Sardinella
adalah nama marga ikan, anggota suku Clupeidae. Beberapa spesiesnya di
Indonesia dikenal dengan nama lemuru dan tembang, yang merupakan jenis ikan
pelagis kecil yang cukup penting bagi perikanan. Karena lekas membusuk, ikan
ini lebih banyak dijadikan ikan asin, ikan pindang, atau dikalengkan sebagai
ikan sarden.
Ikan
yang berukuran kecil dan ramping, panjang tubuh sekitar 15 cm atau kurang,
namun ada pula yang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Lemuru biasanya hampir
silindris, dengan tinggi tubuh (body depth) sekitar 25% panjang standar.
Tembang bertubuh lebih lebar dan pipih, dengan tinggi tubuh sekitar 30% panjang
standar. Sirip punggung berukuran sedang, di tengah tubuh, kira-kira sejajar
dengan sirip perut. Sirip ekor berbagi dalam. Sisi bawah tubuh berlingir
(berlunas tajam).
Lemuru
dan tembang sering ditemukan berenang dalam kelompok besar, dekat permukaan
laut tidak jauh dari pantai (pesisir). Lemuru diketahui memangsa plankton
(fitoplankton dan zooplankton), terutama kopepoda. Ikan-ikan ini dilengkapi
dengan tapis insang (gill rakers, sisir insang) untuk menyaring makanannya.
Klasifikasi
ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Clupeidae
Upafamili : Incertae sedis
Genus:
Sardinella
Valenciennes
in Cuvier and Valenciennes, 1847
Lemuru
dan tembang sering ditemukan berenang dalam kelompok besar, dekat permukaan
laut tidak jauh dari pantai (pesisir). Lemuru diketahui memangsa plankton
(fitoplankton dan zooplankton), terutama kopepoda. Ikan-ikan ini dilengkapi
dengan tapis insang (gill rakers, sisir insang) untuk menyaring makanannya.
Beberapa
spesies
Tembang
Sardinella maderensis dari Sisilia
Tembang
dan lemuru asin, dijemur di Muara Angke
Sardinella albella, (Valenciennes, 1847).
Tembang putih, White Sardinella
Sardinella atricauda, (Günther, 1868).
Lemuru, Bleeker's Blacktip Sardinella
Sardinella aurita, Valenciennes, 1847.
Round Sardinella
Sardinella brachysoma, Bleeker, 1852.
Tembang, Deepbody Sardinella
Sardinella fijiense, (Fowler & Bean,
1923).
Sardinella fimbriata, (Valenciennes, 1847).
Tembang, Fringescale Sardinella
Sardinella gibbosa, (Bleeker, 1849).
Tembang, Goldstripe Sardinella
Sardinella hualiensis, (Chu & Tsai,
1958).
Sardinella janeiro, (Eigenmann, 1894).
Sardinella jussieu, (Lacepède, 1803.
Sardinella lemuru, Bleeker, 1853. Lemuru
Bali, Bali Sardinella
Sardinella longiceps, Valenciennes, 1847.
Lemuru India, Indian Oil Sardine
Sardinella maderensis, (Lowe, 1838).
Sardinella marquesensis, Berry &
Whitehead, 1968.
Sardinella melanura, (Cuvier, 1829).
Tembang ekor-hitam, Blacktip Sardinella
Sardinella neglecta, Wongratana, 1983.
Sardinella richardsoni, Wongratana, 1983.
Sardinella rouxi, (Poll, 1953).
Sardinella sindensis, (Day, 1878).
Sardinella tawilis, (Herre, 1927).
Sardinella zunasi, (Bleeker, 1854). Sarden
Jepang, Japanese Sardinella
Pemanfaatan
Lemuru
dan tembang merupakan komoditas perikanan yang penting. Di Indonesia, ikan-ikan
ini biasa ditangkap dengan jaring insang, pukat cincin (purse seine), dan
beberapa bentuk jaring yang lain. Lemuru bali terutama ditangkap secara
musiman, yakni mulai pada awal musim penghujan di sekitar Selat Bali
(bulan-bulan September - Oktober) hingga akhir musim di bulan-bulan Pebruari
hingga Maret. Puncak penangkapan berlangsung sekitar Desember - Januari. Di
luar musimnya, lemuru ini seolah-olah raib begitu saja; namun diduga bahwa
ikan-ikan ini beruaya ke lapisan perairan yang lebih dalam.
Lemuru
dan tembang biasa dijual dalam keadaan segar, akan tetapi kebanyakan ikan ini
diolah menjadi ikan asin, ikan pindang, atau sardencis.
Nama
lemuru juga dilekatkan untuk beberapa spesies dari marga Amblygaster, salah
satu kerabat terdekat Sardinella. Di antaranya ialah Amblygaster clupeoides, A.
leiogaster, dan A. sirm. Marga Amblygaster dibedakan dari Sardinella, di
antaranya, karena sisi bawah tubuhnya relatif membulat (vs. berlingir) dan
tapis insangnya di bagian bawah lebih sedikit (26-43 vs. 40-200an).
Lemuru
dan tembang juga sekerabat dengan ikan terubuk yang telah langka.Kian
meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya yang bisadiperbaharui
(perikanan)makamodel-model spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi
permintaan
Beberapa
waktu lalu pernah terdengar berita bahwa nelayan di Selat Bali merana karena
sudah lama tidak melaut. Seperti dikutip
dari sebuah harian nasional bahwa nelayan setengah karam di Muncar karena sudah
1,5 tahun bertahan ditengah krisis ikan.
Sejatinya,
setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi
kapasitas produksinya sehingga stok ikan akan mampu bertahan secara
berkesinambungan (sustainable). Hal ini
menjadi tanda tanya besar,mengapa sumberdaya perikanan yang renewable (bisadiperbaharui)bisa
hilang?
Fenomena
overfishing (kelebihan tangkap) di Selat Bali sudah lama menjadi perbincangan
dan diduga menjadi penyebab hilangnya sumberdaya ikan, satu diantaranya ikan
lemuru. Menurut penelitian,Selat Bali telah mengindikasikan terjadinya gejala
biological overfishing dalam pengusahaan sumberdaya perikanan lemuruakibat
pengoperasian alat tangkap purse seineyang cukup menonjol dan mengabaikan
spesies yang lainnya.
Penelitian
lain mengatakan bahwa perikanan lemuru di Perairan Selat Bali dengan Maximum
Sustainable Yield (MSY) sebesar 34.000 ton per tahun sudah lebih tangkap
(overfishing). Dan ada juga yang menyatakan bahwa di Perairan Selat Bali telah
terjadi gejala economic overfishing pada
perikanan lemuru karena jumlah alat tangkap purse seine yang digunakan jauh lebih
besar dibandingkan dengan stok ikan yang tersedia.
Padahal,
perikanan tropis seperti di Indonesia bersifat gabungan atau multispesies.
Simak saja, satu armada penangkapan atau alat tangkap mampumenangkap beberapa
spesies ikan.Seperti kasus di Selat Bali, armada penangkapan purse seine adalah
armada penangkapan dominan yang bisamenangkap beberapa spesies ikan seperti
lemuru (77,12%), tongkol (8,60%), layang (5,09 %), kembung (0,63%) dan spesies
ikan lainnya (8,56%). Karena itu
perubahan stok ikan lemuru di Selat Bali
yang disinyalir hilang atau habis karena penangkapan juga perlu dikaji
mendalam.
Sebab
berdasarkan hasil diskusi ilmiah di Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut
Pertanian Bogor (IPB) terungkap bahwa perubahan tangkapan ikan lemuru di Selat
Bali tidak semata karena degradasi stok oleh penangkapan. Menurut Dr Wayan
Nurjaya,pakar oseanografi fisik dan kelautan IPB,perubahan stok terjadi karena
proses adaptasi dari peningkatan suhu global, sehingga ikan lemuru melakukan
migrasi vertikal ke perairan yang lebih dalam.
Pernyataan ini mirip dengan hasil penelitian Prof Indra Jaya dan Fauziah,
pakar Akustik Kelautan,bahwa gerombolan (schooling) ikan lemuru sebagian besar
terdeteksi pada kedalaman lebih dari 100 meter.
Sementara
ini sebagian nelayan melakukan penangkapan hanya sampai 60 m, akibatnya ikan
yang bermigrasi ke perairan yang lebih dalam tidak tertangkap. Hipotesa
penurunan ikan yang di analisismelalui pendekatan stochastic model (species tunggal) yang dilakukan selama ini tidak
sepenuhnya mampu memberikan jawaban yang memuaskan terhadap penurunan stok ikan
dan tidak bisa keberlanjutan sumbangan dari sektor perikanan itu sendiri.
0 comments:
Post a Comment