A.
Bakteri Termofilik
Berdasarkan
suhu optimum pertumbuhan, mikroorganisme secara umum dibedakan atas
mikroorganisme psikrofil, psikotrop, mesofil, termofil, dan hipertermofil.
Bakteri psikrofil hidup pada kisaran suhu 0-20 0C dan. Bakteri psikotrop dapat
tumbuh pada suhu 0-35 0C. Bakteri mesofil dapat tumbuh pada suhu 20-45 0C dan
bakteri termofil tumbuh pada suhu 45-65
0C. Bakteri hipertermofil hidup pada suhu pada suhu di atas 90 0C dan maksimal
pada suhu 100 0C, namun pada beberapa bakteri dapat hidup pada suhu 80-113 0
C. (Prescott, 2005 122-124).
Termofilik
secara umum diartikan sebagai organisme yang hidup pada suhu di atas 45 0C.
Organisme ini telah memberikan pengetahuan baru selama beberapa tahun terakhir.
Minat para ilmuwan terhadap organisme termofil semakin tinggi terutama adanya
penemuan bakteri-bakteri yang dapat hidup pada suhu didih air atau bahkan lebih
tinggi (Lestari, 2000: 21-25).
Indonesia
sebagai negara tropis mempunyai banyak daerah dengan aktivitas geoternal,
seperti daerah pegunungan berapi, sumber air panas dan cadangan minyak bumi dan
batubara. Beberapa kondisi lingkungan yang berbeda dalam setiap lokasi
memungkinkan adanya heterogenitas bakteri termofil yang tinggi (Indrajaya et
al., 2003: 53-56). Bakteri termofil menghasilkan enzim termostabil yang sangat
penting dalam proses industri dan bioteknologi, seperti dalam teknik-teknik
biologi molekuler untuk kegunaan penelitian dan diagnostik (enzim yang
memproses DNA dan RNA) dan kemampuan enzim untuk mengubah tepung, makanan,
pengelolaan sampah, pembuatan kertas dan sintesis zat-zat organik. (Vielle and
Zeikus dalam Sutiamiharja, 2008: 22).
Mikroorganisme
termofil telah berhasil diisolasi dari berbagai sumber air panas di Indonesia,
(Karina dkk, 2010: 5) telah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri
Pseudomonas sp dan Vibrio sp dari sumber air panas Songgoriti. Helin dkk,
(2010: 1) berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri termofilik dari
sumber air Gedong Songo dengan metode analisis gen
16S
rRNA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan yang ditunjukkan
oleh bakteri Geobacillus thermoleovourans yang dapat tumbuh pada kisaran suhu
antara 650C sampai 750C. Thomas D Brock (1978: 578) menemukan bakteri Thermus aquaticus, suatu bakteri yang mampu
tumbuh di atas suhu 70 0C. Bakteri ini menghasilkan enzim termostabil. Bacillus
umumnya merupakan mikroorganisme yang dominan dalam suatu lingkungan. Pada
lingkungan yang kurang cocok, bakteri ini membentuk endospora, sementara
bakteri lain yang tidak memiliki endospora menuntut kondisi yang spesifik untuk
dapat bertahan hidup (Sutiamiharja, 2008: 22).
Kemampuan
hidup mikroorganisme termofil ini berhubungan dengan struktur selnya yang
memiliki beberapa kelebihan (de Rossa et al., dalam
Dessy,
2008: 37-38), yaitu:
1. Struktur membran sel
Membran
sel setiap mahkluk hidup tersusun atas senyawa lipid dan protein yang disebut
lipoprotein. Pada umumnya bagian lipid dari membran sel mahkluk hidup
dihubungkan oleh ikatan ester, sedangkan pada organisme termofil senyawa lipid
membran selnya mengandung ikatan eter yang terbentuk lewat proses kondensasi
dari gliserol atau senyawa poliol kompleks lainnya dengan alkohol isoprenoid
yang mengandung 20, 25 atau 40 atom karbon. Lebih jauh lagi senyawa eter
gliserol pada Archaebacteria ini mengandung 2,3 O-sn-gliserol yang menyebabkan
struktur lipoprotein dari membran sel termofil tersebut lebih stabil (Dessy,
2008: 37).
2. Chaperonin
Chaperonin
merupakan jenis protein yang sangat jarang dijumpai pada protein-protein
fungsional lainnya di dalam sel. Protein ini berperan dalam mempertahankan
kembali struktur tiga dimensi dari protein fungsional sel dari denaturasi suhu
lingkungan yang bersifat ekstrim. Protein ini memiliki struktur yang tetap
stabil, tahan terhadap denaturasi dan proteolisis sehingga dapat membantu
organisme termofil mengembalikan fungsi aktifitas enzimnya bila terdenaturasi
oleh suhu yang tinggi. Chaperonin tersusun oleh molekul yang disebut chaperone,
yang membentuk struktur chaperonin seperti tumpukan kue donat pada sebuah drum.
Tiap cincin donat terdiri atas 7, 8 atau 9 subunit chaperone tergantung jenis
organismenya. Dalam aktivitasnya mempertahankan struktur protein fungsional
agar tetap stabil, chaperonin membutuhkan molekul ATP (Dessy, 2008: 37)
3. Struktur DNA girase
DNA
girase merupakan salah satu anggota kelompok enzim topoisomerase yang berperan
dalam mengontrol topologi DNA suatu sel dan memegang peran penting dalam proses
replikasi dalam transkripsi DNA. Semua jenis topoisomerase dapat merelaksasikan
DNA
tetapi hanya DNA girase yang dapat mempertahankan struktur DNA tetapi berbentuk
supercoil. DNA girase disusun oleh 90-150 pasangan basa-N DNA. DNA girase ini
juga selalu dijumpai pada organisme yang hidup dilingkungan di atas suhu 70 0C dan
juga dapat dijumpai pada organisme yang hidup pada kisaran suhu sekitar 60 0C.
DNA ini merupakan salah satu kelengkapan sel dari organisme termofil (Dessy,
2008: 38).
B.
Amilum
Amilum
adalah polimer karbohidrat dengan rumus (C6H12O6)n. Karbohidrat golongan
polisakarida ini banyak terdapat di alam. Terutama pada sebagian besar
tumbuhan. Amilum disebut juga pati yang terdapat pada umbi, daun, batang, dan
biji. Amilum merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki
oleh tumbuhan sesudah selulosa. Butir-butir pati apabila diamati dengan
mikroskop ternyata berbeda-beda bentuk dan ukurannya, tergantung dari tumbuhan
apa pati tersebut diperoleh (Poedjadi dalam Sutiamiharja, 2008: 23).
Pati
mengandung dua jenis polimer glukosa, α-amilase dan
amilopektin.
α-amilase terdiri dari rantai-rantai unit D-glukosa yang panjang, dan tidak
bercabang, digabungkan oleh ikatan α1,4. Rantai ini juga beragam dalam berat
molekulnya, dan beberapa ribu hingga mencapai 500.000. Amilopektin juga
memiliki berat molekul yang tinggi dan strukturnya barcabang tinggi. Ikatan
glikosidik menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai
amilopektin adalah ikatan α1,4, tetapi titik percabangan amilopektin merupakan
ikatan α1,6. Glikogen merupakan sumber utama polisakarida pada sel hewan.
Seperti amilopektin, glikogen merupakan polisakarida bercabang dari D-glukosa
dalam ikatan α1,4. (Lehninger, 1982: 325)
C.
Enzim Termostabil
Istilah
termostabil dapat didefinisikan dalam sejumlah arti dan bersifat relatif.
Definisi termostabil umumnya dihubungkan dengan sifat alami dari enzim dan
sumber penghasil enzim. Enzim termostabil sering dikenal dengan sebutan
termozim merupakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik. Enzim
ini tidak mengalami denaturasi akibat naiknya suhu lingkungan dan menunjukkan
aktivitas optimum pada suhu tinggi (6-1200C). Enzim termostabil
biasanya digunakan untuk meneliti beberapa hal, seperti evolusi enzim,
mekanisme molekuler, termostabil protein dan batas suhu maksimum. Enzim
termostabil secara struktur maupun fungsi memiliki keunikan tersendiri, berbeda
dengan enzim yang berasal dari bakteri mesofilik. Hal ini diakibatkan karena
enzim ini menunjukkan ketahanan terhadap suhu tinggi yang sangat baik (Ngurah
Putu Wiryawan, 2011: 5).
Enzim
termostabil memiliki mekanisme katalitik yang sama dengan enzim mesofilik.
Namun, sifat ketahanannya terhadap suhu menyebabkan enzim termostabil memiliki
nilai komersial yang sangat besar. Penggunaannya dalam bidang industri umumnya
digunakan dalam industri tekstil, farmasi dan industri makanan (Ngurah Putu
Wiryawan, 2011: 5).
Enzim termostabil memiliki beberapa nilai
ekonomis, diantaranya adalah :
1. Stabil selama penyimpanan yang akan
mengurangi biaya produksi
2. Reaksi berlangsung pada suhu tinggi
sehingga akan mengurangi kontaminasi oleh bakteri mesofilik
3. Lebih tahan terhadap pelarut, detergen,
dan senyawa denaturan
4. Pada suhu tinggi proses fermentasi akan
lebih cepat karena reaksi enzim akan meningkat sampai pada rentangan suhu
tertentu.
5. Pemisahan produk yang mudah menguap
akan lebih cepat
Pemakaian
enzim termostabil disamping tahan terhadap denaturasi panas, juga dapat
meminimalkan risiko kontaminan dan dapat menggeser reaksi kearah pembentukan
produk. Penggunaan enzim termostabil dalam bioteknologi telah dapat menurunkan
biaya operasi, disamping dapat meningkatkan kecepatan reaksi-reaksi biokimianya
(Ngurah Putu Wiryawan, 2011: 7).
Mikroorganisme
termofilik dapat diisolasi dari berbagai sumber, termasuk sumber air panas baik
terdapat di darat maupun di laut, tanah yang selalu terkena sinar matahari,
bahan yang mengalami fermentasi seperti kompos dan instalasi air panas. Bakteri
termofilik merupakan bakteri dengan kemampuan bertahan hidup pada kondisi panas
sampai ekstrim panas, pada beberapa literatur bahkan disebutkan ada yang mampu
bertahan hidup pada suhu 250 0C (Vieille & Zeikus, 2001: 23).
D. Enzim Amilase
Enzim
adalah katalisator sejati. Molekul ini meningkatkan kecepatan reaksi kimia
spesifik, yang tanpa enzim akan berlangsung amat lambat. Enzim tidak dapat
mengubah titik kesetimbangan reaksi yang dikatalisisnya dan enzim juga tidak
akan habis dipakai atau diubah secara permanen. (Lehninger, 1982: 239).
Amilase
adalah kelompok enzim yang memiliki kemampuan memutuskan ikatan glikosida yang
terdapat pada senyawa polimer karbohidrat. Hasil molekul amilum ini akan
menjadi monomer-monomer yang lebih sederhana, seperti maltosa, dekstrin dan
terutama molekul glukosa sebagai unit terkecil. Amilase dihasilkan oleh
berbagai jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan pada
mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini memiliki banyak
variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber
organismenya dan tempatnya bekerja (Dessy, 2008: 30).
Pemanfaatan
enzim dalam bidang industri harus memperhatikan faktor penting yang sangat
mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kerja enzim yang digunakan. Faktor yang
mempengaruhi reaksi enzim antara lain konsentrasi enzim, suhu, pH, dan
spesifitas enzim (Hartati et al., 2002: 68-77).
Amilase
dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan enzim (Winarno,
1986:
57-59):
1. α-amilase
(1,4-α-D-glukan-glukanohidrolase)
Alfa-amilase
merupakan enzim ekstraseluler yang menghidrolisis ikatan
1,4-α-D-glukanohidrolase. Alfa-amilase dibentuk oleh berbagai bakteri dan
fungi. Aktifitas α-amilase ditentukan dengan mengukur hasil degradasi pati,
biasanya dari penurunan kadar pati yang larut atau kadar dekstrinnya dengan
menggunakan substrat jenuh. Hilangnya
substrat dapat diukur dengan pengurangan derajat pewarnaan iodium. Pati yang
mengandung amilosa bereaksi dengan iodium menghasilkan warna biru, sedangkan
dekstrin bila bereaksi dengan iodium berwarna coklat. Keaktifan α-amilase juga
dinyatakan dengan pengukuran viskositas dan jumlah produksi yang terbentuk.
Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkat polimerisasi menurun dan laju hidrolisis akan lebih cepat
pada rantai lurus (Winarno, 1986: 57).
2. β-amilase (1,4-α-D-glukan
maltohidrolase)
Beta-amilase
merupakan exoenzim yang memotong amilum menjadi gugus-gugus maltose. Enzim ini
ditemukan pada tanaman tingkat tinggi dan mikroorganisme (Siti, 1995: 7). Enzim
β-amilase memecah ikatan glukosida α-1,4 pada pati dan glikogen yang terjadi
secara bertahap dari arah luar atau ujung rantai gula yang bukan pereduksi,
karena pemotongannya dari arah luar maka enzim ini disebut eksoamilase
(Winarno, 1986: 58).
3. γ-amilase (Glukoamilase)
Glukoamilase
merupakan enzim yang memotong rantai pati secara acak menjadi molekul-molekul
glukosa. Hasil reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat dibedakan dengan α dan β
amilase. Dengan pengaruh enzim glukoamilase posisi glukosa α dapat diubah
menjadi β, pH optimal 4-5 dan suhu optimal 50-60 0C (Winarno, 1986: 59).
Bakteri penghasil enzim amilase dapat menghidrolisis pati menjadi
molekul-molekul maltosa, glukosa, dan dekstrin.
E. Mikroba Penghasil Amilase
Bakteri
merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim
amilase. Diantara jenis bakteri tersebut ada yang bersifat termofilik
(Indrajaya et al., 2003: 56). Produksi amilase dengan menggunakan bakteri
termofil mempunyai kelebihan yang salah satunya dapat menurunkan risiko
kontaminasi (Santos & Meire, 2003: 129-134). Pada tahap awal untuk
mendapatkan mikroba yang berpotensi sebagai penghasil enzim yaitu, mengisolasi
dan menyeleksi mikroba tersebut dari habitat aslinya dalam kultur campuran.
Mikroba yang diperoleh dari hasil isolasi harus memilki kemampuan dan kelebihan
untuk melangsungkan reaksi atau menghasilkan produk yang diinginkan (Handayani
et al., 2002: 11).
Mikroorganisme
penghasil amilase pertama sekali diisolasi dari isolat Bacillus
amyloliquefaciens dan digunakan dalam bidang industri selama bertahun-tahun
(Cordeiro et al., 2002: 57), tetapi penemuan enzim amilase termostabil dari
isolat Bacillus licheniformis ternyata menunjukkan adanya termostabilitas yang
lebih tinggi sekitar 10-20 0C dibandingkan dari amilase termostabil pada B.
amyloliquefaciens. Selanjutnya enzim-enzim amilase termostabil juga berhasil
didapatkan dari mikroorganisma seperti B. subtilis,
B.
stearothermophilus, B. calcalovelox, B. alcalophilus, Thermus sp., Clostridium
acetobutylicum, Pyrococcus furiosus, Sulfolobus acidocaldarius, dan lainnya
(Rath & Subramanyam, 1998: 113-139). B.stearothermophilus merupakan bakteri
termofil yang mampu hidup pada suhu 60-70 0C berhasil di isolasi dari kawah
pegunungan Dieng (Lestari, 2000: 21-25). Shih & Labbe (1995: 1775) dalam
penelitiannya berhasil menumbuhkan α-amilase dari bakteri Closditrium
perfringens yang dapat menghasilkan menghasilkan maltosa, maltotriosa dan
maltotetrosa sebagai produk utama.
F.
Manfaat Enzim Amilase dari Bakteri Termofilik
Enzim
mempunyai nilai ekonomi tinggi dan
banyak digunakan dalam industri pangan
dan non pangan. Manfaat enzim dalam bidang pangan antara lain memperbaiki tekstur
adonan roti, menjernihkan bir, melunakkan daging, menghidrolisis laktosa dalam
susu skim yang menghasilkan produk bebas laktosa untuk konsumen penderita
defisiensi dalam ususnya, mengubah air didih laktosa menjadi sirup glukosa atau
galaktosa, sedangkan dalam bidang non pangan enzim digunakan dalam industri
tekstil, kulit dan detergen (Trismillah & Sumaryanto, 2012: 2).
Mikroorganisme
termofilik mempunyai peran penting dalam mengembangkan ilmu dasar di samping
sangat menarik untuk aplikasi industri. Organisme ini menghasilkan enzim-enzim
tahan panas yang mempunyai potensial aplikasi tinggi. Penggunaan enzim
termostabil dalam bidang bioteknologi telah dapat menurunkan biaya operasi dan
dapat meningkatkan kecepatan reaksi (Heru, 2006: 12).
Hampir
70% sektor industri yang menggunakan enzim dalam prosesnya memanfaatkan enzim
yang berasal dari mikroorganisme termofil. Industri detergen misalnya
menggunakan protease yang bersifat tahan suasana alkalis, industri amilum
menggunakan enzim amilase, amiloglukosidase dan glukoisomerase yang berasal
dari mikroorganisme termofil (Dessy, 2008: 41).
Enzim
termostabil yang dihasilkan mikroorganisme bermanfaat dan aplikasinya dalam
bidang industri dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel
1. Enzim Hidrolitik yang Berasal dari Mikroorganisme dan
Aplikasinya pada Bidang Industri. (Sutiamiharja, 2008: 30).
Enzim Sumber Aplikasi Industri
Amilase Jamur Pembuatan
Roti Pabrik
Roti
Bakteri Pelapis
kertas Pabrik
Kertas
Jamur Sirup
dan gula Makanan dan minuman
Bakteri Bahan
pencuci Detergen
Jamur Obat
pencernaan Farmasi
Bakteri Pembersih
warna kain Kain
Protease Jamur Pembuatan
Roti Pabrik
Roti
Bakteri Penghilang
noda Detergen
Bakteri Aroma
daging Makanan
Daging
Bakteri Pembersih
luka Kesehatan
Bakteri Pembersih
kain Tekstil
G.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cara Kerja Enzim
Cara
kerja enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah suhu, pH,
jumlah enzim, jumlah substrat, dan keberadaan aktivator serta inhibitor enzim
(Sutiamiharja, 2008: 30-31).
1. Suhu
Suhu
sangat berpengaruh terhadap kerja enzim, karena enzim terdiri atas protein.
Enzim dapat menjalankan aktivitasnya pada kisaran suhu tertentu. Semakin tinggi
suhu reaksi kimia akan semakin cepat, akan tetapi enzim akan mengalami
denaturasi jika suhu terlalu tinggi. Apalagi enzim terdenaturasi maka terjadi
perubahan susunan molekul enzim sehingga enzim menjadi aktif. Suhu optimum untuk
setiap organisme berbeda-beda.
2. pH
Enzim
membutuhkan pH tertentu untuk menjalankan aktivitasnya. Setiap enzim
membutuhkan pH yang berbeda-beda. Pengaruh pH berhubungan dengan perubahan
status ionik antara asam amino penyusun enzim dengan molekul substrat. Sebagian
besar enzim intraseluler menunjukan aktifitas optimal pada pH antara 5 dan 9.
Hubungan aktifitas dan konsentrasi ion hidrogen menunjukan keseimbangan antara
denaturasi enzim dan pH yang rendah atau tinggi dan pengaruh pada status muatan
dari enzim, substrat dan keduanya. Jika pH terlalu tinggi atau terlalu rendah
enzim akan mengalami denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas
enzim.
3. Konsentrasi Enzim
Kecepatan
enzim bereaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim yang berfungsi sebagai
katalisator. Jika konsentrasi enzim dengan substrat sudah seimbang, maka
kecepatan reaksi kimia akan relatif konstan. Demikian juga dengan adanya
aktivator yang berfungsi mengaktifkan enzim dan pada umumnya berasal dari bahan
yang tahan panas dan berberat molekul yang relatif rendah.
4. Konsentrasi Substrat
Mekanisme
kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang
tersedia. Jika jumlah substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah.
Sebaliknya, jika jumlah substrat yang tersedia banyak, kerja enzim juga cepat.
Pada keadaan substrat berlebih, kerja enzim tidak sampai menurun tetapi
konstan.
5. Aktivator
Aktivator
merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya,
misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase.
6. Inhibitor merupakan suatu molekul yang
menghambat ikatan enzim dengan substratnya. Inhibitor akan berikatan dengan
enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor.
Ada
2 jenis inhibitor yaitu menurut (Lehninger, 1982: 253-255):
a. Inhibitor kompetitif
Molekul
penghambat yang banyak memberikan informasi strukturnya penting mengenai
struktur aktif berbagai enzim. Suatu
penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi
aktif enzim, tetapi sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri
penghambat kompetitif dapat dibalikan dengan meningkatkan konsentrasi
substrat.
b. Inhibitor non kompetitif
Molekul
penghambat yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada bagian bukan sisi
aktif enzim. Inhibitor ini menyebabkan sisi aktif berubah sehingga tidak dapat
berikatan dengan substrat. Inhibitor nonkompetitif tidak dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat.
H.
Taksonomi Numerik
Taksonomi
adalah ilmu yang mempelajari tentang penyusunan organisme dalam satu golongan
yang disebut taksa berdasarkan karakterkarakter yang digunakan dalam
penggolongan organisme. Taksonomi bakteri dilakukan dalam beberapa tahap yaitu,
klasifikasi, nomenklatur, dan
identifikasi. Klasifikasi adalah proses penataan organisme kedalam suatu
kelompok (taksa). Nomenklatur merupakan cara pemberian nama ilmiah terhadap
organisme menurut kode tatanama, sedangkan identifikasi berarti proses dan
hasil penentuan suatu organisme yang belum dikenal merupakan anggota kelompok
sebelumnya yang sudah diketahui atau bukan. Taksonomi numerik, yang juga
dinamakan taksonomi komputer, didasarkan pada asasasas yang dipublikasikan
bertahun-tahun yang lalu dan baru belakangan ini diterapkan sebagai taksonomi
mikroba (Kusnadi dkk, 2003: 189)
Taksonomi
numerik sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kemiripan atau similaritas
karakter antar golongan organisme, dan penataan golongan-golongan itu melalui
suatu analisis yang dikenal sebagai analisis kelompok (cluster analysis) ke
dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar similaritas. Tujuan utama
taksonomi numerik adalah menghasilkan suatu klasifikasi yang bersifat objektif,
teliti dan padat informasi tentang hubungan kekerabatan fenotipik suatu
organisme. Taksonomi numerik mensyaratkan tersedianya sejumlah besar informasi
mengenai mikroorganisme yang bersangkutan dan informasi sebanyak-banyaknya
mengenai ciri-ciri yang tidak berkaitan yang sama dalam membentuk taksa
(Kusnadi dkk, 2003: 190).
Kelompok-kelompok
yang terbentuk selanjutnya depresentasikan dalam bentuk dendogram atau
fenogram. Metode pengelompokan yang paling sering digunakan adalah UPGMA
(Unweight Pair Group Method With Aritmatic Average). Karena penilaian dalam
metode tersebut dikalikan dengan bobot yang sama pada masing-masing titik
individu. Selain itu, bobot cluster diperlakukan secara proporsional untuk
jumlah titik-titik yang dimilikinya sehingga nilai yag dapat pada dendogram
benar-benar menunjukan tingkat jauh dekatnya hubungan kekerabatan. (Pielou
dalam Mirna: 41).
I.
Kerangka Berfikir
Indonesia
dilewati oleh dua deretan pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterani,
sehingga banyak pegunungan berapi, kawah dan dataran tinggi di Indonesia
dimanfaatkan sebagai observasi ilmiah. Sehingga perlu dilakukan penggalian mikroorganisme
indigenous penghasil amilase. Merapi merupakan salah satu pegunungan berapi di
Indonesia, pasca erupsi Merapi menyebabkan peningkatan temperatur sehingga
memberikan banyak peluang untuk mendapatkan mikroorganisme termofilik yang
potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim termostabil.
Penggalian
mikroorganisme termofilik memberikan keuntungan, karena hampir 70% sektor
industri menggunakan enzim dari mikroorganisme termofilik dalam prosesnya,
sehingga keberadaan mikroorganisme termofilik sangat menarik untuk diteliti.
Dalam hal ini yang akan diteliti adalah seleksi, karakterisasi dan identifikasi
bakteri termofilik pasca erupsi merapi sebagai penghasil enzim amilase, yang diambil
dari sampel pasir Kali Gendol Atas dengan suhu inkubasi 55 0C.
0 comments:
Post a Comment