Hasil
tangkapan nelayan juga jarang bisa bertahan hidup. Ini lantaran alat tangkap yang digunakan
kurang mendukung. Penggunaan bubu,
bagan, atau pancing sebagai alat tangkap
seringkali membuat ikan terluka gesekan atau tusukan mata pancing sehingga
melemahkan kondisi tubuhnya. Menangkap hidup-hidup dengan tangan jelas sulit
dilakukan.
Budidaya
kerapu tikus dapat menjadi usaha bisnis yang menguntungkan. Selain untuk menjamin kontinuitas pasokan,
target produksi pun dapat diatur sesuai permintaan pasar tanpa bergantung pada
kondisi alam. Keuntungan lain, kerapu hasil budidaya juga akan lebih sehat
dan lebih tahan hidup.
A. Sekilas Kerapu Tikus
Kerapu
tikus (Chromileptes altivelis) hanyalah satu dari 46 spesies kerapu yang hidup
di berbagai tipe habitat perairan
laut. Ikan ini bertubuh agak pipih dan
berwarna dasar abu-abu dengan
bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh.
Kepalanya kecil dengan moncong agak meruncing. Ukuran konsumsinya
berkisar 0,5kg—2kg. Di pasar
internasional dia dikenal dengan nama polka-dot grouper. Ada juga yang menyebutnya humpbacked
rocked. Selain dijual untuk konsumsi, sewaktu
muda ia juga laku sebagai ikan hias dan populer dengan nama grace kelly.
Di
habitat aslinya kerapu tikus hidup di kawasan terumbu karang di
perairan-perairan dangkal hingga 100 m di bawah permukaan laut. Selain perairan karang, lokasi kapal tenggelam juga
menjadi rumpon yang nyaman. Mereka
berdiam di dalam lubang-lubang karang atau menempel pada dinding karang atau
rumpon dengan aktivitas relatif rendah.
Gerak
ruayanya sempit dan biasanya membentuk gerombolan yang tidak terlalu
besar. Daerah penyebarannya antara lain
di wilayah perairan Pulau Sumatera, Kep.
Riau, Jawa, Teluk Banten, Luwuk Banggai, Teluk Tomini, Ambon, Ternate, Kepulauan Seribu, Bangka, Lampung Selatan, dan beberapa kawasan
terumbu karang lain.
Lokasi
budidaya kerapu tikus di Kep. Seribu,
tenang dan bebas polusi
Kerapu
muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5m—3 m. Habitat favoritnya adalah perairan dengan
dasar pasir berkarang yang ditumbuhi padang lamun (seagrass) Selanjutnya menginjak dewasa akan bergerak ke
perairan yang lebih dalam antara 7m—40 m.
Perpindahan ini biasanya berlangsung siang dan sore hari.
Kerapu
tikus salah satu jenis ikan laut komersial yang mulai dibudidayakan orang, baik untuk
pembenihan maupun pembesarannya. Jenis kerapu lain yang juga telah dapat
dibudidayakan di antaranya kerapu sunu
atau kerapu lodi (Plectropomus leopardus dan P. maculatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan
kerapu lumpur (E. suillus dan E. malabaricus).
B. Lokasi Budidaya
Pemilihan
lokasi yang sesuai sangat penting bagi kelangsungan usaha budidaya kerapu
tikus. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan di antaranya sebagai berikut :
1. Gangguan alam
Gangguan
alam misalnya ombak yang berlangsung terus-menerus, badai, dan gelombang besar,
atau arus laut yang kuat. Ombak yang
berlangsung terus menerus dapat membuat lingkungan air bergelora dan menyebabkan ikan stres sehingga
mengurangi selera makan. Badai dan
gelombang besar dapat merusak dan memporak-porandakan konstruksi wadah budidaya
seperti karamba jaring apung (kajapung).
Sedangkan arus laut yang kuat dapat merusak posisi karamba dan menghanyutkan.
2. Pencemaran
Lingkungan
perairan seringkali tercemar oleh limbah
berupa bahan kimia berbahaya, sisa pestisida, plastik, detergen, atau
sampah organik. Semua dapat mengganggu kesehatan dan kehidupan ikan. Bahkan bahan kimia tertentu, terutama yang
mengandung logam berat atau bahan beracun dapat mengancam kehidupan ikan dan
orang yang mengkonsumsinya.
Beberapa
indikator pada perairan tercemar di antaranya kadar Biological Oxygen Demand
(BOD = oksigen yang diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme aerobik yang
ada di perairan tercemar bahan organik)
melebihi 5 mg/liter dalam 5 hari, kadar amonia
melebihi 0,1 ppm atau 100 mg/m3, dan total bakterinya melampaui 3.000
sel/m3.
3
Predator
Beberapa
jenis ikan dapat mengancam kehidupan dan mengganggu ketenangan ikan sehingga
menyebabkan menurunnya produksi.
Ikan-ikan tersebut di antaranya ikan buntal dan ikan besar yang ganas.
Kontrol
karamba perlu dilakukan setiap hari
4.
Lalulintas laut
Lalulintas
kapal atau perahu nelayan dapat mengganggu ketenangan usaha budidaya. Selain itu, kapal-kapal besar juga berpotensi
mencemari lingkungan perairan dengan buangan limbah atau sisa minyak yang
menjadi bahan bakarnya.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas, lokasi budidaya sebaiknya di teluk, selat di antara pulau-pulau
berdekatan, atau perairan terbuka dengan terumbu karang penghalang (barrier
reef) yang cukup panjang. Selain itu kondisi air harus jernih dan bebas dari
fenomena alam arus balik (up welling).
Selain
faktor-faktor tersebut, parameter fisika dan kimia perairan tersebut juga harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
– Kecerahan minimal 3—5 meter
– Kadar garam (salinitas) 30—33 ppt (ppt
= part per thousand, atau permil)
– Suhu air 24oC—32oC
– pH air 7—9
– Kecepatan arus 20—50 cm/detik
– Kandungan oksigen terlarut (D0,
dissolved oxygen) minimal 3 ppm
– Kedalaman perairan ideal 7—15
meter
– Tinggi air pasang di atas 1 meter
Secara
lengkap, standar mutu perairan untuk budidaya biota laut tertuang dalam Surat
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
KEP-02/MENKLH/1/1988. Berdasarkan
kriteria tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan memperkirakan perairan Indonesia memiliki potensi areal
yang cukup besar untuk usaha pembudidayaan kerapu, yakni seluas 506.000 ha
tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.
C.
Penyiapan Kajapung
Jenis
karamba bermacam-macam, tetapi kajapung (karamba jaring apung) yang
terbaik. Konstruksinya terdiri dari
karamba-karamba jaring yang dipasangkan pada rakit terapung.
1. Pembuatan rakit
Untuk
membuat kajapung, yang pertama dibuat adalah rakit apungnya. Bahan baku bisa
dari kayu, bambu, pipa besi, atau paralon, dan dilengkapi pelampung untuk
mengapungkannya. Yang umum digunakan
adalah bambu dan kayu. Hendra
Pramana, direktur PT Kerapu Inti
Bahari (KIP), pemilik 7 unit kajapung di Kep. Seribu, menggunakan rakit dengan konstruksi
Rumah
jaga untuk memudahkan pengawasan kayu.
Malahan kayu besi yang dipakai
khusus didatangkan dari Sumatera.
Alasannya, rakit
kayu dipakai lebih lama dibanding bambu.
Ukuran
rakit bervariasi, sesuai keinginan, 6m x 6m,
8m x 8m, atau 10m x 10m. Namun,
yang umum dibuat 8m x 8m per unit dengan 4 petak karamba berukuran 3m x 3m x 3m
di bawahnya. Dalam satu lokasi biasanya
terpasang beberapa unit rakit. Salah
satu di antaranya dilengkapi rumah jaga untuk memudahkan pekerjaan perawatan
dan pengawasan di lokasi.
Agar
diperoleh konstruksi kokoh tanpa sambungan di tengah, Hendra menggunakan kayu
berukuran panjang 8 meter per batang.
Satu unit rakit membutuhkan
minimal 10 batang. Kayu-kayu itu kemudian dipasang sedemikian
rupa hingga membentuk rakit. Sudut-sudut
rakit harus terpasang kuat dan kokoh agar tahan goncangan ombak yang dapat
mengubah posisi dan bentuk rakit.
Caranya, pertemuan ujung kayu (yang membentuk sudut) dilubangi dan dipantek dengan kayu. Setelah itu diikat lagi dengan tali atau
kawat. Setiap persinggungan dua atau
lebih kerangka pun harus diikat kuat.
Setelah kerangka selesai, pelampung dapat dipasang.
Sebagai
pelampung digunakan drum plastik, drum oli, atau pelampung stereofoam. Hendra menggunakan pelampung stereofoam yang
dibungkus plastik polietilen (PE). Satu
unit rakit minimal memerlukan 9 buah pelampung.
Tiga buah dipasang masing-masing di sisi kiri-kanan, dan 3 lagi di tengah. Agar tidak hanyut, maka rakit dipasangi
jangkar. Satu unit rakit memerlukan 4
buah jangkar berbobot 25kg—50kg. Jangkar
ini diikatkan ke rakit menggunakan tali rakit kuat dan berdiameter 3—5 cm serta
panjang 3—5 kali kedalaman rakit. Agar
lebih aman, setiap rakit ditambahkan karung berisi pasir sebagai penahan.
2.
Membuat karamba jaring
Hendra
menyiapkan tiga macam karamba pemeliharaan.
Karamba pendederan, karamba penggelondongan, dan karamba pembesaran.
Kurungan pendederan dibuat dari bahan waring (kantung jaring bermata jaring
kecil, hanya sekitar 4 mm) yang ditempatkan di dalam karamba besar. Satu petak karamba berukuran 3m x 3m,
ditempatkan dua atau tiga kurungan waring dengan kedalaman sekitar 1,5
meter. Dengan demikan, ukuran waring
yang dipakai sekitar 3m x 1m x 1,5m atau 3m x 1,5m x 1,5m.
Karamba penggelondongan berukuran 3m x3m x 3m. Bahan kurungan berupa jaring PE dengan mata
jaring 1 inci. Sedangkan karamba
pembesaran dibuat dengan ukuran 3m x 3m x 3m, menggunakan jaring PE dengan mata
jaring 2 inci..
Sifat
kanibalisme mengharuskan dilakukannya pemilahan ukuran (grading) secara rutin
Untuk
membuat karamba dengan ukuran tertentu, perlu dipikirkan ukuran mata jaring dan
nilai hang in ratio yang dikehendaki.
Hang in ratio adalah persentase antara
panjang jaring dalam keadaan direntangkan dengan tidak
direntangkan. Ini akan menentukan berapa
panjang jaring yang akan dipakai dan berapa jumlah mata jaring setiap
sisinya.
Misalnya,
untuk membuat kurungan penggelondongan
dengan mata jaring 1 inci (2,5cm) dan
hang in ratio (S) = 30%. Maka untuk
menentukan panjang sisi jaring yang
dipakai bila dalam keadaan tertarik, dipakai rumus:
L = –––i––, dimana L = panjang jaring saat direntangkan (ditarik)
1 – S i = panjang jaring tidak direntang
3 3
= ––––––
= –––––– = 4 ,3m, dengan jumlah mata jaring 430/2,5 =
172 buah 1 – 0,3
0, 7
Sedangkan
kedalaman karamba dihitung dengan rumus :
d 3 3 3
D =
––––––––– = –––––––––––– = –––––––––– = –––––––– = 4,2m
(2S-S2) (2x0,3 – 0,32) (0,6-0,09) 0,51 dengan jumlah mata jaring 168
buah.
Karamba
dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi berbentuk kubus tak bertutup. Sisi-sisi yang berpasangan dirajut dengan
tali plastik. Setiap sambungan itu
ditambahkan tali berdiameter 1 cm dan dirajut.
Untuk tepi bawahnya dipasangkan timah-timah berlubang berbobot khusus
dengan jarak antartimah 5 cm. Setelah
itu karamba dipasangkan pada rakit yang telah disiapkan.
3.
Menyiapkan Benih
a. Syarat benih
Kondisi
benih penting sekali dalam budidaya agar
hasil produksi memuaskan. Benih harus
bermutu baik, sehat, dan seragam ukurannya. Benih yang sehat biasanya berwarna
cerah, geraknya lincah, aktif, nafsu makan tinggi, dan tidak ada cacat pada sirip,
sisik, maupun bagian tubuh lain.
Ukuran benih budidaya bervariasi tergantung pada tahapan budidaya
yang dilakukan. Bila ingin memulai dari
tahap pendederan, benih sebaiknya berukuran berkisar 3cm—5cm. Untuk kegiatan penggelondongan, ukuran benih
10cm—15cm. Benih untuk pembesaran
dimulai pada ukuran 20 cm—25cm.
Benih
yang digunakan bisa diperoleh dengan
beberapa cara. Yakni menangkap langsung
dari alam, membeli di nelayan penangkap/hatcheri, atau membenihkan sendiri.
Benih terbaik adalah benih hasil pembenihan (hatcheri). Baik dibeli maupun melakukan pembenihan
sendiri. Benih hasil pembenihan
berjumlah banyak, ukuran lebih seragam, dan kualitasnya terjamin.
b. Menangkap dari alam
Untuk
menangkap dari alam, perlu digunakan alat tangkap yang cukup menjamin hasil
tangkapan tetap sehat dan tidak cacat.
Alat tangkap bisa berupa jaring angkat, jaring sodo, atau bubu. Perahu dilengkapi palka air untuk menyimpan
benih selama berada di laut. Untuk aerator, beberapa perahu menggunakan cara
sederhana. Yakni dengan sistem pemasukan
dan pengeluaran air selama perjalanan.
Caranya pada lubang pemasukan air di bagian depan dan pengeluaran di
bagian belakang, dipasangi pipa bambu
atau selang plastik berdiameter 0,5 inci berujung runcing. Paralon di pemasukan air dipasang tegak dengan bagian runcing menghadap ke
Makan
dua kali sehari, pagi dan sore depan.
Sedangkan paralon di pengeluaran dipasang
miring
ke belakang dengan bagian runcing agak ke bawah.
Bila
tidak ada fasilitas itu, bisa dipakai wadah ember dan dilengkapi aerator untuk
keperluan oksigen. Ada juga yang
menempatkan wadah keranjang di sisi perahu sebagai penampungan sementara dalam
perjalanan di laut.
Sebelum
dipelihara di karamba, benih ditempatkan
di penampungan sementara untuk tindakan desinfeksi. Caranya benih direndam dalam air mengandung
antiseptik atau antibiotik. Bisa dengan Prevuran, Tetrasiklin, atau Chloramphenicol
dengan dosis 15—50 ppm selama minimal 1 jam.
Ini dimaksudkan untuk menghindarkan infeksi bakteri akibat luka goresan
pada tubuh waktu penangkapan dan pemindahan benih.
c.
Produksi benih sendiri
Di
Indonesia usaha pembenihan kerapu sudah banyak dilakukan. Di antaranya di Situbondo oleh PT Putri Cendana Prima, di Buleleng, Bali
oleh PT Hema Karuna Citra, dan di
Kalianda, Lampung. Teknologi
pembenihannya dikembangkan oleh Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung dan Loka
Budidaya Air Payau (LBAP) Situbondo.
Menyiapkan
induk
Induk yang dipakai
biasanya berasal dari tangkapan alam.
Syaratnya, induk harus sehat, tidak cacat fisik, dan telah mencapai ukuran dewasa (lebih dari
1,5 kg untuk betina dan 3 kg untuk jantan).
Semakin berat induk semakin besar gonad, sehingga produksi telurnya juga
makin banyak. Ikan kerapu biasanya
bersifat hermaprodit protogini, yakni mengalami perubahan kelamin. Pada umur
1,5—2,5 tahun induknya berkelamin betina. Sedang 2,5 tahun ke atas
berkelamin jantan.
Sebelum
dipijahkan, induk tangkapan alam itu perlu
dikondisikan selama minimal 6 bulan.
Selain untuk mengkondisikan induk, juga untuk mematangkan kelaminnya dan
pergantian seksual. Pemeliharaannya
bisa dilakukan di darat menggunakan bak terkendali atau di laut dengan kurungan apung. Di BBL Lampung pemeliharaan induk di bak
terkendali ditujukan untuk pemijahan alami dengan manipulasi lingkungan.
Pemeliharaan di laut bertujuan untuk pematangan induk dan peralihan jenis
kelamin.
Bak sebaiknya berbentuk lingkaran dengan
saluran air masuk dari sisi yang satu, dan saluran pembuangan di tengah dasar
bak pada sisi berlawanan. Bahannya bisa berupa
semen atau fiberglass. Ukuran bak
50—100 m3, dengan kedalaman air tidak kurang dari 2,5 meter. Bak dilengkapi sistem air mengalir 24 jam
sehari untuk menjamin pergantian air kontinu.
Kurungan atau karamba apung berukuran 3m x 3m
x 3m, dibuat dari bahan jaring PE bermata 2 inci. Keuntungan menggunakan kurungan apung
adalah tidak membutuhkan sumber listrik
untuk pompa air dan blower, kualitas air tetap baik, perawatan mudah, dan ikan
lebih cepat beradaptasi di lingkungan baru.
Penggantian jaring hanya dilakukan sebulan sekali atau dipercepat bila
jaring lebih kotor.
Sebelum dipelihara induk tangkapan alam
dimasukkan dulu dalam bak karantina untuk dilakukan pengobatan luka atau
penyakit. Pengobatan dilakukan dengan
cara perendaman antibiotik. Di antaranya
menggunakan Sulfanomida 50 ppm selama 3—4 jam, Neomycin Sulfat 50 ppm selama
1—2 jam, Chlorampenicol 50 ppm selama 1—2 jam, atau dengan Acriflavin 100 ppm
selama 1 jam. Bisa juga mengoleskan luka
dengan 5 ppm Treflan, diulang selama beberapa hari. Atau secara oral dengan oxytetracyclin yang
dicampur pakan berdosis 0,5 gr per kg
pakan selama 7 hari.
Pada
masa pemeliharaan induk dikondisikan
dengan pakan dan vitamin yang cukup.
Menurut Ir. Muhammad Murdjani,
MSc., Kepala LBAP Situbondo, pakan yang diberikan berupa ikan rucah berkadar
lemak rendah dan berprotein tinggi.
Jenisnya bisa berupa cumi segar, layang, selar, tanjan, japun, dan
lemuru. Dosisnya, di luar musim
pemijahan sebanyak 3%—5% dari total bobot badan ikan per hari. Sedangkan pada musim pemijahan diturunkan
menjadi 1%. Pemberiannya 1—2 kali sehari
pagi dan/atau sore hari. Vitamin
diberikan seminggu sekali berupa vitamin E untuk memperlancar kerja fungsi sel
kelamin, vitamin C untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan mempercepat
kematangan gonad, dan vitamin B kompleks untuk meningkatkan nafsu makan. Pemberiannya dilakukan dengan mencampur
vitamin pada pakan. Dosisnya 3 mg
vitamin E, 1000 IU vitamin C, dan 1—2 mg per kg pakan untuk vitamin B.
Setelah
kondisi induk prima, dilakukan seleksi induk.
Induk terpilih telah matang gonad
(matang kelamin). Deteksi kematangan
induk dilakukan dengan mengamati kualitas kematangan telur dan sperma. Pada induk jantan, sperma dapat diperoleh
dengan mengurut bagian perut ikan (stripping).
Sedangkan telur induk betina diperoleh dengan cara kanulasi. Yakni memasukkan selang plastik (kateter)
berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 5cm—10cm, kemudian diisap
untuk mendapatkan telur. Telur dan
sperma yang diperoleh itu kemudian diamati kualitas dan tingkat kematangannya.
Telur siap pijah biasanya berdiameter 450 mikron atau lebih. Sedangkan sperma siap pijah bila berwarna
putih susu dan kental.
Pemijahan
Pemijahan
dilakukan dengan dua cara, yakni memanipulasi lingkungan dan dengan sistem
rangsangan hormonal. BBL Lampung dan
LBAP Situbondo biasanya hanya menggunakan sistem manipulasi lingkungan
saja. Sebab menurut Ir. Much. Abdul
Rachman dari LBAP Situbondo, sistem ini benar-benar meniru kebiasaan pemijahan
kerapu tikus secara alami di alam.
Dengan demikian induk hanya akan mengeluarkan sperma dan telur yang
masak dan berkualitas. Selain itu teknik
pelaksanaannya mudah dan relatif
murah. Kerugiannya, ikan hanya dapat
bertelur di saat gelap ketika tidak ada
bulan. Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 bulan
berikutnya.
Untuk
melakukan pemijahan dengan manipulasi lingkungan, induk yang telah matang
kelamin ditempatkan di bak pemijahan
dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 2.
Dalam satu bak sebaiknya dimasukkan beberapa pasang induk. Sebab dari pengamatan yang dilakukan BBL
Lampung diketahui, peluang keberhasilan pemijahan secara berkelompok lebih
besar daripada satu pasang setiap bak.
Induk
di dalam bak kemudian diberi rangsangan atau kejutan faktor lingkungan dengan teknik penjemuran
dan air mengalir. Metode penjemuran
dilakukan dengan menurunkan permukaan air pada siang hingga sore hari sampai
kedalaman air bak tinggal 40—50 cm.
Pada petang hari permukaan air dinaikkan dan air dialirkan sepanjang
malam hingga memenuhi kapasitas bak.
Perlakuan ini dilakukan setiap hari. Dengan cara itu, intensitas sinar
matahari pada siang hari dapat mengenai
tubuh ikan secara langsung, otak kecil terangsang untuk menghasilkan
hormon-hormon pemijahan yang memacu pematangan kelamin. Perubahan suhu secara drastis 2oC—5oC setiap
hari juga akan berperan serupa untuk merangsang kelamin berproduksi.
Biasanya
tiga bulan setelah perlakuan itu, ikan mulai memijah. Pemijahan terjadi pada malam hari antara pukul 22.00—02.00.
Jumlah telur yang dihasilkan berbeda-beda menurut ukuran tubuh
induk. Induk berbobot 1 kg rata-rata
menghasilkan 200.000—300.000 butir dalam satu siklus pemijahan. Malahan ada induk yang bisa menghasilkan
1-juta—1,5juta telur. Biasanya
tingkat pembuahan yang dicapai
50%—70%. Telur yang dibuahi berwarna
bening, melayang di badan air, atau mengapung di permukaan air.
Di
LBAP Situbondo, bak dibuat sedemikian rupa sehingga bila ada telur, maka telur
yang baik akan mengambang dan mengalir
ke bak penampungan telur berbentuk segitiga yang terletak di tengah.
Telur yang tidak terbuahi dan kurang baik (berwarna putih dan keruh) akan
mengendap di dasar bak dan dibuang bersama kotoran pada pagi hari.
Telur
yang telah terkumpul selanjutnya dipindahkan ke dalam bak penetasan atau bak
pemeliharaan larva. Bak penetasan dan
pemeliharaan larva berupa bak semen atau bak fiberglas dengan ukuran 10m3—20m3
dan dilengkapi aerasi. Suhu air bak yang
sesuai untuk penetasan berkisar 27oC—29oC.
Padat penebaran 40—60 butir per liter.
Biasanya di tempat ini telur akan menetas dalam 18—22 jam setelah
terjadi pembuahan dengan tingkat penetasan mencapai 60%—70%. Dengan tehnik ini sepanjang tahun bisa
dihasilkan benih kerapu.
Bagi
pengusaha yang punya modal, pemijahan dapat juga dilakukan dengan teknik
rangsangan hormonal menggunakan hormon gonadotropin atau HCG (Human Chlorionic
Gonadotropin) dan Puberogen yang kini dipasarkan secara bebas. Ikan bisa dipijahkan setiap saat. Hanya saja harga hormon HCG dan Puberogen
sangat mahal, sekitar USD 200 per gram. Lagipula menurut Abdul Rachman,
rangsangan hormonal mengakibatkan perubahan tingkah laku reproduksi induk ikan,
yaitu tidak akan bertelur kecuali disuntik.
Perangsangan
hormonal dilakukan dengan penyuntikan hormon ke dalam tubuh induk. Dosis penyuntikan 1.000—2.000 IU HCG + 75—150
RU per kg bobot induk. Penyuntikan
dilakukan pada bagian otot daging (intramuskular). Baik melalui selaput dinding perut
(intraperitonial), melalui rongga dada (chest cavity) , dan melalui pangkal
sirip pectoral. Penyuntikan hanya dilakukan satu kali saja, yakni pada pagi
hari.
Biasanya
40—45 jam setelah penyuntikan, induk akan memijah. Pemijahan berlangsung pada malam hingga dini
hari. Telur selanjutnya diseleksi, dan
telur yang dibuahi dipindahkan ke bak penetasan/pemeliharaan larva. Telur akan
menetas dalam waktu 18—22 jam.
Larva
kerapu tikus yang baru menetas mempunyai panjang 1,69mm— 1,79 mm. Biasanya cadangan makanan berupa kuning telur
terserap habis saat larva berumur 3 hari (D.3).
Dengan demikian larva memerlukan pasokan makanan dari luar. Makanan yang dapat diberikan berupa rotifera
(Brachionus plicatitis), Artemia salina, atau zooplankton lain yang mempunyai
nilai nutrisi tinggi dan cocok dengan bukaan mulut larva. Untuk menjaga
keseimbangan kualitas air dan pakan
rotifera dalam bak pemeliharaan, diberikan pula fitoplankton Chlorella sp dan Tetraselmis chuii.
Chlorella diberikan sejak larva berumur D.1
dengan kepadatan sebanyak 1—5 x 105 sel/ml.
Rotifera dengan kepadatan 5—20 ekor/ml diberikan sejak umur
D.3—D.15. Selanjutnya kepadatan
rotifera dikurangi menjadi 3—5 ekor/ml sampai ikan berumur D.25—D.30. Selain itu diberikan pula nauplii artemia
0,5—3 ekor per ml hingga umur D.20. Pada
umur D.25—D.35 mulai diberikan artemia muda dengan kepadatan 0,5—1 ekor per
ml. Benih umur D.35—D.45 diberi pakan
artemia dewasa dan udang jambret.
d. Membeli di produsen/hatcheri
Saat
ini banyak hatcheri yang menjual benih kerapu tikus. Beberapa alamat yang menyediakan benih kerapu tikus, di antaranya sebagai
berikut.
– Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung,
Desa Hanura, Kec. Padang Cermin
Lampung
Selatan
– Loka Budidaya Air Payau (LBAP)
Situbondo, Jln. Raya Pecaron, Panarukan, Situbondo
– PT Putri Cendana Prima, Jln. Sumatera
No. 136, Surabaya
– PT
Halim Saripe Dinamika Perumahan Taman Harapan Indah Blok FF Lt. 7
B, Jakarta
4. Teknik Pemeliharaan
Ada
tiga kegiatan pemeliharaan, yakni pendederan, penggelondongan, dan
pembesaran. a. Pendederan
Biasanya
benih mulai dipasarkan untuk dibesarkan setelah berumur 45 hari, saat berukuran 2cm—3 cm dengan bobot rata-rata 1,2
gram. Pada umur ini biasanya ukuran
larva tidak seragam, masih kanibal, dan cenderung berkumpul di satu tempat. Tingkat
kematiannya masih tinggi. Karena itu
perlu dipelihara secara khusus di bak terkendali atau di karamba jaring apung.
Pendederan
di bak terkendali memudahkan penanganan dan pengawasan benih. Penebaran benih dilakukan pagi atau sore hari
untuk menghindari stres karena kondisi lingkungan. Sebelum dilepas di bak, benih diaklimatisasi
dulu dengan cara plastik kemas berisi benih ditempatkan di sisi bak selama 0
,5—1 jam agar terjadi penyesuaian suhu lingkungan secara perlahan. Kemudian
kantung dibuka dan sedikit demi sedikit dimasukkan air bak pendederan hingga
kondisi airnya menjadi sama. Dengan
demikian ikan dapat keluar sendiri ke
bak.
Padat
penebaran di bak pendederan 1—3 ekor per liter. Kondisi aerasi harus berlangsung lancar
sepanjang hari dengan sistem air mengalir.
Ini dimaksudkan agar pergantian air dapat berlangsung sempurna, minimal
200% per hari. Untuk mengurangi
penurunan kualitas air akibat sisa pakan, dilakukan penyiponan (mengeluarkan
sisa pakan dan kotoran lain dengan cara diisap menggunakan selang). Penyiponan dilakukan setiap hari, setelah
selesai pemberian pakan.
Pendederan
di waring apung juga harus melalui proses aklimatisasi dengan cara yang
sama. Padat penebaran benih di waring
apung 300—500 ekor per kantung waring atau 70—80 ekor/m3. Kemudian setelah masa pemeliharaan 1,5—2
bulan kepadatan dikurangi menjadi 150 ekor per kantong waring. Kepadatan 150 ekor ini dipertahankan sampai
masa pemeliharaan benih berumur 3—4 bulan.
Selama
pendederan, ukuran pakan yang diberikan sesuai dengan bukaan mulut ikan. Jenisnya bisa
berupa rebon segar (udang kecil berukuran sekitar 1 cm, red) dan daging
ikan segar yang digiling. Frekuensi
pemberiannya 4 —5 kali per hari sampai
ikan benar-benar kenyang.
b. Penggelondongan
Setelah
3—4 bulan di pendederan, bibit telah mencapai ukuran 25gram—50 gram per
ekor. Karena itu bibit dapat dipindahkan ke dalam karamba
penggelondongan yang telah disiapkan.
Padat penebaran dalam tahap ini sebaiknya 70—80 ekor per m3 yang menggunakan jaring PE 0,5—1 inci. Jaya Suryana di Lampung menggunakan mata
jaring 1cm pada tahap ini. Sedangkan
PT Kerapu Inti Bahari di Kep. Seribu menggunakan
jaring berukuran 1 inci dengan padat penebaran 40—50 ekor/m3.
Pada
tahap ini ikan diberi pakan ikan rucah yang dipotong atau dicacah kecil-kecil
sesuai bukaan mulut. Jaya Suryana
memberikan pakan berupa daging ikan tanjan, petek, teri, dan kembung. Dosis
10% dari total bobot badan ikan dan diberikan minimal 2 kali sehari,
pagi dan sore. Selain itu Jaya juga
memberi tambahan vitamin seminggu sekali yang diberikan bersama pakan. Vitamin yang digunakan adalah
Amolovit dengan dosis 1 gr per kg pakan
dan Probiotik 1—2 cc per kg pakan.
c. Pembesaran
Biasanya
setelah 2—3 bulan di karamba penggelondongan, bibit
Rebon
dan teri, pakan kerapu tikus telah
mencapai ukuran 75gram—
100
gram. Pada saat ini ikan dapat
dipindahkan
ke karamba pembesaran. Padat penebaran
yang dianjurkan BBL Lampung 40—50 ekor/m3.
Namun Jaya menggunakan padat penebaran 25—30 ekor/m3.
Pada
tahap ini pakan yang diberikan Jaya
tetap berupa ikan rucah. Dosis pakannya kali ini hanya 5%—8% dari total berat
ikan per hari. Pemberiannya dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore. Selain pakan, Jaya juga tetap memberi
tambahan vitamin seminggu sekali.
Biasanya dalam 5—6 bulan di karamba pembesaran ikan akan mencapai ukuran
konsumsi (500—800 gram/ekor ).
Selain
ikan rucah, sebenarnya ikan dapat diberi pakan buatan berupa pelet. Malahan pakan pelet memiliki
keunggulan. Selain memiliki komposisi
formula lengkap, termasuk vitamin dan mineral sesuai kebutuhan, pelet juga
dapat disimpan lama. Hanya saja saat ini
belum banyak yang memproduksi pelet untuk pakan kerapu. Di Loka Penelitian Air Payau Gondol, Bali pun
pakan pelet masih dalam tahap penelitian.
d. Pengelolaan lain
Beberapa
kegiatan pemeliharaan lain yang penting dilakukan adalah penggolongan ukuran
(grading) dan penggantian jaring.
Grading dilakukan karena pertumbuhan ikan ini seringkali tidak seragam,
padahal kerapu tikus bersifat kanibal.
Sifat buasnya itu akan menonjol apabila terjadi perbedaan ukuran. Tidak hanya memangsa yang kecil, tetapi juga
menjadi penguasa di situ. Sehingga ikan
kecil akan tersisih dalam segala hal, termasuk dalam persaingan makanan. Untuk mencegahnya, perlu dilakukan
penyeragaman ukuran setiap 2—4 bulan sekali.
Perawatan
dan pengontrolan jaring perlu diperhatikan.
Jaring yang kotor dapat menghambat sirkulasi air dan oksigen. Bila dibiarkan hal ini akan menghambat
pertumbuhan ikan. Tak hanya itu, adanya tritip dan lumut juga dapat menjadi
sarang penyakit. Kasus sirip sobek atau
cacat juga tak lepas dari masalah ini.
Karena itu jaring harus diganti minimal setiap 2 minggu sekali. Jaring yang kotor dijemur sampai kering
kemudian dicuci bersih, lalu dijemur lagi sampai kering. Setelah itu jaring siap dipakai kembali.
Ikan
juga harus dihindarkan dari kondisi stres yang menurunkan nafsu makan. Bahkan dalam kondisi lebih buruk dapat
menyebabkan ikan muntah-muntah sehingga menghambat pertumbuhan. Stres terjadi karena goncangan air, atau
perubahan kondisi lingkungan mendadak. Permukaan
jaring juga sebaiknya ditutup bilik atau
shading net agar kondisi dalam karamba menjadi gelap. Hal ini karena kerapu
tikus bersifat nokturnal ( aktif malam
hari ).
Hindarkan
pula penempatan unit karamba di dekat lokasi tambak.
Masuknya
air tawar ke lokasi budidaya dapat menurunkan kualitas air. Ikan menjadi rentan
serangan bakteri Vibrio sp yang menyebabkan penyakit vibriosis. Untuk vibriosis
yang ditandai sirip dan kulit memborok dan daging pecah-pecah dapat diobati
dengan antibiotik/antiseptik.
Aplikasinya melalui perendaman dalam larutan Prefuran atau Nitrofurazone
15 ppm selama minimal 4 jam. Bisa juga
secara oral dengan oxytetracyclin sebanyak 0,5 gram per kg pakan selama 7
hari. Sisa pakan yang tidak dimakan
ikan juga harus dibuang. Sebab kalau tidak, ikan lain dapat menyambar
dari luar sehingga memuat jaring bolong.
5
. Panen
Panen
umumnya disesuaikan dengan ukuran yang dikehendaki pasar. Ukuran konsumsi ikan
kerapu 500gram—800 gram. Rata-rata hasil panen untuk 1 unit karamba yang
terdiri atas 4 buah petak pembesaran berukuran 3m x 3m x 3m adalah 2ton—2,5 ton
dengan perkiraan kematian alami 5%—10%.
Pada
hari pemanenan, pemberian pakan dihentikan.
Selanjutnya tali pemberat pada karamba dilepas dan jaring diangkat
perlahan-lahan. Setelah itu ikan dipindahkan ke atas kapal yang dilengkapi palka khusus untuk menampung
ikan. Atau langsung dikemas di atas
rakit secara tertutup menggunakan plastik berisi air dan oksigen. Setiap plastik berisi 5—6 ekor ikan, diberi
obat penenang dan desinfektan, lalu diangkut ke darat.
Di
darat ikan dimasukkan ke bak penampungan berisi air dengan suhu sekitar
19oC—20oC. Di sini ikan dipuasakan
selama beberapa hari sebelum dikemas lagi untuk dikirim ke eksportir atau
langsung dipasarkan ke luar negeri. ***
0 comments:
Post a Comment