Sunday, September 11, 2016

PENGGUNAAN PAKAN ALAMI PADA BUDIDAYA IKAN

September 11, 2016 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Istilah pakan merupakan istilah umum yang dipergunakan untuk menyebut makanan yang dimanfaatkan atau dimakan oleh hewan termasuk ikan.  Dilihat dari nilai gizinya, makanan adalah hasil pengolahan dan perbaikan nilai estetis (keindahan) dan kelayakannya untuk disajikan dan dimakan. Oleh karena itu, pengertian makanan lebih sering dikaitkan dengan hasil olahan bahan pangan yang biasanya untuk dikonsumsi manusia. Sedangkan hasil olahan bahan pangan yang cenderung untuk konsumsi hewan termasuk ikan dinamakan pakan.
Atas dasar asumsi di atas dapatlah diberikan batasan pengertian pakan.  Pakan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar mudah dan tersedia untuk dimakan dan dicerna dalam proses pencernaan organisme budidaya sehingga menghasilkan energi yang dapat dipergunakan untuk aktifitas hidup dimana kelebihan energi yang dihasilkan tersebut akan disimpan dalam bentuk jaringan dan daging sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin.
Dalam kegiatan budidaya terdapat 2 (dua) golongan pakan ikan yaitu pakan ikan alami dan pakan ikan buatan. Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung.  Pakan ikan buatan merupakan pakan ikan yang dibuat dari campuran bahan-bahan alami dan atau bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam bentuk tertentu sehingga merangsang ikan untuk memakannya. Istilah lain untuk pakan ikan buatan adalah konsentrat, namun istilah ini lebih banyak merujuk pada pakan unggas.
Adapun yang dimaksud dengan budidaya pakan alami adalah suatu rangkaian mekanisme operasional yang diterapkan dalam menghasilkan pakan ikan alami secara massal sebagai output. Teknik dalam konsep ini mulai dari langkah-langkah mempersiapkan wadah pemeliharaan yang sesuai dengan kebutuhan produksi sampai pada teknik pemanenan serta pasca panen.
Budidaya pakan alami dapat dibagi atas 2 (dua) kelompok besar yaitu:
 penyediaan organisme pakan alami yang selektif untuk usaha pembenihan ikan dan non ikan dan pembesaran moluska, serta
 penyediaan pakan alami secara non selektif dengan cara pemupukan lahan dan perairan misalnya penyediaan pakan alami dalam budidaya pembesaran ikan dan udang di tambak, kolam dan keramba.
Pemberian Makanan Alami
a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca  volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.
Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter.
Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.
PANEN DAN DISTRIBUSI
1) Panen
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2) Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik.
Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
3) Panen dan Distribusi Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak  berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegahpenumpukan  metabolit yang dapat  menghasilkan  amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
Penghitungan dan Packing Benih
a) Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing
b) Memasukkan oksigen ke dalam plastik packing
c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar oksigen tidak keluar
d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan
e)Benih siap di distribusikan
4) Panen dan Distribusi Induk.
Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat  jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3 tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi.  Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi  induk pulih kembali.
Sumber : pusluh.kkp.go.id

0 comments:

Post a Comment