup insang selalu terbuka oleh bintik kemerahan, bagian punggung
terjadi pendarahan. Pengendalian ; pengeringan kolam secara total, ditabur kapur tohon 200 gram/m2 , biarkan selama 1-2 minggu.
3.  Cacing insang, sirip, kulit (Dactypogyrus dan girodactylogyrus)
Gejala: ikan tampak kurus, sisik kusam, sirip ekor kadang-kadang rontok,
ikan menggosok-gosokkan badannya pada benda keras disekitarnya, terjadi
pendarahan dan menebal pada insang. 
Pengendalian: (1) direndan dalam larutan  formalin 250 gram/m3 selama 15  menit dan  direndam  dalam Methylene blue 3 gram/m3 selama 24 jam; (2) hindari penebaran ikan yang berlebihan.
4.  Kutu ikan (  argulosis)
Gejala: benih dan induk menjadi kurus, karena dihisap darahnya. Bagian
kulit, sirip dan insang terlihat jelas  adanya  bercak merah  (hemorrtage).
Pengendalian: (1) ikan yang terinfeksi  direndan  dalam garam dapur  20
gram/liter air selama 15 menit dan direndam larutan PK 10 ppm (10 ml/m3) selama 30 menit; (2) dengan pengeringan kolam hingga retak-retak.
5. Jamur (Saprolegniasis)
Menyerang  bagian  kepala, tutup insang, sirip dan  bagian yang lainnya.
Gejala: tubuh yang diserang tampak seperti kapas. Telur yang terserang
jamur, terlihat benang halus seperti kapas.  
Pengendalian: direndam dalam
larutan Malactile green oxalat (MGO) dosis 3 gram/m3 selama 30 menit; telur yang terserang direndam dengan MGO 2-3 gram/m3 selama 1 jam.
6.    Gatal (   Trichodiniasis)
Menyerang benih ikan.
Gejala: gerakan lamban; suka menggosok-gosokan badan
pada sisi kolam/aquarium.         
Pengendalian: rendam selam 15 menit
dalam larutan formalin 150-200 ppm.
7.  Bakteri psedomonas flurescens
Penyakit yang sangat ganas.
Gejala: pendarahan dan bobok pada kulit; sirip ekor terkikis.         
Pengendalian:  pemberian  pakan yang dicampur oxytetracycline 25-30 mg/
kg ikan atau sulafamerazine 200mg/kg ikan selama 7 hari berturut-turut.
8.  Bakteri aeromonas punctata
Penyakit yang sangat ganas. 
Gejala: warna badan suram, tidak cerah; kulit
kesat  dan melepuh; cara bernafas  mengap-mengap; kantong empedu
gembung; pendarahan dalam organ hati dan ginjal.                
Pengendalian:
penyuntikan  chloramphenicol  10-15 mg/kg ikan atau streptomycin 80-100 mg/kg ikan; pakan dicampur terramicine 50  mg/kg  ikan  selama  7  hari berturut-turut.
Secara  umum hal-hal yang  dilakukan  untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan mas:
1. Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.
2. Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.
3. Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
4. Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air.
5. Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
6. Penanganan saat  panen  atau pemindahan benih hendaknya  dilakukan secara hati-hati dan benar.
7. Binatang  seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus  peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.
8.   PANEN
8.1. Pemanenan Benih
Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alat- alat tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana yang disiapkan diantaranya keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai  alat tangkap  benih, jaring atau hapa sebagai penyimpanan  benih sementara, saringan yang digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar benih ikan tidak terbawa arus, dan bak-bak penampungan yang berisi air bersih untuk penyimpanan benih hasil panen.
Panen benih ikan dimulai pagi-pagi, yaitu antara jam 04.00–05.00 pagi dan sebaiknya berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari  terik  matahari  yang  dapat mengganggu benih ikan kesehatan tersebut. Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan  air  kolam pendederan sekitar pkul 04.00 atau 05.00 pagi secara perlahan-lahan agar ikan tidak stres akibat tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut benih mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau keramba.
Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 21 hari. Panenan yang dapat diperoleh dapat mencapai 70-80% dengan ukuran benih antara 8-12 cm.
8.2. Cara Perhitungan Benih
Untuk  mengetahui benih ikan hasil panenan yang  disimpan  dalam bak penyimpanan maka sebelum dijual, terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Cara menghitung  benih umumnya dengan memakai takaran, yaitu dengan menggunakan sendok untuk larva dan kebul, cawan untuk menghitung putihan, dan dihitung  per  ekor  untuk benih ukuran glondongan. Penghitungan benih biasanya dengan cara:
a.   Penghitungan dengan sendok.
b.  Penghitungan dengan mangkok.
8.3. Pembersihan
Pada umumnya, dasar kolam pendederan sudah dirancang miring dan ada saluran di tengah kolam, selain itu pada dasar kolam tersebut ada bagian yang lebih dalam dengan ukuran 1-2 meter persegi sehingga ketika air menyurut, maka benih ikan akan mengumpul di bagian kolam yang dalam tersebut. Benih ikan lalu ditangkap sampai habis dan tidak ada yang ketinggalan dalam kolam. Benih ikan tersebut semuanya disimpan dalam bak-bak penampungan yang telah disiapkan.
8.4. Pemanenan Hasil Pembesaran
Untuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen total. Umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara  400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan  kolam,  hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm.  Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 meter persegi di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga  memudahkan dalam  penangkapan  ikan. Pemanenan  dilakukan  pagi  hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang  halus.  Lakukan  pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
9.  PASCAPANEN
Penanganan pascapanen ikan mas dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
1. Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
b.  Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c.  Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
2.  Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng  atau  fiberglass.  Kapasitas kotak maksimum  50 kg dengan  tinggi kotak maksimum 50 cm.
d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
3. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan  tempat pemberokan berupa bak yang  berisi  air  bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat  menampung benih ikan  mas sejumlah 5000–6000  ekor dengan ukuran  3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan  harus  disesuaikan dengan ukuran benihnya.
d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
-Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut  benih dalam jarak dekat  atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat  pengangkut berupa  keramba. Setiap  keramba  dapat  diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
-Sistem tertutup
Dilakukan  untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter  yang  diberi  buffer Na2(hpo)4.H 2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air  bersih  ke  dalam kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong  plastik  ke  permukaan  air; (3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2); (4) kantong plastik lalu  diikat. (5)  kantong  plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur  atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
-Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm  dalam  waskom  (1  kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
-Buka  kantong  plastik, tambahkan air bersih yang berasal  dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air  dalam  kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
-Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan  tetrasiklin selama 1- 2 menit.
-Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih  ikan  diberi pakan secukupnya. Selain itu,  dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm  selama  3 hari  berturut-turut. 
-Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
10.    Gambaran Peluang Agribisnis
Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi alam  yang  sangat baik bagi pengembangan usaha  perikanan  di Indonesia. Disamping itu  banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal
pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,
penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.
Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan mas dan ikan air tawar lainnya selalu  mengalami  pasang surut,  namun dilihat dari jumlah hasil penjualan  secara  rata-rata  selalu  mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Apabila  pasaran lokal ikan mas  mengalami kelesuan,  maka akan sangat berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan mas boleh dikatakan hampir tak ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan faktor permintaan komoditi perikanan untuk  pasaran lokal, maka  sektor perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.
11.        DAFTAR PUSTAKA
1. DAMANA, Rahman. 1990. Pembenihan Ikan Mas Secara  Intensif dalam
               Sinar Tani. 2 ,Juni 1990 hal. 2
2.  GUNAWAN.   Mengenal Cara Pemijahan Ikan Mas dalam Sinar  Tani. 27
               Agustus 1988 hal. 5
3.   RUKMANA, Rahmat. 1991.        Budidaya Ikan Mas, Untungnya Bagai Menabung
                Emas dalam Sinar Tani. 13 Februari 1991 hal.  5
4.   RUKMANA, Rahmat. 1992.        Prospek  Usaha  Ikan Mas Menggiurkan Dan
              Menguntungkan dalam Suara Karya. 18 Februari 1992 hal. 7
5.   SANTOSO, Budi. 1993.   Petunjuk praktis : Budidaya ikan mas. Yogyakarta :
              Kanisius.
6.   SUMANTADINATA, Komar. 1981.         Pengembangbiakan ikan-ikan peliharaan
             di Indonesia. Jakarta : Sastra Hudaya.
7.   SUSENO, Djoko. 1999.   Pengelolaan usaha pembenihan ikan mas, cet. :7.
             Jakarta : Penebar Swadaya.