Kegiatan
usaha budidaya perikanan, tidak terlepas dari kebutuhan pakan. Pakan merupakan
faktor yang banyak membutuhkan biaya, yaitu 60– 70% dari seluruh biaya produksi
(Imansyah, 2005). Mahalnya harga pakan ikan tidak terlepas dari harga bahan
pembuat pakan yang ada (Kurnia, 2008). Peningkatan harga bahan pakan yang
terjadi pada akhir-akhir ini membuat keuntungan semakin berkurang (Ermawati,
2008). Harga jual pakan ikan yang selalu mengalami kenaikan setiap bulanya, dan harga jual panen ikan yang sering kali tidak sepadan dengan biaya pembelian pakan ikan. Pengembangan penelitian sekarang yang sangat diperlukan diantaranya
adalah protein asal tumbuhan (Kurnia, 2008). Daun kangkung air merupakan salah
satu bahan pakan asal tumbuhan (Novianti, 2008). Bahan pakan ini berharga
murah, mudah didapatkan, dan memiliki kandungan nutrisi pakan yang cukup serta
dapat menguntungkan (Hardianto, 2004).
Menurut
Suraya (2006) pada bidang perikanan daun kangkung air selama ini digunakan
sebagai bahan pakan ikan, serta dapat digunakan sebagai alternatif
bahan pakan diantaranya
sebagai suplemen bahan pakan pada ikan wader (Rasbora argyrotaenia)
(Budiharjo, 2007). Vromant et al. (2002) menambahkan daun kangkung merupakan
sumber hijauan yang disenangi oleh ikan nila, tetapi Hidayati (2005)
menambahkan penggunaan daun kangkung ini kurang optimal karena masih dianggap
gulma bagi beberapa pembudidaya dan daun kangkung air hanya berupa limbah
(Lestari dkk., 2008). Bentuk limbah ini dikarenakan daun kangkung air memiliki
nilai kandungan nutrisi serat kasar yang tinggi (Nainggolan dkk., 2005). Ramuan
dalam pembuatan pakan ikan, kadar serat kasar tidak baik jika bernilai tinggi
(Mudjiman, 2004). Cara mengoptimalkan kadar kandungan serat kasar daun kangkung
air diantaranya dengan fermentasi (Syamsu, 2007).
Fermentasi
merupakan kemajuan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba dan merupakan
cara alternatif optimalisasi daur ulang limbah pertanian (Muis dkk., 2008).
Fermentasi digunakan untuk mengoptimalkan daun kangkung air dalam meningkatkan
protein kasar serta menurunkan Kandungan
Protein Kasar Mikroba
proteolitik yang terdapat dalam probiotik adalah Bacillus sp dan Streptomyces.
Menurut Thomas dkk (1987) mikroba ini mampu menghasilkan enzim protease yang
akan merombak protein. Anggorodi (1994) menambahkan perombakan protein diubah
menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida
ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang akan
dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang
merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi.
Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar
(Wuryantoro, 2000).
Perlakuan
penelitian ini dilakukan secara aerob, yang menggunakan oksigen dalam
prosesnya. Proses aerob pada perlakuan dilakukan dengan cara membuka tutup
plastik tempat proses fermentasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan Afrianti (2009)
proses fermentasi aerob menggunakan oksigen untuk mencerna glukosa untuk
menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi.
Penguraian
materi berlangsung dengan reaksi enzimatik (Waluyo, 2005). Sebagian besar
reaksi kimia dalam sel-sel hidup berlangsung sangat lambat bila tidak
dikatalisis oleh enzim (Hariati, 1989).
Adanya
mikroba proteolitik yang mampu menghasilkan enzim protease menyebabkan
pemecahan protein berlangsung lebih cepat (Priskila, 2007).
De
jong, et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar karbohidrat dan mineral
tetes tebu (molases) diharapkan mampu menstimulasi pertumbuhan mikroba.
Perkembangan dari mikroba tergantung pada karbon yang tersedia, dengan
meningkatnya jumlah mikroba tersebut maka akan terjadi kompetisi diantara
mikroba untuk mendapatkan karbon, sehingga ketersediaan karbon menjadi faktor
pembatas (Rifqiyah, 2005). Dijelaskan kembali menurut Afrianti (2009) proses
metabolisme yang dilakukan bakteri membutuhkan sumber energi berupa
karbohidrat, protein, lemak, yang terdapat pada pakan. Aktifitas mikroba dalam
proses fermentasi mengarah pada karbohidrat kemudian protein dan lemak.
Peningkatan
kandungan protein pada perlakuan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
aktifitas bakteri proteolitik dalam mengikat N. Matthewman (1994) menyatakan
bahwa nitrogen adalah bahan dasar untuk sintesis protein bakteri. Bakteri yang
tumbuh dapat digunakan untuk membantu mengoptimalkan pakan yang digunakan untuk
ternak (Buckle dkk, 1987).
Perlakuan
yang menunjukkan hasil terbaik dengan kandungan protein tertinggi pada
perlakuan P4 (28,1079%). Perlakuan P4 (8%) mempunyai jumlah dosis probiotik
telah mencukupi dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3, sehingga jumlah
mikrobanya lebih banyak bila dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3 yang
menyebabkan aktifitas mikroba dalam mensintesis protein juga lebih tinggi.
Meningkatnya nilai protein terhadap bahan pakan, memberikan indikasi bahwa
energi yang tersedia cukup tinggi (Krisnan dkk., 2005).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan serat kasar yang
difermentasi (Tabel 2). Menurunnya kandungan serat kasar daun kangkung air
terfermentasi disebabkan pada penelitian ini mengandung mikroba Cellulomonas
sp. Mikroba ini dapat mendegradasi bahan organik seperti serat kasar.
Serat
kasar merupakan selulosa yang digunakan sebagai penyusun dinding sel tanaman
yang sukar didegradasi karena monomer glukosa dihubungkan pada suatu ikatan.
Beberapa bakteri ada yang dapat melakukan pemecahan ikatan tersebut yaitu
mikroba selulolitik (Heriyanto, 2008). Adanya degradasi karbohidrat membuat
adanya penyederhanaan perubahan dari selulosa menjadi selubiosa dengan bantuan
enzim selulase, selanjutnya selubiosa disederhanakan menjadi glukosa (Wiria,
1996).
Proses
fermentasi pada perlakuan menggunakan bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas
dan Actinomyces. Hasil perlakuan terbaik adalah nilai kandungan nutrisi serat
kasar terendah. Serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P3(6%), tetapi
tidak berbeda nyata dengan P2(4%) dan P4(8%), namun berbeda nyata terhadap
P0(0%) dan P1(2%). Hal ini disebabkan pada perlakuan P3(6%) terjadi akibat
biomassa mikroba telah mencapai nilai maksimum, dengan demikian diikuti dengan
nilai nutrisi sudah tidak sebanding dengan jumlah biomassa, yang mengakibatkan
semakin lama biomassa semakin berkurang (Kanti, 2005). Adanya penurunan
tersebut diakibatkan aktifitas enzim selulase telah mencapai waktu inkubasi
optimum (Gal et al., 1997).
Penambahan
dosis probiotik
akan menyebabkan populasi mikroba yang semakin banyak sehingga mampu
mendegradasi komponen selulosa secara optimal. Kandungan dosis 8% terdapat
jumlah mikrobia sesuai dengan substrat yang ada dan kondisi yang sesuai dengan
mikroorganisme pemecah selulosa. Penambahan dosis
tersebut pada pakan dapat meningkatkan daya cerna (Forsberg et al., 2004).
Pemberian probiotik pada perlakuan secara khusus dapat meningkatkan kecernaan
serat, sehingga dapat menurunkan kadar nutrisi serat kasar (Heriyanto, 2008;
Charles, 2005). Sejalan dengan hal ini, Murtidjo (2001) menyatakan bahwa tinggi
rendahnya kecernaan zat-zat makanan pada ikan bergantung pada kualitas protein
ransum melainkan pada kandungan serat kasar dan aktifitas mikroorganisme
terutama bakteri selulolitik. Aktifitas mikroba selulolitik tersebut dengan
cara mengeluarkan enzim selulase yang berfungsi untuk menghancurkan adanya
ikatan lignoselulosa yang telah didegradasi. Proses tersebut mengakibatkan
sumber N dalam bahan pakan berupa serat terlepas dari ikatan, sehingga dapat
dicerna secara maksimal (Hau dkk., 2005).
Kesimpulan
Fermentasi
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan protein kasar daun kangkung
air yaitu peningkatan dari 23,9945% menjadi 28,1079%.
Fermentasi
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan serat kasar daun kangkung
air yaitu penurunan dari 16,1744% menjadi 11,8341%.
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan melakukan
penelitian lebih lanjut pemberian pakan daun kangkung yang telah difermentasi
dengan probiotik pada budidaya ikan sebagai hewan coba, untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan berat badan.
Daftar
Pustaka
Afrianti,
LH. 2009. Excellence Of Food Ferment (Keunggulan Makanan Fermentasi). http://www.wordpress.com.
20/8/2009.
Anggorodi,
1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Buckle,
K.A., R.A, Edward., G.H. Fleet and M.Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah :
Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.
Budiharjo,
A. 2007. Application of Food Suplement For Increasing Growth of Wader Fish
(Rasbora argyrotaenia). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Surakarta. Solo.
Charles.
2005. Pembahasan Umum. Laboratorium Agrostologi IPB Dermaga. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
De
jong, R., Van rucem.J., Ibrahim, M.N.M., and H. Purnomo. 1991. Livestock and
Feed Development in the Tropics. Agricultural University. Waginingen.
Netherland.
Ermawati,
R. 2008. Harga Pakan Terus Melejit, Petani Ikan Megap-megap www.solopos.com.
17/10/2008.
Fardiaz,
S. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Forsberg,
C.W., E. Forano, and A. Chesson. 2004. Microbiol Adherence to the Plant Cell
Wall and Enzymatic Hydrolysis. In : P.B. Cronje (ed). Ruminant Physiology. CABI Publishing.
Gal,
L., S. Pages, C. Gaudin, A. Belaich, C. Reverbelleroy, C. Tardif, and
J.P.Belaich. 1997. Characterization of the cellulolytic complex (Cellulosome)
produced by Clostridium cellulolyticum. Applied Environmental Microbiology, 63
(3): 903-909.
Hardianto,
R. 2004. Pemanfaatan Limbah pertanian & Aroindustri sebagai bahan baku
untuk pengembangan industri pakan ternak compleed feed. Program magang &
Transfer Teknologi pakan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Hariati,
A.M. 1989. Diktat Kuliah Makanan Ikan. Fish Fisheries Project. Fakultas
Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Hau,
D.K., M. Nenobais., J. Nulik., N. Athan dan G.F. Katipana. 2005. Pengaruh
Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa
Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Heriyanto.
2008. Probiotik (Migrosuplemen/MIG Ternak) Departemen Pertanian Direktorat Jendral
Bina Produksi Peternakan Balai Besar Pengujian Mutu & Sertifikasi Obat Hewan
No B.0264. Bogor. Indonesia.
Hidayat,
N, M.C.Padaga, dan S.Suhartini. 2007. Fermentasi. Pengembangan Produk
danTeknologiProses. www.hidayat.
wordpress. com.8/6/2009.
Hidayati,
N. 2005. Fitoremediasi dan potensi tanam hiperkumulator. Jurnal bio sains
hayati. I (12) : 35-40.
0 comments:
Post a Comment