Wednesday, July 3, 2013

AWAS BAHAYA KOI HERPES VIRUS

July 03, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Di wilayah Desa.Talun, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati merupakan kawasan budidaya bandeng air tawar yang memakai sistem polikultur. Polikultur yang dilaksanakan adalah ikan Bandeng dibudidaya secara bersama-sama dalam satu kolam dengan jenis ikan Mas, Nila dan Patin. Dan apabila terjadi serangan Koi Herpes Virus (KHV), maka harus berhati-hati dalam mengelola budidaya terutama jenis ikan Mas dan Nila.
Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar, Herpetos berasal dari hasa  Yunani  yang  artinya  mengerikan.  Herpesviridae  berbiak  dalam  inti, membentuk  badan  inklusi  yang  disebut  “cowdry  type  A. Merupakan golongan virus DNA dari strain herpes viridae. Virus ini sangat berbahaya bisa menghabiskan ikan yang di budidaya. Virus akan tetap bersama ikan yang tetap hidup setelah terinfeksi dan berpotensi sebagai pembawa virus selama hidupnya (carrier). Virus ini hanya menginfeksi pada jenis ikan koi dan ikan mas. Keganasan penyakit koi herpes virus ini dipicu oleh kondisi lingkungan diantaranya; temperatur air yang dibawah 300 C dan kualitas air yang buruk.
Budidaya ikan yang intensif tanpa diikuti dengan sistem biosekuriti yang baik sering mengakibatkan adanya penyebaran penyakit yang cepat antar populasi ikan, baik secara lokal, regional ataupun antar negara. Beberapa penyakit dapat menyerang tanpa membedakan jenis inangnya sedangkan yang lain bersifat spesifik-inang. Penyakit yang diakibatkan virus biasanya bersifat khusus pada famili yang memiliki kekerabatan dekat atau bahkan hanya pada jenis tertentu. Umumnya, penyakit yang diakibatkan virus dapat menimbulkan penyakit yang akut dan kematian. Pada famili cyprinidae, beberapa virus yang pernah dilaporkan menyebabkan penyakit akut, antara lain: rhabdovirus, corona-like virus, iridovirus dan herpesvirus (Hutoran, et al., 2005).
Salah satu virus baru yang dapat menyebabkan kematian secara masal telah menyerang ikan mas (Cyprinus carpio) dan koi (Cyprinus carpio koi) dilaporkan mulai terjadi pada awal Tahun 1996 di Inggris (Ilouze, et al., 2006a), musim semi Tahun 1998 di Israel (Perelberg, et al., 2003) dan Korea (Choi, et al., 2004) dan menyebar ke Amerika Utara, Eropa dan Asia Tenggara (Dishon, et al., 2002) termasuk Indonesia.
Di Jepang, wabah penyakit ini terjadi pada Oktober 2003 di danau Kasumigura yang merupakan tempat utama produksi budidaya ikan Mas (Haramoto, et al., 2007), sedangkan di Amerika, isolat virus sudah didapatkan pada Tahun 1998 dan wabah penyakit ini sudah menyebabkan kematian pada ikan Mas liar di Sungai Chadakoin pada Tahun 2004 (Grimmett, et al., 2006). Penyakit ini dapat menyerang berbagai ukuran ikan mulai larva hingga induk, biasanya terjadi pada kisaran suhu 18-28 oC dan dapat menyebabkan kematian 80-100% (Perelberg, et al., 2003; Gilad, et al., 2003; Ilouze, et al., 2006a).
Pada ikan sakit, paling sering teramati luka pada insang, sisik, ginjal, limfa, jantung dan sistem gastrointestinal (Ilouze, et al., 2006a). Secara visual pada bagian eksternal tubuh, dapat teramati adanya warna sisik yang gelap dan nekrosis insang yang akut (Choi, et al., 2004) dan hemoragik pada dasar sirip punggung, sisip dada, dan sirip anus (Grimmett, et al., 2006), sedangkan secara histologi dapat teramati adanya perubahan pada insang berupa kehilangan lamela (Pikarsky, et al., 2004).
Secara khas penyakit ini sangat menular namun serangan yang dapat menyebabkan sakit atau kematian hanya terbatas pada ikan mas dan koi. Ikan lain yang memiliki kekerabatan sangat dekat, seperti ikan maskoki (Carassius auratus), grass carp (Ctenopharyngodon idella) dan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), ataupun dari famili lainnya seperti silver perch (Bidyanus bidyanus) dan tilapia (Oreochromis niloticus) telah ditemukan resisten penuh terhadap penyakit tersebut, bahkan setelah perlakuan kohabitasi selama lima hari dengan ikan sakit pada kisaran temperatur 230-25oC yang memungkinkan penyakit menular (Perelberg, et al., 2003).
Meskipun virus ini sudah dapat diisolasi, morfologinya sudah dikaji secara intensif dengan mikroskop elektron, ukuran molekul genom sudah diestimasi dan sekitar 16% sequence genom tersebut sudah didapatkan dan dipublikasikan, namun nomenklatur virus ini belum ditentukan oleh International Committe on Virus Taxonomy (Ilouze, et al., 2006a). Nomenklatur virus dapat berdasarkan manifestasi morfologi, efek pathogenis atau manifestasi klinis, jenis hewan yang digunakan sebagai inang, sifat antigenik, karakteristik pertumbuhan, jenis pengaruh cytophatik pada sel kultur ataupun berdasarkan homologinya dengan virus lain yang sudah diketahui (Waltzek, et al., 2005, Ilouze, et al., 2006a).
Identifikasi dan Karakterisasi
Tanda-tanda klinis KHV biasanya tidak spesifik. kematian terjadi sangat pesat sejak populasi ikan terinfeksi. Kematian dimulai dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah tanda-tanda klinis awal tidak terlihat. Dalam penelitian, 82% ikan terkena virus pada suhu air 72 ° F (22 ° C) mati dalam 15 hari pertama (Ronen et al 2003.). Infeksi KHV dapat menghasilkan lesi insang parah yang memperlihatkan pada insang terdapat bintik-bintik dengan bercak merah dan putih. Bagian putih  pada insang adalah karena terjadi nekrosis (kematian) dalam jaringan insang. Terjadinya lesi pada insang disebabkan oleh penyakit KHV adalah tanda-tanda klinis yang paling umum.
Tanda-tanda eksternal lainnya  yang mungkin terjadi adalah terjadinya perdarahan pada insang, cekung mata, dan terjadi bagian pucat atau lecet pada kulit. Berdasarkan isolasi virus dengan menggunakan galur sel sirip koi (KF-1) yang identik dengan virus yang ditemukan pada jaringan ikan yang terinfeksi, Hedrick dan koleganya telah menyebut virus ini sebagai Koi Herpesvirus (KHV) (Gilad, et al., 2002). Namun dengan menggunakan genome virus yang diisolasi telah ditemukan virus ini memiliki DNA viral yang sangat berbeda dan molekul DNA untai ganda (dsDNA) sebesar 270-290 kbp (Hutoran, et al., 2005) yang menunjukkan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan herpesvirus lain yang sudah diketahui yaitu 120-240 kbp (McGeoch, et al., 2000).
Dengan karakteristik yang berbeda dengan yang ditunjukkan oleh famili herpesvirus dan berdasarkan pathobiologi penyakit ini pada ikan mas dengan menggunakan immunohistokimia, virus ini disebut juga sebagai Carp Interstitial Nephritis and Gill Necrosis Virus (CNGV) (Dishon, et al., 2002, Pikarsky, et al., 2004). Penentuan kedekatan virus ini dengan menggunakan analisis sequence dibandingkan dengan tiga famili herpesviridae yaitu pox herpesvirus ikan mas (Cyprinid herpesvirus 1, CyHV-1), haematopoietic necrosis herpesvirus ikan mas koki (Cyprinid herpesvirus 2, CyHV-2) dan channel catfish virus (Ictalurid herpesvirus 1, IcHV-1), telah menunjukkan virus ini berkerabat dengan dengan CyHV-1 dan CyHV2 dan diusulkan dengan nama Cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-3) (Waltzek, et al., 2005). Virus ini juga diusulkan untuk dikelompokkan bersama herpesvirus akuatik lainnya sebagai alloherpesviridae (Ilouze, et al., 2006b) diluar famili herpesviridae klasik yang sudah dikenal memiliki tiga subfamili Alpha-, Beta-, dan Gammaherpesvirinae (McGeoch, et al., 2000). Namun demikian secara umum, virus ini telah lebih dikenal sebagai KHV seperti penamaan pertama kalinya.
Ilouze, et al. (2006a) menyebutkan KHV telah dapat dikonfirmasi sebagai agen penyebab penyakit masal yang menyebabkan kematian pada ikan mas dan koi berdasarkan pada data, sebagai berikut:
1)      Virus dapat diisolasi dari ikan yang sakit dan tidak dari ikan yang sehat (naive specimen)
2)      Inokulasi virus yang ditumbuhkan pada media sel sirip koi (KFC) dan menyebabkan sakit yang sama pada naive specimen
3)      Ko-kultivasi sel ginjal dari spesimen yang diinduksi penyakit dapat menghasilkan virus yang sama ketika ditumbuhkan pada media KFC
4)      Transfer virus dari ikan sakit ke media kultur sirip ikan mas (CFC) dalam tiga siklus dapat dilakukan
5)      Isolasi virus yang diklon pada kultur jaringan dapat menginduksi penyakit yang sama pada ikan
6)      Sera kelinci yang dibuat untuk melawan virus yang dimurnikan dapat berinteraksi secara spesifik dengan jaringan yang berasal baik dari ikan yang diinfeksi pada eksperimen ataupun dari ikan sakit dari kolam
7)      DNA viral telah didentifikasi pada KFC yang dinfeksi dan pada ikan sakit tetapi tidak dari ikan sehat. Identifikasi awal KHV ini telah memudahkan diagnosis penyakit dengan infeksi KFC, PCR dan metode immunologi (Ilouze, et al., 2006a).
Gejala klinis penyakit penyakit Koi Herpes Virus /KHV
Ø  Nafsu makan ikan menjadi berkurang,  megap-megap dan cenderung dipermukaan karena mengalami kesulitan bernafas karena insang rusak.
Ø  Terdapat bercak atau bintik-bintik  warna merah dan putih pada insang, bercak atau bintik putih muncul akibat nekrosis atau kematian jaringan insang. Insang tersebut akan tampak lebih pucat kemudian terjadi pembusukan.
Ø  Mata ikan menjadi  cekung dan terjaadi lecet pada kulit ikan.
Ø  Sering diikuti inveksi sekunder oleh bakteri, parasit dan jamur.
Ø  Jika dilakukan pemeriksaan histopatologi pada ikan sakit, lesi yang paling menonjol adalah pada organ insang, kulit, ginjal, limpa, hati dan sistem pencernaan.
Ø  Terjadi kematian masal ikan dalam waktu 1-7 hari.
Cara Penyebaran Penyakit Koi Herpes Virus
Cara penyebaran dan penularan Koi Herpes Virus (KHV) melalui kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi, lendir dari ikan terinfeksi dan air, lumpur atau yang lain/vektor yang telah masuk  ke dalam kolam  dan kontak langsung dengan organisme yang telah terkontaminasi.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit
Pengobatan penyakit ikan khususnya Koi Herpes Virus dengan sistem panas dapat dilakukan dengan cara; mengeluarkan ikan dari kolam utama ke kolam isolasi atau akuarium. Pastikan bahwa air yang digunakan di tempat isolasi memiliki suhu sama dengan air kolam asal ikan. Selanjutnya secara perlahan-lahan panaskan air dalam kolam isolasi hingga 30° C (tidak lebih dari 1 ° C per jam). Biarkan ikan berada pada kolam isolasi tersebut selama 7 hari. Hindari pemberian makan selama proses pengobatan karena akan mebuat ikan menjadi stres.  Setelah perlakuan panas 7 hari selesai, secara perlahan-lahan dinginkan air hingga suhu 27 derajat C. Setelah mencapai suhu ini, dapat dimulai pengobatan dengan  antibiotik. Jika ikan tidak mau makan, dapat diberikan produk probiotik khusus untuk ikan.
Pencegahan Penyakit Koi Herpes Virus
Ø  Desinfeksi sebelum/selama proses produksi
Ø  Gunakan ikan bebas Koi herpes virus /KHV dan karantina (penerapan biosecurity)
Ø  Mengurangi padat tebar dan hindari stress
Ø  Kenali musim sukses & gagal dalam usaha budidaya (kaitannya dengan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas air)
Ø  Hati-hati pada cuaca sering hujan apabila terjadi suhu rendah.

0 comments:

Post a Comment