Ikan gurami adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer dan memiliki banyak penggemar. Oleh karena itu nilai ekonomis ikan gurami juga sangat tinggi. Ikan ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Keungulan ikan gurami antara lain mudah dipelihara, dapat berkembang biak secara alami, dapat hidup di air tenang, serta harganya relatif mahal. Ikan ini memiliki organ pernapasan tambahan sehingga bisa mengambil oksigen dari luar air tetapi sangat peka terhadap terhadap suhu rendah sehingga budidaya ikan gurami akan lebih produktif jika dilakukan di dataran rendah.
Morfologi dan Taksonomi Ikan Gurami
Ikan gurami memiliki bentuk tubuh pipih, tinggi, dan agak panjang yang ditutupi oleh sisik-sisik besar, kasar, serta kuat. Pada bagian bawah tubuhnya terdapat sirip perut dengan jari-jari yang berubah menjadi alat peraba. Dengan kondisi tubuh yang demikian menunjukkan bahwa ikan gurami adalah dengan habitat di perairan dalam dan tenang. Kepada ikan gurami muda berbentuk lancip yang akan berubah menjadi agak bulat ketika sudah besar. Ikan ini memiliki mulut kecil dengan bibir bawah lebih menonjol dibandingkan bibir atas. Pada kepala gurami jantan yang sudah tua terdapat tonjolan seperti cula.
Tubuh ikan gurami umumnya berwarna biru kehitaman, pada bagian perut berwarna putih. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian punggung berwarna cokelat dan pada bagian perut berwarna keperakan atau kekuningan. Pada sisi tubuhnya terdapat garis tegak berwarna hitam yang berjumlah 7-8 buah yang akan memudar saat sudah dewasa.
Jari-jari pertama pada sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Ujung sirip punggung dan sirip dubut mencapai pangkal ekor. Sirip ekor berbentuk busur. Dasar sirip dada gurami betina terdapat tanda yang berupa sebuah lingkaran hitam.
Ikan gurami dapat tumbuh mencapai panjang 65 cm dan berat lebih dari 10 kg. Di Jawa ikan ini dikenal dengan nama gurami, grameh, atau brami. Di Sumatra dan Kalimantan dekenal dengan nama kalui, sialui, kalua, kalau, dan kalwe.
Daerah penyebaran ikan gurami antara lain Thailand, Sri Langka, Malaysia, Australia, Cina, India, dan Indonesia. Sementara itu, daerah penyebaran ikan gurami di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.
Klasifikasi Ikan Gurami
Filum : Chordata
Sub-filum : Vetrtebrata
Kelas : Pisces
Bangsa : Perciformes Labirinthici
Sub-bangsa : Anabantoidei
Suku : Osphronemidae Anabantidae
Marga : Osphronemus
Jenis : Osphronemus gouramy
Pertumbuhan Ikan Gurami
Secara umum, dihabitat alaminya ikan gurami mencapai panjang total sekitar 15 cm pada umur satu tahun, 25 cm pada umur dua tahun, dan 30 cm pada umur tiga tahun. Berbeda dengan burung dan mamalia, sebagian besar ikan mempunyai kapasitas meneruskan pertumbuhan selama hidupnya bila kondisi lingkungan hidupnya memungkinkan. Walaupun demikian pertumbuhan ikan pada usia tua relatif lebih lambat.
Pertumbuhan ikan gurami akan berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Selanjutnya ikan gurami tua akan mempergunakan sebagian energi dan zat hara untuk pemeliharaan tubuhnya. Pertumbuhan awal individu mengalami perlambatan selama pematangan kelamin pertama kali. Sebagian besar energi dan zat hara dipergunakan untuk perkembangan kelamin. Selain itu, pertumbuhan juga akan mengalami perlambatan selama membuat sarang dan menjaga anaknya. Selama periode tersebut ikan gurami hanya sedikit mencari makanan dan bahkan bisa tidak makan sama sekali.
Meningkatnya harga pakan pelet sebagai bahan pakan utama ikan gurami membuat keuntungan para peternak gurami di Indonesia menjadi berkurang. Bahkan, hampir 80% dari biaya pengembangan usaha gurami dikeluarkan untuk pemberian pakan itu sendiri. Hal ini tentunya membutuhkan solusi alternatif untuk menekan pengeluaran biaya tersebut.
Selain itu, penyakit bercak merah yang menyebabkan kematian masssal gurami pada tahun 2005, masih saja menjadi momok bagi peternak gurami. Belum ada solusi khusus yang mampu secara kontinu diterapkan bagi gurami untuk meningkatkan ketahanan fisiknya.
Tanaman-tanaman seperti daun sente belum mampu menjawab permasalahan yang kini mewabahi pengembangan gurami di Indonesia. Karena itu, dari segi ketahanan fisik, gurami juga membutuhkan alternatif.
Maggot-papaya adalah solusi bagi peternak gurami dalam pemberian pakan dengan fokus utama dalam efisiensi biaya dan kekebalan tubuh ikan gurami terhadap penyakit bercak merah. Maggot-papaya ini akan berjalan beriringan dengan pertumbuhan ikan gurami.
Maggot-Papaya – Solusi Pakan Gurami Murah
Maggot-papaya berasal dari dua kata, yaitu maggot dan pepaya. Maggot merupakan larva lalat yang dikembangbiakkan dari perpaduan ampas tahu dengan ikan kering. Protein dari maggot ini mencapai 44%, sedangkan protein dari pelet maksimal secara umum ialah 40%.
Maggot dibiakkan memakai media ampas tahu. Ikan kering ditambahkan untuk menarik datangnya lalat. Perbandingan antara ampas tahu dengan ikan kering ialah 8 : 2. Ampas tahu cenderung mudah untuk diperoleh dan memiliki kisaran harga Rp 200-500 per kg. Harga ikan rucah kering sekitar Rp 1.000 per kg. Jadi, jika diambil kisaran harga maksimal, maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 600 untuk menghasilkan 1 kg media maggot.
Sebelum dipakai, media perlu difermentasi selama 3-4 minggu. Setelah itu, lalat akan datang dan bertelur. Maggot dipanen setelah sepekan. Dari 1 kg media, dapat dihasilkan 180 g maggot. Jadi, untuk memperoleh maggot sebanyak 1 kg, dibutuhkan media sebanyak 5,56 kg. Maka, untuk pembuatan maggot sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 3.336, atau dapat menekan biaya sebesar 48 % dari biaya penggunaan pelet.
Pepaya merupakan tanaman asli tropis dan sub tropis Amerika dan sekarang menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab dan pada daerah dengan suhu 22-26 ÂșC dengan curah hujan sekitar 1.000 – 2.000 mm/tahun dan pH tanah 6-7. Oleh karena itu, maka maggot-papaya baik untuk diterapkan di Indonesia. Hampir seluruh kawasan di Indonesia memiliki curah hujan yang sangat besar, bahkan mencapai 2000 mm/tahun.
Bagian dari tanaman pepaya yang dimanfaatkan dalam hal ini ialah daunnya. Daun pepaya merupakan salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan yang diketahui mengandung zat antibakteri seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain.
Zat yang dikandung daun pepaya ini mampu mengatasi penyakit bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan flavonoid.
Dari sekian banyak senyawa dan zat aktif pada daun papaya, yang bersifat larut dalam etanol 70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri. Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini. Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan.
Saat berumur 3,5 bulan, daun pepaya sudah dapat diambil. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan gurami yang sudah berukuran 3-5 cm. Ukuran daun pepaya mencapai setengah dari ukuran daun sente. Selembar daun sente umumnya mencukupi untuk 100 ekor gurami. Jadi, selembar daun pepaya diperkirakan dapat mencukupi konsumsi 50 ekor gurami.
Maka, untuk ukuran kolam sebesar 6×20 meter persegi (berisi 1200 ekor gurami), diperlukan daun pepaya sebanyak 24 lembar. Hal ini tentunya tidak memerlukan banyak pohon, hanya berkisar 12 pohon pepaya dengan pengambilan 2 lembar daun dari tiap pohonnya. Jarak tanam pepaya yang ideal ialah 2,75 m. Jadi, panjang dari pematang kolam yang dibutuhkan ialah 33 m. Panjang keliling kolam sebesar 6×20 meter persegi ialah 52 m. Artinya, penanaman pepaya di pematang kolam mencukupi untuk pemberian pakan gurami yang ada di dalamnya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kemungkinan peningkatan produksi gurami di Indonesia sangat dimungkinkan. Selain ditinjau dari sisi penekanan biaya pemberian pakan, metode maggot-papaya juga menjanjikan terhindarnya ikan gurami dari penyakit bercak merah yang telah menjadi momok bagi peternak gurami di Indonesia.
Morfologi dan Taksonomi Ikan Gurami
Ikan gurami memiliki bentuk tubuh pipih, tinggi, dan agak panjang yang ditutupi oleh sisik-sisik besar, kasar, serta kuat. Pada bagian bawah tubuhnya terdapat sirip perut dengan jari-jari yang berubah menjadi alat peraba. Dengan kondisi tubuh yang demikian menunjukkan bahwa ikan gurami adalah dengan habitat di perairan dalam dan tenang. Kepada ikan gurami muda berbentuk lancip yang akan berubah menjadi agak bulat ketika sudah besar. Ikan ini memiliki mulut kecil dengan bibir bawah lebih menonjol dibandingkan bibir atas. Pada kepala gurami jantan yang sudah tua terdapat tonjolan seperti cula.
Tubuh ikan gurami umumnya berwarna biru kehitaman, pada bagian perut berwarna putih. Warna tersebut akan berubah menjelang dewasa, yakni pada bagian punggung berwarna cokelat dan pada bagian perut berwarna keperakan atau kekuningan. Pada sisi tubuhnya terdapat garis tegak berwarna hitam yang berjumlah 7-8 buah yang akan memudar saat sudah dewasa.
Jari-jari pertama pada sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Ujung sirip punggung dan sirip dubut mencapai pangkal ekor. Sirip ekor berbentuk busur. Dasar sirip dada gurami betina terdapat tanda yang berupa sebuah lingkaran hitam.
Ikan gurami dapat tumbuh mencapai panjang 65 cm dan berat lebih dari 10 kg. Di Jawa ikan ini dikenal dengan nama gurami, grameh, atau brami. Di Sumatra dan Kalimantan dekenal dengan nama kalui, sialui, kalua, kalau, dan kalwe.
Daerah penyebaran ikan gurami antara lain Thailand, Sri Langka, Malaysia, Australia, Cina, India, dan Indonesia. Sementara itu, daerah penyebaran ikan gurami di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.
Klasifikasi Ikan Gurami
Filum : Chordata
Sub-filum : Vetrtebrata
Kelas : Pisces
Bangsa : Perciformes Labirinthici
Sub-bangsa : Anabantoidei
Suku : Osphronemidae Anabantidae
Marga : Osphronemus
Jenis : Osphronemus gouramy
Pertumbuhan Ikan Gurami
Secara umum, dihabitat alaminya ikan gurami mencapai panjang total sekitar 15 cm pada umur satu tahun, 25 cm pada umur dua tahun, dan 30 cm pada umur tiga tahun. Berbeda dengan burung dan mamalia, sebagian besar ikan mempunyai kapasitas meneruskan pertumbuhan selama hidupnya bila kondisi lingkungan hidupnya memungkinkan. Walaupun demikian pertumbuhan ikan pada usia tua relatif lebih lambat.
Pertumbuhan ikan gurami akan berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Selanjutnya ikan gurami tua akan mempergunakan sebagian energi dan zat hara untuk pemeliharaan tubuhnya. Pertumbuhan awal individu mengalami perlambatan selama pematangan kelamin pertama kali. Sebagian besar energi dan zat hara dipergunakan untuk perkembangan kelamin. Selain itu, pertumbuhan juga akan mengalami perlambatan selama membuat sarang dan menjaga anaknya. Selama periode tersebut ikan gurami hanya sedikit mencari makanan dan bahkan bisa tidak makan sama sekali.
Meningkatnya harga pakan pelet sebagai bahan pakan utama ikan gurami membuat keuntungan para peternak gurami di Indonesia menjadi berkurang. Bahkan, hampir 80% dari biaya pengembangan usaha gurami dikeluarkan untuk pemberian pakan itu sendiri. Hal ini tentunya membutuhkan solusi alternatif untuk menekan pengeluaran biaya tersebut.
Selain itu, penyakit bercak merah yang menyebabkan kematian masssal gurami pada tahun 2005, masih saja menjadi momok bagi peternak gurami. Belum ada solusi khusus yang mampu secara kontinu diterapkan bagi gurami untuk meningkatkan ketahanan fisiknya.
Tanaman-tanaman seperti daun sente belum mampu menjawab permasalahan yang kini mewabahi pengembangan gurami di Indonesia. Karena itu, dari segi ketahanan fisik, gurami juga membutuhkan alternatif.
Maggot-papaya adalah solusi bagi peternak gurami dalam pemberian pakan dengan fokus utama dalam efisiensi biaya dan kekebalan tubuh ikan gurami terhadap penyakit bercak merah. Maggot-papaya ini akan berjalan beriringan dengan pertumbuhan ikan gurami.
Maggot-Papaya – Solusi Pakan Gurami Murah
Maggot-papaya berasal dari dua kata, yaitu maggot dan pepaya. Maggot merupakan larva lalat yang dikembangbiakkan dari perpaduan ampas tahu dengan ikan kering. Protein dari maggot ini mencapai 44%, sedangkan protein dari pelet maksimal secara umum ialah 40%.
Maggot dibiakkan memakai media ampas tahu. Ikan kering ditambahkan untuk menarik datangnya lalat. Perbandingan antara ampas tahu dengan ikan kering ialah 8 : 2. Ampas tahu cenderung mudah untuk diperoleh dan memiliki kisaran harga Rp 200-500 per kg. Harga ikan rucah kering sekitar Rp 1.000 per kg. Jadi, jika diambil kisaran harga maksimal, maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 600 untuk menghasilkan 1 kg media maggot.
Sebelum dipakai, media perlu difermentasi selama 3-4 minggu. Setelah itu, lalat akan datang dan bertelur. Maggot dipanen setelah sepekan. Dari 1 kg media, dapat dihasilkan 180 g maggot. Jadi, untuk memperoleh maggot sebanyak 1 kg, dibutuhkan media sebanyak 5,56 kg. Maka, untuk pembuatan maggot sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 3.336, atau dapat menekan biaya sebesar 48 % dari biaya penggunaan pelet.
Pepaya merupakan tanaman asli tropis dan sub tropis Amerika dan sekarang menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab dan pada daerah dengan suhu 22-26 ÂșC dengan curah hujan sekitar 1.000 – 2.000 mm/tahun dan pH tanah 6-7. Oleh karena itu, maka maggot-papaya baik untuk diterapkan di Indonesia. Hampir seluruh kawasan di Indonesia memiliki curah hujan yang sangat besar, bahkan mencapai 2000 mm/tahun.
Bagian dari tanaman pepaya yang dimanfaatkan dalam hal ini ialah daunnya. Daun pepaya merupakan salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan yang diketahui mengandung zat antibakteri seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain.
Zat yang dikandung daun pepaya ini mampu mengatasi penyakit bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan flavonoid.
Dari sekian banyak senyawa dan zat aktif pada daun papaya, yang bersifat larut dalam etanol 70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri. Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini. Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan.
Saat berumur 3,5 bulan, daun pepaya sudah dapat diambil. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan gurami yang sudah berukuran 3-5 cm. Ukuran daun pepaya mencapai setengah dari ukuran daun sente. Selembar daun sente umumnya mencukupi untuk 100 ekor gurami. Jadi, selembar daun pepaya diperkirakan dapat mencukupi konsumsi 50 ekor gurami.
Maka, untuk ukuran kolam sebesar 6×20 meter persegi (berisi 1200 ekor gurami), diperlukan daun pepaya sebanyak 24 lembar. Hal ini tentunya tidak memerlukan banyak pohon, hanya berkisar 12 pohon pepaya dengan pengambilan 2 lembar daun dari tiap pohonnya. Jarak tanam pepaya yang ideal ialah 2,75 m. Jadi, panjang dari pematang kolam yang dibutuhkan ialah 33 m. Panjang keliling kolam sebesar 6×20 meter persegi ialah 52 m. Artinya, penanaman pepaya di pematang kolam mencukupi untuk pemberian pakan gurami yang ada di dalamnya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kemungkinan peningkatan produksi gurami di Indonesia sangat dimungkinkan. Selain ditinjau dari sisi penekanan biaya pemberian pakan, metode maggot-papaya juga menjanjikan terhindarnya ikan gurami dari penyakit bercak merah yang telah menjadi momok bagi peternak gurami di Indonesia.
0 comments:
Post a Comment