Di
sekitar tahun 1985 produksi udang di Kabupaten Pati cukup berhasil, dengan
keberhasilan INTAM (Intensifikasi Tambak) khususnya udang Windu. Tetapi kondisi
ini mengalami penurunan mulai tahun sekitar 1995. Kondisi lingkungan budidaya yang
mulai menurun, daya dukung tambak menurun sehingga menyebabkan banyaknya
penyakit yang menyerang udang, yang mengakibatkan pada matinya udang. Penyakit ini
karena bakteri vibrio merupakan salah satu penyaklit yang banyak ditemukan
didaerah Pati. Penyakit ini merupakan salah satu jalan baginya masuknya
penyakit White Spot.
1. Jenis
Vibrio
Di
antara kelompok jasad renik yang menyebabkan kerugian serius di dalam budidaya
udang, adalah bakteri. Karena
menyebabkan kerugian secara ekonomis dan menyebabkan kerusakan pada tambak.
Penyakit karena bakteri, sebagian besar berkaitan dengan bakteri jenis Vibrio,
telah dilaporkan menyerang udang dalam budidaya udang. Sedikitnya berjumlah ada 14 jenis vibrio ,
yaitu Vibrio Harveyi, V. splendidus, V.
parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V. vulnificus, V.
campbelli, V. fischeri, V. damsella, V. pelagicus, V. orientalis, V. ordalii,
V. mediterrani, V. logei. Vibriosis adalah suatu penyakit hasil bakteri yang
bertanggung jawab pada kematian budidaya udang di seluruh dunia (Lightner et
al., 1992; Lavilla-Pitogo et Al., 1990). Jenis Vibrio secara luas terdapat
dalam suatu system budidaya diseluruh dunia . Infeksi Vibrio sering terjadi di
hatcheries, tetapi juga biasanya terjadi dalam
kolam pembesaran udang. Vibriosis disebabkan oleh bakteri gram-negative
dalam keluarga Vibrionaceae. Masuknya vibrio kemungkinan terjadi ketika faktor
lingkungan yang menyebabkan tingkat penambahan bakteri yang sangat cepat, dan
ada pada di dalam darah udang.
Bagaimanapun
juga, Vibrio Spp. adalah di antara bakteri chitinoclastic yang berhubungan
dengan penyakit kerang dan kemungkinan masuk melalui luka ke dalam exoskeleton atau pori-pori . Insang
merupakan bagian yang paling mudah kena karena hanya ditutup oleh suatu
exoskeleton tipis , tetapi permukaan mereka dibersihkan oleh setobranchs.
Midgut, terdiri atas kelenjar pencernaan dan batang midgut ( MGT, sering
dikenal sebagai usus, tidaklah dilapisi oleh suatu exoskeleton dan oleh karena
itu sepertinya menjadi suatu tempat untuk masuknya pathogens yang dibawa air,
makanan dan sedimen (Lovett& Felder, 1990).
Vibrio
Harveyi, merupakan suatu bakteri gram-negative, bakteri bercahaya, adalah salah
satu dari agen mikrobia yang penting yang dapat membuat kematian massal larva
udang windu dalam suatu sistem pembesaran. Sejumlah besar udang di hatcheries
yang memproduksi benih udang sering menderita kemunduran dalam kaitan dengan
penyakit bakteri luminescent dan menderita kerugian ekonomi yang sangat besar.
Vibriosis adalah disebabkan oleh sejumlah Vibrio Jenis bakteri, termasuk: V.
harveyi, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. penaeicida
(Lightner et al, 1992;). Telah dilaporkan berkali – kali mengenai vibriosis
yang disebabkan oleh V. damsela, V. fluvialis dan Vibrio lain yang terdefinisi jenisnya.
Di antara isolate Vibrio harveyi, beberapanya
mematikan dan beberapanya tidak mematikan. Vibriosis ada diseluruh dunia dan
semua binatang laut berkulit keras, termasuk udang, adalah yang paling mudah
terkena. Infeksi vibrio terjadi dalam
semua tingkat kehidupannya, tetapi kejadian umum di hatcheries. Infeksi
vibriosis paling banyak yang telah dilaporkan untuk P. monodon dari kawasan
Indo-Pacific, P. japonicus dari Jepang, dan P. vannamei dari Ecuador, Negara
Peru, Kolumbia dan Amerika Tengah ( Lightner, 1996). Vibriosis dinyatakan
melalui sejumlah sindrom. Hal ini meliputi: mulut dan lenteric (demam)
vibriosis, anggota badan dan cuticular vibriosis, luka vibriosis yang
terlokalisir, penyakit kulit, systemic vibriosis dan pembusukan
hepatopancreatitis ( Lightner, 1990).
2. Tanda
serangan vibrio
Jenis
bakteri dari golongan Vibrio harveyi merupakan bakteri yang paling sering
menimbulkan kematian massal dalam waktu yang relatif singkat. Bakteri ini menyerang
larva udang di panti-panti pembenihan maupun udang yang dibudidayakan di tambak
dan dikenal dengan nama penyakit kunang-kunang atau penyakit udang menyala.
Udang yang terinfeksi bakteri ini akan
bercahaya dalam keadaan gelap dan biasanya menyerang larva pada stadium
zoea, mysis dan post larva. Terjadi lima jenis penyakit vibrio yang menyerang
udang : necrosis pada ekor, penyakit kulit, penyakit merah, sindrom lepas kulit
( LSS) dan penyakit usus putih ( WGD) yang kesemuanya disebabkan oleh Vibrio Spp.
Diantara itu, LSS, WGD, dan penyakit merah menyebabkan angka kematian massal di
dalam kolam budidaya udang. Enam jenis Vibrio-V. Harveyi, V. parahaemolyticus,
V. alginolyticus, V. anguillarum, V. vulnificus dan V. splendidus-are
berhubungan dengan udang yang sakit . Distribusi Dan Komposisi Jenis bakteri
luminens di dalam hatcheries udang menunjukkan dengan jelas terhadap kehadiran
V. harveyi ( 97.30%) dan V. orientalis ( 2.70%) di dalam usus udang dimana
sumber utama bakteri ini didalam hatchery udang adalah bahan kotoran yang
berasal dari brood stock yang kemungkinan terjadi sewaktu bertelur.
Angka
kematian dalam kaitan dengan vibriosis terjadi ketika udang tertekan oleh
faktor seperti: kualitas air yang buruk, kepadatan tinggi ,suhu air tinggi,
rendahny oksigen (DO) dan rendahnya pergantian air (Lightner dan, 1975; Brock
dan Lightner, 1990). Angka kematian tinggi yang pada umumnya terjadi pada
postlarvae dan juvenil. Larvae udang windu mengalami kematian dalam waktu 48
jam sejak terkena V. harveyi dan V. splendidus ( Lavilla-Pitogo, Et Al., 1990).
Juga ada Laporan kematian udang windu yang sudah siap panen yang disebabkan
oleh vibriosis ( Anderson et Al., 1988). Udang windu dewasa yang terkena
vibriosis nampak hypoxic, menunjukkan badan yang merah ke insang coklat, nafsu
makan kurang dan udang berenang lemah di tepi dan permukaan kolam ( Anderson et
Al., 1988). Vibrio Spp. juga menyebabkan
penyakit kaki merah. Enam Vibrio Jenis, Termasuk V. harveyi dan V.
splendidus menyebabkan luminesensi, yang kelihatan pada malam hari, menyerang
udang pada tingkat postlarvae, muda dan dewasa (Lightner, et al., 1992).
Postlarvae yang terkena infeksi juga memperlihatkan pergerakan kurang,
mengurangi phototaxis dan usus kosong.
Udang
yang terkena vibriosis terlihat ada luka yang terlokalisir sepanjang kulit
jangat ini merupakan tanda khas penyakit yang menyerang kulit oleh bakteri.,
infeksi terlokalisr dari bocornya luka,
hilangnya otot, jaringan yang tidak jelas, peradangan usus atau hepatopancreas
dan atau keracunan darah ( Lightner, 1993). Luka penyakit kulit hasil bakteri
adalah warna coklat atau hitam dan nampak diatas kulit jangat badan, anggota
badan atau insang. Postlarvae yang terkena hepatopancreat menunjukkan seperti
berawan .Insang sering nampak warna coklat. Pembusukan Hepatopancreatitis
dikenali sebagai berhentinya pertumbuhan hepatopancreas dengan multifocal
necrosis dan radang haemocytic, yang berisi sejumlah besar Vibrio parahaemolyticus maupun V. harveyi dan melepasnya epithel sel dari
dasar lapisan MGT . Lepasnya sel Epithelial tidaklah dilihat sebagai kehadiran
bakteri non-pathogenic ( probiotics) .
Pathogens
seperti Vibrio Spp., Yang menyebabkan lepasnya epithelium di dalam MGT, dapat
mempengaruhi angka kematian tinggi di udang dengan menghilangkan 2 lapisan yang melindungi udang dari infeksi:
epithelium dan selaput peritrophic yang dikeluarkannya. Sebagai tambahan,
hilangnya epithelium mempengaruhi peraturan air dan pengambilan ion ke dalam
badan.
Hasil
diagnosa infeksi vibrio didasarkan pada tanda klinis dan demonstrasi
histological bakteri Vibrio di dalam luka, bongkol yang kecil-kecil atau
haemolymph. Organ bagian pengeluaran dan Haemolymph di coba pada media
Vibrio-selective (TCBS) atau media agar laut yang umum.. Ketika menyelidiki
postlarvae, keseluruhan contoh dihancurkan dan kemudian ditanam ke suatu media
agar. Koloni Luminescent diamati setelah 12
sampai 18 jam setelah diinkubasi pada suhu-kamar atau 25 ke 30oC.
Vibrio
diisolasi untuk dikenali dengan sejumlah
metoda, termasuk: Gram strain, Motilas, suatu oxidase test, gaya glukosa
utilisasi, ditumbuhkan dalam Nacl, Pengurangan Nitrat Dan cahaya. Jenis vibrio
dikenali dengan cepat dengan menggunakan API-20 NFT yang sistemnya dengan
menanan koloni vibrio pada API-NFT dan
menghitung angka koloni menurut arah alat tersebut ( Lightner, 1996) atau
BIOLOG ( suatu sistem identifikasi miniatur bakteri yang merupakan suatu alternatif kepada API sistem). Test
kepekaan Antimicrobial mungkin digunakan
untuk mengidentifikasi vibriosis dan dapat dijalankan menggunakan metode disk
Kirby-Bauer ( DIFCO, 1986) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
method ( Lightner, 1996)
3. Penyebaran
Vibrio
Jenis vibrio hidup di air menggunakan
fasilitas budidaya udang ( Lavilla-Pitogo, Et Al., 1990) dan biofilm, yang mana
bentuknya berbeda hubungannya antara air di hatcheries dan di kolam. Bakteri
masuk udang melalui luka atau retakan kulit jangat dan dicernakan dengan
makanan (Lavilla-Pitogo et Al., 1990). Sumber yang utama V. harveyi di
hatcheries berada dalam midgut
broodstock udang betina, yang ditumpahkan sewaktu ikan bertelur (
Lavilla-Pitogo et Al., 1992).
4. Ketahanan
Vibrio
Banyak
studi telah dikerjakan mengenai efek membekukan pada vibrios yang mencemari udang yang dipanen. V. vulnificus di tiram
yang dipanen ( Crassostrea Virginica)
dapat terus hidup pada suhu - 20 C
selama waktu 70 hari . V. parahaemolyticus, diisolasi dari daging daging
tiram yang dihomoginasi dan diinactiv di dalam 16 hari pada - 15 C ketika
jumlah kandungan bakteri adalah sangat tinggi ( 10 cfu/gm; Muntada-Garriga et
Al., 1995). Ada bukti terbaru untuk menyatakan bahwa V. harveyi dapat survive
di sedimen kolam genap setelah penjernihan dengan khlor atau perawatan dengan
kapur ( Karunasagar et Al., 1996).
5. Perkembangan
vibriosis
Vibriosis
adalah suatu masalah umum diseluruh dunia, V. harveyi terus berlanjut
menyebabkan angka kematian diseluruh dunia diperkirakan diatas 30% pada P.
monodon larvae, postlarvae dan dewasa di bawah kondisi-kondisi udang yang
stres. Suatu strain Vibrio yang sangat pathogenic juga telah muncul dan terus
menyebabkan angka kematian dalam budidaya udang ( Le Groumellec et Al., 1996).
Permasalahan disebabkan oleh vibriosis adalah umum, tetapi dipertimbangkan
lebih kecil dibanding wabah karena virus.
6. Penanggulangan
Vibrio
Upaya
penanggulangan penyakit kunang-kunang ini telah dilakukan dengan pemberian
berbagai macam antibotik. Pemberian antibiotik secara terus menerus memberikan
dampak negatif pada larva udang karena akan meninggalkan residu dalam tubuh dan
menyebabkan resistensi terhadap V. Harveyi.
Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan suatu metode pencegahan dan
penanggulangan penyakit vibriosis pada udang windu antara lain penggunaan
obat-obatan dan antibiotik. Namun penggunaan antibiotik dan bahan-bahan kimia
tidak efektif lagi karena tidak memberikan hasil yang memuaskan, yaitu pada
dosis tertentu justru berdampak negatif pada ikan/udang itu sendiri, bahkan
dapat menimbulkan resistensi bagi bakteri Vibrio spp. Oleh karena itu perlu
dicari alternatif lain dalam upaya penanggulangan penyakit pada usaha budidaya
udang windu yang lebih efektif, murah dan ramah lingkungan.
Vibriosis
dikendalikan oleh terjaganya kesehatan dan manajemen air yang ketat untuk
mencegah masukan vibrios di air ( Baticados, et al., 1990) dan untuk mengurangi
tekanan pada udang ( Lightner, 1993). Pemilihan Lokasi baik, Disain Kolam Dan
Kolam Persiapan adalah juga penting ( Nash et Al., 1992). Pergantian air setiap
hari dan suatu pengurangan biomass di kolam dengan pemanenan parsial
direkomendasikan untuk mengurangi angka kematian disebabkan oleh vibriosis.
Pengairan, mengeringkan dan mengatur lime/dolomite ke kolam panenan juga
direkomendasikan ( Anderson et Al., 1988).
Luminescent
vibriosis dapat dikendalikan di hatchery dengan mencuci telor dengan yodium (
Sparkdin) dan formaldehida dan menghindarkan pencemaran oleh kotoran bertelur.
V. harveyi di kolam air dapat inactivated oleh Dioksida Khlor ( Klosant).
Probiotics ( Ultrazyme-P-Fs dan Bioremid-Aqua) diatur secara langsung ke dalam
air atau dengan cara dicampur pakan. Immunostimulants ( Immunomax-Fs) juga
telah sukses dapat mengurangi angka kematian udang yang diakibatkan oleh vibriosis. Penggunaan Lactobacillus sp
sebagai bakteri probiotic di dalam
budidaya udang windu ( P.Monodon) juga
terbukti dapat menekan vibrio . Jiravanichpaisal Dan Chuaychuwong et Al (
1997) telah menyelidiki suatu
perawatan efektif dengan Lactobacillus
sp terhadap vibriosis dan penyakit
bercak putih pada P. monodon. Mereka
menyelidiki pertumbuhan beberapa bakteri probiotic, dan survival mereka di air
laut yang salinitasnya 20 ppt kurang
lebih selama 7 hari. Aktivitas dua Lactobacillus sp dalam menghambat terhadap
Vibrio Sp., E. coli, Staphylococcus sp ternyata mempunyai pengaruh yang
efektif.
Efek
konsentrasi tembaga pada luminesensi dan racun V. harveyi telah diselidiki oleh
Nakayama. T. et al ( 2007). Mereka menemukan konsentrasi tembaga ( unsur tidak zat pembunuh kuman) kurang dari 40 ppm
tidak punya efek pada pertumbuhan udang. Sedang
V. harveyi yang diberi dengan 40 ppm konsentrasi tembaga menunjukkan
terjadinya pengurangan cahayanya ( luminesensi ). Oleh karena itu, kombinasi
prebiotics, probiotics, immuno-stimulants dan unsur non-antibiotic ( LBEENEX) mempunyai kekuatan
besar melawan vibriosis dan Luminescent Bakteri ( LB) dikombinasikan dengan cara budidaya tambak
yang baik ( BAP),merupakan suatu alat manajemen yang efektif untuk
mengendalikan bakteri luminesensi beracun yang ada dikolam budidaya.
Bakteri
probiotik yang bersifat non patogen dan memiliki kemampuan mengurangi,
menghambat ataupun, membunuh bakteri patogen, serta memungkinkan sebagai
makanan di dalam perairan merupakan alternatif lain yang dapat digunakan untuk
pencegahan penyakit. Beberapa sumber bakteri probiotik yang telah diteliti
antara lain air laut, air tambak, sedimen laut, dan karang.
Selain
itu teknik lain yang perlu dikaji dan dievaluasi untuk menanggulangi penyakit
pada budidaya udang windu adalah merangsang kekebalan non-spesifik udang
melalui penggunaan vaksin dan immunostimulan. Teknik tersebut telah banyak
dilakukan baik di dalam negeri maupun dari manca negara, namun optimalisasi
penggunaan suatu jenis immunostimulan masih perlu dilakukan. Penggunaan bahan
aktif dari sponge dan mangrove sebagai antibakteri juga telah mulai dirintis,
namun sampai saat ini optimalisasi penggunaannya masih perlu dikaji lebih
lanjut sehingga diperoleh hasil yang memuaskan dan bisa diterapkan dalam skala
lapangan.
0 comments:
Post a Comment