Pembesaran ikan bandeng pada wadah budidaya yang berupa tambak iar payau atau ait tawar, pembesaran memerlukan ketelitian dari persiapan sampai pasca panen, ada beberapa langkah dalam persiapan budidaya ikan bandeng.
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan dalam menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah memenuhi syarat-syarat berikut ini , yaitu :
A. Segi Sosial Ekonomi
1. Dekat dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya sehinga dapat menghemat ongkos produksi.
2. Dekat dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3. Daerah pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4. Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau gangguan dari hewan-hewan pengganggu.
5. Perkembangan kota dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas dari limbah industri.
6. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan diharapakan yang menguasai teknik perikanan.
B. Segi Teknik
1. Sumber Air
Sumber air dalam kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan sebagai wadah penyuplaian air hujan.
2. Penyediaan Nener
Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk mempermudah penjualannya ke konsumen.
Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut Ismail et al.,(1998), yaitu :
a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm
b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari.
c. Nener : benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm.
d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm.
e. Segilang : benih dengan ukuran 4 – 5 cm.
f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm.
g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau yuwana.
Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan (1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut :
a. Mempunyai kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau sebaliknya.
b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat.
c. Cepat mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.
3. Persiapan Pembesaran
Pembagian Petak Tambak
Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan (nursery pond)
Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari (Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah terlihat retak-retak atau saat kita berjalan di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20 g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari, nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran). Kolam beton yang digunakan untuk pendederan nener seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah sebagai tempat membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari. Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui proses aklimatisasi. Gambar 7 menunjukkan proses pemindahan nener dengan cara menjaring nener ke sudut kolam dan penghitungan jumlah nener yang akan ditebar dan Gambar 8 menunjukkan petak yang digunakan untuk penggelondongan.
c. Petak Pembesaran (rearing pond)
Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di petak penggelondongan.
Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu : pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap.
a) Pengeringan lahan
b) perbaikan current
Air diisi secara bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan tambak yaitu
Penebaran gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari agar ikan tidak mengalami stress dan dapat
menekan tingkat mortalitas. Suhu air tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal yang harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran gelondongan
ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik dengan sendirinya .
Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada petak pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al., (1987) dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.
Pakan
Pakan berfungsi sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu :
a). Penambahan Suplemen
Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut Fuller (1987) dalam Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nafsu makan ikan.
Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih, nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et al., (2004), adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki mikroba untuk memecah ikatan tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun ada kualitas dan kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini menjadi molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai pembanding antara bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng yang tidak diberi suplemen (tanpa perlakuan).
Suplemen yang diberikan mulai dilakukan sejak penebaran nener hingga menjelang panen, dengan cara mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang digunakan berbentuk cairan dan sebelum diberikan pakan dihitung terlebih dahulu jumlahnya. Dosis pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat pemberian pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini sangat disarankan pada kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.
b). Jenis Pakan
a. Pakan Buatan.
Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. ukuran diameter pelletnya 3,3 mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999). Pemberian pakan pellet disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya. Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan energi ini akan mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses metabolisme akan dikeluarkan melaui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine, dan bahan buangan lainnya.
Pemberian pakan yang tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal
c).Frekuensi Pakan
Pakan buatan dalam budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama bagi bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi ikan selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme harian sehingga berakibat terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan setiap satu minggu sekali.
Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan membutuhkan waktu 27 – 50 menit untuk melewati usus pada stadium gelondongan 60 g.
d). Konversi Pakan
Salah satu faktor yang menunjukkan tumbuhnya bandeng adalah efektivitas dan efisiensi pakan yang digunakan. Konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan. Rasio konversi pakan menunjukkan kecenderungan bahwa makin besar ukuran ikan yang ditebar, makin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan dan kaitannya pula dengan lamanya periode pemeliharaan. Perbedaan percepatan pertumbuhan yang ditunjukkan dari dua perlakuan yang dilakukan terlihat dari nilai konversi pakannya. Selain itu, konversi pakan sangat berhubungan dengan jumlah dan kualitas pakan yang diberikan. Makin baik kualitas pakan yang digunakan, makin efisien penggunaan pakannya berarti konversi pakan yang dihasilkan makin kecil.
Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada bandeng dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89 dengan jumlah total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada bandeng tanpa perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84 kg dengan nilai konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung kecilnya nilai konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan dikarenakan bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya lebih mampu menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya menjadi lebih efisien walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2004), dalam pernyataannya bahwa semakin besar ukuran ikan maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Jumlah penggunaan pakan pada kedua perlakuan ini setiap minggunya mengalami peningkatan sesuai dengan hasil perhitungan sampling bandeng, yaitu dari hasil penghitungan biomassa dikali feeding rate. Selama masa pemeliharaan bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5 %.
Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.
4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil kemudian dihitung berat dan panjangnya. Pengambilan sampling bandeng dengan cara menjaring ikan menggunakan jala seperti ditunjukkan pada Gambar 11 di bawah ini :
a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari pada
bandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari. Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil sampling pertumbuhan bandeng. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan bandeng selama pemeliharaan sampai pemanenan. Grafik tersebut menunjukkan bahwa bandeng yang mendapatkan perlakuan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bandeng tanpa perlakuan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat. Ukuran berat penebaran, padat penebaran, luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.
b. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan hasilnya adalah sebagai berikut :
- Bandeng dengan perlakuan - Bandeng tanpa perlakuan
9.990 ekor 9.980 ekor
SR = x 100 % SR = x 100 %
10.000 ekor 10.000 ekor
= 99,9 % = 99,8 %
Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 % daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
5. Pengelolaan Kualitas Air
Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada :
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada ikan.
b. Salinitas
Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 ppt. Daya toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline.
b). Parameter Fisika
a. Suhu
Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen.
Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses fermentasi.
Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum, menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. probiotik mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan dilakukan setiap satu minggu sekali.
6. Penanganan Hama dan Penyakit
Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila telah terlihat tandatanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998).
Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemasangan plastik yang diberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di atas petakan.
Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.
7. Panen
Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal.
1.a. Pemenuhan kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang
budidaya bandeng umpan maupun bandeng konsumsi.
b. Meningkatkan kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
c. Menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap
budidaya bandeng umpan atau bandeng konsumsi.
d. Berfungsi sebagai komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
e. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
f. Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.
2. Tanah dasar yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar
3. Penggantian air dapat dilakukan secara gravitasi dengan pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi
4. karena kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara kontinuinitas.
5. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama
6. Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru ke dalam tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air
7. Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis 2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik (buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di pelataran
8. Hama di tambak dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan organisme penggangu.
9. Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 1012 ekor/m2.
10. Tanah tambak yang baru dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun pengapuran.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:
a) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
b) Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
c) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
d) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
2. Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
3. Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
4. Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
5. a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap.
Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak
sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
6. LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
7. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal. suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
9. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
10. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding
Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
_________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.
Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts.
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray.
Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.
Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press. Surabaya.
Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries Research and Development Center.
Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan dengan Tipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta. Glosarium
a. Pendederan : Pembesaran benih hingga berukuran siap di jual, 5-7, 7-9, 9-12 cm
b. Nener : Benih bandeng
c. Hatchery : Rumah Pembenihan
d. Predator : Pemangsa
e. Kompetitor : Pesaing
f. Endemik : Berkumpulnya suatu organisme di suatu daerah tertentu karena suatu hal
g. Kanula : Selang yang di gunakan untuk pengecekan telur
h. Morfologi : bentuk tubuh secara keseluruhan
i. Sortasi : kegiatan seleksi benih
j. Salinitas : jumlah kadar garam yang terkandung dalam air
k. Euryhaline : mempunyai toleransi/ tahan terhadap perubahan kadar garam
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan dalam menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah memenuhi syarat-syarat berikut ini , yaitu :
A. Segi Sosial Ekonomi
1. Dekat dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya sehinga dapat menghemat ongkos produksi.
2. Dekat dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3. Daerah pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4. Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau gangguan dari hewan-hewan pengganggu.
5. Perkembangan kota dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas dari limbah industri.
6. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan diharapakan yang menguasai teknik perikanan.
B. Segi Teknik
1. Sumber Air
Sumber air dalam kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan sebagai wadah penyuplaian air hujan.
2. Penyediaan Nener
Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk mempermudah penjualannya ke konsumen.
Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut Ismail et al.,(1998), yaitu :
a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm
b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari.
c. Nener : benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm.
d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm.
e. Segilang : benih dengan ukuran 4 – 5 cm.
f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm.
g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau yuwana.
Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan (1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut :
a. Mempunyai kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau sebaliknya.
b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat.
c. Cepat mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.
3. Persiapan Pembesaran
Pembagian Petak Tambak
Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan (nursery pond)
Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari (Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah terlihat retak-retak atau saat kita berjalan di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20 g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari, nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran). Kolam beton yang digunakan untuk pendederan nener seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah sebagai tempat membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari. Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui proses aklimatisasi. Gambar 7 menunjukkan proses pemindahan nener dengan cara menjaring nener ke sudut kolam dan penghitungan jumlah nener yang akan ditebar dan Gambar 8 menunjukkan petak yang digunakan untuk penggelondongan.
c. Petak Pembesaran (rearing pond)
Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di petak penggelondongan.
Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu : pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap.
a) Pengeringan lahan
b) perbaikan current
Air diisi secara bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan tambak yaitu
Penebaran gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari agar ikan tidak mengalami stress dan dapat
menekan tingkat mortalitas. Suhu air tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal yang harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran gelondongan
ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik dengan sendirinya .
Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada petak pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al., (1987) dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.
Pakan
Pakan berfungsi sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu :
a). Penambahan Suplemen
Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut Fuller (1987) dalam Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nafsu makan ikan.
Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih, nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et al., (2004), adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki mikroba untuk memecah ikatan tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun ada kualitas dan kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini menjadi molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai pembanding antara bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng yang tidak diberi suplemen (tanpa perlakuan).
Suplemen yang diberikan mulai dilakukan sejak penebaran nener hingga menjelang panen, dengan cara mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang digunakan berbentuk cairan dan sebelum diberikan pakan dihitung terlebih dahulu jumlahnya. Dosis pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat pemberian pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini sangat disarankan pada kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.
b). Jenis Pakan
a. Pakan Buatan.
Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. ukuran diameter pelletnya 3,3 mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999). Pemberian pakan pellet disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya. Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan energi ini akan mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses metabolisme akan dikeluarkan melaui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine, dan bahan buangan lainnya.
Pemberian pakan yang tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal
c).Frekuensi Pakan
Pakan buatan dalam budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama bagi bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi ikan selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme harian sehingga berakibat terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan setiap satu minggu sekali.
Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan membutuhkan waktu 27 – 50 menit untuk melewati usus pada stadium gelondongan 60 g.
d). Konversi Pakan
Salah satu faktor yang menunjukkan tumbuhnya bandeng adalah efektivitas dan efisiensi pakan yang digunakan. Konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan. Rasio konversi pakan menunjukkan kecenderungan bahwa makin besar ukuran ikan yang ditebar, makin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan dan kaitannya pula dengan lamanya periode pemeliharaan. Perbedaan percepatan pertumbuhan yang ditunjukkan dari dua perlakuan yang dilakukan terlihat dari nilai konversi pakannya. Selain itu, konversi pakan sangat berhubungan dengan jumlah dan kualitas pakan yang diberikan. Makin baik kualitas pakan yang digunakan, makin efisien penggunaan pakannya berarti konversi pakan yang dihasilkan makin kecil.
Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada bandeng dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89 dengan jumlah total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada bandeng tanpa perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84 kg dengan nilai konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung kecilnya nilai konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan dikarenakan bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya lebih mampu menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya menjadi lebih efisien walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2004), dalam pernyataannya bahwa semakin besar ukuran ikan maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Jumlah penggunaan pakan pada kedua perlakuan ini setiap minggunya mengalami peningkatan sesuai dengan hasil perhitungan sampling bandeng, yaitu dari hasil penghitungan biomassa dikali feeding rate. Selama masa pemeliharaan bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5 %.
Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.
4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil kemudian dihitung berat dan panjangnya. Pengambilan sampling bandeng dengan cara menjaring ikan menggunakan jala seperti ditunjukkan pada Gambar 11 di bawah ini :
a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari pada
bandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari. Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil sampling pertumbuhan bandeng. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan bandeng selama pemeliharaan sampai pemanenan. Grafik tersebut menunjukkan bahwa bandeng yang mendapatkan perlakuan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bandeng tanpa perlakuan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat. Ukuran berat penebaran, padat penebaran, luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.
b. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan hasilnya adalah sebagai berikut :
- Bandeng dengan perlakuan - Bandeng tanpa perlakuan
9.990 ekor 9.980 ekor
SR = x 100 % SR = x 100 %
10.000 ekor 10.000 ekor
= 99,9 % = 99,8 %
Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 % daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
5. Pengelolaan Kualitas Air
Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada :
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada ikan.
b. Salinitas
Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 ppt. Daya toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline.
b). Parameter Fisika
a. Suhu
Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen.
Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses fermentasi.
Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum, menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. probiotik mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan dilakukan setiap satu minggu sekali.
6. Penanganan Hama dan Penyakit
Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila telah terlihat tandatanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998).
Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemasangan plastik yang diberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di atas petakan.
Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.
7. Panen
Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal.
1.a. Pemenuhan kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang
budidaya bandeng umpan maupun bandeng konsumsi.
b. Meningkatkan kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
c. Menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap
budidaya bandeng umpan atau bandeng konsumsi.
d. Berfungsi sebagai komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
e. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
f. Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.
2. Tanah dasar yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar
3. Penggantian air dapat dilakukan secara gravitasi dengan pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi
4. karena kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara kontinuinitas.
5. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama
6. Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru ke dalam tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air
7. Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis 2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik (buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di pelataran
8. Hama di tambak dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan organisme penggangu.
9. Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 1012 ekor/m2.
10. Tanah tambak yang baru dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun pengapuran.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:
a) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
b) Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
c) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
d) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
2. Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
3. Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
4. Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
5. a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap.
Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak
sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
6. LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
7. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal. suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
9. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
10. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding
Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
_________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.
Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts.
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray.
Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.
Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press. Surabaya.
Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries Research and Development Center.
Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan dengan Tipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta. Glosarium
a. Pendederan : Pembesaran benih hingga berukuran siap di jual, 5-7, 7-9, 9-12 cm
b. Nener : Benih bandeng
c. Hatchery : Rumah Pembenihan
d. Predator : Pemangsa
e. Kompetitor : Pesaing
f. Endemik : Berkumpulnya suatu organisme di suatu daerah tertentu karena suatu hal
g. Kanula : Selang yang di gunakan untuk pengecekan telur
h. Morfologi : bentuk tubuh secara keseluruhan
i. Sortasi : kegiatan seleksi benih
j. Salinitas : jumlah kadar garam yang terkandung dalam air
k. Euryhaline : mempunyai toleransi/ tahan terhadap perubahan kadar garam
0 comments:
Post a Comment