Tuesday, February 16, 2016

MENGENAL MACAM DAN MANFAAT RUMPON

February 16, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Rumpon  merupakan salah perlengkapan dalam istilah perikanan tangkap khususnya penangkapan ikan yang dalam kurun waktu yang belum lama dan banyak digunakan oleh para nelayan baik skala kecil maupun besar. Pancing tegak dapat ditemui di wilayah perairan dalam.  Terutama di sekita rumpon  laut dalam.  Daerah penangkapannya terletak pada alur ruaya ikan-ikan pelagis besar.
Postingan ini menjelaskan seluk beluk rumpon Mulai Yang terdiri sari:
1.Pengenalan  Rumpon
2.Konstruksi Rumpon
3.Pemasangan Rumpon
Tujuan penulisan dalam postingan ini adalah memberi informasi teknologie yang berkaitan dengan penangkapan Ikan  di Laut dengan Sarana Prasarana Rumpon, pancing tegak.
PENGENALAN RUMPON
Didalam  Melakukan Metoda penangkapan yang mendasari teknologi penangkapan ikan, terdapat empat faktor utama yang harus anda pahami, yaitu:
1. Ikan apa yang hendak ditangkap (Biologi Ikan),
2. dimana ikan akan ditangkap (fish ground),
3. bagaimana sifatnya (fish behaviour)
4. dan berapa jumlah yang akan/boleh ditangkap (stock assessments dan kelestarian).
Dari keempat faktor di atas, fish ground merupakan faktor penentu dalam menentukan keberhasilan penangkapan ikan, tanpa mengetahui fish ground ikan yang menjadi tujuan daerah penangkapan adalah pekerjaan menangkap ikan yang sia-sia.
Fishing  ground di alam merupakan suatu lingkungan kehidupan yang disukai ikan untuk berkumpul.  Berbagai faktor yang menyebabkan ikan mau berkumpul di lingkungan yang sesuai untuknya, yang dapat dipelajari pada mata kuliah biologi perikanan.
Secara umum ikan akan berkumpul yaitu:
1. Pada saat makan,
2.  saat hendak memijah,
3.  dan saat bermigrasi (tuna adalah ikan yang bersifat higly migratory).
Sebuah pertanyaan yang selalu menggelitik para nelayan adalah bagaimana menangkap ikan yang paling mudah.  Jawabannya sederhana mungkin “jawaban bodoh” adalah menangkap ikan yang sedang “ngumpul” dan syukur-syukur “diem”.   Pernyataan “ngumpul dan diem” inilah yang memacu para nelayan berupaya mengumpulkan ikan dengan berbagai cara.  Cara yang sudah lama kita kenal adalah dengan menggunakan rumpon (fish agregate device) dan menggunakan atraksi cahaya. 
Mencari fish ground alam bukan pekerjaan mudah. Contoh yang paling sederhana adalah pada penangkapan ikan kembung dengan menggunakan payang tradisional,  kumpulan ikan hanya dapat diketahui oleh para nelayan yang sudah berpengalaman, atau berdasarkan pengetahuan yang diturunkan dari orang-orang tua mereka, bahkan tidak jarang dibarengi dengan mistis.  Contoh pada perikanan modern, bagaimana hunting purse seiner “around the ocean, by day, by weeks, even by month” hanya untuk mencari dan mengejar kumpulan-kumpulan ikan tuna yang sedang bermigrasi.
Di Indonesia penelitian-penelitian tentang keempat hal tersebut di atas terutama mengenai ikan-ikan yang hidup di kawasan perairan Indonesia boleh dikatakan masih langka.  Banyak data yang masih tersimpan di benak-benak para nelayan, para fishing master dan nakhoda kapal penangkap ikan bahkan perusahaan perikanan.  Indonesia sudah mencoba suatu langkah yang didasarkan pada teknologi penginderaan jarak jauh (Indrajah, remote sensing) sehingga mampu memantau perubahan suhu dan kandungan klorofil di permukaan laut hampir diseluruh perairan Indonesia.
Namun demikian perlu diingat bahwa, teknologi ini didasarkan pada pendeteksian perubahan suhu permukaan dan pergerakan air laut, sehingga untuk menentukan suatu fishing ground diperlukan data pendukung utama, yaitu data (insitu) hasil tangkapan.  Data inilah yang sulit diperoleh selain untuk melakukan penelitian yang demikian memerlukan biaya yang tidak sedikit dimana kita (Indonesia) belum banyak memilikinya.   Data indrajah dapat diperoleh setiap saat, namun data hasil tangkapan kontinuw dari waktu ke waktu pada fishing ground yang sama masih menjadi pertanyaan besar.  
Indonesia telah lama mengenal teknologi pendeteksian bawah air (Underwater fish detection devices). Dari hanya untuk memperkirakan kedalaman perairan hingga sekarang dapat digunakan untuk memprediksi baik karakteristik  perairan maupun biotanya.  Data hasil pendeteksian fish finder diproses dengan menggunakan program analisis seperti EP 500 pada komputer PC sederhana, atau secara life video sehingga dapat diprediksi jumlah densitas per spesies dan ukuran per ekor, berdasarkan layer tertentu dari dasar laut hingga ke permukaan dan kawasan, bahkan kecepatan dan arah pergerakan (schooling maupun individu), berdasarkan ukuran layer.  Mungkin suatu saat berbagai upaya di atas akan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan suatu daerah penangkapan ikan tertentu pada waktu tertentu dan tersedia secara kontinu sekaligus “dapat dipahami dan mudah serta disukai” oleh para nelayan.
Berbicara mengenai fishing ground, tidak boleh terlepas dari berbagai kondisi perairan yang dinamis, kitapun harus memahami physical oceanography-nya, harus mengetahui kondisi dasar perairannya, dan lain sebagainya semua faktor alam yang mempengaruhi teknologi penangkapan ikan, seperti arus, angin, musim, gelombang, dll.).  Kondisi fisik daerah penangkapan akan sangat mempengaruhi Teknik Penangkapannya (fishing technique), Kapal Penangkap (fishing vessel), Disain Alat Penangkap Ikan (fishing gear design), Perlengkapan Kapal Penangkap Ikan (fishing equipment), Perlengkapan Komunikasi (communication equipment),  Perlengkapan Navigasi (navigational equipment), Kualifikasi dan kualitas SDM (fishing master, nakhoda, dan anak kapalnya), Biaya Operasional (bahan bakar, pelumas, bahan makanan, hak dan jaminan sosial bagi awak kapal seperti: gaji, premi, asuransi, sakit, bahkan keluarga yang ditinggalkannya), hingga manajemen.
Ikan pada umumnya adalah predator, yang besar memakan yang lebih kecil, yang paling kecil memakan crustacea, crustacea memakan plankton.  Sehingga pada salah satu mata rantai makannya adalah sangat tergantung dengan adanya unsur hara, chlorophyl dan sinar matahari menciptakan proses photosintesanya.
Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Hampir seluruh pulau-pulau besar memiliki sungai yang mengalirkan “bahan unsur hara, yang belum terdekomposisi..??”, pada kenyatanya, dengan terjadinya penggundulan hutan, maka yang dialirkan adalah sampah hutan dan endapan lumpur.  Diperparah lagi dengan hampir punahnya hutan mangrove dimana terciptanya awal rantai makanan biota laut.  Dengan kata lain sebesar apapun ikan di samudra sana, makanannya berawal di mangrove.   Belajar dari phenomena ini maka terciptalah fish ground buatan.  Awalnya rumpon dibuat untuk menghasilkan unsur hara ditengah laut dari daun kelapa yang membusuk, kemudian terciptalah photosintesa, berlanjut dengan tumbuhnya phitoplankton, zoo plankton, berkumpul pula crustacea, dan biota  laut tingkat tinggi yang berukuran makin besar dan makin besar akibat adanya sifat predator.
Kita mengenal dua jenis fish ground,
1.  pertama adalah fish ground alami,
2.  dan kedua adalah fisih ground buatan.
Fish ground alami adalah fish ground yang sudah ada di laut.
Sedangkan fish ground buatan adalah fish ground yang diciptakan oleh manusia yang dibuat semirip mungkin dengan fish ground alami, yang dikenal dengan rumpon (Fish Aggregate Devices; FAD). 
Ditinjau dari konstruksi dan lokasi pemasangannya rumpon dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.  rumpon dangkal
2.  rumpon laut dalam.
Dewasa ini, dengan diciptakannya alat pendeteksi bawah air (fish finder) yang cukup terjangkau harganya.  Rumpon tidak lagi dibuat untuk menciptakan rantai makanan, tapi rumpon dimanfaatkan sebagai attractor di fish ground yang telah diketahui melalui fish finder.
Ditinjau dari segi pengoperasiannya dibagi menjadi dua pula, yaitu :
1.  Rumpon tidak tetap (rumpon kenvensional yang berasal dari Tegal,Pekalongan, dan sekitarnya),
2.  Rumpon tetap (rompong di Sulawesi dan payaos dari Filipina).
Sedangkan ditinjau dari segi bahan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.   Rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan.
2.   Rumpon yang terbuat bukan tumbuhan
3.   Rumpon yang terbuat dari gabungan bagian tumbuhan dan bukan tumbuhan
Fishing ground buatan :
Fishing ground buatan adalah suatu metoda bagaimana mengumpulkan ikan dengan menciptakan suasana atau lingkungan yang mirip dengan habitat asli dari jenis ikan yang hendak dikumpulkan. Pemilihan bahan untuk rumpon didasarkan pada penciptaan kondisi lingkungan tersebut.  Salah satunya untuk menciptakan rantai makanan.  Rantai makanan dibagi dalam dua proses.  Proses pertama menciptakan rantai makanan (food chain) yang akan menghasilkan kelimpahan zooplankton dan macronekton.  Proses kedua adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam pada kehidupan ikan yaitu sifat predator (ikan besar memakan ikan yang kecil).  Pada proses yang kedua inilah yang diharapkan terjadi pengumpulan berbagai jenis dan ukuran ikan, dimulai dari ikan-ikan kecil hingga yang lebih besar secara bertahap.  Bila diperkirakan telah berkumpul ikan-ikan dalam jumlah yang banyak maka fungsi rumpon telah tercipta dengan baik.
Rumpon Buatan dari Bagian Tumbuhan Proses dekomposisi pada tumbuhan yang direndam di air laut hingga menghasilkan makanan yang diperlukan melalui beberapa tahapan.
1. Tahap pertama: Proses pembusukan (dekomposisi) tumbuhan (chlorophyll) akan menumbuhkan diatomeae.
2. Tahap kedua: Melimpahkan diatom yang sangat diperlukan sebagai makanan bagi phytoplankton.
3.  Tahap ketiga:  Terkonsentrasinya phytoplankton yang merupakan makanan utama bagi zooplankton.  (Phytoplankton dan zooplankton telah ada melimpah di seluruh lapisan perairan laut yang dapat cepat berkembang biak). 
Setelah melimpahnya zooplankton maka akan mengundang ikan-ikan kecil untuk berkumpul dan memakannya.   Pada tahapan ini terjadilah proses kedua yaitu, penciptaan kondisi lingkungan  dimana ikan besar memakan ikan kecil.  Sekaligus memberikan perlindungan kepada ikan kecil untuk tidak dimakan secara langsung oleh ikan-ikan besar.   Sifat perlindungan rumpon terhadap ikan kecil ini ditujukan untuk memperpanjang waktu sehingga ikan-ikan dari berbagai jenis dan ukuran dapat lebih banyak berkumpul dalam jumlah yang besar.  Ilustrasi rumpon koonvensional beserta komponennya disaji pada gambar di bawah ini
PERSYARATAN RUMPON TRADISIONAL:
1. Tumbuhan harus yang mengandung banyak chlorophyll dan segar (bukan kering).
2.  Harus dapat cepat membusuk dan tahan lama (sekitar 15 hari) atau lebih (beserat memanjang dan liat).
3.  Harus dapat menciptakan lingkungan yang teduh (untuk berlindung dari biota yang tingkatnya lebih tinggi dan sinar matahari langsung).
4.  Mudah diangkat, diperbaharui, dipindah dan murah harganya.   
Rumpon Buatan dari Bahan Bukan Tumbuhan Proses pengumpulan ikan di rumpon sama dengan yang dijelaskan di atas, hanya saja ada perbedaan proses yang terjadi pada rumpon yang terbuat dari bahan bukan tumbuhan.
Rumpon yang terbuat dari tumbuhan tidak mampu bertahan lama (15 hari), sehingga diperlukan perbaikan, penambahan atau penggantian rumpon yang mengakibatkan pemborosan waktu, dan biaya yang berefek pada non efisiensi.   Proses siklus rantai makanan dan siklus kehidupan biota laut dari rumpon non tumbuhan (Gambar 113 – 115) adalah  bersumber dari food chain dan coral life  cycle,  yaitu memberikan tempat tumbuh atau menempel biota karang sesuai dengan tingkat yang paling rendah hingga tingkat tertinggi dalam proses pembentukan lingkungan karang yang diupayakan untuk menciptakan habitat dari jenis ikan tertentu.
Rumpon laut dalam dapat dipasang pada kedalaman antara 270 – 3.700 m, dengan berbagai disain mulai dari pelampung bambu, drum, pontoon besi, pontoon alumunium, dan fiber glass.
Perkembangan FAD dengan berbagai keberhasilannya dalam menarik perhatian ikan untuk berkumpul dalam jumlah besar, telah mempengaruhi seluruh tingkat perikanan, tidak hanya perikanan artisanal atau subsistence, dapat meningkatkan hasil tangkap dan dapat melakukan penangkapan harian (one day fishing) juga  perikanan komersil dapat meningkatkan hasil tangkapannya dengan tajam, leisure fishing hampir setiap hari dapat menangkap ikan. 
FAD juga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar, dengan mengurangi waktu pencarian (searching time) ikan, ikan-ikan besar yang berada di bawah rumpon dapat ditangkap dengan hand line sementara kapal drifting (Shomura, et al., 1982).  Rumpon jenis demikian ditampilkan pada gambar 2.3.
PERSYARATAN:
Secara teknis material apapun yang direndam di air laut merupakan media tumbuh atau tempat menempelnya biota karang.  Namun tujuan pembuatan rumpon ini tidak terlepas dari persyaratan harus mudah ditangani, mudah dipindah atau mudah diperbaiki,  sehingga dihindarkan bahan-bahan non tumbuhan yang tidak mudah korosif, dan aerodinamis.  
Rumpon Buatan dari Bahan Tumbuhan dan Bukan Tumbuhan
Rumpon untuk Menangkap Nener Ikan bandeng
adalah jenis ikan yang dapat hidup di dua perairan yang berbeda kadar garamnya, yaitu perairan laut dan perairan payau.  Saat akan memijah bandeng pergi ke perairan laut yang memiliki kadar garam tinggi, dan  saat ikan akan beranjak dewasa bandeng akan berpindah ke air payau, diawali  dari bandeng masih berbentuk burayak (nener).   Burayak akan beruaya mencari air yang berkadar rendah dengan menelusuri tempat-tempat terlindung pada tepian pantai, atau sungai. Dewasa ini bandeng dapat dibudidayakan di tambak air payau.  Namun benihnya ditangkap dari alam dengan menggunakan rumpon.  Rumpon paling sederhana yang terbuat dari jalinan daun pisang kering ini dipasang memotong alur ruaya nener dengan tujuan memberikan perlindungan buatan.  Gambar 192 berikut mengilustrasikan bagaimana seorang nelayan menangkap burayak bandeng di tepian pantai.
1.5. Ikan-ikan yang Tertarik pada Rumpon
Rumpon memikat berbagai jenis ikan pada berbagai kedalaman bedasarkan musim sepanjang tahun.    Ikan-ikan tuna berukuran kecil biasanya mengelompok di dekat permukaan.  Tuna yang lebih besar seperti Madidihang (Yellowfin tuna), tuna mata besar (bigeye tuna) dan albakora (Albacore)  umumnya mengelompok didekat rumpon pada kedalaman 50 meter hingga 300 meter, terkadang juga berada di dekat permukaan khususnya pada malam hari.  Ikan lainnya seperti lemadang (rainbow runner), marlin, cucut, layaran juga biasanya tertarik rumpon
Ikan pelagis yang tertarik pada rumpon
Situs FAD terbaik tambat adalah daerah datar yang luas dengan kemiringan sedikit atau tidak ada. Daerah yang luas adalah penting karena, forreasons dijelaskan dalam bagian 2C, path sebenarnya jangkar dari keturunan selama penyebaran agak unpredict-mampu. Akibatnya jangkar mungkin berakhir beberapa ratus meter dari tempat pendaratan dimaksudkan. Flatareas sempit, lereng tajam, dan drop-off curam, semua meningkatkan potensi jangkar berakhir di kedalaman yang salah. Thiscould menyebabkan kerusakan tambat atau stres dan kegagalan premature
Penempatan Rumpon
Pemasangan rumpon memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya adalah dasar perairan,
Dasar Perairan:
Kontur dasar perairan terbaik untuk menanamkan rumpon adalah dasar datar yang luas atau sedikit kemiringan. Daerah yang luas adalah penting karena, alur pergeseran jangkar saat diturunkan sangat tidak bisa diprediksi. Akibatnya mungkin jangkar terletak beberapa ratus meter dari tempat penanaman yang telah ditentukan
Dasar perairan yang baik untuk menanamkan rumpon (Gate, 198)
Dasar rata yang sempit, slope yang sempit, lereng curam,  Flatareas sempit, lereng tajam, menyebabkan meningkatkan potensi penempatan jangkar yang keliru, menyebabkan terjadinya kegagalan.  Perhatikan gambar 1.6. Dasar laut datar atau landai juga akan membantu mencegah jangkar terseret ke kedalaman air yang dalam ketika terjadinya
Dasar perairan tegangan geser rumpon akibat cuaca buruk. Dasar perairan yang berbentuk gunung yang curam, jurang laut, atau celah sempit harus dihindari, karena akan menyebabkan kegagalan prematur penanaman rumpon, misalnya akibat gesekan tali pada batu atau pegunungan. Rumpon bisa hilang atau bergeser jauh, jangkar bisa terseret ke dalam air yang lebih dalam, atau penanaman mungkin tidak berfungsi sesuai dengan desain yang direncanakan. 
Kedalaman:
Rumpon yang ditempatkan di perairan dangkal kurang dari 500 meter umumnya tidak efektif mengagregasi tuna. Selain itu, biaya penanaman rumpon meningkat sebanding dengan kedalaman, karena semakin dalam semakin panjang tali tambat yang dibutuhkan.
Rumpon yang ditempatkan di perairan dalam, Rumpon yang ditanam pada kedalaman antara 1000 - 2000 m umumnya berfungsi dengan baik. Pada kondisi tertentu, bagaimanapun, mungkin perlu untuk menanamkan rumpon di kedalaman yang lebih besar
Kondisi Laut dan Cuca:
Berhati-hati, untuk menghindari wilayah perairan yang bercuaca buruk, dan laut yang terlalu bergelombang, untuk mengurangi nelayan untuk memperbaiki rumpon.  Pada kondisi seperti ini, biaya investasi akan tinggi dibanding denngan manfaat yang dihasilkannya. Perairan yang berarus kuat harus dihindari. Seperti juga cuaca buruk dan laut kasar, arus kuat akan meningkatkan ketegangan pada tali rumpon, menyebabkan komponen tali cepat rusak.  Ilayah ber arus deras sering terjadi di ujung pulau (tanjung), dan selat sempit di antara pulau-pulau yang berdekatan.    Jarak antar rumpon: Umumnya rumpon akan mengagregasi lebih efektif jika ditempak pada jarak sekitar 4 – 5 mil laut dari terumbu karang ke arah laut.   Jarak antar rumpon sekitar 10 – 12 mkil laut.  Jjarak ini cukup untuk menghindari interferensi dari karang dan rumpon lainnya  Tentu saja selalu ada pengecualian. Beberapa rumpon yang ditanam lebih dekat ke pantai telah berhasil mengagregasi ikan secara efektif. Wilayah yang memiliki dasar curam (slope) tidak mungkin untuk menanam rumpon pada jarak 4 atau 5 mil laut dari pantai karena terlalu dalam. Namun demikian, ketika memilih sebuah situs baru yang belum pernah diuji sebelumnya, bila memungkinkan gunakan jarak tersebut di atas.
Aksesebilitas dan Keselamatan:
Rumpon harus ditempatkan agar aman untuk dicapai dari pelabuhan.  Letak lokasi dan jarak dari pantai tergantung pada kondisi laut dan jarak operasi yang aman untuk perahu berukuran kecil.  Nelayan sangat berpengalaman mengenai faktor dan kondisi laut disekitarnya.  
Umumnya untuk meningkatkan keselamatan dengan mengonsentrasikan rumpon pada suatau wilayah yang dikenal. 
Jadi pada prinsipnya kita mengetahui bahwa:
1. Fish ground merupakan faktor penentu dalam menentukan keberhasilan penangkapan ikan, tanpa mengetahui fish ground ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah pekerjaan menangkap ikan yang sia-sia.
2. Fish ground terbagi menjadi dua jenis, pertama adalah fish ground alami, dan kedua adalah fish ground buatan
3. Ditinjau dari segi bahan, bahan rumpon dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan.
b. Rumpon yang terbuat bukan tumbuhan
c. Rumpon yang terbuat dari gabungan bagian tumbuhan dan bukan tumbuhan  
4. Pemilihan bahan untuk rumpon konvensional adalah didasarkan pada penciptaan kondisi lingkungan yang mirip dengan kondisi lingkungan yang disukai oleh ikan.  Salah satunya untuk menciptakan rantai pertama makanan.  Rantai makanan dibagi dalam dua proses.  Proses pertama menciptakan rantai makanan yang akan menghasilkan kelimpahan zooplankton.  Proses kedua adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam pada kehidupan ikan yaitu sifat predator.
5. Proses siklus rantai makanan dan siklus kehidupan biota laut dari rumpon non tumbuhan adalah bersumber dari coral life cycle, yaitu memberikan tempat tumbuh atau menempel biota karang sesuai dengan tingkat yang paling rendah hingga tingkat tertinggi dalam proses pembentukan lingkungan karang yang diupayakan menciptakan habitat dari jenis ikan tertentu.
6. Rumpon  telah mempengaruhi seluruh tingkat perikanan, mulai perikanan artisanal atau subsistence, perikanan komersil hingga leisure fishing sehingga dapat meningkatkan hasil tangkap secara tajam.
Sumber Referensi:
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Pengembangan sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 comments:

Post a Comment