Sebagai ekosistem yang khas dan terletak di daerah
tropis, ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas yang cukup tinggi
sehingga keanekaragaman biota yang ada di dalamnya cukup besar. Biota
terpenting dalam suatu karang adalah hewan karang batu (stony coral) yaitu
hewan yang tergolong scelactenia yang kerangkanya terbuat dari kapur. Beberapa
peran penting bagi ekosistem ini adalah: peran dari segi estetika, sebagai
pelindung fisik, dan sebagai produk yang menghasilkan nilai ekonomi. Dari segi
estetika terumbu karang dengan menampilkan pemandangan yang sangat indah,
jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lainnya.
Dengan demikian terumbu karang memiliki nilai penting
untuk mendukung suatu habitat seperti pulau dan daratan. Disamping itu pula,
terumbu karang berperan sebagai pelindung fisik terhadap pantai. Kerusakan
terumbu karang akan mengurangi kemampuan karang untuk dapat berperan dalam
memberikan perlindungan. Terumbu karang juga sebagai sumber ekonomi penting
karena menghasilkan berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang,
kerang mutiara dan sebagainya. Ekosistem ini memberikan tempat perlindungan dan
tempat berkembang biak bagi berbagai ekosistem karang. Terumbu karang memiliki
peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi berbagai jenis biota laut yang hidup di terumbu karang atau
sekitarnya. Berbagai manfaat ekonomi dan jasa-jasa lingkungan merupakan nilai
penting bagi ekosistem terumbu karang.
Akan tetapi sangat ironis, dimana permasalahan faktual
yang terjadi bahwa kondisi terumbu karang sudah pada tingkat yang sangat
menghawatirkan dimana telah terjadi kerusakan secara besar-besaran.Kerusakan
ini banyak terjadi pada masa lampau, sebagai akibat dari aktifitas masyarakat
yang kurang memperhatikan Ungkungan. Seiring dengan membaiknya kesadaran
masyarakat akan pentingnya terumbu karang, aktifitas perusakan terhadap terumbu
karang juga menurun. Walaupun demikian pada kenyataannya kondisi terumbu karang
di Indonesia telah terlanjur mengalami kerusakan dalam areal yang luas.Untuk
dapat memulihkan kondisisi terumbu karang, saat ini telah dikenal banyak metode
salah satu diantaranya adalah metode transplantasi karang.
Transplantasi Karang
Transplantasi karang merupakan upaya pencangkokan atau
pemotongan karang hidup untuk ditanam ditempat lain atau ditempat yang
karangnya telah rusak, sebagai upaya rehabilitasi. Saat ini transplantasi
karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk mendukung pemanfaatan yang
berkelanjutan. Bentuk pemanfaatan transplantasi karang atara lain untuk
mengembalikan fungsi ekosistem karang yang rusak sehingga dapat mendukung
ketersediaan jumlah populasi ikan karang di alam. Transplantasi karang juga
dirnanfaatkan untuk rnembuat lokasi penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah
dan menarik sehingga dapat mendorong kenaikan jumlah wisatawan. Selain itu
transplantasi karang juga dirnanfaatkan untuk memperbanyak jumlah indukan dan
anakan karang yang laku dipasarkan sehingga dapat mendukung perdagangan karang
Was, sesuai peraturan yang berlaku.
Pengembangan transplantasi karang yang telah dilakukan
adalah menggunakan teknik kombinasi antara rangka besi, jaring dan substrat,
Teknik ini telah dilakukan di beberapa lokasi, misalnya di kawasan konservasi
laut Kabupaten Berau (2007), Kabupaten Kotabaru (2007), Kabupaten Ciamis (2007)
dan Kabupaten Muna (2007). Perturnbuhan karang hasil transplantasi berkisar
antara 6-24 cm/bulan. Pemilihan lokasi, jenis karang yang ditransplantasi,
kesiapan masyarakat pengelola dan kualitas perairan, merupakan kunci
keberhasilan transplantasi karang. Telah pula dicoba teknik transplantasi
karang menggunakan substrat semen, namun tidak menggunakan rangka besi dan
jaring, sebagaimana dilakukan di Ciamis (2008).
Bibit Karang
Jenis karang yang digunakan dalam kegiatan
transplantasi, yaitu jenis karang yang hidup dan tersedia di masing-masing
lokasi kegiatan. Berdasarkan data inventarisasi DKP (2002) beberapa alternatif
jenis karang tersebut antara lain : Acrophora tenuis; A. formosa; A.
hyancinthus; A, difaricata; A. nasuta; A. yongei; A. digitifera; dan A.glauca.
Pelaksanaan kegiatan transplantasi karang baik untuk
pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak, untuk pemanfaatan terumbu
karang secara lestari (perdagangan karang hias), untuk pengembangan wisata
bahari maupun untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian selalu diawali
dengan pembuatan media pembibitan transplantasi karang/nursery ground. Kemudian
dilanjutkan dengan penyediaan bibit, dan diakhiri dengan penebaran anakan hasil
transplantasi.
Perbedaan dari setiap kegiatan transplantasi terutama
terletak pada jenis bibit yang dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk
transplantasi perdagangan karang hias dipilih dari jenis-jenis karang yang
masuk dalam daftar perdagangan karang hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit
yang dipakai berasal dari jenis-jenis yang memiliki penampilan warna dan bentuk
yang indah serta aman disentuh (tidak menimbulkan gatal atau luka). Untuk
pemulihan kembali lokasi terumbu karang yang telah rusak / rehabilitasi karang,
jenis bibit yang dipakai dipilih dari jenis - jenis yang terancam punah
dilokasi tersebut, pernah hidup di lokasi tersebut, dan tersedia sumber bibit
yang memadai. Kegiatan transplantasi karang yang ditujukan untuk menunjang
kegiatan kegiatan penelitian, sumber bibitnya disesuaikan dengan jenis-jenis
karang yang akan diteliti. bahaya dan pada kategori bahaya-katastropik
mencapai < 50. Selanjutnya Lalamentik (1991) menyatakan bahwa banyak tipe
sedimen yang muncul pada dan sekitar terumbu karang, termasuk didalamnya
hancuran karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan lumpur yang halus.
Pertumbuhan Karang Transplantasi
Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan
reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi
yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum).
Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui
pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada
pembentukan koloni baru sedangkan reproduksi seksual adalah reproduksi
yang melibatkan peleburan sperma dan ovum ( fertilisasi).
Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain
terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva,
penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan) (Timotius, 2003).
Salah satu perbandingan reproduksi aseksual dan seksual dipandang dari sisi
ketahanan dan adaptasi terhadap lingkungan adalah waktu pembentukan anakan,
untuk reproduksi aseksual karang membutuhkan waktu yang singkat untuk tumbuh
sedangkan untuk reproduksi seksual karang membutuhkan waktu dan proses lebih
panjang untuk pertumbuhan, ini dikarenakan karena pada reprodusi aseksual
karang dibentuk oleh potongan atau rangka dari induk karang sedangkan pada
reproduksi seksual tidak (Timotius, 2003). Koloni karang hermatiphik mengandung
alga ( zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan terumbu karang. Zooxanthellae yang
di koloni karang membentuk bangunan karang. Gereau dan Gereau (1959) dalam Supriharyono
(2000) menyatakan bahwa merupakan factor yang esensial dalam proses klasifikasi
atau produksi kapur bagi hermathipic corals atau reef building corals
Pertumbuhan setiap spesies karang berbeda. Spesies
tertentu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu bias mencapai 2
cm/bulan (karang bercabang) tetapi ada pula yang mempunyai pertumbuhan
sangat lambat yaitu 1 cm/tahun. Menurut defenisi pertumbuhan karang
merupakan petambahan panjang linear, berat, volume, atau luas kerangka atau
bangunan kapur (Calsium) spesies karang dalam kurun waktu tertentu (Budemeier
dan Tinzie, 1962 dalam
Supriharyono, 2000). Kecepatan tumbuhan karang
juga ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana hewan ini berada. Perairan
yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka karang tumbuh
lebih cepat di bandingkan dengan daerah yang lingkungannya tercemar
(Supriharyono, 2000). Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2007)
karang dari genus Acropora sp memiliki pertumbuhan pada umur 3 – 6 bulan.
Dipilihnya genus Acropora formosa sebagai bahan
penelitian dalam transplantasi karang karena, jenis karang ini memiliki awal
pertumbuhan, memiliki kisaran pertumbuhan yang cepat serta memiliki ketahanan
hidup yang besar. Deslina (2004) kisaran pertambahan panjang genus Acropora
formosa adalah 1.20 cm selama 2 bulan, dan menurut Sadarun, (1999)
Genus Acropora formosa memiliki ketahan hidup yang besar dari
genus Acropora sp lainnya. Genus Acropora formasa juga
mengalami Awal pertumbuhan yang cepat dan pertambahan panjang lebih tinggi
dibandingkan dengan genus Acropora sp lainnya (Ofri Johan dkk,
2008). Besarnya ukuran fragmen transplantasi sangat menentukan pertumbuhan dan
keberasilan dari transplantasi karang (Ofri Johan dkk, 2008). Horriot dan Fisk
(1988) dalam Ofri Johan dkk (2008) mengemukakan bahwa dalam
transplantasi karang Acropra sp harus memperhatikan ukuran karang
tersebut, ukuran yang lebih kecil akan memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Pertambahan panjang dipengaruhi oleh sifat biologi model percabangan karang
seperti model karang branching arborescent cenderung mempunyai pertambahan
panjang mengarah ke atas lebih besar (Sadarun, 1999). Menurut Deslina (2004),
Kisaran yang diperoleh pada pertambahan karang Acropora sp selama 2
(dua) bulan pengamatan adalah 1,34 cm
– 1,62 cm , yang ini berbeda dengan
kisaran yang diperoleh Sadarun (2000) dengan masa pengamatan 5 (lima) bulan
berkisar antara 2,01 cm – 4,91 cm, sedangkan menurut Yahyah
(2001) dengan masa pengamatan 6 (enam) bulan berkisar antara 1,49 cm – 3,50
cm. Diduga adanya perbedaan kisaran ini karena pengaruh perairan dan
periode waktu pengamatan.
Ketahanan Hidup Karang
Transplantasi
Data Ketahanan hidup atau keberhasilan hidup fragmen
karang dihitung dengan menghitung jumlah fragmen karang yang masih berada di
atas substrat transplantasi sampai akhir pengamatan. Penempelan fragmen
pada substrat sangat dipengaruhi oleh kecepatan karang membentuk rangka kapur
baru setelah dipatahkan dari induknya. Ketahanan hidup dikatakan mencapai 100%
apabila semua fragmen karang yang ditransplantasikan tidak terlepas dari
substratnya (Sadarun, 1999). Tingkat ketahanan hidup fragmen karang
transplantasi sangat ditentukan oleh penempelan fragmen pada karang,
sedimen dan turbiditas, ukuran fragmen, gangguan dari spesies pengganggu (ikan,
dan keong pemakan karang) serta banyaknya alga di suatu perairan. Amaryllia dkk (2003)
menyatakan bahwa penempelan fragmen pada substrat sangat dipengaruhi oleh
kecepatan karang membentuk rangka kapur baru setelah dipatahkan dari induknya,
setelah fragmen merekat pada substrat maka energi yang awalnya digunakan untuk
membentuk kerangka kapur baru (regenerasi) dialihkan untuk pertumbuhan dan
memperbesar ukuran diameter sehingga karang mencapai ukuran idealnya. Dodge dan
Vaysnis (1977) dalam Ofri Johan dkk (2008) mengemukakan bahwa
sedimen dan turbiditas yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya laju
pertumbuhan dan meningkatkan angka kematian karang, Selanjutnya Bak dan Criens
(1981) dalam Ofri Johandkk (2008) bahwa keberasilan hidup dari
karang transplantasi sangat ditentukan oleh ukuran fragmen karang. Kematian
dari fragmen karang juga ditentukan oleh hewan pemakan karang yang
bersembunyi dan menempel di percabangan karang yang umumnya adalah jenis Drupella sp
dari kelompok hewan kekerangan. Selain itu kematian juga ditentukan oleh alga
yang menutupi fragmen karang sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat
kehitaman (Ofri John dkk 2008), Seperti yang dikemukakan oleh Bak dan
Criens (1981) dalam Ofri Johan dkk (2008) bahwa
keberasilan hidup dari karang transplantasi juga di tentukan oleh Filamentous
algae (turf algae). banyak alga disuatu perairan disebabkan oleh
kelimpahan nutrient yang dapat menyebabkan terganggunya proses klasifikasi,
laju pertumbuhan, jumlah zooxantellae dan dan jumlah populasi karang
(Hoegh dan Guldberg (1997)
Transplantasi Karang (Coral transplantation) Transplantasi karang (coral transplantation) adalah
pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau
di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan
atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam
mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai
untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott,
1988 dalam Anonim, 2010). Kegiatan transplantasi di Indonesia telah
dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu dengan menggunakan substrat keramik,
beton dan gerabah. Tujuannya adalah untuk program percontohan dalam
merehabilitasi pulau-pulau yang kondisi terumbu karangnya sudah rusak serta
dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata laut, program pendidikan, penelitian
dan uji coba dibidang perdagangan Dimasa mendatang transplantasi karang akan
memiliki banyak kegunaan antara lain: untuk melapisi bangunan-bangunan bawah
laut sehingga lebih kokoh dan kuat untuk memadatkan spesies karang yang jarang
atau terancam punah dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi hiasan
akuarium (Moka, 1995 dalam Anonim, 2010). Teknik-Teknik Transplantasi Karang Beberapa teknik untuk
meletakan karang yang di transplantasikan adalah semen, lem plastik,
penjepit baja, dan kabel listrik plastik. Dari beberapa percobaan yang telah
dilakukan, ada beberapa kententuan untuk transplantasi karang, yaitu (Coremap
& Yayasan Lara Link Makassar, 2006): 1.
Untuk transplantasi karang diperlukan suatu
wadah beton sebagai substrat dimana karang ditanam. 2.
Jenis karang bercabang lebih cepat
pertumbuhannya, dan mampu menyesuaikan dibandingkan karang masif. 3.
Semua lokasi perairan pada dasarnya dapat
dilakukan transplantasi dengan syarat kondisi hidrologik masih dalam batas
toleransi pertumbuhan karang. 4.
Hasil percobaan pada habitat yang berpasir
tetapi dengan kesuburan yang tinggi pertumbuhan karang lebih cepat
dibandingkan pada daerah yang karannya rusak. 5.
0 comments:
Post a Comment