Saturday, January 9, 2016

BAGAIMANA FAKTOR LINGKUNGAN HIDUP UNTUK KEHIDUPAN KUDA LAUT

January 09, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
FAKTOR LINGKUNGAN
Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan kelangsungan hidup serta kelestarian kuda laut. Beberapa paratemer lingkungan yang mendukung adalah :
1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut (Hutabarat dan Evans, 1986). Menurut Odum (1971), suhu air mempunyai peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme pada ekosistem
perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim, cuaca, waktu, kedalaman perairan dan kegiatan manusia di sekitar perairan (Nybakken, 1992).
Selanjutnya Parkins (1974), juga mengemukakan bahwa suhu air dipengaruhi oleh komposisi substrat, kecerahan, suhu udara, hujan, suhu air tanah, kekeruhan dan percampuran air laut dengan air sungai.
Suhu secara tidak langsung bepengaruh terhadap proses metabolisme kuda laut. Pada suhu air yang rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembanganserta menurunkan daya tahan tubuh sehingga kuda laut akan mengalami stres begitu pula dengan suhu yang tinggi (Al Qodri dkk, 1998).7 Simon and Schuster (1997) menjelaskan bahwa kuda laut biasanya hidup diantara rumput laut yang jernih dengan suhu 250 C. Sedangkan menurut Lourie et al
(1999) di daerah Indo – Pasifik suhu optimum untuk kelangsungan hidup kuda laut yaitu antara 170 C – 200 C. Al Qodri dkk (1998) menyatakan bahwa kisaran suhu optimum untuk kehidupan kuda laut adalah 200 C – 300 C.
2. Salinitas
Salinitas adalah garam – garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu. Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotic air, semakin tinggi kadar garam maka semakin besar pula tekanan osmotiknya. Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik dan merupakan parameter yang berperan penting dalam lingkungan ekologi laut (Nybakken, 1992). Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34 0/00 – 35 0/00. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas biasanya turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas biasa meningkat kuat (Nontji, 1993). Selanjutnya Nybakken (1992) menyatakan bahwa konsentrasi salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan air laut, curah hujan, musim, pasang surut dan laju transportasi. Beberapa jenis organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, adapula yang tahan tterhadap salinitas yang kecil. Menurut Al Qodri dkk (1998) bahwa kuda laut bersifat euryhaline sehingga dapat beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas yaitu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan dengan kisaran salinitas optimum 30 0/00 – 32 0/00.
3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992). Menurut Nontji (1993), air laut memiliki nilai pH yang relatif stabil dan biasanya berkisar antara 7.5 – 8.4. Selanjutnya Parkins (1974) menyatakan bahwa nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, suhu, serta buangan industri dan rumah tangga. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kuda laut sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya derajat keasaman (Puja dkk, 1998). 8 Derajat keasaman yang ideal untuk kelangsungan hidup kuda laut adalah 7 – 8. Perairan yang bersifat asam dan yang sangat alkali dapat menyebabkan kematian dan menghentikan reproduksi pada kuda laut (Al Qodri dkk, 1998). Selanjutnya Sitanggang (2002) menyatakan bahwa besar kecilnya nilai pH sangat dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di dalam air dimana karbondioksida merupakan hasil dari respirasi atau pernapasan ikan yang menghasilkan CO2 berbeda di siang hari dan malam hari. Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH air juga naik. Ketika pagi dan siang hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun.
4. Bahan Organik Terlarut (BOT)
Bahan Organik Terlarut (BOT) atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bengen (1994) menyatakan bahwa bahan organik di perairan terdapat sebagai plankton, partikel – partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan (detritus) dan bahan – bahan organik total yang berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai. Selanjutnya menurut Koesbiono (1985) terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air laut, yaitu (1) berasal dari daratan ; (2) proses pembusukan organisme yang telah mati ; (3) perubahan metabolik – metabolic ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton dan (4) ekskresi zooplankton dan hewan – hewan laut lainnya. Menurut Koesbiono (1985) bahwa perairan dengan kandungan bahan organik diatas 26 mg/l tergolong subur.
5. Oksigen Terlarut ataudissolved oksigen(DO)
Oksigen Terlarut atau dissolved oksigen (DO) adalah sebagai parameter hidrobiologis dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Kadar oksigen yang terlarut dalam suatu perairan berbeda – beda sesuai dengan kedalamannya, penetrasi cahaya, tingkat kecerahan, jenis dan jumlah tumbuhan hijau (Wardoyo, 1975). Menurut Hutabarat dan Evans (1986) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat essensial dan merupakan salah satu komponen utama metabolism organisme perairan.
Oksigen terlarut digunakan organisme perairan untuk pertumbuhan dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi 9 efisiensi pengambilan oksigen oleh biota laut sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya. Kadar oksigen terlarut tertinggi di lingkungan pesisir terdapat di pinggir yang terbuka dimana ombak terus – menerus mengaduk air. Dijumpai bahwa kadar oksigen terlarut turun naik mengikuti air pasang dengan kadar oksigen tertinggi adalah pada  pasang naik. Karena berlimpahnya kehidupan di padang lamun dan pengisian persediaan zat hara yang tetap, maka kebutuhan oksigen biologi sangat tinggi, dengan demikian cenderung menurunkan kadar oksigen dalam air (Whitten dkk, 1987).
Sitanggang (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi, untuk pertumbuhan, reproduksi dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam  lingkungan hidupnya. Untuk sekedar hidup diperlukan 1 mg/l oksigen terlarut, sedangkan untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal 3 mg/l. Apabila oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l dan berlangsung dalam waktu lama, akan menyebabkan  terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan ikan.
Selanjutnya kuda laut dapat beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas dengan nilai oksigen terlarut > 3 mg/l (Al Qodri dkk, 1998). Walaupun kuda laut tidak bergerak aktif, mereka tetap membutuhkan kandungan oksigen yang memadai, terutama induk – induk jantan yang sedang mengerami anak – anaknya. Sebab selain untuk dirinya sendiri, induk jantan yang sedang mengerami anaknya harus menyuplai oksigen yang cukup ke dalam kantungnya agar telur – telur yang terdapat dalam kantung dapat menetas dan berkembang sempurna (Al Qodri dkk, 1998).
6. Kedalaman
Kedalaman laut secara garis besar perairan dibagi dua yakni perairan dangkal berupa paparan dan perairan laut dalam. Paparan (shelf) adalah zone di laut terhitung mulai dari garis sudut terendah hingga pada kedalaman sekitar 120 – 200 m, yang kemudian biasanya disusul dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam (Nontji, 1993). Kedalaman air mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap biota laut. Hal ini berhubungan dengan tekanan yang diterima biota dalam air, sebab tekanan dalam air bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Nybakken, 1992).10 Selanjutnya Hutabarat dan Evans (2000) menambahkan bahwa kedalaman mempunyai hubungan yang erat terhadap stratifikasi suhu vertikal, penetrasi cahaya, densitas dan kandungan oksigen serta zat – zat hara. Kuda laut umumnya hidup diperairan dangkal hingga pada kedalaman 30 m tergantung dari jenisnya (PetPlace, 2003).
7. Kekeruhan
Kekeruhan air adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan yang terkandung dalam air. Kekeruhan air juga merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan dalam air yang disebabkan oleh bahan yang melayang di dalam air. Kekeruhan di perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau aktivitas yang terjadi di perairan tersebut (Wardoyo, 1975).
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kekeruhan suatu perairan seperti : lumpur, partikel, karbon, bahan partikel organik halus, plankton dan organisme kecil lainnya (Wetzel and Likens, 1979). Tingkat kekeruhan bergantung terhadap kedalaman suatu perairan dan sejumlah aktivitas yang terjadi di perairan tersebut, selain itu arus dapat juga dikatakan sebagai faktor penyebab terjadinya kekeruhan, karena arus yang kuat akan mengangkat partikel – partikel yang berada di dasar perairan (Parkins, 1974).
8. Plankton
Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu terbawa oleh arus. Plankton dibagi menjadi dua golongan utama yakni fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton biasa juga disebut plankton nabati merupakan tumbuhan yang amat banyak ditemukan di semua perairan tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat kehadirannya. Sedangkan zooplankton sering juga disebut plankton hewani, terdiri dari sangat banyak jenis hewan. Ukurannya lebih besar dari fitoplankton bahkan ada pula yang biasa mencapai lebih satu meter seperti pada ubur – ubur. Plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya (Nontji 1993).
Menurut Puja dkk (1998), jenis – jenis fitoplankton yang digunakan sebagai pakan kuda laut adalah Tetraselmis sp, Chlorella sp dan Dunaliella sp dimana jenis fitoplankton digunakan untuk pakan copepoda. Zooplankton mempunyai peranan 11penting dalam ekosistem laut, karena zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Kuda laut termasuk hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari anggota kelompok crustacea sampai larva ikan. Sedangkan makanan awal anak kuda laut adalah crustacea tingkat rendah seperti copepoda, larva udang dan naupli artemia yang akan mempercepat pertumbuhannya (Al Qodri, 1999).
Kuda laut mempunyai mata yang bebas bergerak, membuatnya lebih mudah untuk menyoroti mangsa mereka yaitu crustacea kecil (brine shrimp) dan plankton, yang dihirup ke dalam mulut yang seperti tube dengan diawali sebuah pagutan kepala yang sangat cepat. Dengan tidak adanya gigi, makhluk ini mempunyai selera voracious yaitu memakan segala sesuatu yang masih hidup untuk mencukupi system pencernaan mereka yang tidak efisien (PetPlace, 2003). Dengan sebuah hentakan kepala, maka ikan yang tidak menaruh curiga, larva, plankton atau makhluk hidup lain yang cukup cocok, dapat dihisap ke dalam  moncongnya yang kuat.
Namun dalam percobaan di dalam laboratorium, Hippocampus ingens telah terbukti menjadi pemakan yang suka memilih makanan (Mann, 1998). Berdasarkan fakta tersebut maka telah diamati bahwa intensitas cahaya yang berkurang secara negatif berdampak pada kemampuan sedikitnya satu jenis Caribbean (kuda laut Karibia) untuk mencari makan kemana-mana (Yakobus, 1994). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa sebahagian besar kuda laut adalah pencari makan di siang hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qadri, A. H., Sudjiharno, A. Hermawan., 1998. Pemeliharaan Induk dan
Pematangan Gonad. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut. Lampung.
Al Qadri, A. H., 1999. Paket Usaha Budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp),
Disampaikan Pada Pertemuan Sosialisasai Rekayasa Teknologi UPT. Ditjen
Perikanan di Casarva Bogor. 4-6 Agustus 1999.

0 comments:

Post a Comment