Saturday, January 10, 2015

BUDIDAYA UDANG PADA SALINITAS RENDAH

January 10, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Budidaya udang merupakan Usaha Budidaya yang dikenal hanya dilakukan pada kawasan pantai dengan salinitasi air diantara 15-35 ppt (konkeo,1994) yang merupakan kondisi salinitasi perairan yang paling ideal untuk budidaya pembesaran di tambak karena memberikan kondisi lingkungan yang sesuai dengan tingkat escomotic cairan tubuh udang. Pemeliharaan udang pada salitasi terlalu tinggi atau terlalu rendah dari kisaran tersebut mengakibatkan produktifitas tambak rendah.
Namun demikian, dengan teknik budidaya yang menerapkan BMPs (Best Management Practices), maka budidaya udang masih dapat dilaksanakan dengan kondisi salinitas air rendah, bahkan hingga 2 ppt dan masih memberikan hasil, seperti yang dilakukan di Sidoarjo, Demak, Gresik, Lamongan, dan Kendal. Penerapan BMPs (Best Management Practices) pada budidaya udang meliputi meliputi perbaikan kualitas tanah dasar tambak, penggunaan benih berkualitas baik dengan standar SPF (Spesific Pathogen Free), pengelolaan air yang baik, pengelolaan pakan dengan dosis yang tepat, penggunaan petak biofilter serta pengelolaan limbah dari pencemaran.
Kawasan tambak untuk budidaya udang baik udang windu maupun udang vaname dengan salinitas rendah berada pada kawasan estuarine yaitu kawasan tambak yang masih terkena pengaruh iklim pantai. Kawasan tambak ini bisa berada hingga 30 km dari pantai tetapi masih ada pengaruhnya pasang surut air baik melalui sungai maupun saluran. Sebagai contoh kawasan ini adalah kawasan tambak di daerah Kabupaten Gresik dan Lamongan di sisi aliran Sungai Bengawan Solo. Pada musim kemarau, aliran air pasang pada Sungai Bengawan Solo masuk kedaratan hingga puluhan kilometer, sehingga menyebabkan salintas air payau sekitar 1-2 ppt. berdasrkan kajian di lapangan ternyata udang windu maupun vaname masih dapt hidup dan tumbuh pada tambak dengan salinitas air mencapai 1 ppt.
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah kadar garam air tambak yang rendah tersebut berasal dari dari kadar garam air laut yang terus mengalami penurunan atau pengenceran karena mendapat tambahan air tawar dari air hujan maupun air sungai. Kadar garam yang rendah pada tambak udang bukan berasal dari cara menambahkan garam krosok atau NaCl pada air tambak. Hal ini diduga penambahan garam krosok untuk menaikan kadar garam pada media air untuk budidaya udang, tidak cukup melengkapi kebutuhan anion dan kation yang diperlukan untuk kehidupan dan pertumbuhan udang
PERSIAPAN TAMBAK  
Persiapan tambak dilalukan adalah perbaikan konstruksi tambak untuk membuat tambak kedap, tidak banyak kotor sehingga dapat mempertahankan ketinggian air minimal 60 cm pada teknologi sederhana serta mencegah masuknya organisme pengganggu seperti kepiting. Perbaikan kualitas tanah dasar dilakukan dengan cara pengeringan. Untuk memudahkan pengeringan dibuat caren (parit) keliling, dibagian dalam pematang.
Lumpur organik yang ada di tambak pada saat kering terlihat berbeda dengan tanah dasar tambak dan selanjutnya diangkat dari dasar tambak dengan cara pengupasan. Untuk mempercepat bahan organik dan penguapan gas beracun dilakukan perbaikan aerasi tanah dengan cara pembalikan tanah. Pengapuran dilakukan bila nila pH tanah kurang dari 6,5. Kualitas tanah dasar tambak siap dilakukan penebaran benih bila tealh mencapai pH > 6.5 dan redok potensial lebih -50 MEV, serta warna terlihat sudah normal dan tidak menunjukan warna kehitaman. Pengisian air ke petak pembesaran berasal dari petak tendon atau reservoir selama minimal 3 hari. Ketinggian air petak pembesaran udang minimal 60 cm.
AKLIMASI SALINITAS DAN PENEBARAN BENIH
Aklimasi salinitas pada media pemeliharaan benih marupakan kunci utama untuk menekan angka kematian. Perbedaan salinitas antara media pemeliharaan benih dan air tambak maksimum 3ppt lebih rendah atau lebih tinggi dari air tambak. Salinitas optimum untuk pemeliharaan udang antara 15 hingga 25 ppt. Untuk salinitas dibawah 15 ppt, aklimasi benih dapat dilakukan lebih rendah maksimum 3 ppt dari salinitas air tambak
Media pemeliharaan benih udang umumnya dengan dengan salinitas 28-30 ppt. Penurunan salinitas lebih baik dilakukan di bak pemeliharaan benih yang dimulai setelah larva udang berumur 10-12 12 (PL10-PL12) dengan penambahan air secara bertahap sebesar 2-3 ppt perhari hingga salinitas media air 15 ppt. Penurunan salinitas media benih selanjutnya dilakukan secara bertahap 1-2 ppt hingga salinitas yang sesuai dengan salinitas air tambak. Secara umum untuk aklimasi salinitas media benih menjadi 2 ppt diperlukan waktu sekitar 15 hari atau benuh berukuran tokolan (PL25). Oleh karena itu sebelum melakukan aklimasi penurunan salinitas juga sudah diperhitungkan kepadatan jumlah benih dalam bak.
Setelah salinitas disesuaikan dengan salinitas air tambak, dilakukan pemanenan dan transportasi ke tambak. Pada proses transportasi dilakukan dengan penurunan suhu media hingga 240C agar benih tidak aktif untuk menghindari kanibalisme. Setelah sampai tambak dilakukan adaptasi suhu sesuai dengan suhu air tambak dengan cara mengapungkan kantong benih pada air tambak. Setelah sehu naik sama dengan air tambak yang ditandai benih udang mulai aktif bergerak dilakukan penenyebaran dengan menuang benih dalam air tambak.
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Untuk memenuhi kriteria kualitas kualitas air yang baik, maka air yang diambil dari saluran penyedian air dilakukan dengan cara memompa air dan ditampung dengan petak reservoir yang dilengkapi dengan biofilter, berupa ikan bandeng. Setiap penambahan air baru dari sumber air harus dilakukan sterilisasi dengan kaporit dan telah melaui biofilte.  
Parameter kualitas air yang penting yang dilakukan pengendalian adalah kepadatan plankton dipertahankan pada kecerahan 35-45 cm dengan warna air hijau muda, coklat muda, hijau kecoklatan. Oksigen terlarut pada air di dasar tahan dipertahankan minimal 3,5 ppm selama pemeliharaan dengan pengguanaan kincir. Alkalinitas dipertahankan berkisar 90-140 ppm. Nilai pH air berkisar 7,8-8,5. Kedalaman air minimal 60 cm dan bahan organic terlarut minimal 150 ppm.
Permasalahan yang sering terdiri pada budidaya udang windu dengan salinitas rendah adalah tumbuhnya makroalga dari jenis submerged plant, yang dikenal dengan gangang. Beberapa spesies yang ditemukan adalah Nitella sp dan Clara sp yang tumbuh dengan akar di dasar tambak dan batang serta daun pada kolom air dengan kerapatan yang tinggi. Makroalga tersebut tumbuh memanjang ke atas hingga permukaan air. Jenis tanaman air lainnya seperti rumput yang dikenal oleh masyarakat petani adalah rumput asinan.
Dampak positif tanaman makroalga tersebut dapat menurunkan kandungan bahan organik tanah dan air sehingga dapat mencegah pembetukan ammonia dan nitrit serta asam sulfide. Disamping itu pada akar tanaman makroalga tersebut banyak tumbuh cacing dan organisme renik lainya sebagai bahan pakan utama udang. Namun demikian dampak negatif adalah kerapatan yang tinggi menyebabkan udang tidak bebas bergerak karena terperangkap serta membuat kelarutan oksigen pada pagi hari kurang dari 3 ppm pada saat biomassa makroalga melebihi 10 kg/m2 berat basah.
Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melakukan penebaran ikan herbivora yang mampu memanfaatkan makroalga tersebut sebagai pakan. Jenis ikan herbivora yang dapat digunakan adalah grass carp (Koan), Nila GIFT, dan bandeng.
HASIL PANEN
Hasil penen yang dipeloreh melalui pelaksanaan ujicoba budidaya udang windu pada tambak salitasi rendah 3 ppt  dengan teknologi semi intensif pada pemeliharaan siklus pertama didapatkan produksi udang produksi udang setara dengan 1.8 ton/Ha, sedangkan pada siklus II didapatkan peningkatan produksi menjadi 2.7 ton/Ha. Peningkatan produksi pada siklus II disebabkan kerana persiapan tambak dilakukan dengan lebih baik, yaitu dengan pengoperasian beckhoe sehingga tanah dasar memiliki kualitas yang lebih baik.
Kendala yang dialami pada saat salinitas air rendah adalah rendahnya nafsu makan, sehingga perlu dilakukan pemberian suplemen berupa ikan ikan rucah atau daging keong eamas (besusul). Untuk peningktan daya tubuh udang dilakukan dengan pemberian multivitamin (Vit-C) melaui pakan segar. Kendala pemberian vitamin adalah sifat vitamin yang mudah larut dan sifat makan udang yang dengan cara mengerogoti pakan. Oleh karena itu pemberian vitamin yang dilakukan adalah dengan penggunaan daging kerang yang telah kering (besusul). Cara aplikasi adalah vitamin dilarutkan dalam air tawar dosis 2-3 gr/ltr/kg daging kerang kering yang telah digiling dengan ukuran butiran 1-2 mm. Selanjutnya daging kerang direndam dalam larutan yang dicampur vitamin. Selama 0.5-1 jam air akan terserap masuk daging kerang dan siap diberikan pada udang. Pemberian vitamin dengan pakan segar ini rutin dilakukan 3 hari.

Tabel hasil panen dan biaya produksi selama dua siklus pemeliharaan
No
Uraian
Jumlah

Siklus I
Siklus II
1
Padat tebar (ekor/m2)
15
15
2
Jumlah tebar
90.000
90.000
3
Umur pemeliharaan (hari)
105
115
4
Sintasan /SR (%)
60.5
80.5
5
Bobot rataan panen
23
25
6
Hasil panen (ton/6600 m2)
1.250
1.875
7
Hasil produksi (ton/Ha)
1.8
2.7
8
Jumlah pakan komersial
1.750
2.200
9
Konversi pakan (FCR)
1,4
1,2
10
Biaya produksi per kg udang (Rp)
37.000
28.000
11
Ukuran size (ekor/kg)
44,5
40
12
Harga jual per kg (Rp)
49.000
55.000
13
Keuntungan per kg (Rp)
13.000
27.000
14
Keuntungan total bersih
16.250.000
49.059.000
Catatan: Biaya produksi per kg udang (biaya penyusutan iventaris, operasional, dan bunga bank)

0 comments:

Post a Comment