Lingkungan budidaya yang tertata baik belumlah cukup untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya, karena organisme hama dapat masuk melalui berbagai media seperti air, manusia dan peralatan budidaya. Sikap pelaku budidaya untuk tidak membuang hama ikan yang sudah mati misalnya ke lingkungan, mensucihamakan peralatan yang akan digunakan serta mengolah limbah sebelum dibuang ke lingkungan adalah hal-hal yang belum sepenuhnya dilakukan secara benar.
Untuk itu perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan atau kualitas air, penggunaan alat-alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan ikan dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.
Keberadaan hama ikan di areal budidaya dapat disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan dilakukannya usaha budidaya ikan, baik pembenihan, pendederan, maupun pembesaran, akan dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi kolam) meliputi proses pengapuran, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit ikan. Salah satu tujuan pengapuran adalah membunuh bakteri patogen dan organisme hama (eradikasi). Jika tahapan pemberantasan hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka hama ikan akan bebas hidup dan tumbuh bersama benih ikan yang dibudidayakan, sehingga hama akan menyerang dan menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya, dapat menimbulkan kematian pada ikan yang dibudidayakan. 2. Konstruksi Wadah
Konstruksi wadah dapat memicu timbulnya hama ikan. Wadah budidaya yang bersifat terbuka (outdoor) seperti kolam memudahkan hama untuk masuk, seperti melalui pematang, saluran air, pintu masuk air (inlet), atau melalui permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir kolam. Sedangkan wadah yang bersifat tertutup, seperti akuarium dan hatchery cukup aman dari serangan hama, tetapi si pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada akan keberadaan hama ikan.
3. Letak Wadah Budidaya
Wadah budidaya yang berdekatan dengan tempat hidup hama, seperti di luar ruangan, atau tanpa atap, dekat dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke dalam kolam/wadah budidaya. Contohnya linsang, hal ini dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di dalam kolam, sehingga mereka akan menyerang ikan budidaya.
Keberadaan hama juga dapat masuk bersama-sama dengan tanaman air yang digunakan di wadah budidaya baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan budidaya lainnya. Untuk itu kebersihan tanaman air harus selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air bersih atau direndam dalam PK (Kalium Permanganat) bila diperlukan.
Hama ikan sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya. Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya kegiatan tersebut biasanya dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan ikan dilakukan di ruangan / areal tertutup.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting kegiatan budidaya terutama untuk golongan predator, kompetitor dan segala jenis hewan perusak. Untuk mengendalikan hama ikan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu pencegahan dan penanggulangan. Pemberantasan hama dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) cara yaitu :
1. Mekanis : dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama dengan menggunakan peralatan mekanis seperti jala, jaring, pancing, parang, tombak, dan cangkul. Dalam kondisi serangan hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama. Sementara itu tindakan pengendalian hama di tambak dilakukan dengan cara seperti :
- Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan secara total agar semua organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat membantu memperbaiki struktur tanah.
- Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika terdapat lubang dapat dilakukan penyumbatan. Cara lain adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik.
- Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting dan ular. Cara ini sangat efektif jika dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
- Air yang ke dalam tambak harus disaring terlebih dahulu, misalnya dengan ijuk atau dengan saringan yang berukuran halus agar hewan-hewan liar tidak dapat masuk ke dalam petakan tambak.
2. Kimia : menggunakan bahan kimia untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah pestisida organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam keadaan biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan kecil seperti lintah.
Jika cara fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap harus hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan. Cara kimiawi lebih menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
Secara detail, beberapa tehnik pengendalian hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengendalian Burung : dengan melakukan pengawasan terhadap unit-unit usaha pembenihan (kolam pendederan atau bak benih). Atau dengan melakukan pengusiran jika melihat kehadiran burung, membuat penghalang dari bambu dan diberi rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam ikan. Atau dengan menyingkirkan ranting/dahan pohon mati di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat bertengger burung predator ikan.
2. Pengendalian Labi-labi : cara mudah adalah dengan menangkap labi-labi dengan serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan kolam, tempat pembenihan dan sekitarnya seperti di lingkungan luar kolam sebagai lokasi persembunyian labi-labi, walaupun tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan labi-labi di lingkungan budidaya. Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan patokan untuk keberadaan labi-labi adalah tidak adanya bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling terhadap populasi ikan mengalami penurunan, air kolam menjadi keruh karena labilabi menyelam ke dalam lumpur.
3. Pengendalian Kodok : ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan sarana perkolaman, pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur kodok.
4. Pengendalian Ular : dengan cara menangkap langsung atau dengan cara pemberian pagar sehingga ular tidak dapat masuk ke area perkolaman.
5. Pengendalian Biawak : dengan cara menangkap menggunakan jerat atau kail yang dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak.
6. Pengendalian Lingsang/Sero : dengan cara memasang rintangan berupa ranting bambu di kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang yang kuat. Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di bagian-bagian tertentu sangat efektif juga untuk mencegah keberadaan lingsang.
7. Pengendalian Kepiting : dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan membunuh atau menangkapi kepiting di luar dan di lubang-lubang tanggul. Atau dengan cara menaburkan sekam padi ke dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan keluar dan pindah ke tempat lain.
8. Pengendalian Belut : dengan cara menangkap menggunakan tangan kosong atau alat khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi umpan ikan kecil/anak kodok atau dengan bubu yang sudah diberi umpan dan dibenamkan ke dalam lumpur pada sore hari. Ada juga yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh belut pada saat pengeringan kolam.
9. Pengendalian Ikan Gabus : dengan cara memasang saringan dari ijuk pada saluran pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak ikan dan ikan gabus dewasa tidak ikut masuk ke kolam bersama aliran air. Atau dengan cara menangkapnya menggunakan pancing yang sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok. Pada saat pengolahan lahan untuk mencegah masuknya gabus ke kolam, dasar kolam harus benar-benar kering sampai retak-retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi ikan gabus untuk dapat bertahan hidup.
10. Pengendalian Kini-kini/Capung : dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan kimiawi. Secara mekanis adalah dengan cara mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva capung melalui kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak ataupun perdu. Sedangkan secara biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan terhadap benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan kini-kini artinya dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini dan kelebihan jenis ikan tertentu. Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan sebagai alternatif akhir karena menggunakan pestisida/insektisida.
11. Pengendalian Ucrit/Larva Cybister : dengan cara menghindari bahan organik yang menumpuk di sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam. Penangkapan dengan jumlah banyak dapat dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser. Pemberantasan ucrit dapat dilakukan dengan penyemprotan bahan kimia, walaupun ini merupakan solusi akhir jika populasi ucrit sulit diberantas secara mekanis. Bahan kimia yang umumnya digunakan adalah minyak tanah, yang disemprotkan di permukaan air kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak dapat mengambil oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit.
12. Pengendalian Notonecta/Bebeasan : dengan cara memasang saringan berupa filter dari bahan kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air untuk mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air. Pemberantasan dianjurkan menggunakan minyak tanah dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air sebanyak 500 cc/100 m2 luas permukaan kolam. Notonecta akan mati karena stigma atau alat pernafasannya kemasukan minyak tanah. Yang perlu diingat adalah pada saat pemberian minyak tanah, agar mendapatkan hasil yang efektif maka pintu air masuk dan keluar harus ditutup.
Penanganan hama yang paling baik adalah melalui pencegahan di mana hama dicegah untuk bisa masuk dan berkembang di dalam wadah produksi. Pencegahan dilakukan pada saat dilakukannya persiapan wadah budidaya, melalui proses pengeringan dasar kolam yang baik dan pemberian zat-zat beracun, baik racun alami seperti saponin, akar tuba, maupun racun buatan seperti brestan. Pencegahan lainnya melalui pemasangan saringan pada pintu pemasukan air (inlet) dan pembuatan/pemasangan pagar pengaman, penutupan wadah dengan jaring. Penggunaan perangkap tertentu sering memberikan hasil positif terhadap upaya mengatasi serangan hama pada ikan yang dibudidayakan.
Untuk itu perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan atau kualitas air, penggunaan alat-alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan ikan dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.
Keberadaan hama ikan di areal budidaya dapat disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan dilakukannya usaha budidaya ikan, baik pembenihan, pendederan, maupun pembesaran, akan dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi kolam) meliputi proses pengapuran, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit ikan. Salah satu tujuan pengapuran adalah membunuh bakteri patogen dan organisme hama (eradikasi). Jika tahapan pemberantasan hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka hama ikan akan bebas hidup dan tumbuh bersama benih ikan yang dibudidayakan, sehingga hama akan menyerang dan menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya, dapat menimbulkan kematian pada ikan yang dibudidayakan. 2. Konstruksi Wadah
Konstruksi wadah dapat memicu timbulnya hama ikan. Wadah budidaya yang bersifat terbuka (outdoor) seperti kolam memudahkan hama untuk masuk, seperti melalui pematang, saluran air, pintu masuk air (inlet), atau melalui permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir kolam. Sedangkan wadah yang bersifat tertutup, seperti akuarium dan hatchery cukup aman dari serangan hama, tetapi si pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada akan keberadaan hama ikan.
3. Letak Wadah Budidaya
Wadah budidaya yang berdekatan dengan tempat hidup hama, seperti di luar ruangan, atau tanpa atap, dekat dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke dalam kolam/wadah budidaya. Contohnya linsang, hal ini dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di dalam kolam, sehingga mereka akan menyerang ikan budidaya.
Keberadaan hama juga dapat masuk bersama-sama dengan tanaman air yang digunakan di wadah budidaya baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan budidaya lainnya. Untuk itu kebersihan tanaman air harus selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air bersih atau direndam dalam PK (Kalium Permanganat) bila diperlukan.
Hama ikan sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya. Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya kegiatan tersebut biasanya dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan ikan dilakukan di ruangan / areal tertutup.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting kegiatan budidaya terutama untuk golongan predator, kompetitor dan segala jenis hewan perusak. Untuk mengendalikan hama ikan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu pencegahan dan penanggulangan. Pemberantasan hama dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) cara yaitu :
1. Mekanis : dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama dengan menggunakan peralatan mekanis seperti jala, jaring, pancing, parang, tombak, dan cangkul. Dalam kondisi serangan hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama. Sementara itu tindakan pengendalian hama di tambak dilakukan dengan cara seperti :
- Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan secara total agar semua organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat membantu memperbaiki struktur tanah.
- Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika terdapat lubang dapat dilakukan penyumbatan. Cara lain adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik.
- Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting dan ular. Cara ini sangat efektif jika dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
- Air yang ke dalam tambak harus disaring terlebih dahulu, misalnya dengan ijuk atau dengan saringan yang berukuran halus agar hewan-hewan liar tidak dapat masuk ke dalam petakan tambak.
2. Kimia : menggunakan bahan kimia untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah pestisida organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam keadaan biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan kecil seperti lintah.
Jika cara fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap harus hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan. Cara kimiawi lebih menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
Secara detail, beberapa tehnik pengendalian hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengendalian Burung : dengan melakukan pengawasan terhadap unit-unit usaha pembenihan (kolam pendederan atau bak benih). Atau dengan melakukan pengusiran jika melihat kehadiran burung, membuat penghalang dari bambu dan diberi rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam ikan. Atau dengan menyingkirkan ranting/dahan pohon mati di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat bertengger burung predator ikan.
2. Pengendalian Labi-labi : cara mudah adalah dengan menangkap labi-labi dengan serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan kolam, tempat pembenihan dan sekitarnya seperti di lingkungan luar kolam sebagai lokasi persembunyian labi-labi, walaupun tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan labi-labi di lingkungan budidaya. Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan patokan untuk keberadaan labi-labi adalah tidak adanya bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling terhadap populasi ikan mengalami penurunan, air kolam menjadi keruh karena labilabi menyelam ke dalam lumpur.
3. Pengendalian Kodok : ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan sarana perkolaman, pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur kodok.
4. Pengendalian Ular : dengan cara menangkap langsung atau dengan cara pemberian pagar sehingga ular tidak dapat masuk ke area perkolaman.
5. Pengendalian Biawak : dengan cara menangkap menggunakan jerat atau kail yang dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak.
6. Pengendalian Lingsang/Sero : dengan cara memasang rintangan berupa ranting bambu di kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang yang kuat. Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di bagian-bagian tertentu sangat efektif juga untuk mencegah keberadaan lingsang.
7. Pengendalian Kepiting : dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan membunuh atau menangkapi kepiting di luar dan di lubang-lubang tanggul. Atau dengan cara menaburkan sekam padi ke dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan keluar dan pindah ke tempat lain.
8. Pengendalian Belut : dengan cara menangkap menggunakan tangan kosong atau alat khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi umpan ikan kecil/anak kodok atau dengan bubu yang sudah diberi umpan dan dibenamkan ke dalam lumpur pada sore hari. Ada juga yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh belut pada saat pengeringan kolam.
9. Pengendalian Ikan Gabus : dengan cara memasang saringan dari ijuk pada saluran pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak ikan dan ikan gabus dewasa tidak ikut masuk ke kolam bersama aliran air. Atau dengan cara menangkapnya menggunakan pancing yang sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok. Pada saat pengolahan lahan untuk mencegah masuknya gabus ke kolam, dasar kolam harus benar-benar kering sampai retak-retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi ikan gabus untuk dapat bertahan hidup.
10. Pengendalian Kini-kini/Capung : dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan kimiawi. Secara mekanis adalah dengan cara mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva capung melalui kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak ataupun perdu. Sedangkan secara biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan terhadap benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan kini-kini artinya dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini dan kelebihan jenis ikan tertentu. Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan sebagai alternatif akhir karena menggunakan pestisida/insektisida.
11. Pengendalian Ucrit/Larva Cybister : dengan cara menghindari bahan organik yang menumpuk di sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam. Penangkapan dengan jumlah banyak dapat dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser. Pemberantasan ucrit dapat dilakukan dengan penyemprotan bahan kimia, walaupun ini merupakan solusi akhir jika populasi ucrit sulit diberantas secara mekanis. Bahan kimia yang umumnya digunakan adalah minyak tanah, yang disemprotkan di permukaan air kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak dapat mengambil oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit.
12. Pengendalian Notonecta/Bebeasan : dengan cara memasang saringan berupa filter dari bahan kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air untuk mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air. Pemberantasan dianjurkan menggunakan minyak tanah dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air sebanyak 500 cc/100 m2 luas permukaan kolam. Notonecta akan mati karena stigma atau alat pernafasannya kemasukan minyak tanah. Yang perlu diingat adalah pada saat pemberian minyak tanah, agar mendapatkan hasil yang efektif maka pintu air masuk dan keluar harus ditutup.
Penanganan hama yang paling baik adalah melalui pencegahan di mana hama dicegah untuk bisa masuk dan berkembang di dalam wadah produksi. Pencegahan dilakukan pada saat dilakukannya persiapan wadah budidaya, melalui proses pengeringan dasar kolam yang baik dan pemberian zat-zat beracun, baik racun alami seperti saponin, akar tuba, maupun racun buatan seperti brestan. Pencegahan lainnya melalui pemasangan saringan pada pintu pemasukan air (inlet) dan pembuatan/pemasangan pagar pengaman, penutupan wadah dengan jaring. Penggunaan perangkap tertentu sering memberikan hasil positif terhadap upaya mengatasi serangan hama pada ikan yang dibudidayakan.
0 comments:
Post a Comment