I. LATAR BELAKANG
Udang
dan kepiting merupakan komoditas yang penting bagi hasil perikanan Indonesia
dan memainkan peranan yang penting dalam
ekspor perikanan Indonesia. Produksi
udang dan kepiting terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Industri pengolahan
hasil krustacea khususnya udang dan kepiting merupakan
industri yang terus meningkat
dari tahun-ke tahun. Hal ini tentu akan disertai dengan
meningkatnya limbah yang dihasilkan, khususnya kulit udang, kepala udang dan
cangkang kepiting.
Pengolahan udang dan kepiting merupakan kegiatan pengolahan yang cukup banyak menghasilkan limbah. Pada umumnya udang diekspor dalam
bentuk beku tanpa kepala atau tanpa kepala dan kulit. Sedangka
kepiting diekspor dalam bentuk daging
beku. Selain limbah udang
berupa kulit dan kepala
udang, limbah cangkang
kepiting masih merupakan
masalah yang perlu dicari pemecahannya.
Salah satu pemanfaatan limbah
krustacea tersebut adalah pengolahan menjadi
khitin, khitosan dan karotenoid.
Menurut Johnson dan Peniston (1982) kulit udang dan kepiting
merupakan limbah
pengolahan yang
besarnya mencapai 50-60
% berat utuh,
dengan kandungan khitin sebesar 20-30 %. Jika limbah ini dapat dimanfaatkan, maka selain dapat mengatasi masalah polusi perairan, juga akan
memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan
perikanan.
Sampai saat ini pemanfaatan limbah-limbah tersebut masih sangat terbatas. Pemanfaatannya antara lain untuk pembuatan
petis, terasi, flavor, dan sebagai bahan pakan. Sesungguhnya limbah udang dan kepiting merupakan sumber khitin, khitosan dan karotenoid yang sangat potensial.
Khitin dapat dioleh dari kulit udang dan cangkang
kepiting dengan cara diisolasi menggunakan
proses demineralisasi dan deproteinasi.
Selanjutnya khitin tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi
khitosan dengan
proses deasetilasi. Sedangkan karotenoid terutama dalam
bentuk karotenprotein (astaxantin) dapat diperoleh
dari kulit udang dengan cara kimia menggunakan pelarut non polar dan
minyak
makan, serta cara enzimatis
menggunakan enzim protease, misalnya tripsin.
Khitin dan
khitosan merupakan polimer karbohidrat yang mempunyai banyak
kegunaan, antara lain sebagai bahan tambahan
makanan yang berfungsi untuk mempertahankan tekstur
makanan dan pengemulsi makanan yang baik. Di bidang kedokteran digunakan sebagai bahan untuk mempercepat penyembuhan luka, krim
penghalus kulit dan sebagai bahan benang bedah. Karotenoid yang diekstrak nantinya
dapat digunakan sebagai
bahan aditif untuk produk perikanan, baik perikanan
budidaya maupun ikan-ikan hias sehingga intensitas warnanya
akan lebih baik.
II. LIMBAH KRUSTACEA
Menurut Johnson dan Peniston (1982) kulit udang dan kepiting merupakan limbah
pengolahan yang
besarnya mencapai 50-60
% berat utuh,
dengan kandungan khitin sebesar 20-30 %. Jika limbah ini dapat dimanfaatkan, maka selain dapat mengatasi masalah polusi perairan, juga akan
memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan
perikanan.
Komponen utama yang terdapat dalam limbah krustacea adalah protein, khitin dan mineral. Disamping itu terdapat pula
sejumlah kecil protein berflavor, pigmen karotenoid, dan lemak. Sejauh ini produk-produk dalam
limbah krustacea tersebut belum
dimanfaatkan.
Khitin adalah senyawa kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Khitosan dapat dihasilkan dari khitin dengan
proses deasetilasi. Khitosan terutama digunakan
dalam pemurnian air dan treatment air limbah. Juga
digunakan untuk recovery protein dan mengikat logam-logam
berat, pewarna dan pestisida. Khitosan digunakan dalam bidang kosmetik, komoditi pemeliharaan kesehatan,
obat-obatan, pertanian dan pangan. Pada saat
ini perkembangan pemakaian
khitosan yang banyak mendapat perhatian adalah pembuatan obat-obatan yang
dilepaskan secara lambat (slow release
drugs), penyembuh luka, bahan penurun
kolesterol dan bahan potensial
untuk mencegah
kerusakan flavor daging.
III. KHITIN
Khitin
terbentuk dari komponen struktural kulit luar (cangkang) krustacea seperti kepiting dan udang
(Lab. Protan, 1987). Menurut Rha (1984) khitin merupakan
senyawa terbesar kedua di dunia setelah selulosa.
Khitin banyak ditemukan pada
kulit dan kepala hewan kelompok avertebrata berkulit keras (krustacea), serangga dan beberapa mikroorganisme. Knorr (1984) menyatakan bahwa dari sekian banyak sumber khitin dan khitosan, hanya kulit udang dan kepiting yang
sudah dimanfaatkan secara komersial.
Kulit udang
dan rajungan merupakan
limbah pengolahan udang dan rajungan yang
mencapai 50%-60% berat utuh. Kandungan khitin pada limbah udang dan rajungan sebesar 20%-30% (berat kering). Khitin dapat ditemukan
pada limbah udan dan rajungan masing-masing sebesar 13%-15% dan 14%-17% (berat kering) tergantung jenis spesies.
Khitin dapat juga diekstrasi dari limbah fermentasi asam strat oleh Aspergillus niger. Dari 40.000 ton limbah industri dengan
menggunakan kapang,
mampu menghasilkan
10.000 ton
khitin.
Khitin merupakan biopolimer polisakarida
dengan rantai lurus, yang tersusun dari
2000 - 3000 monomer
N-asetil-D-glukosamin, monomer-monomer tersebut tersusun dengan ikatan β-1,4. Khitin
berbentuk kristal,
tidak larut dalam
pelarut biasa, tetapi larut dalam larutan asam kuat (Bastaman, 1989). Ornum (1992)
menyatakan bahwa
khitin mudah mengalami degradasi
secara biologis, tidak beracun,
tidak larut dalam air, asam
anorganik encer
dan asam-asam
aorganik, tetapi
larut
dalam dimetil
asetamida dan lithium klorida.
Sifat lain dari khitin adalah mampu mengikat logam
seperti Fe, Cu, Cd dan Hg,
serta mempunyai sifat adsorpsi. Khitin sulit
dicerna oleh tubuh, dapat mengikat
racun, kolesterol dan glukosa dalam tubuh (Ditjen
Perikanan, 1989).
Khitin dari kulit krustacea tidak terdapat dalam keadaan
murni, tetapi mengandung bahan mineral atau kalsium
krbonat dan protein (Blair dan Ho, 1980).
Dalam proses pembuatannya khitin diisolasi atau diekstrak bahan baku dengan memisahkan mineral (demineralisasi) dan protein (deproteinasi).
Deproteinasi dapat dilakukan sebelum
dan sesudah demineralisasi. Deprotainasi akan dilakukan lebih dulu
apabila protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut (Knorr, 1984). Secara umum larutan
NaOH 2 - 3 % dengan suhu 63-65
oC
dan waktu 1 - 2 jam dapat mengurangi
kadar protein dalam kulit krustacea secara efektif (Bough,
1975; Johnson dan peniston, 1982; Knorr, 1984).
Kalsium karbonat lebih mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein, karena hanya terikat secara fisik.
Knorr (1984) menyatakan
bahwa HCl dengan konsentrasi lebih dari 10 % secara
efektif dapat melarutkan Kalsium klorida dalam kulit krustacea.
Tabel
1. Kandungan khitin dari Beberapa
sumber (Naczk dan Shirosi,
1981 dalam Knorr,
1984)
Jenis
|
Kandungan
khitin
|
1. Gol. Crustacea
Kepiting biru Kepiting merah Lobster : Nephros
Nomarus
Udang
2.
Gol. Insecta : Kecoak/Lipas Kumbang
Belalang
Ulat sutra
3.
Gol. Mollusca : Cangkang
Kulit kerang
Rangka dalam cumi-cumi
4. Gol.
Mikroorganisme : Aspergillus
niger Penicillium notatum
P. chrysogenum
Saccharomyces cerevisiae
|
14a
1.3 - 1.8b
69.8c
60.8 – 77.0c
69.1c
35c
27 – 35c
20c
33.7c
6.1
3.6
41.0
42.0d
18.5d
20.1d
2.9d
|
Keterangan : a =Berdasarkan berat
basah
b = Berdasarkan berat kering
c = Berdasarkan berat bahan
organic pada kulit udang d = Berdasarkan berat kering dari dinding sel
Khitin Berbentuk kristal, tidak larut dalam pelarut biasa tetapi larut dalam larutan
asam kuat. Khitin mudah mengalami
degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut
dalam air, asam anorganik encer dan asam-asam organic tetapi larut dalam
larutan dimetil asetamida dan
lithium klorida.
Khitin mempunyai tekstur
yang baik, warna yang lebih putih, protein dan mineral yang tidak terlalu tinggi. Salah satu sifat dari khitin adalah dapat mengikat ion logam
(chelates metal ions) seperti Fe, Cu, Cd, Hg, serta mempunyai sifat adsorpsi. Khitin sulit dicerna oleh tubuh karena berupa polimer
glukosa, namun dapat mengikat racun dan
glukosa di
dalam tubuh. Glukosa yang terdapat
pada
khitin
tidak berubah menjadi glukosa darah sehingga tidak menambah
produksi kolestrol. Adapun sifat dan mutu
khitin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat dan mutu
Khitin
Sifat – Sifat
|
Nilai
|
Ukuran Partikel
Kadar air
(%berat kering) Kadar abu (%berat kering) Derajat deasetilasi Kelarutan
-air
-pelarut organik
-liC12/dimetilacetamida
-Biodegrasi
organic profile
|
Butiran bubuk
≤ 10.0
≤ 2.0
≥ 15
Tidak Tidak Sebagian
Lisozim dan khinitase
|
Sumber: Protan Laboratories Inc. dalam Suptijah
et al. (1992).
IV. KHITOSAN
Khitosan merupakan produk deasetilasi khitin, yang merupakan polimer
rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-glokosa)
(Knorr, 1982). Khitosan dapat larut dalam larutan asam organik tetapi
tidak larut dalam
pelarut organik lainnya
seperti dimetil sulkfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5, sedangkan
pelarut khitosan yang
baik adalah
asam asetat (Ornum,
1992).
Sedangkan
Lab.
Protan
(1987)
menyatakan bahwa khitosan merupakan
poliglukosamin yang dapat larut dalam
kebanyakan asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti
HCl, HNO3, pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya
larut terbatas dalam asam posfat dan
tidak larut dalam asam sulfat.
Khitosan mempunyai gugus
fungsional yaitu gugus amina, sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi
(Johnson dan Peniston, 1975).
Menurut Muzarelli (1985) khitosan akan
bermuatan positif dalam larutan
karena adanya gugus amina,
tidak seperti polisakarida lainnya yang pada umumnya bermuatan
negatif atau netral.
Khitosan mempunyai potensi untuk digunakan dalam industri dan kesehatan. Kualitas khitosan
tergantung pada penggunaannya, misalnya khitosan
yang digunakan untuk proses pemurnian air limbah tidak membutuhkan bahan dengan kemurnian yang tinggi, sedangkan jika
digunakan untuk obat-obatan,
dibutuhkan khitosan dengan kemurnian
yang tinggi (Bastaman, 1989).
Mutu khitosan ditantukan oleh parameter kadar air, kadar abu, kelarutan, derajat deasetilasi, dan viskositas Tabel 3.
Tabel 3. Standar mutu khitosan (Proton Laboratorium Inc. dalam Bastaman, 1989)
Parameter
|
Nilai
|
Ukuran
partikel
Kadar air Kadar abu Warna larutan
Derajat deasetilasi
Viskositas (cps)
• Rendah
• Medium
• Tinggi
• Ekstra tinggi
|
Serpihan sampai bubuk
< 10 %
< 2 % Jernih
> 70 %
<
200
200
- 799
800
- 2000
> 2000
|
Pembuatan khitosan dilakukan
dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3)
dari khitin dengan larutan alkali (Whistler, 1973; Johnson dan Peniston,
1982). Khitin
mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan yang kuat antara atom
nitrogen dan gugus asetil. Oleh karena itu pada proses deasetilasi digunakan larutan sodium hidroksida konsentrasi tinggi (40 - 50 %) dan temperatur tinggi (100 - 150 oC)
untuk mendapatkan khitosan dari
khitin.
Cangkang
atau karapas udang merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan atau diolah. Pengolahan cangkang udang yang dapat memberi nilai tambah dapat dilakukan dengan
menjadikannya sebagai serbuk, yang kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitin dan
kitosan yang merupakan bahan industri
bernilai ekonomi tinggi. Produk-produk tersebut dapat digunakan untuk keperluan kosmetika, industri pangan,
pertanian dan pengelolaan lingkungan. Kitosan juga
digunakan sebagai makanan kesehatan antara lain untuk menurunkan kadar kolesterol
dengan cara mengikat lemak makanan yang masuk ke dalam
tubuh.. Berikut diuraikan beberapa penggunaan khitin dan
khitosan.
1.
Dalam bidang kesehatan
Lensa kontak, baik yang “hard lens” maupun yang “soft lens” dapat dibuat dari
polimer khitin karena
khitin mempunyai sifat permabilitas
yang
tinggi terhadap oksigen. Selain itu pula, khitin dan
khitosan dapat digunakan sebagai
pembungkus kapsul karena
mampu melepaskan obatnya ke dalam
tubuh secara terkontrol.
Beberapa turunan khitosan telah ditemukan mempunyai sifat antibacterial dan
antikogulan dalam darah. Kemampuan lain dari khitin dan turunannya adalah dalam hal penggumpalan sel-sel
leukemia, sehingga khitin dan
turunannya ini cocok
sebagai bahan anti tumor.
Senyawa khitosan diusulkan untuk
digunakan sebagai bahan pembuat membran ginjal buatan..
Dalam bidang kedokteran
telah memmanfaatkan khitin dan khitosan
secara maksimal, hal ini terbukti
dari bebrapa penelitian yang tengah dilakukan, misalnya kemungkinan khitin digunakan sebagai bahan
obat anti kolestrol.
Khitosan pun bersifat “non trombogenic” (tidak menggumpalkan
darah), sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengganti tulang rawan dan pengganti saluran darah (baik arteri mauipun vena). Khitin dan khitosan dapat digunakan
sebagai pembungkus kapsul karena mampu melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara terkontrol.
Beberapa turunan khitosan telah ditemukan mempunyai
sifat antibakterial dan antikoagulan darah. Kemampuan
lain
dari
khitin
adalah kemampuannya untuk menggumpalkan
sel-sel leukimia, sehingga khitin dan turunannya ini cocok sebagai bahan anti tumor.
Senyawa khitosan juga diusulkan untuk
digunakan sebagai bahan pembuat
ginjal buatan.
2. Dalam bidang industri pangan
Senyawa kompleks
mikrokristalin khitin (MCC) adalah salah satu turunan khitin
yang banyak
digunakan dalam
industri pangan sebagai bahan
pengental atau pembentuk gel yang sangat baik dan juga bermanfaat sebagai
pengikat, penstabil dan pembuntuk
tekstur (Brezski, 1987).
Menurut Brezski (1987), Khitosan dapat pula dimanfaatkan
sebagai penyaring yang efektif terhadap zat-zat yang tidak diinginkan
seperti tanin pada kopi, disamping itu,
khitosan juga mampu memurnikan
bir, juice, anggur dan lain sebagainya (Knorr,
1984).
3. Dalam Bidang Industri
Apilikasi khitin dan khitosan
yang paling luas penggunaanya adalah dalam
pengolahan limbah cair. Di jepang,
khitosan digunakan secara resmi sebagai bahan penggumpalan dalam sirkulasi pengolahan air limbah yang akan digunakan kembali (“recycling”) dalam industri pangan.
Selanjutnya Knorr
(1984) menerangkan tentang
tiga hal penting untuk apilikasi khitin dan khitosan
dimasa mendatang,
yaitu (1) sebagai
bahan yang digunakan
dalam proses water treatment, (2) sebagai bahan yang bersifat
fungsional digunakan dalam industri pangan
dan (3) sebagi
polimer hasil temuan baru yang bergunakan dalam bidang bioteknologi polimer.
Sebelum diolah menjadi kitosan, cangkang
udang terlebih dahulu diolah menjadi
kitin. Teknologi proses produksi untuk memperoleh
kitin dilakukan melalui proses
deproteinasi, delipidasi dan demineralisasi
(penghilangan protein, lemak dan mineral dari kulit atau cangkang udang),
sehingga diperoleh kitin. Selanjutnya dilakukan proses deasetilasi agar diperoleh kitosan
yang memenuhi syarat-syarat industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
proses produksi adalah
ukuran serbuk atau
tepung cangkang udang, lama dan kecepatan
pengadukan, suhu proses, dan urutan proses. Secara
alami kitin terdapat pada
kulit udang sekitar 17%(db).
Produksi Kitin
1. Cangkang udang windu dibersihkan, dikeringkan dan ditepungkan sampai ukuran butir tepung maksimal 0,5 mm.
2. Kemudian dilakukan proses demineralisasi dengan menambahkan
HCl 5% pada tepung cangkang udang sambil dipanaskan pada suhu 60-70 oC
sampai gas CO2 yang
terbentuk habis sempurna (tidak bergelembung lagi).
3. Selanjutnya
dilakukan pencucian dengan
air sampai netral
(pH menjadi sekitar
7.0) dan
disaring.
4. Tepung cangkang hasil
penyaringan kemudian dicampurkan lagi dengan NaOH
5%, dipanaskan pada 60-70 oC
sambil diaduk selama 1 jam, kemudian disaring lagi. Hasil saringan dicuci
dengan air sampai pH 10, dinetralkan dengan HCl dan cuci dengan air kembali, selanjutnya disaring dan dikeringkan pada oven suhu 50
- 55 oC selama
24
jam.
Produk
yang
diperoleh disebut
kitin,
berupa
tepung
berwarna putih
kemerahan.
Produksi Kitosan
Kitin
yang
diperoleh dapat diproduksi menjadi
kitosan
dengan
cara
sebagai berikut :
1. Kitin dimasukkan ke dalam tangki berkondensor, tambahkan NaOH 50% 10 kali
beratnya, lalu direfluks (dididihkan pada tangki berkondensor) selama 2
jam pada suhu 116-120 oC
sambil diaduk.
2. Selanjutnya
disaring dan dicuci dengan air sampai pH 8 - 10, ditambah HCl 5%
sampel semuanya
terendam dan dipanaskan pada suhu
60-70 oC selama 1 jam.
3. Hasilnya cuci kembali sampai netral dengan air dan dikeringkan dalam oven 50-
55 oC selama
24 jam.
4. Hasilnya berupa kitosan dengan kadar N-deasetilasi lebih dari 85%.
0 comments:
Post a Comment