Tuesday, November 3, 2015

MENGENAL SISTEM KONTROL UNTUK AKUAKULTUR INTENSIF RESIRKULASI

November 03, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Udang merupakan salah satu primadona ekspor Indonesia yang perlu ditingkatkan baik deri segi kualitas dan kuantitasnya. Salah satu permasalahan utama tambak udang adalah kondisi lingkungan tambak yang harus sesuai dengan kebutuhan hidup udang. Kondisi lingkungan tambak terkait erat dengan kualitas air tambak yang tercermin dari beberapa parameter.
Fowler dan kawan-kawan telah membuat sebuah sistem kontrol untuk sistem akuakultur intensif resirkulasi dengan menggunakan mikrokontroller (Fowler, dkk, 1994). Algoritma kontrol yang digunakan oleh Fowler dan kawan-kawan adalah dengan logika fuzzy karena dianggap lebih mudah bagi para petani untuk berkomunikasi dengan engineer dan ilmuwan komputer. Sedangkan PID dianggap mahal dan berdasarkan persamaan matematika yang rumit. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak memonitor secara langsung semua parameter kualitas air. Parameter yang ditinjau dalam hal ini adalah temperatur, DO, pH dan ketinggian air. Namun demikian, disamping temperatur, DO, dan pH, ada satu parameter kualitas air yang penting untuk dikontrol juga khususnya untuk plant tambak, yaitu salinitas (_,2000).
Dirgantara pada proyek tugas akhirnya telah merancang suatu alat untuk mengendalikan keasaman (pH) dan kadar garam (salinitas) air tambak udang dengan menggunakan logika fuzzy (Dirgantara, 1997). Akan tetapi alat tersebut tidak mengendalikan DO dan temperatur yang juga merupakan parameter kondisi air yang sangat vital dibutuhkan oleh udang.
Makalah ini memaparkan hasil penelitian tentang perancangan sebuah simulator sistem pengontrolan kualitas air tambak dalam sebuah modul kontrol. Dalam hal ini, hanya diambil empat sifat yang berpengaruh besar terhadap kualitas air tambak, yaitu: salinitas, kandungan oksigen, temperatur, dan pH. Hal ini disebabkan karena parameter tersebut cenderung untuk sering berubah dan mempunyai dampak merugikan yang signifikan pada sistem jika diijinkan beroperasi di luar nilai yang diijinkan. Sedangkan parameter lainnya berubah secara perlahan dan cenderung tetap nilainya jika laju aliran air yang masuk dijaga tetap.
Permasalahan utama dalam melakukan simulasi adalah membuat model matematika dari sistem yang ditinjau. Selanjutnya, dengan model yang ada maka simulasi dinamik dari kualitas air tambak dapat dilakukan. Secara simulasi, pengontrolan terhadap model plant tambak dengan mengacu pada keempat parameter yang ditinjau (salinitas, kandungan oksigen, temperatur, dan pH) dapat dilihat dampaknya. Karena latar belakang petani tambak tidak berasal dari bidang rekayasa yang membutuhkan pemahaman matematika dan pemrograman yang kuat, maka algoritma kontrol yang digunakan adalah kontrol logika fuzzy dan on-off, dimana penyusunan algoritma kontrol ini adalah dengan bahasa linguistik sederhana yang dikuasai oleh para petani tambak. Selanjutnya metode kontrol ini diterapkan pada sebuah miniplant yang merepresentasikan air tambak dengan menggunakan mikrokontroller. Alasan menggunakan alat ini adalah karena harganya murah, ukurannya kecil, dan dapat beroperasi pada kondisi lingkungan yang berat, sehingga cocok untuk diterapkan pada plant tambak.
1. Pemodelan Kualitas Air Tambak
Pengolahan air tambak merupakan bagian dari ilmu akuakultur ( aquaculture ) yang telah berkembang selama tiga dasawarsa ini. Referensi tentang pemodelan akuakultur yang tersedia – seperti pemodelan variasi temperatur dan stratifikasi termal [Losordo, Piedrahita, 1991], pemodelan temperatur, dissoved oxygen, dan laju pertumbuhan ikan [Lu, Piedrahita, 1998]), pemodelan kualitas air [Piedrahita, dkk., 1993] – menjadi modal dasar untuk membuat sebuah simulasi. Simulasi tentang akuakultur telah dilakukan oleh Ernst dan kawan-kawan dengan tujuan untuk merancang fasilitas akuakultur dan perencanaan pengelolaan ( management planning) [Ernst, dkk, 2000].
Badan air tambak dapat dipandang atau didekati sebagai badan air danau atau resevoir. Tahap awal pembuatan model kualitas air adalah pengembangan model konseptual, memuat asumsi penyederhanaan yang digunakan untuk mendefinisikan model matematika, yaitu (James, 1993):
o danau dan reservoir jarang menerima buangan bahan organik yang cukup besar untuk menyebabkan terjadinya penipisan oksigen
o danau memiliki waktu penyimpanan (retentiontime) yang besar daripada sungai sehingga memungkinkan pencampuran secara horisontal terjadi.
o danau memiliki waktu respon (respondtime) lebih besar daripada plant yang mengalir seperti sungai.
o gradien kualitas air secara prinsip adalah pada arah vertikal daripada arah longitudinal
Tahap selanjutnya dari pemodelan adalah mengekspresikan model konseptual ke dalam bentuk model matematika, dengan melibatkan beberapa persamaan dasar, seperti persamaan kesetimbangan energi, kesetimbangan massa, dan transfer gas. Dalam penelitian ini, persamaan-persamaan tersebut digunakan untuk memodelkan temperatur, salinitas, pH dan oksigen terlarut di dalam air tambak.
Model temperatur pada tambak dapat dibangun dengan dua cara, yaitu model
sederhana dan model lengkap (Gillot & Vanrolleghem, 2003). Kedua model berbeda dari segi derajat kompleksitas dan data masukan yang dibutuhkan. Dari hasil perbandingan untuk kedua model tersebut, terlihat bahwa keduanya menghasilkan nilai perkiraan temperatur yang hampir sama pada musim di luar musim panas. Hanya saja model lengkap memberikan data pertukaran energi secara lebih lengkap.
Pembuatan model kualitas air tambak ditujukan untuk simulasi sistem kontrol yang dibuat pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, parameter kualitas air yang dimodelkan adalah parameter kualitas air yang berhubungan langsung dengan sistem kontrol, yaitu temperatur salinitas, pH dan DO. Persamaan yang merepresentasikan parameter temperatur, salinitas, dan DO dalam model tambak adalah sebagai berikut:
Model Temperatur
Temperatur air pada model dihitung berdasarkan pada kesetimbangan energi untuk setiap lapisan. Dalam penelitian ini, model tambak didekati dengan satu lapisan saja, dengan asumsi kondisi tambak tidak terbagi (stratified). Hal ini dengan alasan bahwa sensor dan aktuator bekerja pada satu kondisi lingkungan ( satu lapisan), dan penekanan penelitian ini hanya pada algoritma kontrol untuk prototipe tambak yang skalanya kecil. Untuk aplikasi riil, mungkin diperlukan penelitian lebih lanjut untuk peletakan sensor dan aktuator yang baik sehingga model tambak dengan beberapa lapisan (stratifiedpond) diperlukan.
Dinamika temperatur air tambak dapat dituliskan sebagai berikut: dT    ∆H ∑Φin −∑Φout
=    =    (1) dt Azρc    Azρc

Keterangan:
T adalah temperatur air tambak (°C)
Φin adalah laju perpindahan energi yang masuk ke tambak ( Watt )
Φout adalah laju perpindahan energi yang keluar tambak ( Watt )
A adalah luas penampang tambak (m2) z adalah kedalaman tambak ( m ) ρ adalah kerapatan air tambak (kg/m3) c adalah panas spesifik air tambak (J/kg°C)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab II buku laporan ini, energi yang masuk ke tambak adalah melalui panas matahari, reaksi biologi yang terjadi di dalam tambak, dan daya aerator yang digunakan pada tambak. Pada penelitian ini, ketiga sumber panas tersebut dipresentasikan oleh sebuah heater yang diletakkan pada miniplant tambak. Selanjutnya laju perpindahan energi yang masuk ke tambak dapat dituliskan sebagai berikut:
∑Φin =Φheater    (2)
Keterangan:
Φ heater adalah laju perpindahan energi dari heater sebagai akumulasi dari energi panas yang masuk ke tambak.
Energi panas yang hilang dari tambak (dengan mengacu pada bab II) adalah melalui konveksi/konduksi pada bagian sedimen tambak dan pertukaran panas melalui antar-muka udara/cairan, seperti penggunaan aerator permukaan pada tambak, sehingga laju perpindahan energi yang keluar dari tambak adalah:
∑Φout =AUi(T−Ta)+UwAg(T−Te)    (3)
dengan:
11,4NP aer    (4)
U i =
V
Keterangan:
Ui adalah koefisien panas (W/m2°C) Ta adalah temperatur lingkungan (°C)
Uw adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall) untuk dinding/dasar tambak (W/m2°C)
Ag adalah luas dinding dan dasar tambak
Te adalah temperatur tanah (°C)
N adalah jumlah aerator Paer adalah daya aerator ( W )
V adalah volume tambak (m3)
Model Salinitas
Perhitungan    nilai    salinitas    pada    tambak    didasarkan    pada    hukum kesetimbangan massa garam yang terjadi pada satu lapisan badan air tambak. Dengan mengasumsikan nilai koefisien laju perubahan larutan ks adalah fungsi hujan dan evaporasi, persamaan dinamika yang dapat digunakan untuk memodelkan nilai salinitas air tambak adalah:
dS= QinSin −QoutS +ksS    (5) dt    Az
Keterangan:
S konsentrasi garam air tambak (kg/m3)
Qin laju aliran volume air payau yang masuk ke tambak (m3/s)
Sin konsentrasi garam air payau yang masuk ke tambak (kg/m3) Qout laju aliran volume air tambak yang keluar (m3/s) ks koefisien laju penurunan atau penambahan larutan (1 /s )
Model pH
Perhitungan nilai pH pada tambak didasarkan pada hukum kesetimbangan konsentrasi [H+] yang terjadi pada satu lapisan badan air tambak. Dengan mengasumsikan nilai koefisien laju perubahan ion hidrogen kpH adalah fungsi reaksi kimia yang terjadi pada badan air tambak, persamaan dinamika yang dapat digunakan untuk memodelkan nilai pH air tambak adalah:
d[H+] = Qin[H+]in −Qout[H+]   −kpH[H+]
dt    Az    (6) pH=−log[H+]
Keterangan:
[H+] konsentrasi ion hidrogen air tambak (kg/m3)
Qin laju aliran volume air payau yang masuk ke tambak (m3/s)
[H+]in konsentrasi ion hidrogen yang masuk ke tambak (kg/m3) Qout laju aliran volume air tambak yang keluar (m3/s) kpH koefisien laju perubahan ion hidrogen akibat reaksi kimia (1 /s )
Model DO
Perhitungan nilai DO menggunakan prinsip perpindahan massa oksigen yang disebabkan karena aerator permukaan (kincir air), dan mengabaikan pengaruh respirasi mahluk hidup yang ada di dalam tambak. Dinamika dari persamaan DO adalah sebagai berikut:
dO
=KLa(Os −O)    (7) dt Keterangan:
O adalah konsentrasi oksigen dalam tambak ( mg/l )
Os adalah konsentrasi jenuh oksigen dalam tambak (mg/l), merupakan fungsi dari temperatur dan salinitas dengan menggunakan tabel 2.2.
KLa adalah koefisien perpindahan massa (oksigen) ( s−1 ) secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh temperatur, berdasarkan persamaan van’t Holff-Arrhenius berikut:
KLa(T) = KLa(20°C) θT- 20    (8)
θ bernilai 1.015 – 1.040, untuk aerator mekanik θ = 1.024

0 comments:

Post a Comment