A.
Latar Belakang
Isu
pangan menjadi penting seiring dengan semakin terbatasnya sumberdaya alam dan
bertambahnya jumlah penduduk. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Persoalan pangan selain terkait dengan pemenuhan kebutuhan sendiri, juga
menjadi komoditas ekonomi yang cukup penting. Berbagai proses perbaikan telah dilakukan
untuk melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas pangan, terutama perbaikan
sumber atau bahan dan proses pengolahan.
Isu
pangan juga terkait dengan industralisasi, terutama pada proses pengolahan
makanan untuk keperluan perdagangan. Hasil dari pengolahan makanan, disebut
sebagai makanan olahan, yang merupakan hasil dari pengolahan produk primer
ataupun produk setengah jadi menjadi produk jadi pada komoditas pertanian,
peternakan dan perikanan yang dimanfaatkan sebagai pangan untuk dikonsumsi manusia.
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode
tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Proses pengeringan ikan tandeman
dilakukan selama 2 minggu sambil ikan kering tersebut diamati sampai terjadi
perubahan.
Dari hasil pengamatan, setelah dilakukan pengawetan, A, B, C dan D
mempunyai kondisi fisik (tekstur daging dan warna), bau, serta daya simpan yang
berbeda-beda. Ditinjau dari kondisi fisik, tekstur daging B lebih tebal
daripada A dan C tetapi warna B kurang menarik karena lebih pucat dibandingkan
A dan C. Ditinjau dari bau, masing-masing ikan kering (A, B dan C) memiliki
khas tersendiri karena larutan yang digunakan untuk pengawetannya berbeda-beda.
Ditinjau dari daya simpannya, C memiliki daya simpan yang lebih lama daripada A
dan B yaitu 70 hari.
Untuk
ikan D, ikan tersebut telah membusuk. Hal ini dapat dilihat dari kulit berwarna
suram pucat dan berlendir banyak, sisik mudah lepas dari tubuh, mata tampak
suram, berbau tengik, insang berwarna coklat tua, daging lunak dan dalam air
ikan tersebut mengapung di permukaan. Jadi, ikan D tidak dapat digunakan untuk
proses selanjutnya. Berdasarkan literatur yang didapatkan, ikan kering yang
baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: warna daging mendekati warna asli ikan
segar, tidak berbau asam atau tengik, tidak terdapat bercak noda dan tidak
lembek (kaku).
Untuk
daya simpan ikan kering, dilakukan pengamatan sampai ikan kering menunjukkan
tanda-tanda kerusakan. Ciriciri ikan kering yang rusak adalah daging ikan
menjadi lunak dan mudah terlepas dari tulangnya, berlendir, adanya
bercak-bercak merah dan ikan berbau tengik.9
Na
Cl dan asap cair bersifat sebagai pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk.9, 10 Dari ikan kering A, B dan C dapat dilihat bahwa C
memiliki daya simpan lebih lama. Jadi asap cair memiliki sifat antimikroba yang
lebih baik daripada Na Cl, dimana asap cair dapat memperpanjang daya simpan
ikan kering sampai 70 hari.
Kadar
Air Ikan Kering
Ikan
kering yang masing-masing direndam dengan pengawet yang berbeda, dimana A (ikan
kering dengan pengawet NaCl), B (ikan kering dengan pengawet NaCl-asap cair)
dan C (ikan kering dengan pengawet asap cair).
Dari
hasil yang didapatkan, ikan A, B dan C memiliki kadar air sebesar 37,30 %,
32,89 % dan 15,48 %. Berdasarkan literatur yang didapatkan, nilai kadar air
maksimal ikan asin kering adalah sebesar 40 %.7 Jadi semua ikan kering yang
diawetkan memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan. Kadar air merupakan
komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi kenampakan
tekstur. Bahkan dalam bahan makanan kering pun terkandung air dalam jumlah
tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan
daya tahan bahan itu.
Kadar
Abu Ikan Kering
Pada
penentuan kadar abu ikan kering, hasil yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel
4 berikut.
Kode
Sampel Kadar Abu (%)
A
24,37
B
24,40
C
9,29
Keterangan:
A, B, C merupakan ikan kering yang masing-masing direndam dengan pengawet yang
berbeda, dimana A (ikan kering dengan pengawet NaCl), B (ikan kering dengan
pengawet NaCl-asap cair) dan C (ikan kering dengan pengawet asap cair).
Dari
hasil yang didapatkan, ikan A, B dan C memiliki kadar abu sebesar 24,37 %,
24,40 % dan 9,29 %. Dari tabel dapat dilihat bahwa ikan A dan B memiliki kadar
abu yang besar daripada C. Peningkatan kadar abu sangat erat kaitannya dengan
kandungan NaCl pada sampel. Semakin tinggi kadar NaCl maka semakin tinggi kadar
abunya. Pemberian NaCl menyebabkan pertambahan jumlah mineral natrium di dalam
daging ikan sehingga kadar abu juga meningkat.
Kadar
Protein Ikan Kering Pada penentuan kadar protein ikan kering, hasil yang
didapatkan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel
5. Kadar Protein Ikan Kering
Kode
Sampel Kadar Protein (%)
A
6,54
B
13,57
C
8,97
Keterangan:
A, B, C merupakan ikan kering yang masing-masing direndam dengan pengawet yang
berbeda, dimana A (ikan kering dengan pengawet NaCl), B (ikan kering dengan
pengawet NaCl-asap cair) dan C (ikan kering dengan pengawet asap cair).
Dari
hasil yang didapatkan, ikan A, B dan C memiliki kadar protein sebesar 6,54 %,
13,57 % dan 8,97 %. Kadar protein ikan B lebih besar daripada ikan A dan C.
Struktur protein A, B dan C tidak stabil sehingga mengalami denaturasi. Adanya
kandungan NaCl dan asap cair memiliki tekanan osmotik yang tinggi sehingga
dapat menarik air dari daging ikan serta menyebabkan terjadinya denaturasi dan
koagulasi protein sehingga terjadi pengerutan daging ikan dan protein terpisah.
Protein akan mengendap dan tidak mudah larut. Penambahan NaCl dan asap cair
mengakibatkan kadar protein akan meningkat.3 Jadi dari tabel di atas dapat
disimpulkan bahwa ikan kering B memiliki kadar protein lebih tinggi daripada
ikan kering A dan C.
Kesimpulan
Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa asap cair dapat diaplikasikan sebagai
pengawet pada pembuatan ikan kering.Kualitas ikan kering yang dibuat dengan
larutan NaCl–asap cair lebih bagus daripada ikan kering yang dibuat hanya
dengan larutan asap cair atau pun hanya dengan larutan NaCl. Hal ini dapat
dilihat dari bau yang tidak terlalu berbau asap, warna kurang coklat (hampir
sama dengan warna daging ikan segar), daya simpan 63 hari, kadar air sebesar
32,89 %, kadar abu sebesar 24,40 % serta kadar proteinnya sebesar 13,57 %.
Referensi
1. Swastawati, F.,Eko Susanto, Bambang
Cahyono, Wahyu AjiTrilaksono, 2012, Quality Characteristic and Lysine Available
of Smoked Fish. APCBEE Procedia Journal.,No. 2, hal. 1–6
2. Kostyra, E., Nina Baryłko-Pikielna,
2006, Volatiles Composition and Flavour ProfileIdentity of Smoke Flavourings.
Food Quality and Preference Journal.,No. 17, hal. 85-95
3. Visciano, P., M. Perugini, F. Conte, M.
Amorena, 2008, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Farmed Rainbow
Trout(Oncorhynchus mykiss) Processed by Traditional Flue Gas Smoking and by
Liquid Smoke Flavourings.Food and Chemical Toxicology Journal., No. 46, hal.
1409–1413
4. Alcicek, Z., 2011, The Effects of Thyme
(Thymus vulgaris L.) Oil Concentration on Liquid-SmokedVacuum-Packed Rainbow
Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792) FilletsDuring Chilled Storage.Food
Chemistry Journal., No. 128, hal. 683–688
5. Prananta, J., 2008, Pemanfaatan Sabut
dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai
Pengawet Makanan Alami. Skripsi.,
Universitas Malikussaleh, Aceh
6. Sudarmadji, S.,1984, Prosedur Analisa
untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta, hal. 77
7. Standar Nasional Indonesia, 1992, Cara Uji
Makanan dan
Minuman, Departemen Perindustrian,
hal. 4 dan 7-9
8. Wahyuni, R., 2007, Pengaruh persentase
dan lama perendaman asap cair terhadap kualitas sosis asap ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Jurnal Primordia., Vol. 3 No. 2, hal. 95-104
9. Zainuddin, Muhammad, 2010, Studi
tentang teknik pengolahan ikan kering jambal roti di ud. joyo desa brondong
kecamatan brondong kabupaten lamongan propinsi Jawa Timur., Praktek Kerja
Lapangan., Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban
10. Arizona R., Edi Suryanto dan Yuny
Erwanto, 2011, The effect of canary shell liquid smoke concentration and
storage timeon chemical and physical quality of beef. Buletin Peternakan., Vol.
35 No. 1, hal. 50-56
11. Rahmani, Yunianta dan Erryana Martati,
2007, Effect of wet salting method on the characteristic of salted snakedhead
fish (Ophiocepalus striatus). Jurnal Teknologi Pertanian., 8
(3),
hal. 142-152
0 comments:
Post a Comment