Kurang lebih 71%
permukaan dari bumi tempat kita hidup ini ditutupi oleh bumi. Indonesia sendiri
terkenal dengan Negara maritime karena wilayah lautannya lebih luas daripada
daratan. Dibawah permukaan bumi ini, kedalaman air memiliki rata-rata 3,8 km,
dengan volume sebesar 1370 x 106 km kubik[1] . Di dalam air, organisme atau makhluk hidup bertempat tinggal untuk
melangsungkan kehidupan mereka, sehingga laut adalah tempat yang paling banyak
dihuni oleh makhluk hidup. Segenap organisme ini dipengaruhi oleh sifat air
laut disekitarnya dan juga lingkungan yang mendukung kehidupan mereka.
Keunikan serta
potensial yang dimiliki negara kita ini membuat dunia menjadi terkesan. Oleh
karena itu, untuk menjaga dan mengembangkan keunikan dan potensial tersebut di
tengah era globalisasi, salah satu upaya yang harus dilakukan untuk adalah
dengan berupaya melakukan konservasi mengenai ekosistem laut. Tujuan konservasi
adalah mengambil tindakan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup, salah satunya
kelangsungan hidup manusia dalam hal ini adalah generasi muda, karena generasi
muda adalah salah satu komponen bangsa yang berkewajiban untuk melakukan
upaya-upaya pelestarian khususnya lingkungan. Jadi sebagai generasi muda, kita
berperan penting dalam konservasi ekosistem laut.
Oleh sebab itu, perlu
sekali diadakan konservasi terhadap lingkungan yang mendukung tersebut, seperti
misalnya konservasi pada daerah pesisir/pantai, estuary, bakau dan mangrove.
Kesemua daerah ini merupakan lingkungan yang sangat penting untuk dijaga
kelestariannya melalui konservasi alam. Upaya pemeliharaan untuk memajukan dan
membangkitkan peradaban bangsa merupakan proses dan tujuan yang bersifat jangka
panjang baik dalam bidang sosial maupun lingkungan. Diperlukan adanya strategi
kebijakan tentang lingkungan, yang mampu menempatkan kemajuan peradaban
nasional sebagai motivasi penting dalam memajukan bangsa dan negara. Terbukti
bangsa Indonesia mampu bertahan, bahkan berkembang dengan keanekaragaman hayati
yang di milikinya. Untuk itu, negara wajib melindungi kekayaan keanekaragaman
hayati, termasuk melestarikannya demi kemajuan di masa kini dan masa mendatang.
Pada tahun 1992, di Rio
de Janeiro, telah di sepakati dua ketetapan yaitu konvensi perubahan lingkungan
global (Climate change) dan keanekaragaman hayati (Biological diversity). Perjanjian ini merupakan perjanjian pertama
secara global dalam upaya konservasi sumberdaya termasuk upaya perlindungan
keanekaragaman hayati yang harus di tindak lanjuti oleh tiap Negara dengan
upaya perlindungan sumberdaya keanekaragaman hayati secara rill. Lebih dari 180 negara di dunia yang sekarang
telah melaksanakan konvensi tentang keanekaragaman hayati tersebut.
KONSERVASI LAUT
Laut merupakan
ekosistem yang paling besar dan stabil. Laut diperkirakan merupakan ekosistem
pertama karena menurut sebuah teori, semua kehidupan di alam ini berasal dari
laut. Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan di atas, sebagian besar
permukaan bumi ditutupi oleh laut sehingga laut adalah tempat yang paling
banyak ditempati oleh organism baik itu hewan maupun tumbuhan.
Pada awalnya laut
memberikan andil yang cukup besar pada kehidupan. Namun karena adanya
eksploitasi secara besar-besaran, fungsi laut menjadi semakin berkurang. Oleh
sebab itu perlu diadakan pelestarian terhadap ekosistem laut seperti melakukan
konservasi. Konservasi dalam bahasa inggris disebut conservation yang artinya pengawetan
atau perlindungan alam. Konservasi adalah upaya yang dilakukan untuk
pemeliharaan dan pengembangan alam menurut status aslinya. Dengan kata lain
dalam konservasi laut diharapkan agar mampu untuk melindungi dan mengembangkan
sumberdaya yang ada dilaut baik berupa hewan, tumbuhan, dan lain-lain sehingga
tercipta alam laut yang alami tanpa diusik oleh tangan-tangan usil manusia.
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara
teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dng jalan mengawetkan;
pengawetan; pelestarian; proses menyaput bagian dalam badan mobil, kapal, dsb
untuk mencegah karat
Sedangkan menurut ilmu
lingkungan, Konservasi adalah :
Ø Upaya efisiensi dari penggunaan energi,
produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi
energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
Ø Upaya perlindungan dan pengelolaan yang
hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam
Ø (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas
tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
Ø Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang
terhadap lingkungan.
Ø Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari
suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies
dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Kawasan konservasi
mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
· Karakteristik, keaslian atau keunikan
ekosistem (hutan hujan tropis/’tropical rain forest’ yang meliputi pegunungan,
dataran rendah, rawa gambut, pantai)
· Habitat penting/ruang hidup bagi satu
atau beberapa spesies (flora dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di
suatu tempat di seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti
harimau, orangutan, badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang
garuda/elang jawa, serta beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini
biasanya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
· Tempat yang memiliki keanekaragaman
plasma nutfah alami.
· Lansekap (bentang alam) atau ciri
geofisik yang bernilai estetik/scientik.
· Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah,
air, dan iklim global.
· Pengusahaan wisata alam yang alami
(danau, pantai, keberadaan satwa liar yang menarik).
Dalam menentukan
kawasan konservasi, ada hal-hal yang harus diperhatikan
kriterianya(MacKinon,1990) yaitu:
a. Karakteristik keunikan ekosistem,
seperti misalnya penyu,
b. Spesies yang diminati, nilai kelangkaan
atw terancam.
c. Tempat yang memiliki keanekaragaman
spesies
d. Ciri geofisik yang bernilai sumber
pengetahuan atau estetis.
e. Fungsi perlindungan hidrologi,
oseonografi,
Jadi konservasi
ekosistem laut merupakan upaya untuk melindungi dan mengembangkan potensi
ekosistem yang ada di laut dan factor-faktor yang mempengaruhinya sehingga
tercipta kelestarian ekosistem.
1. Konservasi Ekositem Pantai
Pantai-pantai di
Indonesia banyak yang mengalami abrasi, mulai dari yang tingkat abrasinya
rendah, sedang, sampai yang tingkat abrasinya parah/tinggi. Dalam upaya
mengatasi abrasi ini sudah saatnya bagi kita untuk memikirkan cara-cara dan
melakukan tindakan yang berwawasan konservasi, tidak lagi hanya dengan
melakukan upaya yang sifatnya sementara saja. Pencegahan ataupun penanggulangan
abrasi dengan berwawasan konservasi ini tentunya akan memberikan berbagai
keuntungan bagi lingkungan (alam) yang akan membawa banyak imbas positif dalam
kehidupan manusia. Salah satu cara mencegah ataupun mengatasi abrasi yaitu
dengan cara penanaman bakau. Sebenarnya telah banyak orang yang mengetahui
fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi lingkungan. Namun dalam prakteknya di
lapangan, masih banyak pula yang belum memanfaatkan hutan bakau sebagai sarana
untuk mencegah atau mengatasi abrasi.
Yang sering terlihat,
dalam usaha mengatasi abrasi di daerah pantai, pemerintah di beberapa daerah
melakukan kebijakan pencegahan abrasi dengan membangun pemecah gelombang buatan
di sekitar pantai dengan maksud untuk mengurangi abrasi yang terjadi tanpa
dibarengi dengan usaha konservasi ekosistem pantai (seperti penanaman bakau
dan/atau konservasi terumbu karang). Akibatnya dalam beberapa tahun kemudian
abrasi kembali terjadi karena pemecah gelombang buatan tersebut tidak mampu
terus-menerus menahan terjangan gelombang laut. Namun payahnya, seringkali
pengalaman tersebut tidak dijadikan pelajaran dalam menetapkan kebijakan
selanjutnya dalam upaya mencegah ataupun mengatasi abrasi. Yang sering terjadi
di lapangan, ketika pemecah gelombang telah rusak, lagi-lagi pemerintah
setempat membangun pemecah geombang buatan dan lagi-lagi tanpa dibarengi dengan
penanaman bakau atau konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut
seakan-akan menjadi suatu rutinitas yang bila difikir lebih jauh, tetunya hal
tersebut akan berimbas terhadap dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.
2. Konservasi ekosistem estuari
Estuari merupakan suatu
perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan
dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan
air laut.
Salah satu bagian
wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuaria
(muara sungai). Daerah ini merupakan ekosistem produktif yang setara dengan
hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber
zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam sehingga proses fotosintesis
dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi
permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang produktif ini
kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat
produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang
menghasilkan bahan organik yang meliputi produktifftas primer ataupun sekunder.
Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat di artikan sebagai banyaknya
energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas fotosintesis dari organisme
produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi
organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini dilakukan
oleh organisme ‘outotroph’ seperti juga semua tumbuhan hijau mengkonversi
energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi karbondioksida, memisahkan
molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan oksigen.
Estuari merupakan
wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap perubahan dan
kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari dampak
aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara
berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber
kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
a. Semakin meningkatnya penebangan hutan
dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di
wilayah estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran
sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan
pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah
lahan atas. Sedimen yang tersuspensi
masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi
tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput
laut, terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan
menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau
berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di
muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti
terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya
delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di
muara sungai.
b. Pola pemanfaatan sumberdaya hayati
laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas pada suatu kawasan
estuaria, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut
terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya
c. Meningkatnya pembangunan di lahan
atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber
limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah
estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan
laut berasal dari kegiatan manusia di darat UNEP (1990).
d. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang
berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran irigasi, drainase
dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah tersebut.
Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit
air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi
air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke
hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem
perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan
tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
Ancaman terhadap
ekosistem estuaria memilki dampak yangsangat besar terhadap kehidupan organisme
yang berada pada daerahtersebut. Ancaman ekosistem estuaria di antaranya adalah
ancamanpendangkalan, pencemaran, dan ancaman Eutrofikasi. Setiap
ancamanmemiliki solusi dan penaggulangan masing-masing. Sepertipenanggulangan
Pendangkalan di lakukan dengan cara reboisasi gunungtandus agar tidak terjadi
erosisi yang dapat mempercepat laju sedimentasidan mengakibatkan pendangkalan.
Ancaman pencemaran di tanggulangidenga beberapa cara di antaranya sosialasi
kepada masyarakat akanpentingnya ekosisitem estuaria sehingga masyarakat tidak
membuangsampah di daerah estuaria. Penanggulangan
Eutrofikasi di negara-negaramaju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran
lingkungan ( green consumers ) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari
-hari yang mencantumkan label"phosphate free" atau
"environmentally friendly".
Cara lain yang harus ditempuh adalah:
1. Memperbaiki Daerah
Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat
dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan wilayah
estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas. Khususnya
penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya
pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada
di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus
memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah
pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap,
budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang
memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak
diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan
pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui
pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan
Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang
berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan
mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan
tindakan-tindakan yang bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal
dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan
(carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan
mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain mempunyai fungsi
ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil
sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari
makan (feeding ground) dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara
fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari
daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai.
Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai
ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4
juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak
langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan
umpan), option value dan existence value. Upaya konservasi tersebut juga
mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang
tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif
jenis mata pencaharian dan pendapatan.
3. Konservasi mangrove dan bakau
Mangrove/bakau
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang khas tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur, berpasir, atau muara sungai, seperti
pohon api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp), pedada (Sonneratia),
tanjang (Bruguiera),nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops) dan buta buta
(Exoecaria)
Ekosistem mangrove
sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai
berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil
bahan organik, tempat berlindung
berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai
pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan,
kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Masing-masing kawasan
pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda.
Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh
faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia.
Hutan mangrove
merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi
ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung
garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),
tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai
pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Hutan mangrove adalah
hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang
air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh
oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian
hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih
dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen
Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga :
Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Kata mangrove mempunyai
dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan
atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut);
dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya
tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan
komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh
masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun
menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang
tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada
di mangrove.
Ciri dan Karakteristik
Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove
hanya didapati di daerah tropik dan
sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan
dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut:
a) Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau
berpasir dengan bahan-bahan yang berasal
dari lumpur, pasir atau pecahan karang;
b) Lahannya tergenang air laut secara
berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama.
Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove
itu sendiri;
c) Menerima pasokan air tawar yang cukup
dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan
salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur;
d) Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak
lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC;
e) Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt
atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt;
f) Arus laut tidak terlalu deras;
g) Tempat-tempat yang terlindung dari angin
kencang dan gempuran ombak yang kuat;
h) Topografi pantai yang datar/landai.
Habitat dengan
ciri-ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di daerah-daerah pantai
yang dangkal, muara-muara sungai dan
pulau-pulau yang terletak pada teluk. Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai
ekosistem yang tinggi produktivitasnya (Snedaker, 1978) yang memberikan
kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisi (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem
mangrove adalah sebagai berikut:
a) Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan
(nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak
berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai tempat
tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan
semut, dan berbagai hidupan lainnya;
b) Ekosistem mangrove sebagai penghalang
terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta
pencegahan intrusi air laut;
c) Ekosistem mangrove dapat membantu
kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur
sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya;
d) Ekosistem mangrove dapat membantu
perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik;
e) Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan
bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan
budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem
mangrove;
f) Ekosistem mangrove sebagai penghasil
kayu dan non kayu;
g) Ekosistem mangrove berpotensi untuk
fungsi pendidikan dan rekreasi .
Karena fungsi dari
ekosistem mangrove ini yang demikian kompleks maka sebagai agent of change
diatas bumi ini, manusia perlu untuk melakukan konservasi. Melihat betapa
pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan manusia dibutuhkan kesadran dalam
menjaga keseimbangan kelestarian ekosistem mangrove. Untuk itu dibutuhkan
strategi yang efektif dalam rangka perencanaan dan pengelolaan pembangunan
ekosistem hutan mangrove. Hal ini sudah menjadi konsekuensi terhadap
responsibility pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan potensi kekayaan
laut. Lahirnya kebijakan yang sentralistik dianggap telah menghasilkan
paradigma pembangunan yang reaktif merupakan semangat untuk mewujudkan tatanan
masyarakat partisipatif di era otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan
kemampuan menyediakan ruang publik yang lebar bagi munculnya partisipasi
masyarakat di dalamnya, tidak hanya secara pasif dimana partisipasi tersebut
ditentukan oleh struktur kekuasaan di atasnya juga secara aktif dimana
masyarakat memahami sepenuhnya atas kebutuhan-kebutuhannya, kemudian memilih,
merumuskan dan mengupayakan agar dapat tercapai. Adapun strategi konservasi
yang ditawarkan yaitu dengan menggunakan metode "6R". Di bawah ini
adalah tahap atau perencanaan pembangunankonservasi ekosistem mangrove terdiri
dari:
Restorasi, dimaksudkan sebagai upaya untuk menata kembali kawasan
mangrove sekaligus melakukan aktivitas penghijuan. untuk melakukan restorasi
perlu memperhatikan pemahaman pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah,
dan pemilihan spesies
Reorientasi, dimaksudkan sebagai sebuah
perencanaan pembangunan yang berparadigma berkelanjutan sekaligus berwawasan
lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang cenderung merusak akan mampu
diminimalisasi
Responsivitas, dimaksudkan sebagai sebuah
upaya dari pemerintah yang peka dan tanggap terhadap problematika kerusakan
ekosistem mangrove. Hal ini dapat ditempuh melalui gerakan kesadaran pendidikan
dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai lintas disiplin keilmuan
Rehabilitasi, gerakan rehabilitasi dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengembalikan peran ekosistem mangrove sebagai penyangga
kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit pelaksanaan rehabilitasi yaitu
dengan menjadikan kawasan mangrove sebagai area konservasi yang berbasis pada
pendidikan (riset) dan ekowisata
Responsibility, dimaksudkan sebagai upaya
untuk menggalang kesadaran bersama sekaligus meningkatkan partisipasi
masyarakat. Wujud kongkritnya yaitu mengoptimalkan Kelompok Tani Mangrove.
Kesimpulan
Upaya pemeliharaan
untuk memajukan dan membangkitkan peradaban bangsa merupakan proses dan tujuan
yang bersifat jangka panjang baik dalam bidang sosial maupun lingkungan.
Diperlukan adanya strategi kebijakan tentang lingkungan, yang mampu menempatkan
kemajuan peradaban nasional sebagai motivasi penting dalam memajukan bangsa dan
negara. Terbukti bangsa Indonesia mampu bertahan, bahkan berkembang dengan
keanekaragaman hayati yang di milikinya. Untuk itu, negara wajib melindungi
kekayaan keanekaragaman hayati, termasuk melestarikannya demi kemajuan di masa
kini dan masa mendatang.
Dalam melakukan
pemeliharaan yang dilaksanakan melalui konservasi ini memiliki andil yang
sangat besar dalam menjaga kelestarian ekosistem laut. Ekosistem laut merupakan
komponen yang sangat kompleks yang terdiri dari ekosistem pantai atau pesisir,
ekosistem estuary, dan ekosistem mangrove/bakau. Di dalam ekosistem-ekosistem
ini memiliki beraneka jenis flora dan fauna sesuai dengan tingkat ketahanan
hidup pada daerah tersebut karena memimiliki karakteristik sendiri pada
masing-masing ekosistem.
Saran
Setidaknya dengan
penyusunan makalah ini, kita bisa melakukan konservasi alam, yang tidak
terbatas pada konservasi laut saja, tetapi segala aspek ekosistem sehingga keberlangsungan dari ekosistem kita terjaga
sampai kegenerasi-generasi berikutnya. Keberhasilan dari konservasi ekosistem
ini terutama konservasi laut harus dilandasi dengan prinsip sadar arti
pentingnya kelestarian lingkungan dan rasa bertanggung jawab dari semua pihak
dalam menjaga kelestariannya terutama masyarakat yang berada disekitar
lingkungan ekosistem tersebut.
0 comments:
Post a Comment