PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki keunggulan yang
menguntungkan. Pertumbuhan yang sangat cepat, mudah dipelihara, tahan terhadap
kondisi air yang buruk, memiliki nilai gizi, dan nilai ekonomis yang cukup
tinggi (Sumiarti, 2000). Ikan nila (O. niloticus) sudah lama dikenal oleh
masyarakat luas sebagai ikan konsumsi, mengandung nutrisi yang hampir sama
dengan jenis ikan air tawar lainnya. Nila merupakan ikan yang banyak diminati
masyarakat sebagai sumber protein hewani dengan kandungan gizi 17,7% protein
dan 1,3% lemak (Rukmana, 1997 dalam Sumiarti, 2000). Ikan nila mulai dikembangkan
di masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan komoditi perikanan dan pemenuhan
kebutuhan protein hewani. Potensi pasar ikan nila termasuk cukup prospektif.
Permintaan pasar internasional ikan nila mencapai 200.000 ton/tahun (Sumiarti,
2000). Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut maka budidaya nila dilakukan
secara intensif dengan padat penebaran yang tinggi serta pemberian pakan yang
berlebihan. Kondisi tersebut dapat memicu timbulnya berbagai penyakit yang
disebabkan oleh bakteri patogen.
Penyakit yang banyak
menginfeksi ikan nila adalah Streptoccocosis yang disebabkan oleh bakteri S.
agalactiae (Chang & Plumb, 1996). Streptococcosis akibat infeksi
Streptococcus merupakan penyakit pada tilapia yang biasa dihadapi petani ikan
dalam usaha budidaya dan dapat menyebabkan kematian ikan yang tinggi (Baya et
al., 1990).
Berbagai cara telah
berhasil dilakukan untuk mengendalikan infeksi bakterial pada ikan baik secara
kuratif (pengobatan) maupun preventif (pencegahan). Penggunaan antibiotik dan
bahan kimia dapat digunakan untuk menanggulangi infeksi bakterial, Namun, dalam
penggunaan zat kimia tersebut dapat menimbulkan resistensi pada ikan dan juga
dapat membahayakan manusia sebagai konsumen. Saat ini telah banyak dikembangkan
metode lain yang lebih aman dan efektif, salah satunya adalah dengan penggunaan
probiotik. Probiotik adalah agen mikroba hidup yang mampu memberikan keuntungan
bagi inang yakni dengan memodifikasi komunitas mikroba atau berasosiasi dengan
inang, memperbaiki nilai nutrisi, dan pemanfaatan pakan, meningkatkan respons
inang terhadap penyakit, dan memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et
al., 2000).
Bacillus cereus
merupakan bakteri probiotik yang diisolasi dari usus ikan nila (Lusiastuti et
al., 2011). Short et al. (1999) mengemukakan bahwa kriteria yang perlu
dipertimbangkan untuk mendapatkan probiotik dengan pengaruh positif yang
optimal bagi inangnya antara lain memiliki jumlah sel hidup dengan kepadatan
107-109 CFU/mL. Namun, sejauh ini belum ada informasi mengenai dosis probiotik
B. cereus yang efektif dan dapat meningkatkan ketahanan pada benih ikan nila.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan dosis yang tepat dari
probiotik B. cereus yang diaplikasikan lewat pakan terhadap ketahanan benih
ikan nila yang diinfeksi oleh S. agalactiae.
BAHAN DAN METODE
Ikan uji yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benih ikan nila BEST dengan bobot 15-20 g sebanyak 800 ekor berasal dari kolam
pembenihan nila di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi,
Cibalagung. Ikan dipelihara dalam akuarium dengan kepadatan 10 ekor/akuarium.
Ukuran ikan 6-7 cm dan volume air 20 liter. Probiotik yang digunakan adalah B.
cereus yang diisolasi dari usus ikan nila, yang dicampur dengan pakan komersial
sebesar 1% (1 g probiotik/100 g pakan) (Wang et al., 2008), 2% prebiotik berupa
tepung ubi jalar (2 g tepung/100 g pakan) dicampurkan dengan 1% probiotik B.
cereus dalam pakan komersial (sinbiotik) (Mahious et al., 2006). Pakan
komersial berupa pelet terapung dengan kadar protein 31%-33%.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap yang
terdiri atas 4 perlakuan dan 3 kali pengulangan yaitu:
A = Pemberian pakan tanpa penambahan
probiotik dan prebiotik (kontrol)
B = Pemberian pakan dengan penambahan
probiotik B. cereus sebesar 1% (1 g/100 g pakan (Wang et al., 2008)
C = Pemberian pakan dengan penambahan
prebiotik sebesar 2% (2 g/100 g pakan)
D = Pemberian pakan dengan penambahan
sinbiotik (1% probiotik + 2% prebiotik)
Penyiapan dan
Pencampuran Probiotik B. cereus dalam Pakan
Satu ose B. cereus
dimasukkan ke dalam media TSB volume 25 mL selanjutnya dikultur pada shaker
bergoyang selama 24 jam pada suhu 29oC. Bakteri dipanen dan disentrifus selama
15 menit pada kecepatan 5.000 rpm. Endapan (pelet) ditambahkan 25 mL PBS dan
di-mixer. Kemudian disentrifus lagi selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm.
Perlakuan ini dilakukan sampai dua kali sehingga B. cereus siap digunakan.
Pakan komersial disiapkan sebanyak 10 g dan B. cereus dilarutkan dalam PBS (1%
dari 10 g pakan) yaitu 0,1 g atau 0,1 mL probiotik dan kuning telur (2% dari 10
g pakan) yaitu 0,2 g. Kuning telur 0,2 g; B. cereus 0,1 mL; dan pakan komersial
sebanyak 10 g dicampur ke dalam mortar dan diaduk sampai merata. Penyiapan ini
untuk satu akuarium. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk 3 akuarium dengan
perlakuan penambahan probiotik.
Penyiapan dan
Pencampuran Prebiotik Tepung Ubi Jalar dan Probiotik (Sinbiotik)
Tepung ubi jalar
sebanyak 50 g dilarutkan dalam 500 mL alkohol 70% dalam erlenmeyer.
Dihomogenkan dengan magnetic stirrer selama 24 jam lalu disaring dengan kertas
saring (Whatman No. 41). Hasil saringan dipekatkan dengan evaporator vaccum
selama 1 jam. Prebiotik siap dipakai dan dicampurkan dalam pakan. Kuning telur
sebanyak 0,2 g dicampur prebiotik tepung ubi jalar 0,2 mL dan B. cereus 0,1 mL;
serta pakan komersial 10 g dimasukkan ke dalam mortar dan dicampur merata. Hal
ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk 3
akuarium perlakuan dengan penambahan sinbiotik.
Penyiponan dasar wadah
pemeliharaan ikan dilakukan setiap 2 hari sekali untuk membuang sisa pakan dan
feses. Penggantian air media sebesar 20% dari total volume air media
pemeliharaan pada waktu dilakukan penyiponan. Pengujian kualitas air dilakukan
pada awal (hari ke-1), hari ke-7, dan hari ke-14 selama masa pemeliharaan.
Uji Tantang
Setelah dilakukan masa
pemeliharaan selama 14 hari, pada hari ke-15 dilakukan uji tantang terhadap
benih ikan nila. Infeksi buatan dilakukan melalui teknik penyuntikan secara
intramuscular (IM) dengan dosis S. agalactiae 0,1 mL/ekor pada konsentrasi 105
CFU/mL yang merupakan dosis LD50 (Taukhid, 2009) . Pengamatan dilakukan setiap
6 jam/hari pada pukul 08.00, pukul 14.00, dan pukul 20.00 , terhadap gejala
klinis dan sintasan (SR ) benih ikan nila hingga hari ke-14 setelah proses
infeksi. Pengamatan dihentikan manakala ikan uji mati secara keseluruhan
meskipun belum mencapai 14 hari. Pada masa uji tantang, tidak dilakukan penyiponan
agar bakteri S. agalactiae tidak terbuang bersama air yang diganti. Pemberian
pakan dilakukan seperti pada masa pemeliharaan ikan sebelum uji tantang.
Parameter yang diamati
adalah gejala klinis dari efek penggunaan probiotik dan uji tantang, differensial
leukosit, dan indeks fagositosis.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang
diamati adalah kerusakan permukaan tubuh (gejala klinis eksternal) dan tingkah
laku ikan yang mencakup respons terhadap pakan uji. Pengamatan tersebut
dilakukan saat uji tantang sampai akhir penelitian.
Differensial Leukosit
Pengamatan differensial
leukosit dilakukan sebanyak tiga kali sampling yaitu sebelum pemberian
probiotik, pasca pemberian probiotik B. cereus, dan pada hari ke-7 setelah uji
tantang. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perubahan jumlah total leukosit
yang berkaitan dengan respons kekebalan tubuh ikan pada saat pemberian
probiotik dan setelah uji tantang.
Indeks Fagositosis
Pengamatan indeks
fagositosis dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum pemberian probiotik,
saat pemberian probiotik B. cereus dan pada hari ke-7 dan ke-14 setelah uji
tantang. Pengamatan pada saat perlakuan B. cereus untuk mengetahui peningkatan
sel fagosit, dan pengamatan pada setelah uji tantang untuk mengetahui kemampuan
leukosit dalam melakukan mekanisme fagositosis saat diinjeksi S. agalactiae.
Analisis Data
Pengaruh perlakuan
terhadap tingkat sintasan pada ikan uji dianalisis dengan analisis sidik ragam
dengan uji F, apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan dianalisis
dengan uji jarak Duncan dengan taraf 5% (Gasperz et al., 1991) dan untuk
mengetahui hubungan masing-masing perlakuan dengan sintasan dianalisis dengan
analisis regresi. Adapun hasil pengamatan gejala klinis, differensial leukosit,
indeks fagositosis, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN BAHASAN
Sintasan
Rata-rata tingkat
sintasan ikan uji sebelum dilakukan uji tantang dengan S. agalactiae, pada 4
perlakuan selama dua minggu pengamatan adalah sebesar 99%-100%.
Hasil pengamatan
setelah dilakukan uji tantang dengan S. agalactiae pada ikan nila, rata-rata
tingkat sintasan ikan uji selama dua minggu pengamatan menunjukkan hasil yang
bervariasi pada setiap perlakuan. Rata-rata sintasan ikan nila setelah diuji
tantang dengan S. agalactiae sebesar 48,33%-70,00 %.
Selama masa
pemeliharaan 7 hari setelah diinfeksi S. agalactiae, perlakuan kontrol (A)
menunjukkan persentase rata-rata sintasan paling rendah, yaitu sebesar 48,33%
(Gambar 1). Pada ikan uji dengan penambahan probiotik B. cereus (B) dalam
pakan, penambahan prebiotik ekstrak tepung ubi jalar 2% (C) dan sinbiotik (D)
memperlihatkan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan kontrol
(A). Perlakuan dengan tambahan sinbiotik yaitu campuran antara probiotik
sebanyak 1% dan prebiotik sebanyak 2% (D) memberikan mortalitas terendah di
antara perlakuan yang lainnya, sehingga memberikan sintasan tertinggi yaitu
sebesar 70,00%.
Perlakuan (Treatments)
Gambar 1. Sintasan ikan
nila (O. niloticus) setelah uji tantang pada pemberian probiotik dari setiap perlakuan
Figure 1. The survival
rate of tilapia (O. niloticus) after
challenge test on each treatment
Sintasan ikan nila yang
tidak diberi perlakuan (A) menghasilkan sintasan paling rendah (48,33%) setelah
diuji tantang dengan S. agalactiae. Kondisi ini memperlihatkan ketahanan ikan
nila yang rendah terhadap serangan S. agalactiae. Kemungkinan hal ini terjadi
karena ketahanan ikan tidak distimulasi oleh probiotik yang berperan sebagai
immunostimulan, sehingga dalam mempertahankan serangan S. agalactiae ikan nila
hanya menggunakan pertahanan alami dalam kondisi normal sehingga tidak mampu
dalam mempertahankan serangan S. agalactiae yang lebih kuat.
Berdasarkan hasil
pengamatan terlihat bahwa ikan dengan perlakuan penambahan sinbiotik (D) paling
baik dan tepat dalam menanggulangi infeksi S. agalactiae dengan nilai sintasan
tertinggi sebesar 70,00% dan kadar neutrofil tertinggi yaitu 31,5%. Berdasarkan
perhitungan analisis ragam disimpulkan bahwa penambahan sinbiotik berbeda
terhadap ikan perlakuan kontrol (A) namun tidak berpengaruh terhadap ikan uji
dengan perlakuan penambahan probiotik B. cereus 1% (B) dan ikan dengan
penambahan prebiotik ekstrak tepung ubi jalar 2% (C). Maka pemberian sinbiotik
ini dinilai efektif penggunaannya dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Differensial Leukosit
Persentase jenis-jenis
leukosit yang berperan dalam sistem ketahanan tubuh yaitu limfosit, monosit,
dan neutrofil (Gambar 2). Tiga jenis sel ini merupakan bentuk dari leukosit
yang berperan dalam merespons kekebalan terhadap antigen (partikel asing) dalam
darah.
Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap differensial leukosit ikan uji selama masa pengamatan
setelah uji tantang (Tabel 1),
proporsi jumlah
limfosit menunjukkan jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah
monosit dan neutrofil. Namun, setelah dilakukan penginfeksian terhadap ikan uji
dengan S. agalactiae didapatkan peningkatan jumlah proporsi neutrofil yang
menunjukkan bahwa ikan uji terserang S. agalactiae. Peningkatan jumlah
neutrofil diasumsikan menjadi respons terhadap bakteri merugikan yang masuk dan
menyerang tubuh ikan uji. Neutrofil berperan dalam merespons infeksi yang
diakibatkan oleh bakteri sehingga persentasenya akan meningkat (Purwanto,
2006).
Standar jumlah leukosit
ikan nila (O. niloticus) 3.390-14.200 /mm 3 dengan neutrofil 3,25%-8,40%;
eosinofil 2,40%-8 ,00%; limfosit
60,20%-81,00%; dan
monosit 7,75%-29,20 % (Salasia et al., 2001). Berdasarkan standar persentase
proporsi ikan nila maka dapat dilihat terjadi peningkatan proporsi jumlah
neutrofil ikan nila yang telah diberi perlakuan (selama masa induksi) dan
terjadi peningkatan yang tinggi pada saat dilakukan pengamatan setelah ikan
nila diuji tantang dengan S. agalactiae ( Tabel
2).
Ketahanan tubuh ikan
nila terhadap infeksi
S. agalactiae lebih
rendah pada perlakuan
Neutrofil (N), limfosit
(L), dan monosit (M) (Neutrofil (N), lymphosit (L), and monocyte (M))
Gambar 2. Gambaran sel
darah ikan nila (O. niloticus) pada perlakuan A sampai D
Figure 2. Blood cells
of tilapia (O. niloticus) after treated by different treatment and challenge
test
penambahan probiotik
(B) dan pada penambahan prebiotik (C) dilihat dari proporsi neutrofil yang
jumlahnya lebih rendah dibandingkan perlakuan penambahan sinbiotik ( D).
Penambahan probiotik ditambah dengan prebiotik dalam pakan (D) memberikan
sintasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini
diperkuat bahwa probiotik B. cereus yang dikombinasikan dengan prebiotik mampu
memicu ketahanan tubuh lebih baik yang terlihat dengan jumlah neutrofil yang
tinggi yaitu sebesar 31 ,5% ( Tabel 1). Hal ini disebabkan karena prebiotik
berfungsi sebagai sumber energi siap pakai dan tersedia di dalam saluran cerna sehingga
probiotik dapat bertahan lebih lama dan berfungsi serta bekerja secara
maksimal.
Pengamatan proporsi
limfosit dalam darah mengalami penurunan setelah dilakukan penginfeksian pada
ikan nila dengan S. agalactiae, baik pada perlakuan yang diberi penambahan
probiotik B. cereus dan prebiotik maupun kontrol. Proporsi limfosit menurun
karena antibodi digunakan untuk menyerang S. agalactiae, hal ini diduga karena
pada saat setelah diinfeksi bakteri terjadi aktivitas perlawanan dari leukosit
terhadap S. agalactiae. Peningkatan intensitas infeksi oleh patogen
Tabel 1. Persentase diferensial leukosit ikan
nila (O. niloticus)
Table 1. Differential leucocyt percentage of
tilapia (O. niloticus)
Parameter Parameters
|
Perlakuan
Treatments
|
|
Observation
|
|
S0
|
S1
|
S2
|
||
Limfosit
Lymphosit
|
A
B
C
D
|
72.0
|
61.5
62.5
61.0
62.0
|
51.5
49.0
47.5
48.0
|
Monosit
Monocyte
|
A
B
C
D
|
19.5
|
21.0
20.0
20.0
19.0
|
22.0
21.5
21.5
20.5
|
Neutrofil
Neutrofil
|
A
B
C
D
|
8.5
|
17.5
17.5
19.0
19.0
|
26.5
29.5
31.0
31.5
|
Keterangan (Remark):
S0 = Sebelum perlakuan
(Before treatment); S1 = Setelah perlakuan (After treatment); S2 = Pasca uji
tantang minggu ke-2 (After challenge test on week 2)
tertentu akan memicu
peningkatan kebutuhan leukosit dan peningkatan kebutuhan tersebut mengakibatkan
adanya pengurangan jumlah sel agen penyedia zat kebal tubuh yaitu limfosit
(Herlina, 2007).
Jumlah neutrofil
meningkat pada saat pengamatan pasca uji tantang minggu ke-2. Peningkatan
proporsi neutrofil ini berhubungan dengan respons melawan partikel asing yang
masuk. Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang bergerak cepat ke arah
bahan asing dan menghancurkannya (Tizard, 1988). Monosit masuk ke dalam
jaringan, berdiferensiasi menjadi makrofag sehingga jumlah monosit berfluktuasi
dalam darah. Kebutuhan monosit pada saat infeksi untuk memfagosit S. agalactiae
sangat diperlukan, sehingga jumlahnya akan meningkat supaya dapat melakukan
aktivitas perlawanan dalam mencukupi kebutuhan sel-sel fagosit. Persentase
monosit semua perlakuan pada masa pengamatan pasca uji tantang minggu ke-1
meningkat dengan persentase monosit berkisar 26,5%-31,5%. Proporsi monosit
dalam leukosit hanya sebesar 0,1% dan meningkat sekitar 38% dalam waktu singkat
bila terjadi infeksi (Lucky, 1977 dalam Herlina, 2007).
Sistem imun non
spesifik merupakan sistem pertahanan penting dan bersifat dasar bagi
invertebrata khususnya pada ikan. Probiotik di dalam penelitian dapat
memperbaiki parameter imunologi pada ikan nila, terutama dengan melihat
peningkatan pertumbuhan yang secara tidak langsung diakibatkan oleh peningkatan
respons imun. Hal ini sesuai dengan penelitian Wang et al. (2008) menggunakan
probiotik Enterococcus faecium pada ikan tilapia (Oreochromis niloticus) untuk
meningkatkan pertumbuhan dan respons imun dan ternyata komplemen, aktivitas
serum myeloperoksidase (MPO), serta aktivitas respiratory burst lebih tinggi
daripada ikan kontrol.
Indeks Fagosit
Leukosit merupakan
salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan nonspesifik yang
akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen melalui fagositosis (Anderson,
1992). Meningkatnya indeks fagositosis menunjukkan adanya peningkatan kekebalan
tubuh (Brown, 2000).
Berdasarkan hasil
pengamatan bahwa indeks fagositosis dalam darah ikan uji yang diberi penambahan
probiotik B. cereus ( B dan D) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol
(A) dan ikan dengan penambahan prebiotik (C) (Tabel 2). Penambahan prebiotik
akan menjadi makanan bagi probiotik dalam usus ikan sehingga nilai indeks
fagosit pada ikan dengan penambahan sinbiotik (D) juga tinggi. Meningkatnya
ketahanan tubuh dapat diketahui dengan meningkatnya aktivitas fagosit (Herlina,
2007). Maka terlihat dengan penambahan probiotik melalui pakan mampu
meningkatkan nilai indeks fagosit dan meningkatkan sistem imun yang akhirnya
nilai sintasan ikan pada perlakuan penambahan probiotik (B dan D) lebih tinggi
dibandingkan pada ikan kontrol (A) dan ikan dengan pakan yang ditambah
prebiotik saja (C) (Tabel 2).
Hal ini diduga karena
probiotik B. cereus masuk ke dalam tubuh ikan melalui pakan ini di dalam usus
terjadi kompetisi nutrien atau ruang antara probiotik dengan bakteri patogen.
Ikan pada perlakuan kontrol (A), sel fagositnya tidak bekerja dengan baik
sehingga ikan mudah sekali terinfeksi S. agalactiae, hal ini menyebabkan
sintasan ikan nila sangat rendah mencapai 48,33%.
Sel-sel fagosit ini
berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam
tubuh inang. Fagositosis
Gambar 3. Fagositosis
antigen oleh sel fagosit pasca uji tantang ( pembesaran 100x)
Figure 3. Antigen
phagocytosis by phagocyte cell post challenge test (100x magnificent)
merupakan mekanisme
pertahanan nonspesifik yang secara umum mampu melindungi adanya serangan
penyakit. Sel fagosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda
asing yang masuk ke dalam tubuh inang. Pola peningkatan persentase indeks
fagositik ini merupakan fungsi dari peningkatan total leukosit maupun
presentasi jenis leukosit masing-masing pada limfosit, monosit, dan neutrofil
(Herlina, 2007).
Tabel 2. Rata-rata
nilai fagositosis ikan uji
Table 2. Phagocytosis
average value of fish sample
Perlakuan Treatments
|
|
Rataan
nilai fagositosis Phagocytosis average
value (%)
|
||
S0
|
S1
|
S2
|
S3
|
|
A
B
C
D
|
9.9
|
15.5
30.5
20.0
51.5
|
20.5
50.5
41.0
60.5
|
30.5
65.5
52.0
70.0
|
Keterangan (Remark):
S0 = Sebelum perlakuan
(Before treatment); S1 = Setelah perlakuan (After treatment); S2 = Pengamatan
pasca uji tantang minggu 1 (Week 1 observation after challenge test); S3 =
Pengamatan pasca uji tantang minggu 2 (Week
2 observation after challenge test)
Indeks fagositosis
setelah uji tantang mengalami peningkatan baik pada ikan dengan perlakuan
penambahan probiotik dan prebiotik ( B, C, dan D) maupun kontrol (A).
Peningkatan
aktivitas fagositik
diduga karena adanya infeksi S. agalactiae yang menyebabkan beban kerja sel
fagositik menjadi lebih besar, sehingga kemampuan memfagositosis bakteri
mengalami peningkatan dan jumlah sel yang memfagosit mengalami peningkatan.
Gill & Martin (2002) menyatakan bahwa pada mamalia bakteri probiotik dapat
menstimulir respons imun melalui interaksi dengan sistem imun di dalam
pencernaan (usus). Mekanisme interaksi bakteri probiotik dan sistem imun dalam
usus terjadi pada bagian peyer”s patches yaitu bagian yang terletak di antara
vili-vili usus yang berbentuk oval dan di dalamnya kaya akan limfosit dan
makrofag. Bakteri probiotik akan dibawa menuju peyer’s patches yang kemudian
akan menstimulasi limfosit B membentuk IgM menjadi IgA dan menstimulasi
peningkatan jumlah sitokin (IL-4, IL-6, TGF-, dan TNF). Interaksi bakteri
probiotik juga akan menstimulasi sel T pembentuk sel Th yang akan mengaktifkan
makrofag untuk memusnahkan bakteri patogen. Sitokin, IgA, dan makrofag yang
diaktivasi oleh bakteri probiotik akan dibawa menuju nodus limfoid mesentrik
kemudian menuju ke seluruh jaringan.
Stimulasi respons imun
oleh bakteri probiotik di dalam saluran pencernaan ikan berbeda dengan mamalia
(Nayak, 2010). Ikan tidak memiliki peyer’s patches, tetapi terdapat sel yang
berfungsi sebagai sistem imun yaitu sel acidophilic granulocytes (AGs), sel
Ig+, sel T, makrofag, granulosit, dan IgM. Interaksi bakteri probiotik di dalam
saluran pencernaan dapat meningkatkan dan mengaktivasi sel-sel sistem imun
tersebut, kemudian akan masuk ke pembuluh darah dan terbawa ke jaringan untuk
meningkatkan respons di seluruh tubuh ikan.
Gejala Klinis
Pengamatan gejala
klinis ikan nila dilakukan setelah dilakukan uji tantang dengan S. agalactiae
dengan kepadatan 103 CFU/mL sebanyak 0,1 mL. Gejala klinis awal terlihat jelas
berupa melanosis, berenang terbalik (whirling) , dan mata mengalami
eksopthalmus lateral maupun bilateral pada ikan kontrol (A), ikan dengan
penambahan probiotik B. cereus (B), dan ikan dengan penambahan prebiotik (C),
sedangkan ikan pada perlakuan penambahan sinbiotik (D) tidak menunjukkan gejala
klinis. Penambahan sinbiotik menunjukkan kemampuan menahan serangan awal akibat
infeksi S. agalactiae. Pada 6 jam pertama sampai 24 jam penginfeksian, gejala
klinis yang timbul belum terlihat. Terjadinya proses penghambatan sementara ini
mengindikasikan bahwa dengan penambahan probiotik yang dikombinasi dengan
prebiotik dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan nila, serta menghambat
serangan S. agalactiae yang menginfeksi ikan nila sehingga dapat meningkatkan
sintasan ikan nila.
Kerusakan jaringan
tubuh pertama kali muncul setelah 36 jam penginfeksian S. agalactiae, yang
ditandai dengan gerak renang tubuh ikan yang abnormal dan sulit bernafas serta
terjadi perubahan pigmentasi tubuh ikan. Pada hari ke-2 sampai hari ke-11
setelah diuji tantang, ikan nila mulai timbul gejala klinis. Gejala klinis
terlihat jelas pada ikan kontrol (A) dibandingkan dengan perlakuan yang diberi
probiotik dan prebiotik (B, C, dan D). Kerusakan jaringan mata ikan nila ini
diduga akibat toksin yang dikeluarkan oleh S. agalactiae yang terbawa aliran
darah ke seluruh tubuh dan langsung menginfeksi jaringan mata ikan dan terjadi
eksopthalmia ( Gambar 4).
Pada hari ke-12 sampai
dengan ke-14 setelah penginfeksian kondisi ikan nila berangsur-angsur membaik,
hal ini terlihat dari respons makan ikan dan pergerakan renang ikan yang
kembali normal. Hal ini disebabkan karena sistem imun ikan terutama
non-spesifik mampu menanggulangi infeksi patogen di dalam tubuh. Probiotik
dapat membantu tubuh untuk meningkatkan kemampuan sistem imun non-spesifik
untuk aktif di dalam proses fagositosis patogen apalagi jika tersedia
prebiotik, maka peran probiotik menjadi lebih maksimal. Kualitas Air
Nilai parameter
kualitas air media pemeliharaan selama penelitian berada pada kisaran yang
sesuai untuk pemeliharaan ikan nila (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
penelitian yang diperoleh disebabkan adanya perbedaan perlakuan dan bukan
merupakan pengaruh dari kualitas air.
Selama penelitian
dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air yaitu: suhu, pH,
DO, dan NH3 . Pengamatan kualitas air digunakan sebagai parameter pendukung
selama penelitian. Pengamatan diuji pada awal penelitian, tengah, dan akhir
penelitian.
Gambar 4. Pendarahan
kornea dan eksopthalmia pada ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae
Figure 4. Cornea haemorrhagiae and exopthalmia
on O. niloticus infected because of S. agalactiae
Tabel 3. Nilai kualitas air media pemeliharaan
O. niloticus dengan perlakuan yang berbeda selama penelitian
Table 3. Value of water quality maintenance O.
niloticus cultured with different treatments
Standar optimum
Optimum standard 6.5-9
Boyd (1982) < 0.1 Cahyono
(2000) 14-35
Boyd (1982) Minimal 2 Boyd (1982)
The observation of
water quality values Perlakuan
Berdasarkan hasil
pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa nilai kualitas air
yang diperoleh berada dalam kisaran yang optimum untuk pertumbuhan ikan nila.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1982) dan Cahyono (2000). Berdasarkan hasil
pengukuran kualitas air memperlihatkan bahwa penambahan bakteri probiotik
Bacillus sp. yang dikombinasikan dengan ekstrak tepung ubi jalar (prebiotik) ke
dalam pakan komersial dapat mempertahankan ketahanan tubuh ikan dan menjaga
kualitas air media pemeliharaan ikan nila. Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa kualitas air masih dalam batas toleransi untuk budidaya ikan nila,
sehingga kematian ikan nila bukan akibat kualitas air yang tidak sesuai, tetapi
oleh aktivitas S. agalactiae.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 1% probiotik Bacillus cereus dan
prebiotik (ekstrak tepung ubi jalar) 2% (sinbiotik) ke dalam pakan komersial
dapat meningkatkan rata-rata sintasan ikan nila sebesar 70,00%; kadar neutrofil
19%; dan aktivitas fagosit sebesar 51,5% setelah diuji tantang dengan
Streptococcus agalactiae yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol,
probiotik, dan prebiotik saja dengan tingkat sintasan masing-masing 48,33%;
56,67%; dan 60%.
Saran
Perlu dilakukan uji
skala lapang penambahan 1% probiotik Bacillus cereus yang dicampur 2% prebiotik
ekstrak tepung ubi jalar (sinbiotik) ke dalam pakan komersial.
DAFTAR ACUAN
Anderson, D.P. 1992.
Fish Immunology. In Snieszko & H.R. Axelord (Eds.). Disease of Fishes. TFH
Publication. England, 185 pp.
Baya, A.M., Lupiani,
B., Hetrick, F.M., Robertson, B.S., Lucacovic, R., May, E., & Puokish, C.
1990. Association of Streptococcus sp. with mortalities in the Chesapeake bay
and it’s tributaries. J. of Fish Dis., 13: 251-253.
Boyd, C.E. 1982. Water
quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam, 319 pp.
Brown. 2000. Applied
Fish Pharmacology. Kluwer Academic Publisher. Netherland, 309 pp.
Cahyono, B. 2000.
Budidaya ikan air tawar (ikan gurami, ikan nila, ikan mas). Penerbit Kanisius.
Yogyakarta, 87 hlm.
Chang, P.H. &
Plumb, J.A. 1996. Histopatology of eksperimental Streptococcus sp. infection in
tilapia. Oreochromis niloticus (L.) and chanel catfish, Ichtalurus punctatus
(Rafinesque). J. of Fish Dis., 19: 235-241.
Gasperz, V. 1991.
Metode perancangan percobaan untuk ilmu-ilmu pertanian, Ilmuilmu Teknik dan
Biologi. Armico Bandung, 472 hlm.
Gill, H.S. &
Martin, L.C. 2002. Probiotic and immune function. In Calder, P.C., Catherine,
J.F., & Gill, H.S. (Eds.) Nutrition and Immune Function. Cabi Publishing,
105 pp.
Herlina, T. 2007.
Gambaran darah pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) yang terserang berbagai jenis
golongan penyakit berdasarkan analisis hematologi darah dan diferensiasi
leukosit. Stasiun Karantina Ikan Kelas II Bengkulu, 85 hlm.
Lusiastuti, A.M.,
Condro, A.H., Sumiati, T., Wijaya, A., & Sularto. 2011. Uji seleksi probion
anti Streptococcus agalactiae untuk formulasi sediaan monospesies dan
multispesies. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Jilid 2, Bali, 19-21
Juli 2011, hlm. 639647.
Mahious, A.S.,
Gatesoupe, F.J., Hervi, M., Metailler, R., & Ollevier, F. 2006. Effect of
dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot, Psetta
maxima. J. of Aquaculture International, 14(3): 219-229.
Nayak, S.K. 2010.
Probiotics and immunity: A fish perspective. J. Fish and Shellfish Immunology,
29: 2-14.
Purwanto, A. 2006.
Gambaran darah ikan mas (Cyprinus carpio) yang terinfeksi koi herpes virus.
Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. FPIK Institut
Pertanian Bogor, 26 hlm.
Salasia, S.I.O.,
Sulanjari, D., & Ratnawati, A. 2001. Studi hematologi ikan air tawar.
Biologi, 2(12): 710-723.
Short, S., Ouwehand,
A.C., & Salminen, S. 1999. Probiotics: mechanism and established effects.
Int. Dairy Journal, 9: 43-52.
Sumiarti, H. 2000.
Pengaruh antibiotik neomycin terhadap sintasan ikan nila gift dalam
menanggulangi Streptococciasis. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjajaran Bandung, 84 hlm.
Taukhid. 2009.
Efektivitas pemberian vaksin Streptococcus spp. pada benih ikan nila
(Oreochromis niloticus) melalui teknik perendaman untuk mencegah penyakit
Streptococciasis. Laporan Penelitian Hibah Penelitian bagi Peneliti dan Perekayasa
Departemen Kelautan dan Perikanan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar,
Pusat Riset Perikanan Budidaya, 33 hlm.
Tizard, I. 1988.
Pengantar imunologi veteriner. Edisi ke-2. Partodirejo, M. Hardjosworo, S.
Penerjemah: Surabaya, Airlangga University Press. Terjemahan dari: An
Introduction to Veterinary Immunology, 152 hlm.
Verschuere, L.,
Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacteria as
biological control agents in aquaculture. Microbiol. Mo. Biol. Rev., 64:
655-671.
Wang, Y.B., Tian, Z.Q.,
Yao, J.T., & Li, W.F. 2008. Effect of probiotics, Enterococcus faecium, on
tilapia (Oreochromis niloticus) growth
performance and immune response. Aquaculture, 277: 203-207.
Numpang ya bossku ^^
ReplyDeleteHANYA DI KENARI POKER BANYAK BONUSNYA BOSSKU
Bonus Welcome Untuk New Member:
- Bagi deposit Rp.10,000 - Rp.14,999 Bonus Rp.5.000
- Bagi deposit Rp.15,000 - Rp.24,999 Bonus Rp.10.000
- Bagi deposit Rp.25,000 - Rp.49,999 Bonus Rp.15.000
- Bagi deposit Rp.50,000 - Rp.99,999 Bonus Rp.20.000
- Bagi deposit Rp.100,000 ke atas Bonus Rp.25.000s
- Bonus next deposit 5% untuk deposit Rp.50.000
REAL PLAYER VS PLAYER !!!
Syarat Klaim bonus yaitu menghubungi CS kami di
WHATSAPP : +855966139323, +85585426330
BBM : KENARI00
LIVE CHAT : KENARIPOKER . COM
ALTERNATIVE LINK : KENARIPOKER . COM
Gampang dan Mudah di Akses !!!!
ReplyDeleteCukup Daftar Dengan Nomor Handphone
Anda Sudah Menjadi Member edensukses !!!
Agen Judi OnlineTerkini Dan Terpercaya
Promo Bonus New Member dan Member Tetap :
~ Bonus New Member Rp. 10,000,-
~ Bonus Rollingan full 0,5% untuk semua permainan
~ Bonus referral 10%
~ Bonus Special Kejutan Yang Bisa Kamu Dapat Dari Turnover kamu
Minimal deposit hanya 15 ribu
1 User ID Untuk Semua Jenis Permainan
- POKER , DOMINO , CEME , CEME KELILING , CAPSA , SUPER10 , OMAHAEDEN.
Deposit Via Pulsa :
- Telkomsel
- XL
- OVO
- Go Pay
Informasi kontak kami
📱 WA : +855 17640528
📱 LINE : EDENPOKER
Telegram : EDENPOKER
🌐 Website :edensukses,club
Email : edenpoker.idn@gmail.com