Secara
umum, family Loligonidae merupakan
kelompok Cephalopoda yang mendiami
semua dasar selat dan lautan di dunia yang agak berbentuk lereng, kecuali laut
yang berhubungan dengan kutub (Roper dkk, 1984). Jenis cumi-cumi adalah satu
jenis yang dijumpai disetiap perairan yang tidak jauh dari pantai, hidupnya
bergerombol atau soliter, baik ketika sedang berenang maupun istirahat di dasar
laut dan tertarik oleh cahaya pada malam hari (Barnes, 1974).
a.
Siklus hidup dan ukuran ekonomis
Cumi-cumi
termaksud pelagik, tetapi terkadang di golongkan sebagai organismeh demersal,
karena sering berada di dasar (Barnes,
1974). Cumi-cumi melakukan distribusi vertical pada malam hari, dimana
cumi-cumi bergerak kearah permukaan untuk mencari makan, sedangkan pada siang
hari berada didasar perairan. Adapun ukuran ekonomis
yang sesuai dengan kriteria ramah lingkungan di seuaikan dengan berat bobot dan
panjang tubuh. (Chikuni, 1983 dalam
Bakrie, 1985).
b.
Kebiasaan makan serta mekanisme penyebarannya
Makanan mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam kehidupan suatu organisme Hasil
penelitian Prawirodihardjo (1967), Bahwa di dalam lambung cumi-cumi ditemukan
tidak hanya ikan-ikan kecil saja, tetapi kelompok organisme lain seperti rebon
(mysdacea), protozoa dan larva
kepiting. Perbedaan jenis makanan ini tidak tergantung dari besarnya cumi-cumi.
Sedangkan Rahardjo dan Bengen (1984), mengemukakan bahwa ikan-ikan kecil dan crustacea merupakan makanan utama
cumi-cumi, Sedangkan Bacillariophyceae,
protozoa dan Chlorophyceae merupakan makan dari ikan-ikan kecil dan krustacea yang dimangsa olehnya.
Genus Sepioteuthis mulai makan 40 jam setelah menetas dengan jenis pakan
terbaik adalah larva udang (Yamaguchi, 1991). Makanan utama cumi-cumi adalah crustacea hidup dan dapat berupa udang
atau kepiting, dan ikan-ikan rucah (Roper dkk, 1984). Sedangkan Suwignyo (1989)
mengemukakan bahwa mangsa cumi-cumi tergantung dari masing-masing ukuran jenis
cumi-cumi sehingga dalam lambungnya terdapat berbagai jenis makanan. Adapun keterangan organ-organ tubuh Cumi Seperti ditunjukan pada gambar `1 :
Gambar 1 : Deskripsi Organ
cumi-cumi (loligo sp)
Bentuk umum dari cumi-cumi adalah
tubuhnya berbentuk skoci bila berenang dalam air, dimna bagian ventral terletak
di bagian enterior (Roper dkk 1984). Kaki cumi-cumi (loligo sp) ada 10 jerat, dimana 8 jerat berfungsi sebagai tangan
dan 2 jerat berfungsi sebagai tentakel. Cumi-cumi dalam melindungi tubuhnya
dari serangan musuh atau predator dilakukan dengan merubah warnah
tubuhnya,dimana kadang-kadang berwarnah putih kebiruan, bintik-bintik merah dan
coklat, serta bila diserang akan mengeluarkan cairan atau tinta berwarnah
hitam, untuk mengaburkan serangan musuhnya (Barnes, 1874, Rahardjo dan Bangen, 1984).
Siklus cumi-cumi sering juga ditemukan mulai dari perairan pantai yang
dangkal sampai perairan yang agak dalam yaitu perairan Atlantik, sepanjang
pantai Eropa, pantai Barat lautan Pasifik dan lautan Indonesia (Bakrie 1985).
Penyebaran cumi-cumi di Indonesia ditemukan pada semua perairan, seperti laut Jawa,
selat Makassar,laut Maluku, laut Seram, laut Flores, perairan Morowali Sulawesi
Tengah dan laut Arafuru (Hamsiah, 1990).
Respon cumi-cumi terhadap warna
Perbedaan warna mata pancing mampu memberikan pengaruh
yang berbeda pula pada hasil tangkapan, karena semakin besar panjang gelombang
dari suatu warna maka akan semakin besar cahaya yang dipantulkannya. Dari
proses timbulnya persepsi terhadap suatu warna tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa
factor yang terpenting adalah kemampuan memantulkan sinar dari warna benda yang
disinari tersebut, disamping besarnya radian energi yang dihasilkan oleh sumber
cahaya. Maka dari penelitian ini akan di cari salah satu warna yang terbaik,
dari ketiga warna yang terpilih merah,hijau dan biru.
(Wibowo B. H, 1991)
Alat tangkap cumi-cumi
Umumnya Beberapa jenis alat tangkap cumi-cumi yang
terdapat di perairan Morowali yaitu Payang, bagan rambo, pole and line dan hand line
semua jenis alat penangkapan cumi-cumi tersebut meiliki kontruksi yang
berbeda-beda tetapi memiliki alat bantu pemikat yang sama yaitu energi cahaya
untuk menarik perhatian cumi-cumi untuk berkumpul, sebagai mana cumi-cumi
memiliki sifat Phototaxis yaitu
tertarik pada semua jenis cahaya.
Pancing cumi-cumi hand line adalah pancing yang mempunyai
bentuk atau kontruksi yang khusus yang berlainan dengan bentuk-bentuk pancing
lainnya. Bentuk pancing cumi-cumi ini seperti cakar keliling dan
bertingkat-tingkat. Pada bagian atas pancing dan demikian juga di bagian
bawahnya di beri lubang (mata) yang gunanya untuk mengikatkan tali pancing.
Pancing cumi-cumi ini diikat secara berantai dalam satu utas tali yang di
hubungkan melalui lubang bagian atas dan bawah pancing. Pancing cumi-cumi ini
biasanya digulung pada suatu gelok atau gulungan kayu yang dimodifikasi oleh
nelayan sesuai kenyaman mereka pada saat menggulung, umumnya berbentuk elips
atau lingkaran yang digulung atau diulur secara manual.
Pancing (jigs) terdiri dari
badan/batang (stem) plastik yang berwarna
dengan panjang sekitar 6 cm dan dilengkapi dengan dua lingkaran kait (rings of hooks) yang masing-masing
berjumlah 16 kait. Warna batang pancing yang dijual dipasaran terdiri dari
warna orange,
biru tua, biru langit, hujau, putih, kuning dan merah.
Adapun jenis-jenis umpan udang buatan
yang umum nya ada dipasaran.
Mata Pancing (jigs) tersebut
dirangkaikan dengan tali nylon monofilament.
Jarak antara mata pancing yang biasa digunakan nelayan Jepang adalah 30 cm
(Benyami, M.1976). sedangkan menurut Jameson, JP (1979) nelayan Austaralia
biasa menggunakan jarak mata pancing 100 cm. Rangkaian pancing tersebut akan
digulung oleh penggulung kayu berbentuk elips
secara manual
2.1 Metode pengoprasian
Pengoprasian pancing cumi (hand line) memerlukan perahu atau kapal
yang selalu bergerak di depan gerombolan cumi sasaran, dengan menggunakan
bantuan cahaya untuk memfokuskan sasaran tepat di sekitar kapal. Sebelum melakukan pengoprasian terlebih dahulu menentukan wilayah fishing ground cumi-cumi, maka dilakukan
pendekatan yang berdasarkan pada pengalaman teknis nelayan cumi-cumi setempat, dimana mereka biasanya melakukan
pemancingan cumi-cumi di wilayah
sekitar tempat nelayan menurunkan atraktor pemikat cumi-cumi
untuk bertelur di perairan Pulau Salabangka,
yang berjarak dari fishing base
antara 1,5 km – 2 km dari pesisir pantai Pulau Salabangka.
Pertama-tama memasang lampu fokus Petromaks disudut masing-masing kapal,
untuk menarik perhatian cumi naik ke permukaan perairan setelah itu menyiapkan
alat tangkap yang telah digulung pada kayu yang berbentuk elips dengan umpan udang buatan yang telah di ikat pada senar
pancing. Setelah itu dilakukan pelemparan umpan buatan sejauh mungkin sesuai
dengan kekuatan pemancing, setelah itu di ulur dengan sentakan-sentakan halus sedikit-demi
sedikit dengan menggulung senar pada sebuah gelok kayu yang telah dimodifikasi
sesuai dengan kenyaman masing-masing nelayan. didalam perairan pancing tersebut
bergerak keatas melewati gerombolan cumi-cumi yang berada di sekitar pancing, cumi-cumi yang sudah terkait pancing akan terangkat keatas
dan terus di tarik keatas permukaan sampai kekapal dan Begitu seterusnya.. (Wibowo B. H, 1991).
Sampai saat ini, seluruh produksi cumi-cumi
di Indonesia berasal dari hasil tangkapan di alam. Hal ini berarti bahwa
produksi yang berasal dari pembudidayaan belum ada. Jika hanya mengandalkan
usaha dari hasil penangkapan semata, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat akan
terjadi over fishing. Melihat kondisi demikian, maka usaha penangkapan perlu
dibarengi dengan kegiatan lainnya yang dapat mendukung peningkatan populasi
cumi-cumi tersebut.
Di samping aspek pembudidayaan, salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk peningkatan populasi adalah melalui rekayasa
daerah pemijahan cumi-cumi dengan melakukan penempatan rumpon dasar (atraktor)
di perairan pantai untuk menarik cumi-cumi meletakkan telurnya pada atraktor
tersebut. Teknik ini didasarkan pada pemanfaatan tingkah laku cumi-cumi
yang "senang" meletakkan/mengaitkan telurnya bergelantungan pada
benda-benda tertentu di dasar perairan. Penelitian bersama tentang
pengembangan teknik dan metode stok enhancement cumi-cumi dengan menggunakan
berbagai rancangan dan konstruksi rumpon dasar (atraktor) diusulkan untuk
dilakukan dalam 2 (dua) tahun, melibatkan Pusat Riset Perikanan Tangkap,
BRKP-DKP dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
3. Daerah
penangkapan
Penyebaran cumi-cumi hampir di seluruh laut di dunia ini
, mulai dari pantai sampai laut lepas dan mulai permukaan sampai kedalaman
beberapa ribu meter (Hamabe, M et al. 1982). Pendapat ini di dukung oleh
Hickman,p (1973) bahwa cumi-cumi yang aktif banyak di temukan di laut terbuka
(the open sea). Spesies loligo spp. termasuk cumi-cumi neritic (neritic
squids). yaitu hidup di daerah parairan di atas continental shelf. Cumi-cumi
neritic mempunyai ciri-ciri yaitu melakukan pergerakan di urnal. Selain itu
cumi-cumi juga melakukan migrasi musiman untuk mencari makanan dan bertelur.
Adapun wilayah fishing ground yang telah ditentukan yaitu
diwilayah dimana nelayan Pulau Salabangka menurunkan atraktor cumi-cumi, yaitu
sebagai bahan pemikat cumi-cumi untuk bertelur, dengan kedalaman perairan
antara 15 sampai dengan 30 meter dengan jarak tempuh dari fishing base ke
wilayah fishing ground yaitu 10 menit saja. Umumnya masyarakat nelayan Pulau
Salabangka hampir setiap tahunya menurunkan atraktor baru antara 3 sampai 5
buah atraktor sebagai pengganti kerusakan atraktor didasar perairan, sehingga
cumi yang telah menetap tidak lari atau berpindah dari titik DPL yang telah di
tentukan oleh nelayan setempat yaitu disekitar terumbu karang tepatnya
diwilayah berpasir antara perbatasan terumbu karang dan pasir (sand), Kegiatan
ini merupakan Program Desa tahunan yang disebut PTDN atau program tahunan desa
nelayan Pulau Salabangka.
Parameter oseanografi pada daerah penagkapan sangat
berpengaruh pada faktor pertumbuhan dan perkembang biakan cumi-cumi diwilayah
perairan Morowali, sebab dengan Parameter yang dilakukan yaitu mengukur keadaan
suhu perairan, mengukur salinitas air laut, serta mengukur kecepatan arus dapat
mengetahui tingkat penyebaran cumi-cumi serta waktu percepatan bertelur dan
laju pertumbuhan cumi-cumi, karna semua itu termaksud salah satu faktor
pendukung, dengan data oseanografi yang akan diambil dari data sekunder
khususnya wilayah Kabupaten Morowali.
0 comments:
Post a Comment