Indonesia
memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat besar, dengan lautan
mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial, perairan laut 12
mil dan perairan ZEE. Indonesia juga
memiliki 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai mencapai 104.000 km,
luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59 juta hektar, serta luas perairan
umum 5,4 juta hektar (sumber: http://kkp.go.id).
Pada
dasarnya negara kita menyimpan berbagai sumberdaya alam yang dapat dijadikan
modal pembangunan nasional. Karena itu, berbagai kegiatan ekonomi yang berbasis
kelautan dan perikanan dapat dikembangkan, dalam rangka membangun masyarakat
Indonesia yang sejahtera. Dengan kondisi tersebut, seharusnya masyarakat
Indonesia bisa hidup sejahtera, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kondisi
masyarakat tersebut masih banyak yang hidup dalam kemiskinan. Perolehan hasil
laut dan perikanan belum dapat melampaui target, ditambah masih seringnya
terdengar kasus pencurian ikan oleh negara-negara asing, bahkan di antaranya
menangkap ikan dengan peralatan yang berbahaya dan merusak lingkungan.
Sumber
daya alam kelautan dan perikanan Indonesia yang kaya raya itu belum dapat
dikelola secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Dengan demikian diperlukan sumber daya manusia yang handal dan professional,
yang dapat mengelola potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan secara
cerdas dan bertanggung jawab.
Kegiatan
penyuluhan perikanan diharapkan mampu menjadi salah satu katalisator dalam
upaya mengerakkan sumberdaya manusia yang handal dan profesional sebagai modal
dasar bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Penyuluhan perikanan
diselenggarakan oleh berbagai pihak dan dalam perkembangannya telah mengalami
proses transformasi, dari penyuluhan yang berorientasi produksi kepada
penyuluhan yang berorientasi bisnis perikanan dengan pendekatan
partisipatif.
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA DAN KAITANNYA DENGAN PENYULUHAN PERIKANAN
Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A, dan Pasal
33 ayat (3), dan ayat (4), diamanahkan beberapa kewajiban yang harus dilakukan
pemerintah terkait penyelenggaraan penyuluhan, yakni:
- Menjaga kelestarian wilayah laut,
pesisir dan pulau-pulau kecil dan pengelolaan manfaatnya sebagai bagian dari
sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
kekayaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang
maupun bagi generasi yang akan datang.
- Pengelolaan wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan
memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang
berdasarkan norma hukum sebagai potensi
sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial,
ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.
Penyuluhan
perikanan merupakan bagian penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya
manusia kelautan dan perikanan, yaitu berperan dalam memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat perikanan, sehingga
meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang kelautan
dan perikanan, baik teknis maupun non teknis untuk pengembangan usaha di bidang
kelautan dan perikanan. Pembangunan kelautan dan perikanan akan berhasil
apabila adanya partisipasi dan sinergi antara segenap stakeholder di bidang
kelautan dan perikanan.
SASARAN
PENYULUHAN PERIKANAN
Dalam
menjalankan tugas dan fungsi penyuluhan, sasaran utama kegiatan adalah para
pelaku utama dan pelaku usaha perikanan. Dimana pelaku utama perikanan yang
terdiri atas para nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan
masyarakat lain yang berusaha di bidang perikanan. Sedangkan pelaku usaha
perikanan adalah perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang
dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan
usaha perikanan dari hulu sampai hilir (Permenpan Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008,
Pasal 1). Menurut data yang dikeluarkan oleh
Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2013 di Indonesia tercatat ada
2.835.700 orang nelayan, sebanyak 948.484 unit Rumah Tangga Perikanan (RTP)
Tangkap, sebanyak 1.670.447 RTP Budidaya, dan sebanyak 13.471.356 orang tenaga
kerja perikanan yang bekerja pada perikanan tangkap, perikanan budidaya,
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan (sumber: Kelautan dan Perikanan dalam
Angka Tahun 2013).
FUNGSI
DAN FOKUS KEGIATAN PENYULUHAN PERIKANAN
Fungsi
sistem penyuluhan perikanan meliputi: (a) memfasilitasi proses pembelajaran
pelaku utama dan pelaku usaha; (b) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama
dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar
mereka dapat mengembangkan usahanya; (c) meningkatkan kemampuan kepemimpinan,
manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; (d) membantu
pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola
berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (e) membantu menganalisis dan memecahkan
masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan
pelaku usaha dalam mengelola usaha; (f) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan
pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan (g) melembagakan nilai-nilai
budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara
berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, Pasal 4).
Fokus
kegiatan penyuluhan adalah pada pengembangan sumber daya manusia, sedangkan
fokus sasarannya adalah pada pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha serta
sumber daya manusia lain yang mendukungnya. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 3, Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi:
a) Pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan modal sosial guna memperkuat pengembangan pertanian, perikanan dan
kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang
berkelanjutan;
b) Memberdayakan pelaku utama dan pelaku
usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan
kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi.
c) Mengembangkan sumber daya manusia yang
maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian,
perikanan dan kehutanan.
Keberhasilan
proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif dari pelaku utama dan
pelaku usaha di bidang perikanan (masyarakat sasaran), sehingga dalam
pengembangan penyuluhan ke depan harus diarahkan pada model yang berpusat pada
manusia, dimana peran penyuluh dalam proses penyuluhan adalah sebagai relasi
yang berorientasi pada masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaannya sebuah proses
penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah
yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan masalah
melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai
peran seorang penyuluh “untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat
sasaran dari kegiatan usahanya”, dengan pola pikir yang coba dibangun adalah
pengembangan komoditas yang dimilikinya melalui pemanfatan semua potensi
sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi,
pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku utama
dan pelaku usaha di bidang perikanan.
PROFESIONALISME
DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN
Sejalan
dengan implementasi amanah UU No. 16/2006 tentang SP3K, maka guna memanfaatkan
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar bagi
kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa dan negara secara berkelanjutan
diperlukan adanya SDM yang handal dan profesional. Penyuluh Perikanan memegang
peranan penting dalam upaya pencapaian peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
pelaku utama/ pelaku usaha sebagai mediator, motifator dan fasilitator. Dalam
mewujudkan peran tersebut penyuluh harus memiliki kapasitas dan kompetensi yang
tinggi dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pendampingan dalam menjalankan
tugasnya. Dalam perjalanan mengemban tugas tersebut para penyuluh perlu
memiliki dan meningkatkan berbagai pengalaman dalam membawa pesan dan
mendiseminasikan teknologi kepada para pelaku utama, dengan filosofi menjadikan
“Yang Tidak Tahu menjadi Tahu, Yang Tidak Mau menjadi Mau, dan Yang Tidak Mampu
menjadi Mampu”.
Dengan
terbitnya PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional
Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, maka status dan posisi Penyuluh
Perikanan sudah memiliki kejelasan karier dan keberadaannya, yang dapat
berdampak pada kinerja seorang penyuluh. Penyuluh Perikanan bukan lagi menjadi
bagian dari Penyuluh Pertanian, sehingga diharapkan tidak ada lagi penyuluh
yang menjalankan fungsi generalisasi keilmuan (polivalen) daripada spesialisasi
keilmuan. Untuk menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan memiliki
perbedaan dengan bidang pertanian, antara lain: (1) Secara geografis, negara
Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara bahari yang dua pertiga
wilayahnya terdiri dari perairan; (2) Secara alamiah, sifat, karakteristik, dan
bentuk kegiatannya sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim
dan iklim, sehingga usahanya menjadi sangat beresiko; (3) Secara sosial dan
ekonomi, sifat, karakteristik, dan pola hidup para pelaku utama berbeda dengan
pola hidup petani/pekebun; (4) Penanganan aspek perikanan tidak dapat
dipisahkan dari aspek kelautan; (5) Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan
dan perikanan merupakan kecabangan ilmu yang mandiri, termasuk penyuluhan
perikanan; (6) Secara kelembagaan, selama 2 periode kabinet dan rencana UU
kementerian/departemen ke depan, terdapat departemen yang khusus mengemban
tugas dan fungsi menangani kelautan dan perikanan, termasuk penyuluhannya,
yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan; (7) Secara legislasi, didukung
keberadaan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kondisi tersebut secara intern
merupakan sebuah justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus
ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri. Peningkatan kapasitas para
penyuluh perikanan harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis agar
dapat menjadi konsultan dan mitra sejati para pelaku utama dan pelaku usaha di
bidang perikanan.
Profesional
mempunyai makna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
Sehingga seorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi AHLI
PENYULUHAN dan SPESIALISASI DIBIDANG PERIKANAN. Hal ini mempunyai arti bahwa
setiap Penyuluh Perikanan harus sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai
penyuluh dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu meningkatkan
keterampilannya dalam bekerja dan dalam menghadapi persaingan. Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, secara tegas mengemukakan
bahwa pembangunan perikanan diarahkan untuk sembilan aspek berikut:
1)meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil;
2)meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3)mendorong perluasan dan
kesempatan kerja; 4)meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein
hewani; 5)mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6)meningkatkan
produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing; 7)meningkatkan ketersediaan
bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8)mencapai pemanfaatan sumber daya
ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal;
dan 9)menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata
ruang. Dengan demikian orientasi penyuluhan perikanan seyogyanya dapat meramu
ke-9 hal tersebut.
Kompetensi
penyuluh menjadi sangat penting untuk selalu disesuaikan dengan tuntutan
masyarakat dan tantangan zaman. Hal ini tidak berarti penyuluh harus serba bisa
(polivalen), tetapi penyuluh yang diharapkan adalah penyuluh yang dapat
berperan sebagai fasilitator bagi transformasi yang diharapkan masyarakat dan
pelaku utama. Pelaku utama sangat berharap figur penyuluh yang berani, jujur,
terbuka dan kreatif. Berani dalam mengambil langkah yang tepat dan cepat, jujur
akan kelebihan dan kekurangan diri, terbuka dalam arti dapat bekerja sama
dengan berbagai pihak, dan kreatif dalam arti mampu berinovasi dan
mengembangkan berbagai modifikasi atas teknologi yang sudah ada. Sejalan dengan
itu, penyuluh harus dapat mengembangkan suasana pembelajaran yang kondusif dan
harus mampu memberi contoh (kewirausahaan), memberi semangat, dan memandirikan
pelaku utama. Penyuluh juga harus mampu mengembangkan jaringan kerja sama
dengan berbagai kalangan, baik swasta maupun pemerintah, baik untuk keperluan
konsultasi maupun distribusi hasil perikanan, dan lain sebagainya.
Kompleksitas
masalah di bidang kelautan dan perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi
lintas sektoral. Penyuluh yang kompeten dengan keahlian yang handal sebagai
penggerak pembaharuan dan mitra sejajar bagi pelaku utama sangat diperlukan.
Peran penyuluh hendaknya tidak semata untuk mengejar pertumbuhan (produksi),
namun yang lebih diprioritaskan adalah aspek penyadaran pelaku utama,
pengembangan kapasitas dan motivasi pelaku utama untuk mewujudkan tata
kehidupan yang lebih bermartabat melalui penerapan usaha perikanan yang
berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan meliputi
dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan teknologi yang tepat
secara berkelanjutan.
PENUTUP
Profesional
mempunyai makna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus
untuk menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
Sehingga seorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi ahli
penyuluhan dan spesialisasi di bidang perikanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau
Kecil.
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan.
Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008
tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya.
0 comments:
Post a Comment