Di
wilayah Desa.Talun, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati merupakan kawasan budidaya
bandeng air tawar yang memakai sistem polikultur. Polikultur yang dilaksanakan
adalah ikan Bandeng dibudidaya secara bersama-sama dalam satu kolam dengan
jenis ikan Mas, Nila dan Patin. Dan apabila terjadi serangan Koi Herpes Virus
(KHV), maka harus berhati-hati dalam mengelola budidaya terutama jenis ikan Mas
dan Nila.
Herpesvirus
adalah virus yang berukuran besar, Herpetos berasal dari hasa Yunani
yang artinya mengerikan.
Herpesviridae berbiak dalam
inti, membentuk badan inklusi
yang disebut “cowdry
type A. Merupakan golongan virus
DNA dari strain herpes viridae. Virus ini sangat berbahaya bisa menghabiskan
ikan yang di budidaya. Virus akan tetap bersama ikan yang tetap hidup setelah
terinfeksi dan berpotensi sebagai pembawa virus selama hidupnya (carrier).
Virus ini hanya menginfeksi pada jenis ikan koi dan ikan mas. Keganasan
penyakit koi herpes virus ini dipicu oleh kondisi lingkungan diantaranya;
temperatur air yang dibawah 300 C dan kualitas air yang buruk.
Budidaya
ikan yang intensif tanpa diikuti dengan sistem biosekuriti yang baik sering
mengakibatkan adanya penyebaran penyakit yang cepat antar populasi ikan, baik
secara lokal, regional ataupun antar negara. Beberapa penyakit dapat menyerang
tanpa membedakan jenis inangnya sedangkan yang lain bersifat spesifik-inang.
Penyakit yang diakibatkan virus biasanya bersifat khusus pada famili yang
memiliki kekerabatan dekat atau bahkan hanya pada jenis tertentu. Umumnya,
penyakit yang diakibatkan virus dapat menimbulkan penyakit yang akut dan
kematian. Pada famili cyprinidae, beberapa virus yang pernah dilaporkan
menyebabkan penyakit akut, antara lain: rhabdovirus, corona-like virus,
iridovirus dan herpesvirus (Hutoran, et al., 2005).
Salah
satu virus baru yang dapat menyebabkan kematian secara masal telah menyerang
ikan mas (Cyprinus carpio) dan koi (Cyprinus carpio koi) dilaporkan mulai
terjadi pada awal Tahun 1996 di Inggris (Ilouze, et al., 2006a), musim semi
Tahun 1998 di Israel (Perelberg, et al., 2003) dan Korea (Choi, et al., 2004)
dan menyebar ke Amerika Utara, Eropa dan Asia Tenggara (Dishon, et al., 2002)
termasuk Indonesia.
Di
Jepang, wabah penyakit ini terjadi pada Oktober 2003 di danau Kasumigura yang
merupakan tempat utama produksi budidaya ikan Mas (Haramoto, et al., 2007),
sedangkan di Amerika, isolat virus sudah didapatkan pada Tahun 1998 dan wabah
penyakit ini sudah menyebabkan kematian pada ikan Mas liar di Sungai Chadakoin
pada Tahun 2004 (Grimmett, et al., 2006). Penyakit ini dapat menyerang berbagai
ukuran ikan mulai larva hingga induk, biasanya terjadi pada kisaran suhu 18-28
oC dan dapat menyebabkan kematian 80-100% (Perelberg, et al., 2003; Gilad, et
al., 2003; Ilouze, et al., 2006a).
Pada
ikan sakit, paling sering teramati luka pada insang, sisik, ginjal, limfa,
jantung dan sistem gastrointestinal (Ilouze, et al., 2006a). Secara visual pada
bagian eksternal tubuh, dapat teramati adanya warna sisik yang gelap dan
nekrosis insang yang akut (Choi, et al., 2004) dan hemoragik pada dasar sirip
punggung, sisip dada, dan sirip anus (Grimmett, et al., 2006), sedangkan secara
histologi dapat teramati adanya perubahan pada insang berupa kehilangan lamela
(Pikarsky, et al., 2004).
Secara
khas penyakit ini sangat menular namun serangan yang dapat menyebabkan sakit
atau kematian hanya terbatas pada ikan mas dan koi. Ikan lain yang memiliki
kekerabatan sangat dekat, seperti ikan maskoki (Carassius auratus), grass carp
(Ctenopharyngodon idella) dan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix),
ataupun dari famili lainnya seperti silver perch (Bidyanus bidyanus) dan
tilapia (Oreochromis niloticus) telah ditemukan resisten penuh terhadap
penyakit tersebut, bahkan setelah perlakuan kohabitasi selama lima hari dengan
ikan sakit pada kisaran temperatur 230-25oC yang
memungkinkan penyakit menular (Perelberg, et al., 2003).
Meskipun
virus ini sudah dapat diisolasi, morfologinya sudah dikaji secara intensif
dengan mikroskop elektron, ukuran molekul genom sudah diestimasi dan sekitar
16% sequence genom tersebut sudah didapatkan dan dipublikasikan, namun
nomenklatur virus ini belum ditentukan oleh International Committe on Virus
Taxonomy (Ilouze, et al., 2006a). Nomenklatur virus dapat berdasarkan manifestasi
morfologi, efek pathogenis atau manifestasi klinis, jenis hewan yang digunakan
sebagai inang, sifat antigenik, karakteristik pertumbuhan, jenis pengaruh
cytophatik pada sel kultur ataupun berdasarkan homologinya dengan virus lain
yang sudah diketahui (Waltzek, et al., 2005, Ilouze, et al., 2006a).
Identifikasi dan
Karakterisasi
Tanda-tanda
klinis KHV biasanya tidak spesifik. kematian terjadi sangat pesat sejak
populasi ikan terinfeksi. Kematian dimulai dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah
tanda-tanda klinis awal tidak terlihat. Dalam penelitian, 82% ikan terkena
virus pada suhu air 72 ° F (22 ° C) mati dalam 15 hari pertama (Ronen et al
2003.). Infeksi KHV dapat menghasilkan lesi insang parah yang memperlihatkan
pada insang terdapat bintik-bintik dengan bercak merah dan putih. Bagian
putih pada insang adalah karena terjadi
nekrosis (kematian) dalam jaringan insang. Terjadinya lesi pada insang
disebabkan oleh penyakit KHV adalah tanda-tanda klinis yang paling umum.
Tanda-tanda
eksternal lainnya yang mungkin terjadi
adalah terjadinya perdarahan pada insang, cekung mata, dan terjadi bagian pucat
atau lecet pada kulit. Berdasarkan isolasi virus dengan menggunakan galur sel
sirip koi (KF-1) yang identik dengan virus yang ditemukan pada jaringan ikan
yang terinfeksi, Hedrick dan koleganya telah menyebut virus ini sebagai Koi
Herpesvirus (KHV) (Gilad, et al., 2002). Namun dengan menggunakan genome virus
yang diisolasi telah ditemukan virus ini memiliki DNA viral yang sangat berbeda
dan molekul DNA untai ganda (dsDNA) sebesar 270-290 kbp (Hutoran, et al., 2005)
yang menunjukkan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan herpesvirus lain
yang sudah diketahui yaitu 120-240 kbp (McGeoch, et al., 2000).
Dengan
karakteristik yang berbeda dengan yang ditunjukkan oleh famili herpesvirus dan
berdasarkan pathobiologi penyakit ini pada ikan mas dengan menggunakan
immunohistokimia, virus ini disebut juga sebagai Carp Interstitial Nephritis
and Gill Necrosis Virus (CNGV) (Dishon, et al., 2002, Pikarsky, et al., 2004).
Penentuan kedekatan virus ini dengan menggunakan analisis sequence dibandingkan
dengan tiga famili herpesviridae yaitu pox herpesvirus ikan mas (Cyprinid
herpesvirus 1, CyHV-1), haematopoietic necrosis herpesvirus ikan mas koki
(Cyprinid herpesvirus 2, CyHV-2) dan channel catfish virus (Ictalurid
herpesvirus 1, IcHV-1), telah menunjukkan virus ini berkerabat dengan dengan
CyHV-1 dan CyHV2 dan diusulkan dengan nama Cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-3)
(Waltzek, et al., 2005). Virus ini juga diusulkan untuk dikelompokkan bersama
herpesvirus akuatik lainnya sebagai alloherpesviridae (Ilouze, et al., 2006b)
diluar famili herpesviridae klasik yang sudah dikenal memiliki tiga subfamili
Alpha-, Beta-, dan Gammaherpesvirinae (McGeoch, et al., 2000). Namun demikian
secara umum, virus ini telah lebih dikenal sebagai KHV seperti penamaan pertama
kalinya.
Ilouze, et al. (2006a)
menyebutkan KHV telah dapat dikonfirmasi sebagai agen penyebab penyakit masal
yang menyebabkan kematian pada ikan mas dan koi berdasarkan pada data, sebagai
berikut:
1)
Virus dapat diisolasi dari ikan yang
sakit dan tidak dari ikan yang sehat (naive specimen)
2)
Inokulasi virus yang ditumbuhkan pada
media sel sirip koi (KFC) dan menyebabkan sakit yang sama pada naive specimen
3)
Ko-kultivasi sel ginjal dari spesimen
yang diinduksi penyakit dapat menghasilkan virus yang sama ketika ditumbuhkan
pada media KFC
4)
Transfer virus dari ikan sakit ke media
kultur sirip ikan mas (CFC) dalam tiga siklus dapat dilakukan
5)
Isolasi virus yang diklon pada kultur
jaringan dapat menginduksi penyakit yang sama pada ikan
6)
Sera kelinci yang dibuat untuk melawan
virus yang dimurnikan dapat berinteraksi secara spesifik dengan jaringan yang
berasal baik dari ikan yang diinfeksi pada eksperimen ataupun dari ikan sakit
dari kolam
7)
DNA viral telah didentifikasi pada KFC
yang dinfeksi dan pada ikan sakit tetapi tidak dari ikan sehat. Identifikasi
awal KHV ini telah memudahkan diagnosis penyakit dengan infeksi KFC, PCR dan
metode immunologi (Ilouze, et al., 2006a).
Gejala klinis penyakit
penyakit Koi Herpes Virus /KHV
Ø Nafsu
makan ikan menjadi berkurang,
megap-megap dan cenderung dipermukaan karena mengalami kesulitan
bernafas karena insang rusak.
Ø Terdapat
bercak atau bintik-bintik warna merah
dan putih pada insang, bercak atau bintik putih muncul akibat nekrosis atau
kematian jaringan insang. Insang tersebut akan tampak lebih pucat kemudian
terjadi pembusukan.
Ø Mata
ikan menjadi cekung dan terjaadi lecet
pada kulit ikan.
Ø Sering
diikuti inveksi sekunder oleh bakteri, parasit dan jamur.
Ø Jika
dilakukan pemeriksaan histopatologi pada ikan sakit, lesi yang paling menonjol
adalah pada organ insang, kulit, ginjal, limpa, hati dan sistem pencernaan.
Ø Terjadi
kematian masal ikan dalam waktu 1-7 hari.
Cara Penyebaran
Penyakit Koi Herpes Virus
Cara penyebaran dan
penularan Koi Herpes Virus (KHV) melalui kontak langsung dengan ikan yang
terinfeksi, lendir dari ikan terinfeksi dan air, lumpur atau yang lain/vektor
yang telah masuk ke dalam kolam dan kontak langsung dengan organisme yang
telah terkontaminasi.
Pengobatan dan
Penanganan Penyakit
Pengobatan penyakit
ikan khususnya Koi Herpes Virus dengan sistem panas dapat dilakukan dengan
cara; mengeluarkan ikan dari kolam utama ke kolam isolasi atau akuarium.
Pastikan bahwa air yang digunakan di tempat isolasi memiliki suhu sama dengan
air kolam asal ikan. Selanjutnya secara perlahan-lahan panaskan air dalam kolam
isolasi hingga 30° C (tidak lebih dari 1 ° C per jam). Biarkan ikan berada pada
kolam isolasi tersebut selama 7 hari. Hindari pemberian makan selama proses
pengobatan karena akan mebuat ikan menjadi stres. Setelah perlakuan panas 7 hari selesai,
secara perlahan-lahan dinginkan air hingga suhu 27 derajat C. Setelah mencapai
suhu ini, dapat dimulai pengobatan dengan
antibiotik. Jika ikan tidak mau makan, dapat diberikan produk probiotik
khusus untuk ikan.
Pencegahan Penyakit Koi
Herpes Virus
Ø Desinfeksi
sebelum/selama proses produksi
Ø Gunakan
ikan bebas Koi herpes virus /KHV dan karantina (penerapan biosecurity)
Ø Mengurangi
padat tebar dan hindari stress
Ø Kenali
musim sukses & gagal dalam usaha budidaya (kaitannya dengan kondisi
lingkungan, kualitas dan kuantitas air)
Ø Hati-hati
pada cuaca sering hujan apabila terjadi suhu rendah.
0 comments:
Post a Comment