Konflik itu sendiri memiliki bebrapa definisi, diantaranya: menurut Nardjana (1994), konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menyebabkan emosi atau stres yang mempengaruhiefisiensi dan produktivitas kerja.
Berdasarkan dua definisi diatas secara umum menggambarkan bahwa “Konflik” adalah satu kata/kalimat atau ekspresi tertentu yang membawa pendengar, pembaca atau yang melihatnya memiliki persepsi negatif. Nah... mengapa tulisan ini menyinggung soal penyuluh perikanan??? Dalam beberapa perhelatan, ajang dan pertemuan-pertemuan yang mempertemukan penyuluh perikanan dari beberapa daerah, seringkali terjadi saling tukar informasi dan pengalaman bahkan tidak sedikit yang saling menumpahkan uneg-uneg yang tengah dirasakan. Dan dari komunikasi yang terbangun nyaris tanpa “konflik”. Entah itu konflik dalam lembaga, konflik dengan sesama penyuluh perikanan ataupun konflik dengan pihak lain.
Konflik yang terjadi dalam lembaga misalnya, untuk melancarkan komunikasi banyak diantaranya yang memanfaatkan telepon. Sah-sah saja sepanjang tidak menimbulkan konflik. Tetapi dengan kasus ini misalnya, pihak pusat meminta satu perwakilan penyuluh perikanan dari daerah yang informasi itu via telpon kepada orang tertentu. Ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik, sebab penyuluh perikanan bukan hanya satu orang. Ada juga dengan modus “KOORDINATOR PENYULUH PERIKANAN”, yang setiap perhelatan selalu mengusung “HARUS” koordinator. Jabatan koordinator menjadi sumber konflik, apalagi dengan minimnya kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang kredit point. Benar sih........ kredit point bukan hanya bersumber dari itu, tapi kalau “HARUS KOORDINATOR”, pertanyaannya adalah kapan penyuluh perikanan lain berkesempatan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan serta keterampilan..???
Cerita diatas mungkin hanya ada pada daerah “ANTAH BERANTAH”... maaf...!!! Maka, mengingat kelompok jabatan fungsional penyuluh perikanan merupakan salah satu dari sekian banyak kelompok yang rawan “KONFLIK”, sehingga penulis kemudian mengangkat tulisan ini.
Sengaja atau tidak, disadari atau tidak, “konflik” memang sulit untuk dihindari dalam setiap interaksi sosial, tapi ada baiknya mengetahui bagaimana me-manage(baca: memenej) konflik sehingga komunikasi berjalan lancar dan baik. Berikut uraian umum mengenai “konflik dan manajemen konflik”, yang di kutip dari beberapa sumber.
Manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Sumber-Sumber Konflik
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yangdicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1)Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2)Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3)Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4)Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15). Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
• Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik.
• Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung setiap anggota/orang-orang dibawah jenjang jabatannya untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Koordinator penyuluh mampu membagi peran serta penyuluh lain yang dikoordinatorinya untuk suatu perhelatan yang mengundang penyuluh dengan jumlah yang terbatas, dan tidak melulu “dirinya” dengan dalih “harus koordinator”.
• Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif, Untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
• Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.
Empat trik pengelolaan konflik diatas sejatinya telah diaplikasikan oleh penyuluh perikanan khususnya yang telah melalui diklat dasar jabatan fungsional, sebab salah satu materi inti dalam Diklat tersebut “TEKNIK KOMUNIKASI” yang tujuannya adalah agar seetiap peserta diklat mampu menerapkan komunikasi efektif dalam aktifitas kesehariannya.
Semoga kita tergolong komunitas penyuluh perikanan yang mampu membangun komunikasi yang lebih baik, berkelas dan intelek yang mengiringi kenaikan pangkat dan jabatan fungsional penyuluh perikanan. Tidak menyendiri dengan keterbelakangan kebodohan dan tidak kompak, Penyuluh Perikanan menguasai Computer untuk bekerja tidak untuk main game di kantor.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menyebabkan emosi atau stres yang mempengaruhiefisiensi dan produktivitas kerja.
Berdasarkan dua definisi diatas secara umum menggambarkan bahwa “Konflik” adalah satu kata/kalimat atau ekspresi tertentu yang membawa pendengar, pembaca atau yang melihatnya memiliki persepsi negatif. Nah... mengapa tulisan ini menyinggung soal penyuluh perikanan??? Dalam beberapa perhelatan, ajang dan pertemuan-pertemuan yang mempertemukan penyuluh perikanan dari beberapa daerah, seringkali terjadi saling tukar informasi dan pengalaman bahkan tidak sedikit yang saling menumpahkan uneg-uneg yang tengah dirasakan. Dan dari komunikasi yang terbangun nyaris tanpa “konflik”. Entah itu konflik dalam lembaga, konflik dengan sesama penyuluh perikanan ataupun konflik dengan pihak lain.
Konflik yang terjadi dalam lembaga misalnya, untuk melancarkan komunikasi banyak diantaranya yang memanfaatkan telepon. Sah-sah saja sepanjang tidak menimbulkan konflik. Tetapi dengan kasus ini misalnya, pihak pusat meminta satu perwakilan penyuluh perikanan dari daerah yang informasi itu via telpon kepada orang tertentu. Ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik, sebab penyuluh perikanan bukan hanya satu orang. Ada juga dengan modus “KOORDINATOR PENYULUH PERIKANAN”, yang setiap perhelatan selalu mengusung “HARUS” koordinator. Jabatan koordinator menjadi sumber konflik, apalagi dengan minimnya kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang kredit point. Benar sih........ kredit point bukan hanya bersumber dari itu, tapi kalau “HARUS KOORDINATOR”, pertanyaannya adalah kapan penyuluh perikanan lain berkesempatan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan serta keterampilan..???
Cerita diatas mungkin hanya ada pada daerah “ANTAH BERANTAH”... maaf...!!! Maka, mengingat kelompok jabatan fungsional penyuluh perikanan merupakan salah satu dari sekian banyak kelompok yang rawan “KONFLIK”, sehingga penulis kemudian mengangkat tulisan ini.
Sengaja atau tidak, disadari atau tidak, “konflik” memang sulit untuk dihindari dalam setiap interaksi sosial, tapi ada baiknya mengetahui bagaimana me-manage(baca: memenej) konflik sehingga komunikasi berjalan lancar dan baik. Berikut uraian umum mengenai “konflik dan manajemen konflik”, yang di kutip dari beberapa sumber.
Manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Sumber-Sumber Konflik
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yangdicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1)Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2)Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3)Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4)Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15). Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
• Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik.
• Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung setiap anggota/orang-orang dibawah jenjang jabatannya untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Koordinator penyuluh mampu membagi peran serta penyuluh lain yang dikoordinatorinya untuk suatu perhelatan yang mengundang penyuluh dengan jumlah yang terbatas, dan tidak melulu “dirinya” dengan dalih “harus koordinator”.
• Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif, Untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
• Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.
Empat trik pengelolaan konflik diatas sejatinya telah diaplikasikan oleh penyuluh perikanan khususnya yang telah melalui diklat dasar jabatan fungsional, sebab salah satu materi inti dalam Diklat tersebut “TEKNIK KOMUNIKASI” yang tujuannya adalah agar seetiap peserta diklat mampu menerapkan komunikasi efektif dalam aktifitas kesehariannya.
Semoga kita tergolong komunitas penyuluh perikanan yang mampu membangun komunikasi yang lebih baik, berkelas dan intelek yang mengiringi kenaikan pangkat dan jabatan fungsional penyuluh perikanan. Tidak menyendiri dengan keterbelakangan kebodohan dan tidak kompak, Penyuluh Perikanan menguasai Computer untuk bekerja tidak untuk main game di kantor.
0 comments:
Post a Comment