1) Pemanfaatan sumber
daya alam di wilayah pantai dan lautan yang dapat diperbarui perlu dilakukan
dalam batas kemampuan regene rasi, sedangkan untuk sumber daya alam yang tidak
dapat diperbarui, dilakukan dengan bijaksana dan rasional.
2) Inventarisasi
tingkat pemanfaatan lahan wi la yah pantai untuk berbagai kegiatan yang perlu
dikendalikan. Untuk itu, diperlukan adanya pembagian daerah, mana yang
merupakan kawasan lindung, kawasan penyangga, dan kawasan budi daya.
3) Pengelolaan wilayah
pantai dan lautan dapat dikembangkan dengan 3 alternatif, yaitu pembagian
wilayah laut, kepulauan, dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) serta diatur oleh
sistem koordinasi antardepartemen di tingkat pusat.Mengingat betapa pentingnya
arti kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan
maka sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan,
Hutan-hutan Bakau yang
ada diwilayah pesisir di kepulauan Indonesia, tak terbayangkan apa yang akan
dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan apabila suatu saat kelak ekosistem Hutan
Mangrove (hutan Bakau) yang ada di wilayah kepulauan ini hancur atau bahkan
musnah, seberapa besar nilai kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan
pendapatan dan penghasilan dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak
sesaat saja? Kerugian negara yang berupa materiil yang sangat besar nilainya
jika di rupiahkan dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya.
Hutan Bakau (mangrove)
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis
pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai
wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan
ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan
masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin
laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah
daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan
hutan dan pencemaran.
Kawasan pesisir dan
laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara
timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elemen dalam ekosistem
memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen
ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling
banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir
bahan-bahan pencemar.
Mangrove mempunyai
peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung
pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas
sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat
diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit).
Kota-kota yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan
berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ekoturisme).
Dalam merehabilitasi
mangrove yang diperlukan adalah master plan yang disusun berdasarkan data
obyektif kondisi biofisik dan sosial. Untuk keperluan ini, Pusat Litbang Hutan
dan Konservasi Alam dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan master plan
dan studi kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt
perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan
fungsinya secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan
produktivitas ikan tangkapan serta penyerapan polutan perairan).
Menurut Davis, Claridge
dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut
:
1. Habitat
satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat
jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur
yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan
burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
2. Pelindung
terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi
bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai
atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan
lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau
membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan
penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali
terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga
dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah
unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung
memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses
pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk
pencucian dari areal pertanian.
5. Penambat
racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem
perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara
kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan
bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan
luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan
hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di
dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di
hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan
oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain
atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan
pasir dan lumpur.
Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi
melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan
lingkungan.
Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat
besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun
untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik
dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove
yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai
(Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan
Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan
obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik
hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam
beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan
langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove
seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal
wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memberikan
pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir,
juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan
perahu, dan menjadi pemandu wisata.
Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian
dan pendidikan.
Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam
mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di
dalamnya.
Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon
anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada
sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke
atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah
besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi
sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga
ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro
terjaga.
Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah
teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Hutan Mangrove dan
Perikanan
Dalam tinjauan siklus
biomassa, hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air,
menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat
kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di
daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang
dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga).
Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar
proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme pemakan
deposit seperti moluska, kepiting dang cacing polychaeta. Konsumen primer ini
menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua, biasanya didominasi oleh ikan-ikan
buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan predator besar yang
membentuk konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove berperan penting
dalam menyediakan habitat bagi aneka ragamjenis-jenis komoditi penting
perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya.
Nilai Ekonomis Hutan
Bakau
Berdasarkan kajian
ekonomi terhadap hasil analisa biaya dan manfaat ekosistem hutan mangrove
(bakau) ternyata sangat mengejutkan, di beberapa daerah seperti Madura dan
Irian Jaya dapat mencapai triliunan rupiah, kata Asisten Deputi Urusan
Eksosistem Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup, Dr LH Sudharyono.
Pada Workshop Perencanaan
Strategis Pengendalian Kerusakan Hutan Mangrove se-Sumatera di Bandar Lampung
terungkap bahwa hasil penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
IPB-Bogor dengan Kantor Menteri Negara LH (1995) tentang hasil analisa biaya
dan manfaat ekosistem hutan mangrove Hasilnya ternyata sangat mencengangkan, di
Pulau Madura, diperoleh Total Economic Value (TEV) sebesar Rp 49 trilyun, untuk
Irian Jaya Rp. 329 trilyun, Kalimantan Timur sebesar Rp. 178 trilyun dan Jabar
Rp. 1,357 trilyun. Total TEV untuk seluruh Indonesia mencapai Rp. 820 trilyun.
Berdasarkan hasil
analisa biaya dan manfaat terhadap skenario pengelolaan ekosistem mangrove
disarankan skenarionya : 100 persen hutan mangrove tetap dipertahankan seperti
kondisi saat ini, sebagai pilihan pengelolaan yang paling optimal,
kenyataannya, telah terjadi pengurangan hutan mangrove, di Pulau Jawa, pada
tahun 1997 saja luasnya sudah tinggal 19.077 ha (data tahun 1985 seluas 170.500
ha) atau hanya tersisa sekitar 11,19 persen saja.
Penyusutan terbesar
terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 ha menjadi hanya 500 ha (8 persen),
kemudian di Jabar, dari 66.500 ha tinggal kurang dari 5.000 ha. Sedangkan di
Jateng, tinggal 13.577 ha dari 46.500 ha (tinggal 29 persen). Sementara luas
tambak di Pulau Jawa adalah 128.740 ha yang tersebar di Jabar (50.330 ha),
Jateng (30.497 ha), dan di Jatim (47.913 ha).
Dikhawatirkan apabila
di waktu mendatang dilakukan ekstensifikasi tambak dengan mengubah hutan
mangrove atau terjadi pengrusakan dan penyerobotan lahan hutan mangrove, maka
kemungkinan besar akan sangat sulit untuk mendapatkan hutan mangrove di Jawa,
bahkan didaerah manapun di Indonesia ini.
Mengingat betapa pentingnya arti
kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan maka
sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan Hutan-hutan
Bakau yang ada diwilayah provinsi Bangka Belitung. Tak terbayangkan apa yang
akan dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan Bangka Belitung ini bila suatu
saat kelak ekosistem Hutan Mangrove (hutan Bakau) yang ada di provinsi
kepulauan Bangka Belitung ini hancur atau bahkan musnah, seberapa besar nilai
kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan pendapatan dan penghasilan
dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak sesaat saja? Tanpa
memperhatikan dampak negatif jangka panjang bagi provinsi Kepulauan Bangka
Belitung ini. Kerugian Materiil yang sangat besar nilainya jika di rupiahkan
dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya
0 comments:
Post a Comment