Wednesday, April 29, 2015

LAPORAN GENETIK PEMULIAAN IKAN

April 29, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk-produk dari usaha perikanan, termasuk budidaya ikan/non ikan akan memberikan sumbangan yang penting dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia yaitu berupa bahan pangan.Parabudidayawan ikan tentu akan selalu berusaha meningkatkan produksinya dengan mutu produk yang sebaik-baiknya dan dengan mengeluarkan biaya yang serendah-rendahnya.
Dalam usaha perikanan untuk meningkatkan hasil dan sekaligus memperbaiki mutu hasil dari ikan yang dibudidayakan dapat diterapkan 2 cara. Pertama denga meningkatkan kebutuhan ikan yang sebaik-baiknya seperti pakan, pemeliharaaan ikan. Kedua yaitu dengan mencoba mengmebangbiakan ikan yang mempunyai bakat keturunan leih banyak produksinya atau mulai mencoba mengembangbiakan ikan yang lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut ekonomi. Menjadi tugas pembenihan dan sekaligus sebagai budidayawan ikan untuk selalu meningkatkan bakat keturunan berbagai jenis ikan dengan mendayagunakan metode-metode pembenihan yang tepat guna.
Melalui mata kulish seleksi ikan ini, dapat lebih memahami apa yang dimaksud dengan heritabilitas dan program-program breeding dalam upaya perbaikan genetika untuk meningkatkan produktifitas. Pada hakikatnya menurunya sifat itu tiada lain dari pewarisan sifat-sifat induk kepada keturunannya. Guna mendapatkan bagaimana pengetahuan tentang ilmu genentika untuk memperbaki sifat-sifat ikan yang kurang baik, maka ditunjang dengan pelaksanaan praktikum.
Pada praktikum ke-1 dilaksanakan penghitungan nilai heritabilitas ikan nila di cianjur yang berasal dari 2 populasi yang berbeda yaitu lembur tengah dan cimenteng., sehingga dapat diketahui seberapa besar pewaarisan sifat induk kepada keturunan. Kegiatan ini akan dibahas pada bagian I.
Pada bagian 2, 3, 4 akan membahas praktikum mengenai 2 program breeding yaitu Cross breeding dan gynogenesis. Dalam praktikum ini dapat diteliti bagaimana susunan suatu populasi secara menyeluruh dapat berubah melalui pemilihan bibit/ seleksi dan persilangan yang digambar menurut ciri-ciri kualitatif.
Sedangkan pada bagian 5 dan 6 akan membahas praktikum mengenai dampak dari program breeding. Dalam praktikum ini dapat diketahui apakah terjadi inbreeding pada suatu populasi ikan yang ditandai dengan fitness dan karakter fenotif yang beragam.
Dari beberapa praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diuraikan lebih mudah daripada teori, sehingga untuk itu diperlukan informasi yang real dan diuraikan dengan sejelas-jelasnya dalam sebuah laporan praktikum.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum seleksi ikan ini, sbb:
Mengetahui tingkat/nilai heritabilitas ikan nila di cianjur
Mengetahui teknik dalam mengaplikasikan program breeding
Dapat mengaplikasikan program breeding, guna meningkatkan produktifitas
Mengetahui dampak dari beberapa program breeding
Mengetahui keunggulan dan kekurangan dari program breeding ikan dapat dilakukan dengan program breeding.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada prinsipnya konsep breeding induk udang introduksi sederhana, namun memerlukan waktu untuk melakukan seleksi dengan tetap mempertahankan sifat unggul tertentu dari ikan/udang introduksi tersebut (Subaidah, 2006).
A. Heritabilitas
Menurut D. Minkema dalam dasar genetika pembudidayaan ternak (1987 : 115) menyatakan bahwa variansi dari nilai bibit merupakan bagian dari seluruh variansi kefenotifan yang disebut tingkat keturunan (heritability). Tingkat keturunan adalah pengertian yang sangat banyak dipakai dalam sifat-sifat kaimat/dinyatakan dengan lambing h2. Jadi tingkat keturunan adalah bagi variansi yang berwujud dalam nilai bibit dalam populasi/ukuran bagi variansi antara rata-ratanya sifat keturunan dari berbagai individu.
Lebih lanjut dalam dasar genetika pembudidayaan ternak menrangkan bahwa tingkat keturunan sebagai bagian dari kelebihan/kekurangan yang tampak pada induk yang diteruskan kepada keturunannya. Selain itu tingkat keturunan daaat dipakai untuk meramalkan kemajuan yang dapat dicapai dengan seleksi.
Tingkat keturunan mengambil nilai antara 0 dan 1, karena ia mengenai sebagian variasi seluruhnya. Jika nilai h2 dari suatu ciri adalah 0, maka seleksi atas ciri ini tidak akan memberikan hasil satupun, karena semua hewan mempunyai nilai bibit yang sama, yaitu rata-rata mempunyai sifat keturunan yang sama. Jika h2=1, maka semua variansi bersendi pada perbedaan nilai bibitnya dan dapatlah seleksi cepat menghasilkan hasil baik.
Dengan melakukan seleksi kearah tertentu meningkatkan kehomozigotan dalam populasi dan variasi nilai bibit berkurang. Akibatnya ialah nilai h2 itu bahkan 0, semua variasi nilai bibit telah lenyap. Tentu saja ciri-ciri dalam suatu garis murni masih tetap ditentukan oleh factor keturunan.
Tingkat keturunan yang efektif memuat disamping variansi kegenotifan tambahan sebagian dari variansi sebagai akibat dari interksi bukan alel. Pengukuran h2 untuk mengetahui besarnya keragaman fenotif yang diakibatkan oleh aksi genotif/ menggambarkan tentang persentasi keragaman fenotif yang diwariskan dari induk kepada keturunannya. Lebih jelas lagi dalam lembar kerja praktikum menjelaskan bahwa nilai h2=0 berarti karakter yang diwariskan pada keturunannya semuanya diakibatkan oleh keragaman lingkungan tidak ada pengaruh genetic, begitupula seblaiknya. Nilai heriditas dikelompokan menjadi 3, yaitu:
Rendah (mempunyai nilai 0 – 0,1)
Medium (mempunyai nilai 0,1 – 0,3)
Tinggi (mempunyai nilai 0,3 – 1,0)
B. Cross Breeding
Menurut D. Minkema (1987 : 172), menyatakan bahwa cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki susunan genetika hewan-hewannya yaitu system perkawinan ini merupakan cara mengawinkan hewan-hewan atau mengkombinasikannya. Perkawinan sedarah mengantarkan pada kehomozigotan sehingga akan diikuti dengan degenerasi persedarahan/depresi persedarahan yaitu kemunduran daya hidup.
Lebih lanjut dalam dasar genetika pembudidayaan ternak (1987:173) menjelaskan bahwa persilangan adalah perkawinan antara individu yang kurang rapat hubungannya dari rata-rata populasi. Persilangan biasanya diikuti dengan peningkatan daya hidup. Hasil dari persilangan mempunyai kesuburan, daya tumbuh dan daya tahan yang tinggi. Gejala ini disebut heterosis/keunggulan bastar. Heterosis adalah hasil persilangan dari garis keturunan sedarah yang lebih/kurang kuatnya pada berbagai varietas/hewan.
Perkawinan sedarah dan persilangan lebih bermanfaat daripada seleksi biasa tanpa perkawinan sedarah, jika ada kemungkinan dominasi berlebihan, jadi apabila genotype heterozigot lebih baik daripada ke-2 homozigot. Dengan melakukan seleksi dapat menjadikan semuanya homozigot. Akan tetapi jika ada kemungkinan bagi dominasi berlebihan, maka yang heterozigot lebih baik daripada kedua homozigot. Kemunduran akibat perkawinan sedarah dan heterosis adalah 2 gejala yang bertentangan yang mempunyai sebab-sebab genetic yang sama. Hal ini sangat erat berhubungan dengan variasi kegenotipean bukan tambahan dengan variasi sebagai akibat dari kedominanan. Perkawinan sedarah juga akan mengakibatkan bertambah frekuensi kehomozigotan dan frekuensi keheterozigotan berkurang.
Out breeding adalah mengawinkan antara individu-individu yang tidak sekerabat (berbeda induknya) masih dalam satu varietas/beda varietas. Out breeding akan menghasilkan heterozigositas yang akan menguatkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan. Hibridisasi adalah perkawinan antara spesies yang berbeda. Hibridisasi/persilangan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kombinasi antara populasi yang berbeda untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai sifat unggul. Hibridisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
Interspesifik hibridisasi, yaitu perkawinan antara spesies yang berbeda
Intraspesifik hibridisasi, yaitu perkawinan dalam 1 spesies
C. Gynogenesis       
Gynogenesis adalah proses terbentuknya zigot tanpa kontribusi material genetic dari sperma dan perkembangan embrio hanya dikontrol oleh material genetic dari sel telur (Sumantadinata, 2005).
Gynogenesis merupakan salah satu cara untuk memperbaiki mutu genetika ikan dengan tujuan akhir adalah mendapatkan induk-induk ikan yang telah baik mutu genetisnya. Lebih lanjut Cherfas (1981) menyatakan bahwa teknik gynogenesi merupakan salah satu teknik secara terkontrol untuk mendapatkan induk murni.
Menurut Moav (1976) dalam menghasilkan benih unggul adalah dengan cara menghibridkan induk-induk murni yang berkerabat jauh yang akan memanfaatkan sifat heterosis maksimal pada turunannya. Rakitan teknologi gynogenesis telah didapatkan oleh Balitkanwar dan yang terbaik adalah dengan metode kejutan panas, khususnya pada ikan mas.
Gynogenesis juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses penurunan sifat maternal secara total melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma secara genetic untuk menjadi embrio. Dengan cara gynogenesis suatu populasi yang mempunyai homozigositas tinggi dan bahkan klon dapat diperoleh jauh lebih cepat daripada metode sib mating (perkawinan sekerabat). Gynogenesis buatan memungkinkan untuk dilakukan pada semua spesies ikan yang telah dapat dilakukan pembuahan buatan. Gynogenesis pada dasarnya merupakan suatu perlakuan untuk mengatasi 2 masalah dalam proses pembentukan zygote, yaitu menon-aktifkan material genetic sperma dan merangsang diploidisasi untuk terbentuknya zigot.
Lebih rinci lagi Ir. Gusrina menjelaskan juga bahwa dalam gynogenesis ikan mas ada 2 proses yang harus dilakukan, yaitu:
Radiasi
Proses untuk menon-aktifan material genetika sperma yang akan digunakan untuk membuahi telur. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sinar gamma, sinar X dan sinar UV. Ke-3 sinar tersebut lebih murah, mudah didapatkan, efisien dan lebih aman disbanding dengan sinar lainnya.
Perlakuan radiasi sperma tidak mengakibatkan berkurangnya pembuahan telur. Sperma tersebut masih mampu berfungsi sebagai trigger perkembangan embrio. Dengan adanya radiasi proses pembuahan akan menghasilkan individu betina.
Diploidisasi
Merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses gynogenesis karena dengan proses ini akan menghasilkan individu normal 2-n.
Proses diploidisasi dilakukan dengan memberikan kejutan pada saat yang tepat. Kejutan yang dapat diberikan dalam proses ini ada 3 macam, yaitu:
– Kejutan dingin (cold shock)
– Kejutan panas (hot shock)
– Tekanan (pressure)
D. Toleransi Salinitas
Toleransi salinitas merupakan salah satu karakter fisiologis penting pada ikan (Chiyokubo et al, 1998). Analisa genetic dengan menggunakan toleransi salinitas telah dilakukan pada ikan teleost dan dapat menjelaskan perkembangan genetic dari ikan-ikan gupi liar (Poecilia reticulate) dan ikan-ikan gupi yang telah didomestikasi. Toleransi salinitas diukur dengan menghitung waktu yang dibutuhkan ikan untuk bertahan hidup sejak dipindahkan dari air tawar ke air laut yang bersalinitas 35 permil. Dari hasil penelitian Chiyokubo et al (1998) telah terjadi penurunan toleransi salinitas secara individu yang diakibatkan oleh depresi inbreeding pada generasi kedua. Depresi inbreeding dapat dilihat dari karakter yang berkaitan dengan fitness individu seperti kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan telur menetas (Kincaid et al dalam Chiyokubo et al, 1998).
E.  Karakter Fenotif
Karakter adalah sifat fisik dan psikis bagian-bagian tubuh/jaringan. Karakter  tersebut diatur oleh banyak macam gen, atau satu gen saja. Karekter dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Yatim,1996).
Menurut Martojo (1990), adapun beda karakter kualitatif dan kuantitatif sbb:
Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasangan gen, dimana masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan epistatik dan bersama-sama dengan pengaruh lingkungan menghasilkan ekspresi fenotif sebagai sifat kuantitatif.
Keragaman sifat kuantitatif bersifat kontinu berkisar di antara nilai minimum dan maksimum dan menggambarkan suatu distribusi normal.
Karena jumlah yang besar dan saham setiap alel yang kecil, maka peranan gen secara sepasang demi sepasang tidak penting. Hal itu berbeda dari sifat kualitatif yang hanya dipengaruhi oleh satu atau dua pasang gen. Pengaruh lingkungan terhadap sifat kuantitatif relative lebih besar.
Karakter fenotif ikan nila Gift yang telah diamati menurut Murniati (1999) antaralain adalah letak jari-jari sirip, posisi sirip, bentuk dan jumlah LL, sirip punggung, badan dan ekor.
F. Sex Reversal
Menurut Anonim (2006) Sex reversal (monosex) adalah suatu teknologi yang membalikkan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini dilakukan pada waktu menetas gonad ikan belum berdifferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina tanpa merubah genotifnya. Dalam penerapan sex reversal hormon dapat diberikan beberapa cara yang didasarkan pada efektifitas, efisiensi, kemungkinan polusi dan biaya. Menurut Anonim (2001), terdapat dua metoda penghormonan terhadap larva ikan, yakni:
Metoda perendaman (dipping), yaitu dengan cara merendamkan larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17 α metyltestoesteron dengan dosis 1,0 gram/liter air.  Metode ini dapat diaplikasikan pada embrio, dan pada larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis kelamin (sex), dan lama perendaman tergantung dosis hormon yang diaplikasikan, dimana semakin banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendaman dan demikian juga sebaliknya.
Metoda oral (melalui pakan), yaitu dengan mencampur hormon 17 α metyltestoesteron secara merata dengan pakan dengan dosis 40 mg/kg pakan.
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum mata kuliah Seleksi ikan ini dilaksanakan selama trisemester 7, yakni dimulai dari tanggal 3 Oktober 2006 hingga tanggal 20 Januari 2007. Bertempat di Hatchery Instalansi Perikanan PPPG Pertanian Cianjur.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam setiap praktikum berbeda. Adapun rincian alat dan bahan yang digunakan pada setiap praktikum, sbb:
Heriditas
Alat :     Bahan :
– Baskom plastic (2 buah)
– Seser
– Timbangan
– Alat ukur (penggaris)
– Tissu
– Alat tulis
– Bak penampungan sementara
– Mangkok
– Air sebagai media
– Benih ikan nila lembur tengah (30 ekor)
– Benih ikan nila cimenteng (30 ekor)
Cross Breeding
Alat :    
– Bak pemijahan
– Kakaban
– Timbangan
– Tali rafia
– Batu
– Seser
– Alat tulis
Bahan :
– Induk lele ♀ hitam (w= 0,9 kg)
– Induk lele ♂ putih (w= 0,8 kg)
– Ovaprim
– Aquabides

– Air sebagai media
– Selang aerasi
– Batu aerasi
– Spuit
– Sikat
– Lap kering
– Bak penampungan sementara
Gynogenesis
Alat :    
– Gelas ukur
– Mangkok
– Bulu ayam (2 buah)
– Spuit
– Kotak UV
– Panci
– Kompor
– Nampan
– Petridis (2 buah)
Bahan :
– Induk ♀ = 1,5 kg dan 1,2 kg
– Induk ♂ = 3,2 kg (5 ekor)
– Ovaprim
– Larutan fisiologis
– Aquabides
– Termos nasi
– Termometer
– Lap kain
– Seser
– Aquarium
– Mikroskop
– Kaca
– Tissue
– Air panas 400C
– Air dingin 320C
– Telur ikan mas
– Sperma ikan mas
Toleransi Salinitas
Alat :     Bahan :
– Hand Refractometer
– Toples plastic (uk.5 liter)
– Stop watch
– Ember
– Alat tulis
– Ikan gupi (10 ekor)
– Garam dapur
– Air
Karakter Fenotif
Alat :     Bahan :
– Baki plastik
– Dissecting set
– Alat ukur (penggaris)
– Tissu
– Timbangan
– Ember
– Alat tulis
– Ikan nila
Sex Reversal
Alat :     Bahan :
– Seser
– Aquarium
– Baskom plastik
– Ember
– Aerator
– Timbangan
– Larva ikan nila (umur 3 hari)
– Hormon 17α-Methyl Testoteron
– Pakan
– Air bersih
– Alkohol 70%
C. Prosedur Kerja
1. Heritabilitas
Adapun prosedur kerja dalam menghitung h2, sbb:
Tangkap dan ambil benih ikan nila yang berasal daru 2 populasi berbeda di bak penampungan sementara dengan menggunakan seser
Pilih secara acak (sehingga dapat mewakili dari ke 2 populasi tersebut) dan ambil benih tersebut sebanyak @ populasi 30 ekor
Masukkan kedalam baskom plastic yang telah berisi air
Timbang biomassa ikan dan lakukan juga pengukuran tubuh ikan dari ke dua populasi tersebut dan catat hasilnya
Lakukan penghitungan berat tubuh, panjang tubuh (bakudan total) pada setiap populasi dan catat hasilnya
Hitung nilai h2 dari sample benih ikan nila tersebut dengan menggunakan perhitungan statistika yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL)/computer
Catat hasil penghitungannya.
2. Cross Breeding
Adapun prosedur kerja dalam menghitung melakukan cross breeding, sbb:
Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
Tangkap dan ambil sepasang induk lele (♀ hitam dan ♂ putih) dari bak penampungan sementara dengan menggunakan seser.
Timbang biomassa ke-2 induk tersebut dengan menggunakan timbangan dan catat hasilnya.
Masukkan ke-2 induk tersebut kedalam bak penampungan secara terpisah.
Lakukan pemijahan secara buatan dengan menyuntikan ovaprim pada ke-2 induk tersebut.
Setelah itu masukan ke-2 induk tersebut kedalam bak pemijahan yang telah dilengkapi dengan kakaban.
Tutup bak pemijahan dengan menggunakan terpal, untuk menghindari ikan lele loncat keluar bak.
Setelah 24 jam, amati hasil pemijahan dari metode cross breeding.
Angkat kakaban dari bak pemijahan ke bak penetasan.
Amati perkembangan telurnya selama 24 jam
Pemeliharaan larva
3. Gynogenesis
Adapun prosedur kerja dalam gynogenesis, sbb:
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum
Lakukan pemijahan buatan dengan melakukan penyuntikan ovaprim sebanyak 2 kali dengan dosis sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
Stripping induk betina setelah 6 jam dari penyuntikan ke II dan letakkan telur tersebut di mangkok (tutup rapat mangkon tersebut).
Setelah itu stripping pada induk jantan untuk mendapatkan sperma dan letakkan di mangkok.
Lakukan pengenceran sperma 1 : 100 (1 cc sperma : 99 cc larutan fisiologis)
Ambil dan masukan sperma yang telah diencerkan tadi kedalam Petridis dengan ketebalan 1 mm
Radiasi sperma selama 1,5 menit dengan menggunakan kotak UV yang terlebih dahulu telah di hidupkan selama 1 jam.
Campurkan sperma yang telah diradiasi dengan telur dan aduk sampai rata
Ambil dan letakkan telur yang telah terbuahi sperma tadi pada lempengan kaca (usahakan agar telur-telur tersebut tersebar merata tidak menumpuk).
Masukan lempengan kaca tersebut kedalam aquarium dengan suhu air 320C selama 3 menit.
Setelah itu beri kejutan panas dengan cara merendam telur-telur yang telah terbuahi sperma non aktif dalam air panas (400C) selama 3 menit.
Kemudian angkat dan masukan kembali lempengan kaca tersebut kedalam aquarium, untuk selanjutnya terjadi proses penetasan.
Amati proses perkembangan telurnya.
Pengamatan larva yang menetas
Pemeliharaan larva (pemberian pakan, pengelolaan kualitas air)
4. Toleransi Salinitas
Adapun prosedur kerja dalam toleransi salinitas, sbb:
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
Bersihkan toples yang akan digunakan dalam praktikum dengan menggunakan spon pembersih dan bilas dengan air bersih
Isi toples tersebut dengan air sampai ketinggian 30 cm
Masukkan garam dapur ke dalam aquarium secukupnya sampai diperoleh salinitas air didalam aquarium sebesar 35 permil
Masukkan ikan gupi sebanyak 10 ekor kedalam toples yang telah disiapkan dan perhatikan serta catat waktu pemasukkan.
Amati tingkah laku ikan gupi tersebut dan catat waktu yang dibutuhkan oleh ikan tersebut untuk dapat bertahan hidup di dalam toples serta catat waktu yang dibutuhkan sampai ikan tersebut mati semua.
Buat histogram dari data tersebut. emberian pakan, pengelolaan kualitas air).
5. Karakter Fenotif
Adapun prosedur kerja dalam karakter fenotif, sbb:
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
Ambilah ikan nila sebanyak 30 ekor dan simpan pada ember yang berisi air
Lakukanlah perhitungan terhadap karekter morfometrik yaitu panjang tubuh (panjang total) dan berat badan, serta karakter meristik yang terdiri dari jumlah jari-jari sirip punggung (Dorsal/D), sirip dada (pectoral/P), sirip perut (Ventral/V), sirip dubur (Anal/A), sirip ekor (Caudal/C).
Catat semua data dan lakukan perhitungan asimetri organ berpasangan dengan membandingkan jumlah sirip sebelah kanan dan kiri untuk jari lemah sirip dada dan perut
Timbanglah berat badan ikan tersebut dan catat, kemudian bedahlah ikan tersebut untuk menetukan jenis kelamin
Identifikasi jenis ikan nila tersebut dengan hasil perhitungan yang telah dilakukan dan diskusikan.
6. Sex Reversal
Adapun prosedur kerja dalam sex reversal, sbb:
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
Bersihkan akuarium dengan dicuci hingga bersih, kemudian isi dengan air bersih hingga ketinggian 40 cm.
Ambil benih ikan nila sebanyak 50 ekor
Timbanglah biomassa benih tersebut yang akan diberi perlakuan penghormonan yaitu dengan cara mengambil dan menimbang beberapa sampel  untuk kemudian hasil penimbangan sampel dibagi dengan jumlah rata-rata larva sampel untuk mendapatkan berat rata-rata larva, selanjutnya hitunglah jumlah populasi larva,  lalu kalikan dengan berat rata-rata larva untuk mendapatkan berat total larva.
Timbanglah pakan yang dibutuhkan untuk larva sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan (Feeding rate 30 – 40% per bobot biomassa/hari) dikalikan selama 10 hari pemberian pakan.
Siapkanlah larutan alkohol dengan konsentrasi 70% sesuai dengan kebutuhan.
Siapkanlah hormon yang akan digunakan sesuai kebutuhan.  Misalnya jumlah kebutuhan pakan 250gram, dosis penghormonan 40 mg/kg pakan, maka timbanglah hormon sebanyak 10 mg.
Larutkanlah hormon tadi ke dalam alkohol tersebut sebanyak 10 ml ( 1mg/ml), lalu simpan dalam botol berwarna gelap (tidak bening).
Campurlah larutan hormon dengan pakan dengan cara menggunakan hand sprayer disemprotkan secara merata pada pakan.  Untuk menghilangkan alkohol angin-anginkanlah pakan tersebut sampai bau alkoholnya sudah tidak menyengat lagi.
Simpanlah hormon yang sudah dianginkan pada kantong plastik yang berwarna gelap dengan ditutup rapat-rapat baik sebelum maupun sesudah digunakan, atau dapat juga disimpan dalam refrigerator (+ 4o C)
D. Variabel Pengamatan
1. Heritabilitas
Dari kegiatan praktikum ini, parameter yang diamati yaitu berat tubuh dan panjang tubuh meliputi panjang baku dan panjang total.
2. Cross breeding
Dari kegiatan praktikum Cross breeding parameter yang diamati yaitu hatching rate dan  factor genetic yang dibawa  benih yang menetas dari persilangan dalam antara induk lele hitam dan induk lele putih.
3. Gynogenesis
Variabel pengamatannya yaitu melakukan pengamatan berapa persentasi telur yang menetas pada metoda gynogenesis serta faktor genetik yang dibawa oleh larva yang menetas kemudian selain itu mengetahui terjadinya kontribusi dari sperma/tidak. Indikator jika tidak terjadi kontribusi sperma maka larva yang dihasilkan 100% betina.
4. Toleransi Salinitas
Variabel pengamatannya yaitu mengadalah waktu yang dibutuhkan oleh ikan guppy untuk bertahan hidup dalam waktu tertentu. Kemudian apakah ikan guppy tersebut telah terjadi pembuhan secara inbreeding atau tidak. Jika terjadi inbreeding maka indikatornya adalah daya tahan tubuh ikan guppy sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
5. Karakter Fenotif
Variabel pengamatan yang dilakukan adalah melakukan pengukuran panjang tubuh (panjang total) dan berat badan, serta karakter meristik yang terdiri dari jumlah jari-jari sirip punggung (Dorsal/D), sirip dada (pectoral/P), sirip perut (Ventral/V), sirip dubur (Anal/A), sirip ekor (Caudal/C).
6. Sexreversal
Variabel yang diamati adalah dengan persentase perubahan larva yang dilakukan sexreversal. Dengan cara memberikan pakan berhormon yang bertujuan untuk membalikan arah kelamin menjadi berlawanan. Pemeliharaan larva dilakukan selama 10 hari.
E. Analisa Data
1. Heritabilitas
Guna mendapatkan data yang akurat dalam perhitungan nilai h2, maka digunakan rumus-rumus dalam perhitungan nilai h2, sbb :
1. FK               =  (Yij)2
r x t
2. JKT             = ∑ (Yi2) – FK
3. JKP             =  ∑ (Yij)2   –  FK
r
4. JKG             = JKT – JKP
5. h2                = JKP
JKT
Ket :
FK       = Faktor koreksi
JKT     = Jumlah kaudrat total
JKP     = Selisih antara kuadrat jumlah data yang di jumlahkan  dengan FK
JKG     = Selisih JKT dengan JKP
h2        = Nilai heriditas
2.   Karakter Fenotipe
Fam = ∑ (L-R)
N Fan = ∑ ZN
Ket :
Fam : Fluktuasi asimetri magnitude ( besaran)
Fan : Fluktuasi asimetri number (bilangan)
L   : Jumlah organ sisi kiri
R   : Jumlah organ sisi kanan
Z   : Jumlah individu asimetri untuk ciri meristik
R   : Jumlah sample
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil yang didapat dari praktikum mata kuliah seleksi ikan, sbb:
1. Heritabilitas
Melalui data-data pada ketiga table diatas, maka didapatkan hasil sbb:
a) Heritabilitas Panjang Total
FK             =  (Yij)2
r x t = 184599
30 x 2 = 3076,65
JKT  = ∑ (Yi2) – FK = 3138,04 – 3076,65 = 61,39
JKP           =  ∑ (Yij)2   –  FK
r = 92506,62  – 3076,65
30 = 6,9
JKG            = JKT – JKP
= 61,39 – 6,9 = 54,49
h2                     =  JKP
JKT = 6,9 61,39 = 0,1
b)     Heritabilitas Panjang baku
FK             =  (Yij)2
r x t

= 115532
30 x 2 = 1925,53
JKT           = ∑ (Yi2) – FK
= 1980,07 – 1925,53 = 54,54
JKP           =  ∑ (Yij)2   –  FK
r = 57972,05  – 1925,5330 = 6,87
JKG           = JKT – JKP
= 54,54 – 6,87 = 47,67
h2              =  JKP
JKT = 6,87 54,54 = 0,12
c)      Heritabilitas Berat badan
FK             =  (Yij)2
r x t
= 167036
30 x 2 = 2783,93
JKT           = ∑ (Yi2) – FK
= 3273,27 – 2783,93
= 489,34
JKP           =  ∑ (Yij)2   –  FK
r = 84733,09  – 2783,9330 = 40,51
JKG           = JKT – JKP
= 489,34 – 40,51
= 448,83
h2              =  JKP
JKT = 40,51 489,34 = 0,08
2. Cross breeding
Penyuntikan 14.00 WIB
Suhu Air                : 30 o C
Dosis lele hitam     : 0,4 ml ovaprim x 0,9 kg = 0,36 ml
Dosis lele putih     : 0,1 ml ovaprim x 0,8 kg = 0,08 ml  +
0,44 ml + 0,06 ml aquades
3. Gynogenesis
Berat induk jantan            : 2,7 kg sebanyak 2 ekor @ 1,5 kg dan 1,2 Kg
Berat induk betina            : 3,2 kg sebanyak 6 ekor @ 0,5 kg
Dosis ovaprim dengan lar. Fisiologis: @ lar. 0,4 ml dan 0,8 ml.
Dosis penyuntikan : 0,2 ml untuk @ induk
4. Toleransi Salinitas
Tinggi air                           : 30 cm
Garam                               : 100 gr
Salinitas                             : 35 ppt
Jumlah ikan                       : 10 ekor (♂= 6 ekor dan ♀= 4 ekor)
1. Ikan kecil    : 3 ekor
2. Ikan besar    : 3 ekor
3. Ikan sedang : 4 ekor
Waktu masukkan ikan       : 10. 59 WIB
Tabel . Data pengamatan kondisi ikan terhadap perlakuan salinitas
Menit ke-
Keadaan Ikan
1Sebagian ikan berada dipermukaan Pergerakan normal
2 Sirip ekor dan punggung tampak menutup
3 Berenang mulai tidak seimbang
  Sirip ekor dan punggung masih menutup
  1 ekor ikan tampak mulai kolep
4 50% ikan tampak mulai kolep
5 Produksi lendir mulai meningkat
7 1 ekor ikan berada didasar
  Sebagian berenang dipermukaan
8
    2 ekor ikan tampak kolep
    1 ekor ikan jatuh kedasar
10
100% ikan tenang dipermukaan
12
Overkulum mengembang
13
100% ikan tampak mulai kolep
14
1 ekor ikan jatuh kedasar
15
80% tenang dipermukaan
20% ikan bergerak naik turun
17
5 ekor ikan kehilangan keseimbangan
18
20% terdapat luka pada punggung
19
100% masih tenang dipermukaan
20
Warna tubuh ikan pucat
Ikan meluncur kesana kemari
Berenang tidak seimbang
21
Keseimbangan tubuh berkurang
24
1 ekor ikan mati
26
1 ekor ikan mati
28
1 ekor ikan mati dan warna tubuh pucat
30
1 ekor ikan mati
33
1 ekor ikan mati
35
1 ekor ikan mati
37
Megap-megap dan 1 ekor mati
38
1 ekor ikan besar mati
39
1 ekor ikan mati
40
1 ekor ikan mati
5.   Karakter Fenotif
Tabel. Data pengukuran Meristik dan morfometrik
No
Pj Total
Berat
Sirip Dada
Sirip Perut
Tulang rusuk
Tapis Insang
Kr   
Kn
Kr
Kn
Kr
Kn
Kr
Kn
18,4
11

5


8
   

9
   

7
   

28
   

26
   

8
   

8

2
   

8,6
   

11
   

8
   

8
   

5
   

5
   

30
   

26
   

8
   

8

3
   

8,6
   

12
   

8
   

8
   

5
   

6
   

14
   

14
   

8
   

8

4
   

8,4
   

8
   

5
   

6
   

4
   

4
   

29
   

27
   

8
   

8

5
   

9,6
   

17
   

6
   

6
   

3
   

3
   

26
   

26
   

6
   

6

6
   

8,5
   

11
   

8
   

9
   

10
   

7
   

30
   

26
   

8
   

8

7
   

8,4
   

10
   

8
   

10
   

5
   

5
   

14
   

15
   

4
   

4

8
   

7,5
   

8
   

8
   

8
   

6
   

6
   

14
   

16
   

4
   

4

9
   

8,4
   

10
   

8
   

10
   

5
   

5
   

29
   

25
   

4
   

4

10
   

9,1
   

14
   

10
   

10
   

4
   

5
   

14
   

12
   

4
   

4

11
   

9
   

14
   

11
   

8
   

5
   

5
   

15
   

10
   

4
   

4

12
   

8
   

10
   

11
   

10
   

6
   

6
   

13
   

13
   

4
   

4

13
   

8,5
   

13
   

8
   

6
   

7
   

5
   

14
   

14
   

8
   

8

14
   

8,9
   

14
   

10
   

8
   

5
   

5
   

14
   

14
   

8
   

8

15
   

9,5
   

15
   

10
   

10
   

6
   

6
   

15
   

12
   

4
   

4

16
   

8,2
   

11
   

10
   

10
   

5
   

4
   

15
   

14
   

5
   

4

17
   

8,5
   

11
   

7
   

7
   

4
   

4
   

14
   

13
   

6
   

5

18
   

8,2
   

11
   

8
   

7
   

4
   

5
   

14
   

14
   

8
   

8

19
   

8,5
   

14
   

8
   

10
   

4
   

6
   

18
   

18
   

8
   

8

20
   

7,7
   

10
   

12
   

11
   

5
   

5
   

15
   

14
   

4
   

5

21
   

8,5
   

11
   

9
   

7
   

4
   

5
   

14
   

15
   

4
   

4

22
   

8,0
   

10
   

12
   

12
   

5
   

5
   

18
   

16
   

8
   

8

23
   

8,0
   

10
   

8
   

7
   

4
   

4
   

14
   

14
   

4
   

4

24
   

8,0
   

10
   

8
   

9
   

5
   

4
   

18
   

18
   

4
   

4

25
   

8,2
   

10
   

6
   

6
   

4
   

4
   

15
   

14
   

4
   

4

26
   

8,6
   

9
   

11
   

12
   

6
   

6
   

30
   

26
   

4
   

4

27
   

7,8
   

9
   

9
   

10
   

5
   

6
   

14
   

15
   

4
   

4

28
   

8,0
   

13
   

11
   

7
   

6
   

5
   

14
   

16
   

8
   

8

29
   

8,3
   

11
   

12
   

11
   

5
   

5
   

29
   

25
   

8
   

8

30
   

8
   

10
   

9
   

10
   

6
   

6
   

14
   

14
   

4
   

4

      Perhitungan :

    a.      Sirip dada

Penghitungan FAm

FAm
   

=
   

∑ (L – R)

n

FAm
   

=
   

4

30

FAm
   

=
   

0,13

Penghitungan FAn

FAn
   

=
   

∑ Z

n

FAn
   

=
   

20

30

FAn
   

=
   

0,66



    b.      Sirip Perut

Penghitungan FAm

FAm
   

=
   

∑ (L – R)

n

FAm
   

=
   

4

30

FAm
   

=
   

0,13

Penghitungan FAn

FAn
   

=
   

∑ Z

n

FAn
   

=
   

10

30

FAn
   

=
   

0,33





    c.       Tapis Insang

Penghitungan FAm

FAm
   

=
   

∑ (L – R)

n

FAm
   

=
   

1

30

FAm
   

=
   

0,03

Penghitungan FAn

Fan
   

=
   

∑ Z

n

FAn
   

=
   

3

30

FAn
   

=
   

0,1

6. Sex Reversal

    Berat ikan                                      = 0,015gr/ekor
    berat total 40 ekor                         = 0,6176 gr
    dosis hormon                                 = 0,0248 mg/gr
    pakan perhari 30% x 0,6176         = 0,185 gr/hari
    total pakan 0,185 gr/hari x 15 hari = 2,755 gr
    kebutuhan hormon 0,04 mg/gr pakan x 2,755 gr = 0,111 mg

 B.           Pembahasan

1.      Heritabilitas

Berdasarkan hasil penghitungan yang telah diuraikan diatas, maka diketahui bahwa untuk ikan nila yang berada di kawasan cianjur yang mana diwakili oleh 2 populasi yang berbeda yaitu lembur tengah dan cimenteng memiliki nilai h2 sebesar 0,1 sehingga berada kelompok rendah berdasarkan penggolongan tingkat heritabilitas. Hal ini berarti keragmana fenotif/karakter yang diwariskan oleh induknya di akibatkan oleh keragaman lingkungan tidak ada pengaruh genetic.

Dengan demikian, berdasarkan nilai h2 yang didapat, maka untuk melakukan pemulian ikan nila di cinajur dapat dilakukan melalui program breeding yaitu selective breeding dengan cara seleksi family. Jika dilakukan dengan cara individu maka hasil seleksi tersebut tidak akan baik karena ikan tersebut memiliki nilai h2 < 0,25.

Selain itu juga, hasil h2 dari ikan nila di cianjur menunjukan bahwa telah terjadi inbreeding (silang dalam) dalam program pengembangbiakannya sehingga akan mengakibatkan tingginya homozogisitas, yang tentunya akan mengakibatkan lemhanya daya tahan tubuh terhadap perubahan factor lingkungan (fitness rendah).

2.      Cross breeding

Cross breeding adalah persilangan antara induk yang berbeda spesies agar didapatkan kombinasi dari sifat unggul induknya. Dalam praktikum ini dilakukan cross breeding dimana genetika fenotif qualitative induk jantan albino disilangkan dengan induk betina berwarna hitam. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi antara populasi yang berbeda untuk mendapatkan benih yang unggul mewarisi sifat dari ke-2 induknya serta mempunyai heterozigositas tinggi sehingga benih-benih yang dihasilkan akan mempunyai daya tahan (fitness) yang kuat terhadap perubahan lingkungan. Indikator keberhasilan dari cross breeding adalah benih yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik karena akan membawa sifat unggul bawaan dari induknya.

Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa fertilisasi dari pemijahan tersebut baik. Hal ini ditandai dengan adanya telur yang menempel di kakaban. Namun hal tersebut tidak menjadi jaminan bahwa telur akan menetas. Karena seperti yang terjadi pada praktikum ini, ternyata telur tersebut tidak menetas bahkan ditumbuhi oleh jamur.

Jika dikaji lebih lanjut, ternyata banyak hal yang menjadi penyebab kegagalan penetasan telur, yaitu :

1. Faktor Internal (hormone dan kuning telur)

Hormon yang mempengaruhi adalah hormone yang dihasilkan oleh kelenjar hifopisa dan tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa, sedangkan kuning telur berkaitan dengan perkembangan embrio.

2. Faktor eksternal

Faktor ini memegang peranan penting dalam proses penetasan telur. Hal ini dikarenakan proses penetasan akan berlangsung cepat jika pada suhu tinggi, karena pada suhu yang tinggi akan mempercepat proses metabolisme sehingga perkembangan embrio akan lebih cepat. Hal tersebut tidak demikian pada praktikum ini, karena meskipun suhu penetasan optimal tetapi pada kenyataannya telur-telur tersebut tidak juga menetas. Mungkin hal ini disebabkan adanya fluktuasi suhu pada malam hari yang terlalu drastis sehingga mengakibatkan kematian embrio yang menjadi penyebab gagalnya penetasan. Selain itu juga kadar alkalinitas yang tinggi, mengakibatkan terhambatnya penetasan telur, karena adanya partikel kapur yang menempel pada telur yang dapat membuat embrio dalam cangkang kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian embrio dalam cangkang.

3. Kuantitas sperma yang kurang, sehingga tidak semuanya telur dapat terbuahi.

3.      Gynogenesis

Melalui kegiatan praktikum ini, dapat diketahui bahwa rangkaian kegiatan metode gynogenesis dimulai dari tahap :

1.   Hypopisasi

Pada praktikum ini induk betina disuntik dengan mempergunakan ovaprim dibagian intramuskular. Frekuensi penyuntikan dilakukan dua kali, yaitu ½  dosis pada penyuntikan pertama (jam 01.15) dan 6 jam kemudian dilakukan penyuntikan kedua sebanyak 1 ½  dosis (jam 08.30). Setelah penyuntikan, induk betina dan jantan  disimpan didalam bak terpisah, ditunggu sampai terjadi ovulasi. Ovulasi terjadi (10-12) jam sejak penyuntikan pertama pada suhu (25-29) o C

2.   Radiasi Sperma

Setelah ovulasi, maka pada saat yang sama ditempatkan terpisah dilakukan pengambilan spema induk jantan dengan cara stripping. Kemudian sperma tersebut diencerkan dengan menggunakan larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 100 (1 cc sperma : 99 cc lart fisiologis) yang selanjutnya dimasukkan di cawan petri dan radiasi tepat dibawah lampu ultra violet dengan jarak penyinaran ± 15 cm, untuk diradiasi selama 1,5 menit.

3.   Fertilisasi telur

Fertilisasi telur dilakukan dengan cara buatan yaitu dengan mencampurkan sperma yang sudah diradiasi kedalam mangkok berisi telur dan diaduk secara merata menggunakan bulu ayam. Telur yang telah dibuahi kemudian ditebar secara merata pada lempengan kaca yang telah disiapkan di dalam akuarium. Jika penyebarannya menumpuk akan mengakibatkan kegagalan dalam penetasan, akibat tertumpuk dengan telur yang lain.

4.   Kejutan Suhu

Kejutan suhu adalah mendiploisasi telur. Pada praktikum ini menggunakan kejutan suhu panas dengan caranya merendam telur yang di buahi sperma non aktif didalam air panas selama 40 o C selama 1,5 menit.

5.   Penetasan

Selama penetasan berlangsung, air diakuarium tetap di jaga kualitasnya, dengan cara pemberian aerasi secara kontinui. Namun pada praktikum ini, hal yang penting diingat bahwa antara induk jantan dan betina sebelumnya diletakkan pada tempat yang terpisah. Hal ini untuk menghindari perkawinan sendiri. Selain sebaiknya penyuntikan dilakukan dibagian punggung, karena bagian tersebut merupakan bagian yang aman.

Penyuntikan pada praktikum ini dilakukan 2 kali. Hal ini dikarenakan setelah 6 jam dari penyuntikan pertama, ternyata induk jantan maupun betina belum ovulasi. Sehingga dilakukan penyuntikan kedua.

Setelah penyuntikan ke-2, maka masing-masing induk tersebut dilakukan stripping. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, telur yang dihasilkan dari induk betina memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Indikatornya yaitu telur berwarna agak kekuning-kuningan dan diameter telur seragam dan besar. Begitu juga dengan sperma yang dihasilkan oleh induk jantan. Sehingga jika dilihat berdasarkan kualitas dan kuantitas sperma dan telur, akan mendapatkan hasil yang baik.

Tujuan sperma di masukan ke dalam petridis dengan ketebalan 1 mm adalah agar sperma tersebut semua terkena radiasi sehingga bersifat non aktif. Selain itu juga lama penyinaran hanya 1,5 menit. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Aninomus (2001) yang menyatakan bahwa lama penyinaran 10 menit. Hal ini tidak dilakukan karena beranggapan waktu tersebut terlalu lama dalam penyinaran yang dapat menyebabkan matinya sperma.

Dalam praktikum ini juga dilakukan pengamatan perkembangan telur selama 24 jam, dimulai setelah pemberian kejutan suhu hingga pukul 6 pagi. Adapun tahapan perkembangan telur, sbb:

Telur yang telah dibuahi kemudian

 Fase cleavage

Morula

Blastula

Grastula

Penutupan blastopore

Perkembangan kepala dan ekor

Siap Menetas
4. Toleransi Salinitas
Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa pada awal ikan dimasukkan kedalam media yang mempunyai salinitas 35 ppt, sudah mulai melakukan adaptasi fisiologis yang ditandai dengan ikan berenang dipermukaan. Namun tingkah laku itu hanya beberapa menit saja.
Ikan gupi terlihat mulai kehilangan kesimbangan yaitu pada menit ke-4. Tetapi itu hanya satu ikan saja sedangkan yang lain masih mampu bertahan dengan menunjukkan tingkah laku adaptasi fisiologis yang sama.
Kemampuan ikan gupi tersebut bertahan pada salinitas tinggi cukup baik, ditunjukan dengan lamanya ikan tersebut kolep. Kondisi tersebut terjadi mulai pada menit ke-24 sampai pada menit ke-41 dimana semua ikan gupi tersebut mati. Akibat tidak mampu lagi mentolerir kondisi demikian.
Dengan demikian menunjukkan bahwa dalam waktu tertentu ikan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas yang tinggi meskipun akhirnya mati. Sehingga berdasarkan lama waktu kematian ikan guppy dapat dilihat bahwa ikan guppy tersebut masih diperoleh dari perkawinan individu-individu yang sekerabat (inbreeding). Hasil dari perkawinan inbreeding ini akan menghasilkan kehomozigositasan yang tinggi sehingga individu – individu yang dihasilkan tidak kuat terhadap perubahan lingkungan.
5. Karakter Fenotipe
Berdasarkan praktikum pengamatan karakter fenotipe pada ikan nila maka didapatkan hasil pengukuran Fam(Fluktuasi asimetri magnitude besaran) dan Fan (Fluktuasi asimetri number atau bilangan) pada organ yang berpasangan dengan nilai mendekati nol. Hal ini berarti tidak terjadi inbreeding, karena ditunjukan dengan kenormalan jumlah pada organ berpasangan
6. Sexreversal
Pada praktikum ini, menggunakan metode pemberian pakan berhormon sebanyak 3 kali sehari (0,185 gr/hari). Hormon yang dipakai adalah hormone 17 α – Methyl Testoteron dengan tujuan untuk menghasilkan benih yang berkelamin jantan. Hal ini disebabkan ikan nila jantan lebih cepat pertumbuhannya  dibandingkan ikan nila betina.
Namun hasil dari kegiatan praktikum ini belum dapat diketahui dan diteliti lebih lanjut, mengingat adanya keterbatasan waktu praktikum.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari kegiatan praktikum mata kuliah seleksi ikan adalah, sbb:
Ikan nila di cianjur telah terjadi inbreeding ditandai dengan rendahnya nilai h2 yaitu berkisar antara 0,08 s/d 0,12.
Rendahnya nilai h2 akan mengakibatkan juga tingginya homozigositas yang akan mempengaruhi fitness sehingga kurang mampu mengatasi perubahan olah factor lingkungan.
Dengan nilai h2 antara 0,08 s/d 0,12 dapat dilakukan perbaikan genetika melalui program breeding yaitu selective breeding dengan cara seleksi familiy
Persilangan antara dua spesies ikan yang berbeda berdaarkan sifat unggulnya akan mendapatkan benih dengan kombinasi sifat unggul dari induknya.
Faktor penyebab gagalnya penetasan pada praktikum ini adalah salah satunya suhu dan alkalinitas air .
Selain itu kualitas dan kuantitas sperma dapat juga menjadi factor penyebab gagalnya penetasan.
Informasi mengenai kualitas air pada saat melakukan program breeding sangat penting karena itu merupakan factor penunjang keberhasilan dalam program breeding.
Melalui karakter fenotif yang dihasilkan oleh keturunanya dapat dipastikan apakah telah terjadi inbreeding atau tidak
Lamanya waktu ikan bertahan terhadap perubahan lingkungan menunjukan bahwa tidak terjadi inbreeding.
Pembalikan arah kelamin membutuhkan waktu lama sehingga baru dapat diketahui hasilnya.
B. Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan, sbb:
Diperlukannya kelengkapan sarana dan prasarana praktikum sehingga kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar
Diperlukannya kerjasama yang kondusif antara rekan dalam satu kelompok maupun dengan dosen sehingga pelaksanaan praktikum berjalan dengan baik.
Diperlukannya ketelitian dan keseriusan dalam melaksanakan praktikum.
Berdo’a sebelum dan sesudah melakukan kegiatan merupakan kewajiban.
April 22, 2011  neniputrianivedca   Meninggalkan komentar   
Kategori: Genetika Pemuliaan Ikan
Manajemen Kesehatan Ikan
Perkembangan sub sektor perikanan khususnya budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi sangat besar melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Hal ini tidak terlepas dari permintaan pasar domestik maupun ekspor terhadap komoditas tersebut. Namun kegiatan budidaya ikan air tawar di Indonesia saat ini, mempunyai kendala yang dapat mengakibatkan kegagalan produksi, diantaranya adalah serangan penyakit.
Penyakit merupakan salah satu penyebab kegagalan budidaya ikan air tawar di Indonesia, selain pencemaran lingkungan dan pakan. Penyakit yang menyerang ikan air tawar yang utama adalah dari golongan bakteri antara lain, Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Streptococcus sp., sehingga tidak jarang pembudidaya ikan air tawar mengalami kerugian secara finansial.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit ikan air tawar, antara lain dengan menciptakan lingkungan yang optimal, karantina, vaksinasi, desinfeksi wadah, dan penggunaan antibiotik.
Dekade ini, penggunaan antibiotik adalah primadona bagi pengendalian penyakit bakterial dalam budidaya ikan air tawar di Indonesia. Tetapi penggunaan antibiotik dengan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi bakteri, pencemaran lingkungan, serta timbulnya residu pada ikan dan tubuh manusia.
Berdasarkan hal tersebut, maka salah satu alternatif penanggulangan penyakit bakterial ikan air tawar adalah dengan menggunakan tanaman obat yaitu salah satunya bawang putih (Allium sativum),. Tanaman obat tersebut sebagai bahan alami yang murah, aman dan ramah lingkungan. Namun, selama ini tanaman obat kurang dimanfaatkan secara optimal dalam sektor budidaya perikanan karena kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Melalui praktikum ini didapatkan pengetahun mengenai bioaktif khususnya bawang putih yang dipaparkan dalam bentuk laporan praktikum.
1. Ekstraksi Bawang Putih
* Disiapkan bawang putih
* Dicuci bawang putih dengan air hingga bersih
* Ditiriskan/dikeringanginkan bawang putih selama 15 menit
* Dipotong ukuran kecil-kecil dengan talenan
* Ditimbang bawang putih sebanyak 10 gr
* Dihancurkan hingga halus
* Ditambahkan dengan methanol
* Diambil cawan petri lalu pisahkan ekstraknya
* Dimasukkan ekstrak bawang putih ke dalam falcon
* Disimpan dalam kulkas
2. Uji zona hambat
* Dikultur bakteri pada Media zobelt cair 0.7 %
* Dipersiapkan paper disk dan memotong nya dengan pemotong binder
* Diukur kepadatan bakteri dengan spektrofotometer λ = 625 nm
* Di inokulasi v. harveyi ke zobelt 0.7 % agar hingga kepadatan akhir 10 7 sel/ml
* Dituang Zobelt 0.7 ke zobelt 1.5 % hingga membentuk double layer agar
* Dimasukkan paper disk ke double layer zobelt
* Dimasukkan ekstrak daun jambu biji , methanol, dan antibiotik
* Di inkubasi dalam suhu ruang selama 24 jam (posisi petri disk jangan terbalik)
* Diamati ada atau tidaknya zona hambat disekitar paper disk
* Diukur diameter zona hambat dengan penggaris apabila ada
Oleh
NENI PUTRIANI

0 comments:

Post a Comment