Persiapan tambak merupakan
salah satu faktor penting untuk menjaga kondisi lingkungan tambak untuk menjamin kelayakan
hidup udang. Persiapan tambak yang sering dilakukan
oleh petambak ialah mengolah
tanah tambak dengan cara menjemur, mengangkat lapisan lumpur dan pemberian
kapur (CaCO3). Akan tetapi, cara pengolahan
tanah tambak tersebut dinilai kurang
maksimal dalam mengurangi konsentrasi
hidrogen sulfida dan amoniak.
Oleh karena
itu, diperlukan cara pengolahan
tanah tambak lain yang lebih maksimal
dalam mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida dan amoniak.
Pada percobaan ini dikaji cara pengolahan
tanah tambak dengan pengangkatan
lapisan lumpur yang selanjutnya disertai
pembakaran sekam dan pengangkatan
lapisan lumpur yang selanjutnya disertai pencucian air tawar.
Pada percobaan
pendahuluan dilakukan pengujian dengan metode HCl dan
Zn asetat terhadap tanah dari beberapa
cara pengolahan tanah
tambak. Pada percobaan ini didapatkan
hasil bahwa dengan cara pengangkatan lapisan lumpur yang selanjutnya
disertai pembakaran sekam di atas tanah merupakan
cara yang mampu menghilangkan hidrogen sulfida paling maksimal.
Pada percobaan pendahuluan dengan metode
pengangkatan lapisan
lumpur yang
selanjutnya disertai pencucian
air tawar didapatkan hasil bahwa pengurangan
konsentrasi H2S secara maksimal terdapat pada pergantian air ke tiga dan masing-masing dua kali pengadukan. Percobaan
lanjutan perlu dilakukan
untuk mengetahui cara pengolahan
tanah tambak yang
efektif dalam
memperbaiki kualitas tanah tambak yang mendukung kehidupan udang vaname
melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan
hidup. 2.1 Biologi Udang
Vaname
Udang
vaname adalah salah satu spesies udang dan potensial untuk dikembangkan secara
komersial. Pada tahun 2008 rata-rata
produksi udang mencapai 11,6 % dari seluruh hasil budidaya (Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, 2009).
Menurut
Boone (1931), udang vaname mempunyai klasifikasi dan tata nama sebagai berikut
:
Kingdom : Animalia
Filum :
Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas :
Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo :
Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili :
Penaeidae
Genus :
Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei
Menurut
Haliman dan Adijaya (2004), secara morfologi udang vaname memiliki tubuh yang
dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Udang vaname memiliki tubuh yang
berbuku-buku dan aktivitas berganti
kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting.
1. Tanah Tambak
Tanah yang digunakan
untuk tambak udang sebaiknya jenis tanah liat
berpasir untuk menghindari kebocoran air (Haliman
dan Adijaya, 2004). Kondisi
dasar tambak dapat berubah
setiap waktu yang dipengaruhi
oleh akumulasi residu bahan organik
yang semakin meningkat
seperti, ganggang yang mati, feses dan residu makanan yang menyebabkan
tingginya konsumsi oksigen dan
kurangnya tingkat pertumbuhan (Boyd, 1995 dalam Avnimelech et al., 2003).
Menurut
Avnimelech et al. (2003), di kolam dengan kontruksi dasar tanah akan
terjadi sedimentasi dari plankton dan residu makanan yang akan
menyebabkan kondisi dasar tanah memburuk
karena terjadi perubahan bahan di
dasar tanah. Akumulasi yang berlebihan dari residu bahan organik akan
menyebabkan perkembangan lingkungan anaerob, penurunan
perkembangan biota, peningkatan kebutuhan oksigen, penghambatan pertumbuhan biota dan
pembusukan dasar kolam.
Residu bahan organik dan nutrien yang ada di dalam
kolam cenderung terakumulasi di dalam tanah sehingga beberapa
bahan dapat hilang dari dalam air.
Kondisi substrat merupakan
faktor kritis untuk udang jika dibandingkan
dengan budidaya ikan lainnya sebab udang hidup di dasar perairan
(Boyd, 1989; Chien, 1989 dalam
Ritvo et al., 1996). Pembentukan kondisi anaerob juga dipengaruhi oleh faktor produksi dan tingkat intensifikasi budidaya (Avnimelech et al., 2003).
2. Sulfur
Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang S dan nomor atom 16. Bentuk
sulfur adalah non-metal yang tak berasa,
tak berbau dan multivalent. Sulfur dalam bentuk
aslinya
merupakan sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam belerang
atau sulfur ini dapat ditemukan
sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat (http://id.wikipedia.org.
2008). Sulfur (S) berada dalam bentuk organik
dan anorganik.
3. Sulfat
Ion sulfat yang bersifat
larut dan merupakan bentuk
oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan (Effendi, 2003). Sulfat yang berikatan
dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk
sulfur yang paling banyak ditemukan di danau
dan sungai (Cole, 1988 dalam
Effendi, 2003). Sulfat merupakan sulfur yang paling banyak dioksidasi, dan menjadi salah satu
anion utama dalam air laut (Madigan et
al., 1996). Kadar sulfat pada perairan
tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter
(Effendi, 2003).
4. Hidrogen Sulfida
(H2S)
Hidrogen sulfida
(H2S) merupakan gas yang
tidak
berwarna,
toksik
dengan bau yang sangat busuk. Menurut Wyk dan Scarpa (1999),
H2S terjadi
karena dekomposisi bahan organik
dalam keadaan
anaerob. Reduksi anion
sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam.
Sumber
utama
H2S adalah dekomposisi bahan organik oleh bakteri
terotrof tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi
anaerob.
Pada kondisi
aerob, hidrogen sulfida
akan dioksidasi oleh
bakteri Thiobacillus menjadi sulfat. Beberapa bakteri,
misalnya Chlorobactriaceae dan Thiorhordaceae dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Perubahan
hidrogen sulfida menjadi sulfur juga dapat terjadi dalam proses sintesis karbohidrat. Dalam reaksi tersebut (persamaan 1.3), hidrogen sulfida digunakan
sebagai sumber hidrogen donor untuk membentuk
kembali unsur sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis karbohidrat (Effendi, 2003).
Cahaya
CO2 + 2H2S (CH2O) + H2O + 2S
Karbohidrat
Toksisitas H2S akan meningkat
seiring dengan penurunan
kadar oksigen terlarut. Selain itu, H2S juga berdisosiasi ke dalam suatu kesetimbangan campuran dari HS- dan H+, proporsinya ditentukan oleh pH, suhu, dan salinitas.
Kadar sulfida total kurang dari 0,002 mg/liter
dianggap tidak membahayakan kelangsungan hidup organisme akuatik (Wyk
dan
Scarpa,
1999).
Hidrogen
sulfida sangat beracun bagi udang
vaname meskipun pada konsentrasi rendah ± 0,05 mg/liter (Hanggono, 2005).
5. Arang Sekam
Sekam Padi
Salah
satu bentuk limbah
pertanian adalah sekam yang merupakan
buangan pengolahan padi. Sekam padi merupakan
lapisan keras yang
membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut
lemma dan palea
yang saling bertautan. Pada proses penggilingan
gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi
bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28%
sekam (Nugraha dan
Setyawati, 2001).
Sekam dikategorikan sebagai biomassa
yang
dapat
digunakan untuk
berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri,
pakan ternak, dan energi (Nugraha dan Setyawati, 2001). Ditinjau
dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa
unsur penting seperti terlihat
pada. Tabel 1. Komposisi kimiawi sekam
Komponen Kandungan (%)
Kadar air 9,02
Protein kasar 3,03
Lemak 1,18
Serat kasar 35,68
Abu 17,71
Karbohidrat kasar 33,71
Sumber :
Suharno (1979) dalam
Nugraha dan Setyawati
(2001)
A.
Pembuatan Arang Sekam
Pembuatan arang sekam dimaksudkan untuk memperbaiki
sifat
fisik sekam agar lebih mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut.
Salah satu kelemahan sekam bila
digunakan langsung sebagai sumber
energi panas adalah menimbulkan asap dan warna bahan berubah sehingga
menurunkan kualitas bahan di samping menimbulkan
polusi udara (Nugraha dan Setyawati, 2001).
Tabel 2. Komposisi kimia arang sekam
Komponen Kandungan (%)
Karbon (zat arang) 1,33
Hidrogen 1,54
Oksigen 33,64
Silika (SiO2) 16,98
Sumber :
DTC-IPB
dalam Nugraha dan Setyawati
(2001)
Pembuatan
arang sekam dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah pembakaran dengan sistem cerobong asap. Cerobong mempunyai diameter 10 cm, tinggi 1 m dan di sepanjang silinder dibuat lubang. Pada bagian bawah cerobong
dibuat rumah cerobong berbentuk segi empat. Pembuatan
arang sekam dilakukan dengan cara meletakkan
bara api di lantai kemudian ditutup
dengan sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).
B.
Pencucian Tanah Tambak Menggunakan
Air Tawar
Prinsip
dari pencucian tanah tambak dengan menggunakan air tawar ini hampir sama dengan
prinsip pergantian air di kolam. Penggunaan air tawar ini bertujuan untuk
melarutkan kandungan H2S yang konsentrasinya sangat tinggi yang terdapat pada
tanah tambak pascapanen.
Air
tawar digunakan sebagai media pencucian karena air tawar mempunyai kandungan
sulfur yang sangat kecil (5 mg/liter) jika dibandingkan dengan air laut yang
kandungan sulfurnya sangat tinggi hingga 900 mg/liter (Boyd, 1990).
C.
Kapur
Kapur
yang digunakan di tambak (Tabel 3) berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan
alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH,
desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah
ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos
(Chanratchakool, 1995). Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau
atau salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena
kalsium karbonat CaCO3 kurang larut
dalam air laut.
Kesimpulan
Pengolahan
tanah tambak dengan cara membakar
sekam di atas permukaan tanah cenderung menghasilkan
nilai amoniak terlarut paling kecil (p<0 span="" style="letter-spacing: .25pt;"> 0>selama 30 hari masa pemeliharaan dibanding dengan dua cara pengolahan tanah lainnya.
Demikian juga terhadap kadar total sulfur hingga 20 hari masa pemeliharaan (p<0 span="" style="letter-spacing: -.15pt;"> 0>
Kadar total sufur pada ketiga cara pengolahan tanah tambak cenderung
naik setelah 30 hari masa pemeliharaan. Ketiga cara pengolahan tanah tambak
memberikan frekuensi molting
yang sama yaitu 10 hari
sekali.
Cara pengolahan tanah dengan bakar sekam menghasilkan tingkat kelangsungan hidup, biomassa (p<0 sam="" span="" style="letter-spacing: -.05pt;" tertinggi="" yang="">p0>ai 30 hari pemeliharaan, sedangkan laju pertumbuhan bobot harian (p<0 span="" style="letter-spacing: .3pt;"> 0>
dan efisiensi
pakan (p<0 span="" style="letter-spacing: -.05pt;">,05) yang lebih baik daripada cara pengolahan tanah tambak dengan pengangkatan lapisan lumpur dan pencucian
air tawar sampai 20 hari pemeliharaan.
0>
0 comments:
Post a Comment