Monday, July 1, 2013

PENYAKIT BAKTERI VIBRIOSIS YANG PERLU DIWASPADAI

July 01, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments




Akuakultur merupakan sektor perikanan yang paling cepat berkembang secara global dan memantapkan dirinya sebagai sumber protein yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangan karena sumber daya alam menunjukkan lebih dari eksploitasi. Tapi, saat ini, masalah terbesar yang dihadapi oleh industri akuakultur di seluruh dunia adalah penyakit yang disebabkan karena berbagai agen hayati dan non-hayati. Di antara kelompok mikroorganisme yang menyebabkan kerugian serius dalam budidaya udang, yang paling dikenal adalah bakteri karena efek kehancuran ekonomi yang mereka miliki di peternakan yang terkena dampak. Penyakit bakteri, terutama disebabkan Vibrio
Vibriosis adalah salah satu penyakit pada udang dan ikan yang bersifat endemis hampir di semua perairan ditemui di daerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Vibriosis merupakan suatu penyakit pada ikan dan udang yang disebabkan oleh kelompok bakteri Vibrio sp. yang banyak terdistribusi di air bersih, air terpolusi, air laut kecuali yang salinitasnya tinggi, mikroflora dalam usus, ginjal dan darah ikan. Penyakit ini sering menyerang pada budidaya ikan air laut, air payau dan air tawar.
Jenis Vibrio sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang panjang atau lengkung, berukuran 0,5-2,0 µm dapat bergerak karena mempunyai 2-3 flagela polar pada spesies tertentu (Duijn, 1973). Strain virulen biasanya menyebabkan wabah penyakit yang berhubungan dengan perubahan lingkungan, stres, perubahan suhu yang mendadak, handling yang kasar, penurunan oksigen, umur ikan, suhu tinggi, kandungan oksigen yang rendah dan kepadatan populasi (Roberts, 1989; Bowser, 1999).
Pada ikan Kerapu, rahmat Cally (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu komoditas perikanan yang keuntungan ekonomis penting baik sebagai ikan konsumsi dan sebagai ikan hias. Sejauh ini masalah penyakit ini, masih menjadi penyebab kematian massal hingga mencapai 100%. Infeksi bakteri yang dicurigai sebagai penyebab yang kematian masal. Ikan yang terserang penyakit ini biasanya memiliki tanda-tanda kotor seperti mulut merah, warna kemerahan dari tubuh, busuk sirip dan perut bengkak diikuti oleh kematian mendadak.
Sebuah penelitian dilakukan untuk menentukan penyebabkan utama penyakit. Bakteri yang penyeranganya terjadi sariawan, hati, ginjal dan usus. Hasil identifikasi ada 7 bakteri yang menyebabkan dengan penyakit ini, empat dari mereka milik marga Vibrio. Dua spesies Vibrio yang V. alginolyticus dan V. anguillarum kemudian terinfeksi intraperitoneal (IP). Hasil percobaan untuk uji patogenisitas menunjukkan bahwa V. alginolyticus lebih patogen daripada V. anguillarum. Pada kepadatan 108'88 CFU / ikan, LD50 sebuah hasil dari 96 jam paparan V. alginolyticus untuk ikan, sementara hingga 108 CFU / ikan V. anguillarum hanya menyebabkan kematian 20%.
Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai dengan warna kulit kusam disertai hilang nafsu makan, letargi dengan hemoragi dipangkal sirip dengan fin rot yaitu kerusakan kulit dengan tepi merah atau putih karena infeksi sekunder jamur. Pada dinding abdomen, organ viseral, jantung, dan kulit terjadi hemoragi difus, membengkak, distensi abdomen dengan asites. Penyebaran penyakit cepat dan ikan mati dalam 2-3 hari dengan mortalitas tinggi (Austin dan Austin, 1987; Prescott, 2001). Biasanya dalam keadaan stres ikan tampak berwarna kusam (gelap) dengan hemoragi kutan pada sirip dan ekor, insang pucat (Prescott, 2001), hemoragi tersebut memborok sampai terjadi lesi di kulit (Browser, 2002). Saat nekropsi terlihat kongesti dengan hemoragi diseluruh permukaan organ internal dan cairan serosanguinus pada ginjal dan limpa yang membengkak (Roberts, 1989).
Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk lewat darah dan ke sirkulasi jaringan menyebabkan kerusakan dan radang pada pembuluh darah kulit dan pangkal sirip, diikuti hemoragi pada jantung dan akumulasi cairan di abdomen yang menyebabkan dropsi (Prescott, 2001). Bakteri yang masuk ketubuh ikan melalui epihel dari traktus interstinalis menyebabkan septikemia hemoragi (Bullock dkk., 1971). Selain itu bakteri dapat juga menginfeksi ikan melalui insang (Roberts, 1989). Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang dan lapisan submukosa abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan adanya degenerasi (Miyazaki dan Jo, 1985). Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada jaringan hemapoietik limpa dan ginjal (Roberts, 1989).
Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot jantung, hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir pada dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi makrofag dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat lesi dengan deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin (Roberts, 1989).
Sel epitel usus nekrosis dan mengelupas ke lumen, pada organ jantung, hati dan pankreas ditemukan nekrosis fokal likuifaktif. Sel hati dan epitel tubulus ginjal mengalami degenerasi, sel glomerulus rusak, hemoragi jaringan interstitial dengan eksudat serum berfibrin (Miyazaki dan Jo,1985).
Bentuk Vibriosis kronis yang dapat diamati adalah letargi, eksoptalmia, lesi nekrosis, pembengkakan hipodermal, perdarahan di sirip, hidung, ventrikulus, otot dan jaringan, limpa dan ginjal bengkak dan lunak, ginjal sering mengalami nekrosis pada glomerulus, tubulus dan dearah interstitial, fokal nekrosis pada hati dan ikan dapat bertahan meskipun adanya jaringan parut (Roberts, 1989). Selain itu pada infeksi bakterial yang kronis terlihat adanya perubahan cara berenang yaitu berenang miring dan bergerak lamban, lesu dan hilang nafsu makan (Khairuman dan Amri, 2003).
Infeksi yang sering terjadi biasanya pada komoditas ikan payau, ikan laut bahkan juga terjadi pada komoditas ikan air tawar. Pada udang sering di kenal oleh pembudidaya windu  penyakit “udang menyala” atau kunang-kunang.  Cara penanggulanganya pengelolaan limbah budidaya udang dengan membuat tandon sebagai cara salah satunya mencegah Vibriosis (Atmomarsono et al., 1995). Penggunaan 30% dari luas areal untuk tandon dengan biofilter kerang-kerangan dan kerang bakau. Cara lain adalah dengan pemberian vaksin, inostimulan dan antibiotik. Penggunaan bakteri yang diisolasi dari V harveyi.
Menurut Suwanto (1994) kegunaan menggunakan biokontrol antara lain :
1.      Organisme yang dipergunakan dipertimbangkan lebih aman dari pada bahan kimia proteksi yang sekarang digunakan.
2.      Tidak terakumalasi dalam makanan.
3.      Adanya proses reproduksi tidak bisa digunakan berulang.
4.      Organisme sasaran jarang menjadi resisten terhadap biokotrol dari pada terhadap bahan kimia.
5.      Dapat digunakan secara bersama-sama terhadap cara proteksi yang ada sampai hari ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu adanya upaya pencarian agen-agen biokontrol yang berpotensi untuk penanggulangan penyakit udang. Salah satu sumber bakteri biokontrol airtambak dari air laut (Tjahjadi et al., 1994; dan Haryanti et al.,2000).
Sumber daya laut yang lainnya yang diduga menyimpan potensi sebagai sunber plasma nutfah untuk bakteri sebagai biokontrol yang sampai saat ini belum di pelajari adalah sedimen dan terumbu karang. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dicari kandidat bakteri bikotrol dari laut.



0 comments:

Post a Comment