Sunday, January 2, 2011

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus)

January 02, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment


Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar  di  Indonesia.  Di  Jawa  Barat  ikan  baung  dikenal  dengan  nama  tagih, senggal atau singgah, di Jawa Tengah, tageh, di Jakarta dan Malaysia, bawon, di Serawak, baon, di Kalimantan Tengah, niken, siken, tiken, bato, baung putih, kendinya dan di Sumatra, baong. Tekstur dagingnya

a berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari masyarakat.
Ikan baung adalah ikan asli Indonesia. Ikan ini banyak hidup di air tawar. Daerah yang paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Karena itu, ikan baung banyak ditemukan di rawa-rawa, danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainnya. Meski begitu, ikan baung tetap memerlukan oksigen yang tinggi untuk kehidupannya.
Ikan baung tumbuh dan berkembang di perairan tropis. Daya adaftasinya tergolong rendah, kurang tahan terhadap perubahan lingkungan, dan serangan penyakit. Ketidaktahanan pda keduanya terutama terjadi pada fase benih yaitu dari ukuran 0,5 – 2 cm. I
kan baung dapat hidup pada ketinggian sampai 1.000 m di atas permukaan laut, hidup baik pada suhu antara 24 – 29 O C, derajat keasaman(pH) antara 6,5 – 8, kandungan oksigen minimal 4 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk.
Di Sumatra, ikan baung banyak ditemukan di Danau Toba, tetapi populasinya terus berkuang, karenba danya penangkapan yang tidak selektif. Di Danau tondano Sulawesi, ikan baung juga banyak ditemukan, tetapi jumlahnya sudah sangat sedikit. Demikian juga dengan danau-danau, dan rawa-rawa lain yang ada diseluruh Indonesia.
Di Jawa Barat, ikan baung banyak ditemukan di tiga waduk besar, yaitu Waduk Jatiluhur, Saguling danm Cirata. Populasi ikan baung di ketiga waduk itu cukup tinggi, mengingat keadaan perairan yang sesuai dengan habitat hidupnya. Bagio masyarakat sekitar waduk, ikan baung telah menjadi salah satu ikan tangkapan yang dapat menjadi sumber kehidupan.
Selain di danau, rawa dan waduk, ikan baung juga sering ditemukan di sungai-sungai. Tentu saja bukan sungai yang berair deras, tetapi sungai yang arus airnya lambat. Menurut Sriyusanti (2002, ikan baung banyak ditemukan di sungai-sungai di Propinsi Riau. Selain di sana, ikan baung juga banyak ditemukan di sungai lain di seluruh Indonesia.
Ikan baung termasuk ikan yang penyebarannya cukup luas. Selain di Indonesia, ikan baung juga banyak ditemukan di Hindia Timur, yang meliputi Malaya, Indocina, Singapura dan Thailand (Smith, 1945; Bleeke et al., 1965 dalam Solih, 1987). Menurut Sriyusanti, selain di Benua Asia, ikan baung juga banyak ditemukan di Benua Afrika.Sebelumnya produksi ikan baung mengandalkan hasil penangkapan di alam. Selain  jumlah  dan  ukurannya  tidak  menentu,  terjadi  penurunan  kemampuan alam  untuk  memenuhi  kebutuhan  konsumsi  yang  semakin  meningkat.  Pada tahun 1998, BBPBAT Sukabumi berhasil melakukan pemijahan buatan ikan baung mulai dipijahkan secara buatan di sejak tahun 1998. Dengan dikuasai teknik pemijahan ikan baung diharapkan usaha pembudidayaannya akan berkembang sehingga produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
BIOLOGI
Phylum            : Chordata
Class                : Pisces
Sub Class        : Teleostei
Ordo                : Ostariophysi
Sub Ordo        : Siluridae
Family             : Bagridae
Genus              : Mystus
Species            : Mystus nemurus
Ikan baung memiliki kumis atau sungut yang panjangnya mencapai mata, badannya tidak bersisik, mempunyai sirip dada dan sirip lemak yang besar, mulutnya melengkung, berwarna coklat kehijauan, hidup di dasar perairan dan bersifat omnivora.
Ciri-ciri induk jantan dan betina :
Induk betina : tubuh lebih pendek, mempunyai dua buah lubang kelamin yang bentuknya bulat.
Iduk jantan : tubuh lebih panjang, mempunyai satu buah lubang kelamin yang bentuknya panjang.
Ikan baung mengalami enam fase kehidupan, sama dengan ikan mas dan ikan-ikan lainnya. Bila fase ini dimulai dari telur, sikulus ikan baung adalah telur, larva, benih, konsumsi, calon induk dan induk. Inilah pendapat para ahli tentang siklus hidup ikan gurami. Pendapat ini mungkin bisa dijadikan sebagai referensi.

Masa kematangan jantan dan betina ikan baung berbeda. Ikan jantan lebih cepat matang gonad dari betina, dan mulai matang pada umur 10 bulan, yaitu berukuran 100 gram. Sedangkan betina mulai matang gonad pada umu 12 bulan, dengan ukuran yang sama

Menurut Alawi, et al., (1992) dalam Aftalacha (202) induk betina yang berukuran 250 – 634 gram dapat menghasilkan telur (ovulasi) antara 50.000 – 150.000 butir, tetapi fekunditasnya antara 1.395 – 160.000 butir, dengan rata 60.000 butir setiap kilogramnya.

Menurut Hardjamulia dan Suhenda (2000) ikan baung dapat memijah sepanjang tahun, tanpa mengenal musim. Pemijahan ikan baung secara alami masih sulit dilakukan (Djajadireja, 1977). Pemijahan hanya bisa dilakukan dengan cara buatan, yaitu dengan menyuntikan ovaprim, kemudian dilakukan pengurutan (streefing).

Telur-telur ikan baung juga bersifat adhesif atau melekat pada benda-benda yang ada di perairan. Menurut Woynarovich dan Hovarth (1980), sifat adhesif pada telur disebabkan oleh adanya lapisan glukoprotein. Lapisan itulah yang menyebabkan telur-telur melekat pada setiap benda dalam air. Lapisan itu pula yang menyebabkan antara telur yang satu dengan telur lainnya menempel.

Keadaan itu menyebabkan terjadi kekuarangan oksigen pada bagian tengahnya. Inilah salah masalah dalam penetasan telur ikan baung yang menjadikan daya tetas telr ikan baung menjadi rendah. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk menghialngakan daya lekat telur itu, diantaranya dengan menggunakan larutan susu dan tanin.

Menurut Hardja mulia dan Suhenda (2000) telur baung umumnya berwarna coklat dan bersifat lekat jika kontak dengan air. Diameter telur antara 1,35 – 1,63 mm dan memiliki berat antara 1,24 – 1,46 mg. Bagian luar telur dilapisi chorion. Bagian kedua dilapisi viteline, dan ketiga dilapisi oleh plasma. Pada chorion terdapat sebuah mikrofil, yaitu sebuah lubang masuknya sperma ke dalam telur sewaktu pembuahan (Effendi, 1977).
Dalam kondisi yang baik, yaitu pada suhu 24 – 28 O C dan oksigen minimal 4 ppm, telur akan menetas dalam waktu 28 jam (Arifin (1987) dalam Arifin (1999). Selama penetasan, dalam telur terjadi beberapa kali pembelahan sel. Menurut Lagler et al., (1962) dalam Fajar (1999) ada 5 tahapan dalam perkembangan telur menjadi embryo, yaitu impregnation, fertilization.
Selanjutnya larva akan menjadi benih, dan dipelihara di kolam-kolam. Untuk mencapai ukuran 1 – 2 cm pada umumnya dibutuhkan waktu selama sebulan, ukuran 3 – 5 cm dibutuhkan waktu 2 bulan, ukuran 5 – 8 cm dibutuhkan waktu selama 3 bulan, dan ukuran 10 cm – 12 dibutuhkan waktu selama 5 bulan. Selanjutnya benih dipelihara ditempat pembesaran hingga menjadi konsumsi selama 6 bulan dari benih, dan menjadi calon induk dipelihara lagi sela tiga bulan.PEMBENIHAN Pematangan Gonad
Pematangan gonad dilakukan di kolam beraliran air yang kontinyu dengan kepadatan 0,2–0,5 kg/m², diberi pakan berupa pelet sebanyak 3-4% per hari dari bobot tubuhnya.
Seleksi Induk
Seleksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan. Induk betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan lembut, bila diurut telur yang keluar bentuknya bulat utuh berwarna kecoklatan. Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya agak kemerahan.
Penyuntikan
Induk betina disuntik Ovaprim™ dengan dosis sebanyak 0,6 ml/kg dan jantan 0,2 ml/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu 8–10 jam. Setiap penyuntikan sebanyak 1/2 dosis total. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung.
Pemijahan/Pengurutan
Apabila dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan dalm bak yang  sudah  diberikan ijuk  dan  biarkan  memijah  sendiri. Apabika akan diurut, maka pengurutan dilakukan 6–8 jam setelah penyuntikan II.
Langkah pertama adalah menyiapkan sperma : ambil kantong sperma dari induk dengan membedah sperma perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas yang sudah diisi NaCl 0,9% sebanyak 1/2 bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer.
Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut ke arah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur ditampung dalam mangkuk yang bersih dan kering. Masukan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Agar menjadi pembuahan tambahkan air bersih dan aduklah sampai merata sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur  dari  darah  dan  kotoran  lainnya,  tambahkan  lagi  air  bersih  kemudian dibuang. Lakukan pembilasan 2–3 kali agar bersih.
Telur yang sudah bersih dimasukkan kedalam akuarium penetesan yang sudah diisi air. Cara memasukkan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan ke seluruh permukaan akuarium sampai merata. Dalam 36 jam telur akan menetes dan larva yang dihasilkan dipindahkan ke akuarium pemeliharaan larva. Setelah berumur dua hari, larva diberi makan kutu air (Moina sp atau Daphnia sp) atau cacing sutra (Tubifex sp) yang telah dicincang. Setelah berumur empat hari larva diberi makan cacing sutra hingga berumur tujuh hari.
Pendederan
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor ke dalam tong, kemudian disebarkan ke seluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 50gr/m².
Pemupukan menggunakan kotoran ayam yang sudah dikeringkan dengan dosis
500 – 1.000 gr/m². Kolam diisi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari disemprot dengan insektisida organophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 ekor/m².
Pendederan 1 dilakukan selama 14 hari, pendederan II selam 30 hari. Pakan diberikan setiap hari berupa tepung pelet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.
PENCEGAHAN PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang  ikan  baung  adalah  Ichthyopthirius  multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m³ setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.


1 comment:

  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan OKSIGEN UP KRISTAL untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    ReplyDelete