Ketertarikan
Ikan Teri Pada Cahaya bagan Perahu, pada
umumnya bagan diklasifikasikan ke dalam jaring angkat atau lift net, yang
biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan didalam air secara
horizontal, dengan menggunakan bambu, kayu, atau besi sebagai rangkanya
(sudiman & mallawa,2004). Menurut Ta’alidin (2000), unit penangkapan ikan
jaring angkat (lift net) merupakan jenis alat tangkap yang komersial dan sangat
umum di Indonesia.
Untuk
menarik perhatian ikan dibagan, digunakan berbagai macam cara tertentu untuk
dapat merangsang perhatian atau respon langsung maupun tidak langsung dari ikan
tersebut. Salah satu cara untuk menarik perhatian ikan adalah dengan
memanfaatkan sumber cahaya berupa obor, lampu petromaks, dan lampu listrik.
Pada mulanya cahaya lampu digunakan untuk penyinaran di malam hari, tetapi
setelah nelayan menyadari ikan tertarik pada cahaya, maka mereka
memanfaatkannya sebagai alat bantu yang merupakan bagian dari metode
penangkapan ikan. Penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan
di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1950-an (Subani,1972).
Menurut
Munro (1974), keberhasilan penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang
cukup mengenai tingkah laku ikan baik secara individu maupun secara
keseluruhan, yang merupakan dasar dari perkembangan metode yang telah ada, selain
itu rancangan suatu alat tangkap juga tergantung pada pengetahuan yang mendasar
dari tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Dengan
penggunaan cahaya dalam suatu operasi penangkapan ikan, maka salah satu alat
tangkap yang memanfaatkan cahaya untukmenarik perhatian ikan sehingga merespon
ikan untuk berkumpul di sekitar cahaya tersebut adalah bagan perahu. Dimana
ketertarikan ikan terhadap cahaya akan membuat ikan-ikan tersebut berenang
secara aktif ke sumber cahaya dalam suatu gerombolan atau beberapa gerombolan
yang padat pada lapisan permukaan atau pada kedalaman tertentu sesuai jenis
ikan dengan arah melingkar horizonal (Ayodhyoa,1976).
Prinsip
penangkapan dibagan ini yaitu dengan mengumpulkan ikan dibawah cahaya
lampu,kemudian menfokuskan cahaya untuk lebih sempit kemudian ikan tersebut
ditangkap dengan mengunakan jaring. Waktu operasi dengan alat ini digunakan
pada malam hari saat bulan gelap.
Jenis
bagan yang dikenal di Indonesia ada tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan ra Klasifikasi
ikan Teri berdasarkan ikan yang termasuk cartilaginous (bertulang rawan) atau
bony ( bertulang keras), menurut Young (1962) dan De Bruin et al (1994) adalah sebagai berikut:kit,
dan bagan perahu atau bagan rambo (sudiman & mallawa,2004).
Filum : Chordata
Sub-Filum
: Vertebrae
Class
: Actinopterygii
Ordo
: Clupeiformes
Famili
: Engraulididae
Genus
: Stolephor us
Species
: Stolephorus spp.
Ikan
teri yang termasuk dalam famili
Engraulididae ini mempunyai banyak species. Species umum yang
teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus, S. devisii, S. buccaneeri, S. indicus, dan
S. commersonii (De Bruin et al 1994)
Selain itu,
ikan juga dibagi
dalam species ikan
berlemak atau ikan
kurus dengan klasifikasiny adibuat berdasarkan pada karakteristik
biologik dan teknologik (Huss 1995). Klasifikasi ikan teri (kelompok ikan
pelagik kecil).
Klasifikasi ikan Teri Berdasarkan Karakteristik Biologik dan Teknologik
Kelompok Science
|
Karakteristik
|
|
|
Biologik
|
Teknologik
|
Teleostei (Bony Fish)
|
Ikan Pelagik
|
Ikan berlemak ( lipid disimpan pada
jaringan tubuh)
|
Sumber : Huss 1995
Ekologi
Ikan teri yang termasuk dalam kelompok ikan pelagik
kecil merupakan sumberdaya yang poorly
behaved karena makanan
utamanya plankton (Keenleyside
1979 dan Wootton 1992) sehingga
kelimpahannya sangat
tergantung kepada factor-faktor
lingkungan (Merta 1992).
Selain
itu, ikan teri
yang mempunyai ukuran
7-16 cm (De
Bruin 1994), seperti umumnya kelompok ikan pelagis kecil,
mempunyai karakteristik sebagai berikut (Keenleyside 1979 dan Balitbang
Perikanan 1994) :
(1)
Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar ( patchness)
(2)
Variasi kelimpahan cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
yang berfluaktuatif.
(3)
Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial
(4)
Aktivitas gerak yang
cukup tinggi yang
ditunjukkan oleh bentuk
badan menyerupai cerutu atau torpedo.
Penangkapan
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan
teri adalah paying dan bagan, tapi alat tangkap dengan ikan teri yang menduduki
urutan hasil tangkapan pertama adalah Bagab (Balitbang Perikanan 1994). Alat
tangkap bagan ini dikenal dengan nama jarring angkat (lift net), yang
berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya dibagi menjadi tiga macam, yaitu bagan tancap (stationary lift net),
bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net) (Subani dan Barus
1989; Balitbang Perikanan 1994).
Ekologi
Ikan
teri yang termasuk dalam kelompok ikan pelagik kecil merupakan sumberdaya
yang poorly behaved karena
makanan utamanya plankton
(Keenleyside 1979 dan Wootton 1992) sehingga
kelimpahannya sangat tergantung kepada
factor-faktor lingkungan (Merta 1992).
Selain itu,
ikan teri yang
mempunyai ukuran 7-16
cm (De Bruin
1994), seperti umumnya kelompok
ikan pelagis kecil, mempunyai karakteristik sebagai berikut (Keenleyside 1979
dan Balitbang Perikanan 1994) :
(1)
Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar ( patchness)
(2)
Variasi kelimpahan cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
yang berfluaktuatif.
(3)
Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial
(4)
Aktivitas gerak yang
cukup tinggi yang
ditunjukkan oleh bentuk
badan menyerupai cerutu atau torpedo.
Bagi ikan besar seperti tuna dan cod, seabad
terakhir bukanlah masa-masa yang menggembirakan. Populasi mereka menukik tajam
akibat penangkapan yang berlebihan.
Menurut penelitian terbaru terhadap ekosistem
kelautan di seluruh dunia, di saat yang sama, populasi ikan yang lebih kecil
seperti sarden dan ikan teri melonjak hingga 130 persen.
Perubahan yang terjadi pada keseimbangan rantai
makanan ini merupakan perubahan yang tidak sehat apalagi untuk jangka panjang.
Para peneliti menyatakan, salah satu cara untuk
mengatasinya adalah perubahan pola konsumsi manusia, dari memakan ikan yang
menjadi predator ke spesies lain yang ada di bagian bawah rantai makanan.
Sekelompok peneliti yang dipimpin Villy Christensen
dari University of British Columbia, Kanada menganalisa sekitar 200 jaringan
makanan di seluruh dunia. Menggunakan pemodelan, mereka menggambarkan ekosistem
kelautan di berbagai periode waktu dari tahun 1880 sampai 2007.
Seperti dikutip dari Sciencemag, Christensen dan
timnya kemudian memperkirakan distribusi biomassa di dalam ekosistem, misalnya
berapa ton jumlah tuna atau udang, lalu mengekstrapolasi untuk menghitung
jumlahnya di seluruh samudera.
Hasilnya, meski pada saat ini peneliti belum bisa
menentukan jumlah absolutnya, biomassa ikan berukuran besar telah menurun
hingga dua pertiganya dalam 100 tahun terakhir. Dalam 40 tahun belakangan,
biomassa mereka turun hingga 54 persen meski penurunannya tidak separah pada 2
dekade lalu.
Yang tidak mengherankan, ikan-ikan yang sebelumnya
menjadi mangsa ikan-ikan besar mengalami peningkatan. Biomassa mereka meningkat
hingga 0,85 persen per tahun. Dan selama abad terakhir, angkanya telah berlipat
ganda.Samudera kini sudah sangat berbeda,” kata Christensen. “Di banyak tempat,
ikan kecil ini masih menjadi makanan, namun di kawasan seperti barat daya
Afrika dan tempat lain, pemangsa ikan-ikan kecil itu sudah tergantikan,
Christensen menyebutkan, dengan memilih makan
sarden, ikan teri dan sejenisnya dan tidak memakan ikan todak, misalnya,
manusia bisa menyelamatkan populasi para predator utama di rantai makanan yang
kini kian menyusut.
Perubahan pada biomassa laut ini, kata Michael
Hirshfield, Chief Scientist of the Advocacy Group Oceana, Washington, sangatlah
mengkhawatirkan. Populasi ikan kecil cenderung meledak dan kemudian rusak,
membuat ekosistem menjadi tidak stabil. Apalagi jika predator yang ada di atasnya
telah musnah.
0 comments:
Post a Comment