Dengan semakin berkembangya
usahatani budidaya ikan bandeng air tawar, maka para pelaku utama dan usaha
bidang perikanan mulai melakukan diversifikasi usaha dengan mencoba jenis-jenis
ikan dan udang yang cocok dengan habitat bekas rawa, misalnya budidaya udang
Galah, udang Windu, Ikan Mas, ikan Patin, Bawal air tawar, Nila merah, Grass
carp dan sebagainya, disamping itu juga berkembang usaha perbenihan ikan karper
dan Nila merah.
Budidaya bandeng air
tawar di Talun Kec. Kab.Pati mendapatkan dari plankton yang tumbuh di air kolam,
sehingga untuk menumbuhkan pakan alami yang berupa plankton butuh pupuk anorganik
yang berupa Urea dan SP-36. Penggunaan pupuk anorganik dari waktu ke waktu dosisnya
semakin meningkat, sehingga sekarang pengunaan pupuk Urea dan SP-36 sampai mencapai
1 ton/ Ha pupuk campuran. Ternyata dari
penggunaan yang selalu meningkat dapat nenimbulkan dampak yang buruk terhadap
kesuburan tanah, perairan dan daya dukung lahan semakin hari semakin menurun.
Untuk mengantisipasi
penggunaan pupuk anorganik yang semakin meningkat dan penurunan kualitas serta
daya dukung kolam maka dianjurkan untuk kembali ke alam Back to nature. Pemanfaatan
biokatalisator baik itu berupa hewan maupun tumbuhan akan bermanfaat untuk mengatasi
terjadinya penurunan lingkungan. Salah satu diantaranya dengan pemanfaatan ikan
jenis plankton feeder diharapkan dapat mengurangi blooming plankton. Kegiatan
ini dilakukan dengan tujuan mengetahui efektifitas penggunaan ikan sebagai
biokatalisator pada kolam pembesaran udang galah, sedang target yang ingin
dicapai adalah informasi teknik penggunaan ikan sebagai biokatalisator pada
pembesaran udang galah.
Udang galah (Macrobrachium
rosenbergii De Man ) merupakan komoditas air tawar yang habitatnya di
muara atau daerah rawa, atau bekas rawa-rawa yang memiliki nilai ekonomis cukup
tinggi serta pangsa pasar yang besar baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Ada
beberapa kendala di dalam usaha budidaya udang galah yang dewasa ini mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan baik perluasan lahan pemeliharaan maupun
berkembangnya sistem polikultur di lahan kolam/tambak. Namun pada kenyataannya
keterbatasan jumlah benih udang Galah, dan stok yang tidak kontinyu ternyata
masih menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan budidaya udang galah.
Masalah teknis yang dihadapi pada awal perkembangan
budidaya udang adalah ketidak sesuaian konstruksi kolam, tidak cukupnya pasokan
air, belum terdapatnya teknologi produksi yang tepat guna, sebagai contoh
pengolahan tanah dasar tambak dan teknik pembesaran. Menurut Murjiyo (1998),
permasalahan yang dihadapi pada tahun 1980-an adalah teknik pembesaran untuk
mencapai ukuran yang ditargetkan dan produksi maksimum, serta untuk
mengoptimumkan penggunaan pakan dan meminimumkan tingkat kematian udang selama
pemeliharaan.
Pemanfaatan biokatalisator baik itu berupa hewan
maupun tumbuhan akan bermanfaat untuk mengatasi terjadinya penurunan
lingkungan. Salah satu diantaranya dengan pemanfaatan ikan jenis plankton fider
diharapkan dapat mengurangi blooming plankton. Selain pemanfaatan plankton
dengan penggunaan biokatalisator berupa ikan ini akan memberikan dampak positif
lainnya yaitu penambahan pendapatan dan produksi kegiatan budidaya itu sendiri.
A.
Morfologi Udang Galah (Macrobrachium
rosenbergii De Man)
Udang galah (Macrobrachium
rosenbergii De Man) salah satu jenis udang yang habitatnya di muara atau
rawa-rawa, salah satu komoditas air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi
serta pangsa pasar yang besar, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Usaha
budidaya udang galah dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan baik berupa perluasan lahan pemeliharaan maupun berkembangnya
sistem polikultur di lahan tambak. Dalam usaha merebut pasar udang galah
diperlukan adanya kesinambungan produksi, sehingga diperlukan adanya suplai
benih udang galah dalam jumlah yang mencukupi dan tepat waktu. Namun
kenyataannya keterbatasan jumlah benih dan stok yang tidak kontinyu ternyata
masih menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan budidaya udang galah.
Udang galah sering juga dinamakan udang watang,
udang satang atau conggah sedangkan dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama
“giant fresh water prawn”. Menurut
Holthuis (1980) dalam Hadie et al. (2001),
Sistematika
udang galah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Bangsa : Decapoda
Suku : Palaemonidae
Anak suku :
Palaemoninae
Marga : Macrobrachium
Spesies : Macrobrachium rosenbergii de Man
Udang ini mempunyai dua habitat dalam siklus hidupnya,
udang tersebut tumbuh dan menjadi dewasa pada perairan tawar, namun pada fase
larva hidup di air payau. Pada fase
larva akan mengalami sebelas kali pergantian kulit (moulting) yang diikuti
dengan perubahan struktur morfologi, hingga akhirnya bermetamorfosis menjadi juwana
(juvenil). Sifat-sifat larva yang umum adalah planktonis, aktif berenang dan
tertarik oleh sinar tetapi menjauhi sinar matahari yang terlalu kuat. Cenderung berkelompok pada fase larva dan
akan semakin menyebar dan individual serta bentik dengan bertambah umur. Di alam larva udang galah hidup pada
salinitas 5-10 permil (Hadie et al, 2001).
Udang galah memiliki badan yang beruas-ruas (segmen)
yang diliputi kulit yang keras. Badan udang dapat dibagi menjadi tiga bagian
besar, yakni kepala dan dada (cephalothorax), badan (abdomen) dan ekor
(uropoda). Pada bagian depan kepala
terdapat tonjolan yang disebut rostrum mempunyai gigi 11-14 di bagian atas dan
8-10 pada bagian bawah. Kaki jalan kedua pada jantan tumbuh sangat panjang
yaitu 1,5 kali panjang tubuh. Kaki
renang pada induk betina agak melebar dan membentuk ruang untuk mengerami telur
(broodchamber) (New dan Marlow, 2002).Ketidak kontinyuan ini salah satu
faktornya adalah disebabkan oleh lingkungan media pemeliharaan yang kurang
mendukung. Manajemen lingkungan merupakan salah satu aspek penting yang
berperan sangat besar dalam keberhasilan usaha pembenihan udang galah.
Sebagaimana hewan akuatik lainnya, aktivitas hidup udang galah sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, bahkan udang galah memiliki kerentanan
yang tinggi terhadap kualitas media pemeliharaan yang kurang baik (Hadie &
Hadie, 1993). Proses ganti kulit (moulting)
pada udang galah yang merupakan kondisi rentan terhadap perubahan lingkungan
dan serangan patogen, juga menjadi dasar pentingnya manajemen lingkungan
pemeliharaan secara seksama.
B.
Produk Probiotik
Probiotik adalah mikroba yang merupakan bahan tambahan
di perairan (Moriarty, 1998). Umumnya bakteri probiotik terdiri dari bakteri nitrifiying dan atau bakteri heterotrofik (Gatesoup,1999). Bakteri heterotrofik adalah bakteri yang
mengkonsumsi oksigen untuk mengahsilkan karbodioksida dan amoniak pada saat
proses oksidasi. Sedangkan bakteri autrofik
nitrtiying mengkonsumsi oksigen dan karbondioksida pada saat oksidasi
amoniak dengan produk akhirnya nitrat (Moriarty, 1996)
Menurut Stark dan Wilson (1986) dalam Adang (1999),
probitotik adalah mikroorganisme hidup non phatogen yang diberikan pada hewan
untuk perbaikan laju pertumbuhan, efesiensi konsumsi ransum dan kesehatan
hewan. Selanjutnya Fuller (1989) dalam Gandara (2003) mengatakan bahwa
probiotik adalah feed additive berupa mikroba hidup menguntungkan yang
mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam
salyran pencernaan. Probiotik dapat berupa satu atau beberapa jenis
mikroorganisme (mikroorganisme tunggal atau kultur campuran). Spesies yang
sering digunakan adalah Lactobacillus sp., Leuconoctoc sp., Pedioccus
sp., Propinibactereium sp. dan Bacillus sp. Daari spesies
ragi meliputi Saccharomyces cerevissiae dan Candida pintolopesi,
serta jamur meliputi Aspergillus niger dan Aspegillus oryzae (Fuller,
1992 dalam Gandara 2003).
Peranan bakteri probiotik sebagai kontrol biologis
pada sistem budi daya (Garriques dan Arevalo, 1995) adalah:
1. Menekan pertumbuhan bakteri patogen
2. Mempercepat degradasi bahan organik dan limbah
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial
4. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme
indigenus yang menguntungkan pada tanaman, misal Mycorriza, Rhizobium dan
bakteri pelarut pospat.
5. Memfiksasi nitrogen
6. Mengurangi pupuk dan pestisida
Dengan adanya probiotik maka proses degradasi bahan
organik pada dasar tambak akan lancar, sehingga menghasilkan zat-zat yang
bermanfaat bagi pertumbuhan plankton. Bahan organik yang mengalami mineralisasi
oleh jasad pengurai (probiotik) akan diubah menjadi bahan anorganik seperti
nitrat dan pospat. Bahan organik ini dapat digunakan secara langsung oleh
fitoplankon dalam air untuk kelangsungan hidupnya. Fitoplankton merupakan
makanan bagi zooplankto, sehingga jumlahnya melimpah. Hal ini menyebabkan
perairan tersebut menjadi subur. Zooplankton merupakan pakan alami bagi
sebagian besar larva ikan, termasuk bandeng, larva ikan mas. Dengan demikian
maka ketersediaan pakan alami bagi ikan akan tetap terjaga.
C.
Biokatalisator
Biokatalisator
adalah pemanfaatan organisme/makhluk hidup yang digunakan sebagai penyeimbang
di dalam suatu kegiatan. Biokatalisator di dalam dunia perikanan dapat berupa
bahan bioremedian atau beberapa jenis
ikan yang bersifat pemakan plankton atau tanaman air lainnya. Beberapa jenis
ikan yang dapat digunakan sebagai biokatalisator diantaranya adalah tilapia,
bandeng atau belanak. Biokatalisator ini nyata membantu mempertahankan kondisi
air kolam dan menimbulkan green water. Dengan kondisi perairan yang
berkualitas, maka Ikan dapat ditebar dengan kepadatan 5.000-10.000 ekor/ha
0 comments:
Post a Comment