Sunday, March 20, 2011

ALAT TANGKAP CUMI-CUMI

March 20, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Aspek Biologis Cumi-cumi
           Secara umum, family Loligonidae merupakan kelompok Cephalopoda yang mendiami semua dasar selat dan lautan di dunia yang agak berbentuk lereng, kecuali laut yang berhubungan dengan kutub (Roper dkk, 1984). Jenis cumi-cumi adalah satu jenis yang dijumpai disetiap perairan yang tidak jauh dari pantai, hidupnya bergerombol atau soliter, baik ketika sedang berenang maupun istirahat di dasar laut dan tertarik oleh cahaya pada malam hari (Barnes, 1974).
a.    Siklus hidup dan ukuran ekonomis
            Cumi-cumi termaksud pelagik, tetapi terkadang di golongkan sebagai organismeh demersal, karena sering berada di dasar (Barnes, 1974). Cumi-cumi melakukan distribusi vertical pada malam hari, dimana cumi-cumi bergerak kearah permukaan untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari berada didasar perairan. Adapun ukuran ekonomis yang sesuai dengan kriteria ramah lingkungan di seuaikan dengan berat bobot dan panjang tubuh. (Chikuni, 1983 dalam Bakrie, 1985).
b.    Kebiasaan makan serta mekanisme penyebarannya
Makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan suatu organisme Hasil penelitian Prawirodihardjo (1967), Bahwa di dalam lambung cumi-cumi ditemukan tidak hanya ikan-ikan kecil saja, tetapi kelompok organisme lain seperti rebon (mysdacea), protozoa dan larva kepiting. Perbedaan jenis makanan ini tidak tergantung dari besarnya cumi-cumi. Sedangkan Rahardjo dan Bengen (1984), mengemukakan bahwa ikan-ikan kecil dan crustacea merupakan makanan utama cumi-cumi, Sedangkan Bacillariophyceae, protozoa dan Chlorophyceae merupakan makan dari ikan-ikan kecil dan krustacea yang dimangsa olehnya.
Genus Sepioteuthis mulai makan 40 jam setelah menetas dengan jenis pakan terbaik adalah larva udang (Yamaguchi, 1991). Makanan utama cumi-cumi adalah crustacea hidup dan dapat berupa udang atau kepiting, dan ikan-ikan rucah (Roper dkk, 1984). Sedangkan Suwignyo (1989) mengemukakan bahwa mangsa cumi-cumi tergantung dari masing-masing ukuran jenis cumi-cumi sehingga dalam lambungnya terdapat berbagai jenis makanan. Adapun keterangan organ-organ tubuh Cumi Seperti ditunjukan pada  gambar `1 :

  Gambar 1 : Deskripsi Organ cumi-cumi (loligo sp)
Bentuk umum dari cumi-cumi adalah tubuhnya berbentuk skoci bila berenang dalam air, dimna bagian ventral terletak di bagian enterior (Roper dkk 1984). Kaki cumi-cumi (loligo sp) ada 10 jerat, dimana 8 jerat berfungsi sebagai tangan dan 2 jerat berfungsi sebagai tentakel. Cumi-cumi dalam melindungi tubuhnya dari serangan musuh atau predator dilakukan dengan merubah warnah tubuhnya,dimana kadang-kadang berwarnah putih kebiruan, bintik-bintik merah dan coklat, serta bila diserang akan mengeluarkan cairan atau tinta berwarnah hitam, untuk mengaburkan serangan musuhnya (Barnes, 1874, Rahardjo dan Bangen, 1984).
Siklus cumi-cumi sering juga ditemukan mulai dari perairan pantai yang dangkal sampai perairan yang agak dalam yaitu perairan Atlantik, sepanjang pantai Eropa, pantai Barat lautan Pasifik dan lautan Indonesia (Bakrie 1985). Penyebaran cumi-cumi di Indonesia ditemukan pada semua perairan, seperti laut Jawa, selat Makassar,laut Maluku, laut Seram, laut Flores, perairan Morowali Sulawesi Tengah dan laut Arafuru (Hamsiah, 1990).
Respon cumi-cumi terhadap warna
Perbedaan warna mata pancing mampu memberikan pengaruh yang berbeda pula pada hasil tangkapan, karena semakin besar panjang gelombang dari suatu warna maka akan semakin besar cahaya yang dipantulkannya. Dari proses timbulnya persepsi terhadap suatu warna tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa factor yang terpenting adalah kemampuan memantulkan sinar dari warna benda yang disinari tersebut, disamping besarnya radian energi yang dihasilkan oleh sumber cahaya. Maka dari penelitian ini akan di cari salah satu warna yang terbaik, dari ketiga warna yang terpilih merah,hijau dan biru. (Wibowo B. H, 1991)
Alat tangkap cumi-cumi
Umumnya Beberapa jenis alat tangkap cumi-cumi yang terdapat di perairan Morowali yaitu Payang, bagan rambo, pole and line dan hand line semua jenis alat penangkapan cumi-cumi tersebut meiliki kontruksi yang berbeda-beda tetapi memiliki alat bantu pemikat yang sama yaitu energi cahaya untuk menarik perhatian cumi-cumi untuk berkumpul, sebagai mana cumi-cumi memiliki sifat Phototaxis yaitu tertarik pada semua jenis cahaya.
 Pancing cumi-cumi hand line adalah pancing yang mempunyai bentuk atau kontruksi yang khusus yang berlainan dengan bentuk-bentuk pancing lainnya. Bentuk pancing cumi-cumi ini seperti cakar keliling dan bertingkat-tingkat. Pada bagian atas pancing dan demikian juga di bagian bawahnya di beri lubang (mata) yang gunanya untuk mengikatkan tali pancing. Pancing cumi-cumi ini diikat secara berantai dalam satu utas tali yang di hubungkan melalui lubang bagian atas dan bawah pancing. Pancing cumi-cumi ini biasanya digulung pada suatu gelok atau gulungan kayu yang dimodifikasi oleh nelayan sesuai kenyaman mereka pada saat menggulung, umumnya berbentuk elips atau lingkaran yang digulung atau diulur secara manual.
Pancing (jigs) terdiri dari badan/batang (stem) plastik yang berwarna dengan panjang sekitar 6 cm dan dilengkapi dengan dua lingkaran kait (rings of hooks) yang masing-masing berjumlah 16 kait. Warna batang pancing yang dijual dipasaran terdiri dari warna orange,
biru tua, biru langit, hujau, putih, kuning dan merah. Adapun jenis-jenis umpan udang buatan yang umum nya ada dipasaran.
Mata Pancing (jigs) tersebut dirangkaikan dengan tali nylon monofilament. Jarak antara mata pancing yang biasa digunakan nelayan Jepang adalah 30 cm (Benyami, M.1976). sedangkan menurut Jameson, JP (1979) nelayan Austaralia biasa menggunakan jarak mata pancing 100 cm. Rangkaian pancing tersebut akan digulung oleh penggulung kayu berbentuk elips secara manual
2.1     Metode pengoprasian
Pengoprasian pancing cumi (hand line) memerlukan perahu atau kapal yang selalu bergerak di depan gerombolan cumi sasaran, dengan menggunakan bantuan cahaya untuk memfokuskan sasaran tepat di sekitar kapal.  Sebelum melakukan pengoprasian terlebih dahulu menentukan wilayah fishing ground cumi-cumi, maka dilakukan pendekatan yang berdasarkan pada pengalaman teknis nelayan cumi-cumi  setempat, dimana mereka biasanya melakukan pemancingan cumi-cumi di wilayah sekitar tempat nelayan menurunkan atraktor pemikat cumi-cumi untuk bertelur di perairan  Pulau Salabangka, yang berjarak dari fishing base antara 1,5 km – 2 km dari pesisir pantai Pulau Salabangka.
Pertama-tama memasang lampu fokus Petromaks disudut masing-masing kapal, untuk menarik perhatian cumi naik ke permukaan perairan setelah itu menyiapkan alat tangkap yang telah digulung pada kayu yang berbentuk elips dengan umpan udang buatan yang telah di ikat pada senar pancing. Setelah itu dilakukan pelemparan umpan buatan sejauh mungkin sesuai dengan kekuatan pemancing, setelah itu di ulur dengan sentakan-sentakan halus sedikit-demi sedikit dengan menggulung senar pada sebuah gelok kayu yang telah dimodifikasi sesuai dengan kenyaman masing-masing nelayan. didalam perairan pancing tersebut bergerak keatas melewati gerombolan cumi-cumi yang berada di sekitar pancing, cumi-cumi yang sudah terkait pancing akan terangkat keatas dan terus di tarik keatas permukaan sampai kekapal dan Begitu seterusnya.. (Wibowo B. H, 1991).
Sampai saat ini, seluruh produksi cumi-cumi di Indonesia berasal dari hasil tangkapan di alam. Hal ini berarti bahwa produksi yang berasal dari pembudidayaan belum ada. Jika hanya mengandalkan usaha dari hasil penangkapan semata, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat akan terjadi over fishing. Melihat kondisi demikian, maka usaha penangkapan perlu dibarengi dengan kegiatan lainnya yang dapat mendukung peningkatan populasi cumi-cumi tersebut. 
Di samping aspek pembudidayaan, salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk peningkatan populasi adalah melalui rekayasa daerah pemijahan cumi-cumi dengan melakukan penempatan rumpon dasar (atraktor) di perairan pantai untuk menarik cumi-cumi meletakkan telurnya pada atraktor tersebut.  Teknik ini didasarkan pada pemanfaatan tingkah laku cumi-cumi yang "senang" meletakkan/mengaitkan telurnya bergelantungan pada benda-benda tertentu di dasar perairan.  Penelitian bersama tentang  pengembangan teknik dan metode stok enhancement cumi-cumi dengan menggunakan berbagai rancangan dan konstruksi rumpon dasar (atraktor)  diusulkan untuk dilakukan dalam 2 (dua) tahun, melibatkan Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP-DKP dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 
3.         Daerah penangkapan
Penyebaran cumi-cumi hampir di seluruh laut di dunia ini , mulai dari pantai sampai laut lepas dan mulai permukaan sampai kedalaman beberapa ribu meter (Hamabe, M et al. 1982). Pendapat ini di dukung oleh Hickman,p (1973) bahwa cumi-cumi yang aktif banyak di temukan di laut terbuka (the open sea). Spesies loligo spp. termasuk cumi-cumi neritic (neritic squids). yaitu hidup di daerah parairan di atas continental shelf. Cumi-cumi neritic mempunyai ciri-ciri yaitu melakukan pergerakan di urnal. Selain itu cumi-cumi juga melakukan migrasi musiman untuk mencari makanan dan bertelur.
Adapun wilayah fishing ground yang telah ditentukan yaitu diwilayah dimana nelayan Pulau Salabangka menurunkan atraktor cumi-cumi, yaitu sebagai bahan pemikat cumi-cumi untuk bertelur, dengan kedalaman perairan antara 15 sampai dengan 30 meter dengan jarak tempuh dari fishing base ke wilayah fishing ground yaitu 10 menit saja. Umumnya masyarakat nelayan Pulau Salabangka hampir setiap tahunya menurunkan atraktor baru antara 3 sampai 5 buah atraktor sebagai pengganti kerusakan atraktor didasar perairan, sehingga cumi yang telah menetap tidak lari atau berpindah dari titik DPL yang telah di tentukan oleh nelayan setempat yaitu disekitar terumbu karang tepatnya diwilayah berpasir antara perbatasan terumbu karang dan pasir (sand), Kegiatan ini merupakan Program Desa tahunan yang disebut PTDN atau program tahunan desa nelayan Pulau Salabangka.


Parameter oseanografi pada daerah penagkapan sangat berpengaruh pada faktor pertumbuhan dan perkembang biakan cumi-cumi diwilayah perairan Morowali, sebab dengan Parameter yang dilakukan yaitu mengukur keadaan suhu perairan, mengukur salinitas air laut, serta mengukur kecepatan arus dapat mengetahui tingkat penyebaran cumi-cumi serta waktu percepatan bertelur dan laju pertumbuhan cumi-cumi, karna semua itu termaksud salah satu faktor pendukung, dengan data oseanografi yang akan diambil dari data sekunder khususnya wilayah Kabupaten Morowali.

0 comments:

Post a Comment