Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya
hayati dan non-hayati yang sangat besar. Dengan lautan yang merupakan 70% dari luasan total negara, maka laut menyimpan banyak potensi
untuk dimanfaatkan, diantaranya garam.
Garam selain sebagai bumbu dapur juga merupakan
bahan baku pada berbagai proses industri, antara lain pembuatan Natrium Sulfat (Na2SO4), soda ash (Na2CO3),
Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dan lain-lain. Namun, di luar negeri garam diperoleh tidak hanya dari
pengkristalan air laut tetapi juga melalui penambangan deposit di bawah tanah.
Pembuatan garam
secara tradisional, dilakukan dengan meratakan
petak tambak menggunakan alat bantu silinder
baja yang ditarik tenaga
manusia. Setelah
itu diisi air laut dan dengan bantuan sinar matahari air laut ini mengkristal dan menjadi butiran- butiran garam. Pemanenan garam dilakukan setelah 10 hari.
Proses ini berlangsung rutin pada musim
kemarau di dareah (pesisir) penghasil garam, sejak berakhirnya musim hujan pada bulan April
hingga mulai turunnya
hujan
pada awal Desember. Dalam pengisian
air laut, sebagian penduduk sudah menggunakan
teknologi
tepat guna dengan memanfaatkan
kincir angin yang digerakkan udara. Namun
demikian
masih ada yang mempergunakan tenaga manusia untuk menimba air dari sumur galian.
Garam yang diproduksi rakyat pada umumnya tidak mengalami pencucian, sehingga pada umumnya berkualitas rendah. Kadar NaCl dalam
garam rakyat biasanya bervariasi sekitar 88 %. Oleh karena itu garam
rakyat tidak dapat memenuhi standar
kualitas garam untuk pembelian stok nasional. Sehingga harga jual garam
rakyat cenderung rendah.
Garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu:
1.
K-1 yaitu kwalitas
terbaik yang memenuhin syarat
untuk bahan industri maupun untuk konsumsi.
Dengan komposisi
sebagai berikut:
¾
NaCl :
97.46 %
¾
CaCl2 : 0.723 %
¾
CaSO4 : 0.409 %
¾
MgSO4 : 0.04 %
¾ H2O : 0.63 %
¾
Impurities: 0.65 %
2.
K-2 yaitu kulitas
dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi
kadar berbagai zat agar memenuli standart
sebagai bahan baku industri.
Secara fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab.
3.
K-3 merupakan garam kualitas
terendah, tampilan fisik yang coklat dan bercampur
lumpur.
Pencucian diharapkan dapat meningkatkan kualitas garam rakyat. Pengurangan kandungan MgSO4, MgCl, CaSO4 dengan pencucian
diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dan dapat memenuhi syarat sebagai bahan baku industri.
Secara
umum,
pencucian
adalah
penghilangan
sejumlah zat-zat pengotor seperti
senyawa-senyawa Mg, Ca dan kandungan zat pereduksi. Pencucian
garam dilakukan dengan memakai larutan jenuh garam (brine) yang digunakan
berulang kali, tujuannya untuk
menghilangkan pengotor dari permukaan garam (Bahruddin, et
al, 2003).
Pada proses pencucian
yang optimum pada garam selain dapat menghilangkan zat pengotor, juga dapat melarutkan zat pereduksi pada garam. Untuk larutan pencucian dengan menggunakan air bersih, maka pencucian dengan menggunakan
rasio air dan garam 1:1 paling
efektif untuk menghilangkan Mg.
Pada larutan 1:1, konsentrasi NaCl dalam air
pencucian paling sedikit sehingga
semakin efektif
untuk menghilangkan Mg dalam garam. Untuk senyawa-senyawa Ca, kelarutannya jauh lebih rendah dibandingkan senyawa Na dan Mg, sehingga pencucian baik dengan air bersih
maupun larutan garam tidak banyak berpengaruh (Nelson, 2002).
Proses pembuatan garam yang sederhana
adalah menguapkan air laut sehingga mineral- mineral yang ada di dalamnya mengendap.
Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung
oleh garam yang diproduksi. Lahan
pembuatan garam dibuat
berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan
gaya gravitasi air dapat
mengalir
ke hilir kapan saja dikehendaki.
Untuk peningkatan mutu garam digunakan dua model, yaitu
mengendapkan Ca dan Mg dengan menggunakan Natrium karbonat atau Natrium Oksalat yang
dikombinasi dengan cara pengendapan bertingkat.
Natrium teroksidasi dengan cepat dalam udara lembab, maka harus disimpan terendam seluruhnya dalam pelarut nafta atau silena. Logam ini bereaksi keras dengan air, membentuk
Natrium Hidroksida dan Hidrogen.
Dalam garam-garamnya natrium
berada sebagai kation monovalen Na+. Garam-garam ini membentuk larutan tak berwarna, hampir semua garam
natrium larut dalam air.
Kebanyakan
klorida larut dalam air, Merkurium (I) klorida, HgCl2, perak klorida, AgCl, timbal klorida, PbCl2 (yang ini larut sangat sedikit
dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air
mendidih), tembaga (I) klorida, CuCl, bismuth oksiklorida, BiOCl, stibium oksiklorida, SbOCl, dan merkurium
(II) oksiklorida, HgOCl2, tak larut dalam air
(Vogel, 1979). Metode pencucian dengan cara menimbang dan mengoven garam yang akan dicuci, menimbang lagi setelah dioven kemudian garam dicuci dengan variable
konsentrasi : 80%, 90%,
100% larutan NaCl dan mengaduk
dengan motor pengaduk selama 3, 6, 9, 12, 15 menit, meniriskan garam yang telah dicuci hingga tidak ada lagi air yang menetes,
menimbang
garam sebelum dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC, menimbangnya lagi setelah dioven, dan menghitung kadar Mg dan Ca pada garam yang telah dicuci.
Proses pencucian
yang optimum pada garam selain dapat menghilangkan
zat pengotor, jugs dapat melarutkan
zat pereduksi garam. Sedangkan
prose pengeringan/ pemanasan dapat
mengurangi kadar air dalam garam sampel.
Faktor yang mempengaruhi penurunan kadar Ca dan Mg adalah
:
1. Konsentrasi larutan pencuci ( dalam
hal ini menggunakan larutan garam K-1 dengan
berbagai konsentrasi).
2.
Perbandingan pencuci dengan garam sample
yang dicuci.
3.
Waktu
pencucian ( lama pengadukan).
Pada proses ini digunakan 3 jenis garam, yaitu : K-1, K-2, K-3. Kandungan awal Ca dan
Mg dalam garam dapat dilihat pada tabel
4.1.1
Tabel 1. Kandungan Ca dan Mg awal garam sampel
kandungan
|
K-1
|
K-2
|
K-3
|
Ca %
|
0.184
0.58
|
0.35
0.78
|
0.38
0.85
|
Mg %
|
Garam K-2 dan K-3 dicuci
dengan larutan pencuci
yang konsentrasinya bervariasi. Larutan pencuci yang digunakan,
merupakan larutan garam K-1 dengan
beda konsentrasi 80%,
90%, dan 100% dari larutan jenuh garam (garam
larut jenuh pada 38.64 gr/100 ml (Vogel,1979). Pada setiap variabel konsentrasi dilakuakan pencucian sampel (K-2 dan K-3) dengan variabel waktu 3, 6, 9, 12, 15 menit, dan perbandingan larutan pencuci
dengan garam sampel 3:2, 2:1, 3:1.
Proses pencucian yang
dilakukan dengan
mengaduk garam sampel dengan
larutan
pencuci sesuai variabel. Pengadukan dalam proses ini, agar kontak garam dengan larutan pencuci lebih homogen.
Dengan pencucian ini diharapkan dapat mengurangi hingga menghilangkan zat-zat pengotor dalam garam sampel K-2 maupun K-3. Pengotor dalam sampel sebagian besar merupakan senyawa Ca dan Mg serta lumpur yang terperangkap dalam kristalan garam yang ikut mengering. Pengotor-pengotor
tersebut mengakibatkan
tampilan
garam
menjadi
kecoklatan
karena banyak lumpur yang terkandung didalamnya. Sedangkan pengotor Ca dan Mg membuat
rasa dari garam menjadi
lebih pahit (Nelson,2002).
Moisture merupakan
kadar air dalam sampel garam dapat diketahui dengan menimbang berat
sampel yang telah dicuci dan mengurangkannya
dengan berat kering sampel yang telah dicuci dan dioven.
Kadar air diharapkan menurun mengikuti penurunan kadar
Ca dan Mg dengan variabel
konsentrasi larutan pencuci,
perbandingan larutan pencuci dan garam, serta waktu pencucian.
Sehingga garam hasil pencuci lebih kering dari sebelum
pencucian.
Konsentrasi larutan pencuci
Pencucian dengan penggunaan larutan garam K-1 dapat menghilangkan Ca dan Mg yang terkandung dalam garam sampel. Jumlah Mg yang hilang akibat pencucian
akan lebih besar dibandingkan dengan Ca. Hasil tersebut sesuai dengan kelarutan senyawa Mg yang lebih besar dibandingkan senyawa- senyawa Ca (Perry,1999).
Pencucian dengan larutan
garam, semakin rendah konsentrasi
larutan pencuci, semakin effektif dalam
menghilangkan senyawa Mg dan
Ca
dalam garam (Nelson,2002). Pencucian
dengan kehilangan kadar Ca dan Mg yang terbesar
adalah pada konsentrasi 80 %.
0 comments:
Post a Comment